-
Lihat Dulu, Baru PercayaMenara Pengawal—2008 | 1 Mei
-
-
Lihat Dulu, Baru Percaya
”Seorang agnostik berpandangan bahwa kebenaran tentang Allah dan kehidupan di masa depan, seperti yang didalami oleh agama Kristen dan agama-agama lainnya, adalah hal yang mustahil diketahui. Atau, kalaupun tidak mustahil, setidaknya mustahil pada saat ini.”—FILSUF BERTRAND RUSSELL, 1953.
PENCIPTA istilah ”agnostik” adalah seorang zoolog bernama Thomas Huxley. Ia lahir pada tahun 1825 dan hidup sezaman dengan Charles Darwin serta mendukung ajaran evolusi. Pada tahun 1863, Huxley menulis bahwa ia tidak bisa melihat bukti apa pun tentang adanya Allah yang ”mengasihi dan memedulikan kita seperti yang dinyatakan Kekristenan”.
Banyak orang dewasa ini setuju dengan pendapat tokoh-tokoh berpengaruh tersebut, dan menyatakan bahwa mereka baru akan percaya pada apa yang dapat mereka lihat. Menurut mereka, orang yang beriman pada seseorang atau sesuatu tanpa bukti adalah orang yang sangat naif.
Apakah Alkitab menyuruh kita mempercayai Allah secara membabi buta? Justru sebaliknya. Alkitab memperlihatkan bahwa sungguh naif—bahkan bodoh—untuk mempercayai pernyataan yang tidak didukung bukti. ”Orang yang kurang berpengalaman percaya pada setiap perkataan,” kata Alkitab, ”tetapi orang yang cerdik mempertimbangkan langkah-langkahnya.”—Amsal 14:15.
Lalu, bagaimana dengan kepercayaan kepada Allah? Benarkah ada bukti bahwa Allah itu ada, dan terlebih lagi bahwa Ia mengasihi serta memedulikan kita?
Sifat-Sifat Allah Disingkapkan
Penulis Alkitab Paulus, sewaktu berbicara kepada sekelompok cendekiawan di Athena, menyatakan bahwa Allah ”menjadikan dunia dan segala sesuatu di dalamnya”. Paulus memberi tahu para pendengarnya yang skeptis itu bahwa Allah memedulikan umat manusia dan bahwa, sebenarnya, Ia ”tidak jauh dari kita masing-masing”.—Kisah 17:24-27.
Mengapa Paulus yakin bahwa Allah ada dan memperhatikan manusia ciptaan-Nya? Paulus menyingkapkan satu alasan sewaktu menulis kepada rekan-rekan Kristennya di kota Roma. Tentang Allah ia mengatakan, ”Sifat-sifatnya yang tidak kelihatan, . . . jelas terlihat sejak penciptaan dunia, karena sifat-sifat tersebut dipahami melalui perkara-perkara yang diciptakan.”—Roma 1:20.
Halaman-halaman berikut akan menyajikan tiga sifat Allah yang bisa jelas terlihat dari karya ciptaan-Nya. Seraya Anda memperhatikan contoh-contoh tersebut, pikirkan, ’Bagaimana perasaan saya setelah mengetahui sifat-sifat Allah ini?’
[Kutipan di hlm. 3]
Alkitab tidak menyuruh kita mempercayai Allah secara membabi buta
-
-
Hikmat Allah Tampak Jelas di AlamMenara Pengawal—2008 | 1 Mei
-
-
Hikmat Allah Tampak Jelas di Alam
”Dialah Pribadi yang mengajar kita lebih banyak hal daripada binatang di bumi, dan ia membuat kita lebih berhikmat bahkan daripada makhluk-makhluk yang terbang di langit.”—AYUB 35:11.
BURUNG memiliki berbagai kesanggupan yang menakjubkan. Mereka bisa melakukan manuver di udara yang membuat iri para perancang pesawat. Beberapa spesies menyeberangi samudra yang sepertinya tak berujung sejauh ribuan kilometer dan tiba persis di tempat tujuan mereka.
Burung mempunyai kesanggupan luar biasa lain lagi—yang lebih jauh menyingkapkan hikmat Pembuatnya—kesanggupan berkomunikasi melalui pekikan dan kicauan. Perhatikan beberapa contoh.
Bahasa Burung
Beberapa spesies burung mulai berkomunikasi bahkan sebelum menetas. Puyuh betina, misalnya, bisa menghasilkan sampai delapan telur, satu telur setiap harinya. Jika berkembang dengan kecepatan yang sama, semua telur itu akan menetas dalam jangka waktu delapan hari. Seandainya begitu, si induk akan kerepotan mengurus bayi-bayi aktif berusia seminggu sambil harus mengerami telur yang belum menetas. Namun, ternyata kedelapan anak puyuh itu semuanya menetas dalam waktu enam jam. Bagaimana mungkin? Menurut perkiraan para peneliti, salah satu alasan utamanya adalah embrio-embrio puyuh itu saling berkomunikasi dari dalam telur dan entah bagaimana berembuk untuk menetas pada waktu yang hampir bersamaan.
Setelah dewasa, burung jantanlah yang biasanya berkicau. Ia khususnya berkicau selama musim kawin untuk menandai daerah kekuasaannya atau memikat si betina. Dari ribuan spesies burung yang ada, masing-masing bisa dikatakan mempunyai bahasa sendiri, dan karenanya burung betina bisa mengenali si jantan sesama spesiesnya.
Burung terutama berkicau pada pagi hari dan pada saat matahari terbenam, dan bukannya tanpa alasan. Pada saat-saat itu, biasanya tidak banyak angin dan kebisingan yang mengganggu kicauan mereka. Para peneliti mendapati bahwa kicauan burung bisa terdengar 20 kali lebih baik pada pagi dan sore hari ketimbang pada tengah hari.
Meskipun yang berkicau kebanyakan adalah burung jantan, baik burung jantan maupun betina mengeluarkan berbagai pekikan, atau bunyi-bunyian pendek, yang masing-masing ada artinya. Kenari perisai, misalnya, memiliki sembilan jenis pekikan. Mereka mengeluarkan satu jenis pekikan untuk memperingatkan adanya ancaman dari udara—misalnya burung pemangsa yang terbang mengitar—tetapi mengeluarkan pekikan yang berbeda untuk memperingatkan adanya ancaman dari darat.
Karunia yang Lebih Unggul
Hikmat naluriah burung memang mengesankan. Tetapi, dalam soal kesanggupan berkomunikasi, manusia jauh lebih mengesankan. Allah telah membuat manusia ”lebih berhikmat bahkan daripada makhluk-makhluk yang terbang di langit”, kata Ayub 35:11. Hanya manusia yang sanggup menyampaikan buah pikiran serta gagasan yang abstrak dan kompleks melalui suara yang dihasilkan pita suara atau melalui isyarat.
Tidak seperti makhluk lain, bayi manusia tampaknya diprogram untuk mempelajari bahasa yang kompleks. Jurnal American Scientist di Internet mengatakan, ”Anak kecil mampu belajar bahasa sekalipun orang tuanya tidak berbicara kepadanya secara langsung; anak-anak tunarungu bahkan akan menciptakan bahasa isyarat mereka sendiri jika tidak diajar untuk menggunakannya di rumah.”
Kesanggupan untuk mengkomunikasikan buah pikiran dan emosi melalui tutur kata atau isyarat benar-benar karunia yang menakjubkan dari Allah. Namun, karunia yang lebih hebat lagi untuk manusia adalah kesanggupan berkomunikasi dengan Allah melalui doa. Malah, Allah Yehuwa mengundang kita untuk berbicara kepada-Nya. ”Jangan khawatir akan apa pun,” kata Firman Allah, Alkitab, ”tetapi dalam segala sesuatu nyatakanlah permintaanmu kepada Allah melalui doa dan permohonan yang disertai ucapan syukur.”—Filipi 4:6.
Sewaktu kita harus membuat keputusan yang sulit, Yehuwa ingin agar kita menimba persediaan hikmat yang sangat banyak yang telah Ia catat dalam Alkitab. Ia juga akan membantu kita untuk mengetahui caranya menerapkan nasihat yang terdapat di sana. ”Jika di antara kamu ada yang kekurangan hikmat,” kata penulis Alkitab Yakobus, ”biarlah ia terus meminta kepada Allah, karena dia memberi semua orang dengan murah hati dan tanpa mencela; dan itu akan diberikan kepadanya.”—Yakobus 1:5.
Bagaimana Perasaan Anda?
Bagaimana perasaan Anda ketika mendengarkan kicauan merdu seekor burung atau celotehan seorang anak yang baru belajar bicara? Dapatkah Anda melihat hikmat Allah dalam karya ciptaan-Nya?
Setelah merenungkan pembentukan dirinya, pemazmur Daud tergerak untuk mengatakan kepada Allah, ”Aku akan menyanjungmu karena dengan cara yang membangkitkan rasa takut, aku dibuat secara menakjubkan. Pekerjaan-pekerjaanmu menakjubkan, sebagaimana jiwaku benar-benar menyadarinya.” (Mazmur 139:14) Seraya dengan penuh penghargaan memeriksa hikmat Allah yang nyata dalam ciptaan, Anda akan semakin beriman akan kesanggupan-Nya untuk memberikan bimbingan yang andal.
[Kutipan di hlm. 5]
Kesanggupan berkomunikasi adalah karunia Allah
[Keterangan Gambar di hlm. 4]
© Dayton Wild/Visuals Unlimited
-
-
Kuasa Allah Terlihat pada BintangMenara Pengawal—2008 | 1 Mei
-
-
Kuasa Allah Terlihat pada Bintang
”Layangkanlah pandanganmu ke tempat tinggi dan lihatlah. Siapa yang menciptakan hal-hal ini? Ini adalah Pribadi yang membawa keluar pasukan mereka menurut jumlahnya, yang semuanya ia panggil dengan namanya. Karena energi dinamisnya yang berlimpah, dan kekuasaannya sangat besar, tidak satu pun dari mereka tidak hadir.”—YESAYA 40:26.
MATAHARI kita hanyalah bintang berukuran sedang. Sekalipun demikian, massanya 330.000 kali lebih besar daripada massa bumi. Kebanyakan bintang dekat bumi lebih kecil daripada matahari. Tetapi bintang-bintang lain, seperti yang dinamai V382 Cygni, setidaknya 27 kali lebih besar massanya daripada massa matahari.
Seberapa banyakkah energi yang dipancarkan matahari kita? Bayangkan betapa panasnya api jika masih terasa dari jarak 15 kilometer. Matahari, rata-rata, berjarak sekitar 150 juta kilometer dari bumi. Namun, di hari yang cerah, panasnya bisa membuat kulit kita melepuh! Yang mengejutkan, hanya kira-kira sepersemiliar energi matahari yang mencapai bumi. Namun, bagian kecil dari tenaga matahari ini sudah cukup untuk menunjang kehidupan di planet kita.
Malah, menurut perhitungan para ilmuwan, semua energi yang dipancarkan oleh matahari kita saja cukup untuk menunjang sekitar 31 triliun planet seukuran bumi. Atau, kalau mau mengukur energi yang luar biasa besar ini dengan cara lain: Jika seluruh tenaga yang dipancarkan matahari bisa dikumpulkan selama satu detik saja, tenaga itu bisa menyuplai Amerika Serikat dengan ”cukup energi, pada tingkat penggunaannya saat ini, selama 9.000.000 tahun ke depan”, kata situs Web Space Weather Prediction Center (SWPC).
Energi matahari bersumber dari intinya—suatu reaktor nuklir yang membuat atom-atom bertumbukan dan memuntahkan energi. Matahari begitu besar dan intinya begitu padat sehingga dibutuhkan jutaan tahun bagi energi yang dihasilkan dalam inti itu untuk sampai ke permukaan. ”Jika Matahari berhenti menghasilkan energi hari ini,” kata situs Web SWPC, ”efeknya yang signifikan baru akan terasa di Bumi 50.000.000 tahun lagi!”
Sekarang, perhatikan fakta ini: Sewaktu Anda memandang langit pada malam yang cerah, Anda melihat ribuan bintang, yang masing-masing mengeluarkan energi yang sangat besar, seperti matahari kita. Dan, menurut perhitungan para ilmuwan, ada bermiliar-miliar bintang di alam semesta!
Dari mana asalnya semua bintang itu? Kebanyakan peneliti sekarang percaya bahwa karena alasan-alasan yang belum dapat mereka pahami, alam semesta ini tiba-tiba muncul sekitar 14 miliar tahun yang lalu. Alkitab menyatakannya dengan sederhana, ”Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” (Kejadian 1:1) Tak diragukan, Pribadi yang menciptakan bintang-bintang raksasa penghasil energi itu bisa digambarkan memiliki ’kekuasaan yang sangat besar’.—Yesaya 40:26.
Bagaimana Allah Menggunakan Kuasa-Nya
Allah Yehuwa menggunakan kuasa-Nya untuk menguatkan orang-orang yang melakukan kehendak-Nya. Misalnya, rasul Paulus bekerja keras untuk mengajar orang-orang lain tentang Allah. Paulus bukan manusia super, tetapi ia bisa melaksanakan banyak pekerjaan baik meskipun mendapat tentangan hebat. Bagaimana mungkin? Ia menyatakan bahwa ia menerima ”kuasa yang melampaui apa yang normal” dari Allah.—2 Korintus 4:7-9.
Allah Yehuwa juga telah menggunakan kuasa-Nya untuk membinasakan orang-orang yang terang-terangan melanggar standar moral-Nya. Yesus Kristus menyebutkan Air Bah pada zaman Nuh serta pembinasaan Sodom dan Gomora sebagai contoh bagaimana Yehuwa menggunakan kuasa-Nya secara selektif untuk membinasakan orang fasik. Yesus menubuatkan bahwa tidak lama lagi, Yehuwa akan kembali menggunakan kuasa-Nya untuk membinasakan orang-orang yang mengabaikan standar-Nya.—Matius 24:3, 37-39; Lukas 17:26-30.
Bagaimana Perasaan Anda?
Setelah merenungkan kuasa Allah yang nyata pada bintang-bintang, Anda mungkin punya perasaan yang sama seperti Raja Daud, yang berkata, ”Bila aku melihat langitmu, pekerjaan jarimu, bulan dan bintang-bintang yang telah engkau persiapkan, apakah manusia yang berkematian itu sehingga engkau mengingat dia, dan putra manusia sehingga engkau memperhatikan dia?”—Mazmur 8:3, 4.
Ya, kita disadarkan akan betapa kecilnya kita dibandingkan dengan luasnya alam semesta. Namun, kita tidak perlu merasa ngeri akan kuasa Allah. Yehuwa mengilhami nabi Yesaya untuk menulis kata-kata yang menenteramkan hati ini, ”Ia [Allah] memberikan kekuatan kepada orang yang lelah; dan ia membuat orang yang tidak memiliki energi dinamis berlimpah dengan keperkasaan. Anak-anak lelaki menjadi lelah, juga letih, dan pria-pria muda pun tersandung, tetapi orang yang berharap kepada Yehuwa akan mendapat kekuatan lagi. Seperti burung elang, mereka akan naik dengan sayapnya. Mereka akan berlari dan tidak menjadi letih; mereka akan berjalan dan tidak menjadi lelah.”—Yesaya 40:29-31.
Jika Anda berhasrat melakukan kehendak Allah, yakinlah bahwa Ia akan memberikan roh kudus-Nya untuk membantu Anda terus melakukannya. Tetapi, Anda harus memintanya. (Lukas 11:13) Dengan dukungan Allah, Anda bisa bertekun menghadapi cobaan apa pun dan memperoleh kekuatan untuk melakukan apa yang benar.—Filipi 4:13.
[Kutipan di hlm. 7]
Dengan dukungan Allah, Anda bisa memperoleh kekuatan untuk melakukan apa yang benar
[Gambar di hlm. 7]
Searah jarum jam dari kiri atas: galaksi Pusaran Air, gugusan bintang Pleiades, Nebula Orion, galaksi Andromeda
[Gambar di hlm. 7]
Massa matahari 330.000 kali lebih besar daripada massa bumi
[Keterangan Gambar di hlm. 7]
Pleiades: NASA, ESA and AURA/Caltech; all others above: National Optical Astronomy Observatories
-
-
Kasih Allah Nyata dalam Kasih IbuMenara Pengawal—2008 | 1 Mei
-
-
Kasih Allah Nyata dalam Kasih Ibu
”Dapatkah seorang istri melupakan anaknya yang masih menyusu sehingga ia tidak mengasihani putra dari kandungannya? Sekalipun wanita-wanita ini dapat lupa, aku tidak akan melupakan engkau.”—YESAYA 49:15.
SEORANG bayi berbaring nyaman dalam pelukan ibunya yang sedang menyusuinya. Pemandangan ini mencerminkan kelembutan dan kasih. ”Pertama kalinya saya menggendong bayi saya,” kata seorang ibu bernama Pam, ”tak terbendung rasa kasih dan tanggung jawab saya untuk kehidupan baru ini.”
Meskipun tampaknya sudah jelas, riset pun meneguhkan bahwa kasih ibu sangat mempengaruhi perkembangan bayinya. Sebuah dokumen yang dikeluarkan Program Kesehatan Mental dari Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan, ”Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang ditelantarkan dan dipisahkan dari ibunya menjadi tidak bahagia dan tertekan, kadang-kadang bahkan mencapai taraf panik.” Dokumen yang sama menyebutkan sebuah hasil penelitian bahwa anak-anak yang mendapatkan kasih dan perhatian sejak usia dini kemungkinan besar memiliki IQ yang jauh lebih tinggi daripada anak-anak yang ditelantarkan.
Mengenai pentingnya kasih ibu, Alan Schore, seorang dosen psikiatri Fakultas Kedokteran UCLA di Amerika Serikat, mengatakan, ”Hubungan pertama si anak, yaitu dengan ibunya, akan menjadi pola, karena hal itu secara permanen membentuk kesanggupan si anak untuk menjalin semua hubungan emosi di kemudian hari.”
Sungguh menyedihkan, akibat depresi, penyakit, atau tekanan lainnya, ada ibu yang mengabaikan bayinya atau bahkan ”melupakan anaknya yang masih menyusu”. (Yesaya 49:15) Tetapi, kasus seperti itu hanya perkecualian, tidak umum terjadi. Malah, para ibu tampaknya diprogram untuk menyayangi anaknya. Para peneliti mendapati bahwa selama persalinan, para ibu mengalami peningkatan hormon yang disebut oksitosin, yang merangsang kontraksi dan belakangan berperan dalam laktasi (produksi ASI). Hormon yang sama, yang dihasilkan dalam tubuh pria dan wanita, juga dianggap sebagai faktor pendorong tindakan yang pengasih dan tanpa pamrih.
Dari Mana Asalnya Kasih?
Para pendukung evolusi mengajarkan bahwa kasih yang tidak mementingkan diri, misalnya antara ibu dan anak, timbul secara kebetulan dan dipertahankan oleh seleksi alam karena bermanfaat bagi spesies tersebut. Sebagai contoh, jurnal Mothering Magazine di Internet menyatakan, ”Bagian pertama otak kita yang berevolusi sebagai tambahan dari otak yang kita warisi dari reptilia adalah sistem limbik, pusat emosi. Bagian otak inilah yang memungkinkan terjalinnya ikatan antara ibu dan bayinya.”
Memang, riset menunjukkan bahwa sistem limbik turut mempengaruhi emosi kita. Tetapi, apakah menurut Anda masuk akal bahwa kasih ibu bagi anaknya adalah hasil perkembangan lanjutan dari otak reptilia yang terjadi secara kebetulan?
Pertimbangkan alternatifnya. Alkitab mengatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar Allah, yakni dengan kesanggupan untuk memperlihatkan sifat-sifat Allah. (Kejadian 1:27) Sifat Allah yang utama ialah kasih. ”Ia yang tidak mengasihi tidak mengenal Allah,” tulis rasul Yohanes. Mengapa? ”Karena Allah adalah kasih.” (1 Yohanes 4:8) Perhatikan, ayat ini tidak mengatakan bahwa Allah memiliki kasih, tetapi dikatakan bahwa Allah adalah kasih. Dia adalah Sumber kasih.
Alkitab menggambarkan kasih sebagai berikut: ”Kasih itu panjang sabar dan baik hati. Kasih tidak cemburu, tidak membual, tidak menjadi besar kepala, tidak berlaku tidak sopan, tidak memperhatikan kepentingan diri sendiri, tidak terpancing menjadi marah. Kasih tidak mencatat kerugian. Kasih tidak bersukacita karena ketidakadilbenaran, tetapi bersukacita karena kebenaran. Kasih menanggung segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mempunyai harapan akan segala sesuatu, bertekun menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan.” (1 Korintus 13:4-8) Apakah masuk akal untuk percaya bahwa sifat yang terluhur ini muncul secara kebetulan saja?
Bagaimana Perasaan Anda?
Seraya Anda membaca gambaran tentang kasih di paragraf tadi, apakah hati Anda mendambakan kasih seperti itu? Hasrat demikian amat wajar. Mengapa? Karena ”kita adalah keturunan Allah”. (Kisah 17:29) Kita dirancang untuk menerima dan menyatakan kasih seperti itu. Dan, kita bisa yakin bahwa Allah sangat mengasihi kita. (Yohanes 3:16; 1 Petrus 5:6, 7) Ayat yang dikutip di awal artikel ini menyatakan bahwa kasih Allah bagi kita bahkan lebih kuat, lebih bertahan, daripada kasih ibu bagi anaknya!
Namun, Anda mungkin bertanya-tanya, ’Jika Allah berhikmat, berkuasa, dan pengasih, mengapa Ia tidak mengakhiri penderitaan? Mengapa Ia membiarkan anak-anak kecil mati, penindasan terus berlangsung, dan bumi rusak akibat salah kelola dan ketamakan?’ Pertanyaan-pertanyaan itu bagus dan patut mendapatkan jawaban yang masuk akal.
Apa pun yang mungkin dikatakan kaum agnostik, tidaklah mustahil untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan-pertanyaan tadi. Jutaan orang di ratusan negeri telah mendapatkan jawabannya dengan mempelajari Alkitab bersama Saksi-Saksi Yehuwa. Penerbit jurnal ini mengundang Anda untuk melakukan hal yang sama. Seraya pengetahuan Anda tentang Allah bertambah dengan mempelajari Firman-Nya dan ciptaan-Nya, Anda akan mengerti bahwa Allah tidak jauh dan misterius. Sebaliknya, Anda akan percaya bahwa Allah ”tidak jauh dari kita masing-masing”.—Kisah 17:27.
[Kutipan di hlm. 8]
Kasih Allah bagi kita lebih bertahan daripada kasih ibu bagi anaknya
-