PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • yp psl. 32 hlm. 252-260
  • Bagaimana agar Saya Sukses Berpacaran?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Bagaimana agar Saya Sukses Berpacaran?
  • Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Sebelum Berkencan
  • Kencan Pertama
  • Untuk Mengenal “Manusia Batiniah yang Tersembunyi”
  • Perhatikan Tingkah Lakunya!
  • Bagaimana Caranya agar Masa Pacaran Saya Sukses?
    Sedarlah!—1990 (No. 32)
  • Masa Berpacaran yang Sukses—Seberapa Pentingkah?
    Sedarlah!—1989 (No. 30)
  • Berkencan dan Berpacaran
    Masa Remaja—Manfaatkanlah Sebaik-baiknya
  • Cara Mencapai Tujuan Berpacaran
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa (Edisi Pelajaran)—2024
Lihat Lebih Banyak
Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
yp psl. 32 hlm. 252-260

Pasal 32

Bagaimana agar Saya Sukses Berpacaran?

“KEBANYAKAN perkawinan yang gagal adalah akibat kegagalan selama berpacaran. Hal ini sudah terlalu sering terulang.” Demikian kata Paul H. Landis, seorang peneliti kehidupan keluarga. Louise dapat membuktikan tepatnya pernyataan ini. Ia menjelaskan: “Kekeliruan saya yang paling besar adalah jatuh cinta pada Andy sebelum saya sempat mengetahui bagaimana kepribadiannya yang sebenarnya. Masa pacaran kami sangat terbatas pada suasana berduaan. Saya tak pernah melihat reaksinya di luar situasi yang ‘ideal’ ini.” Perkawinan mereka hancur lebur dalam perceraian. Kunci untuk menghindari tragedi seperti itu? Usahakan agar anda sukses berpacaran!

Sebelum Berkencan

“Pria [atau wanita] yang bijak melihat dan memperhatikan baik-baik ke mana ia akan pergi.” (Amsal 14:15, The Amplified Bible) Mengembangkan perasaan cinta terhadap seseorang yang tidak benar-benar anda kenal berarti mengundang bencana—sekalipun orang itu kelihatannya menarik. Hal itu dapat menuju kepada perkawinan dengan seseorang yang sangat jauh berbeda perasaan dan tujuannya dengan anda! Maka adalah bijaksana untuk lebih dahulu mengamati orang tersebut di tengah-tengah banyak orang, barangkali pada waktu sedang menikmati acara rekreasi.

“Saya tahu bahwa kalau saya menjadi terlalu dekat pada mulanya, emosi akan mengaburkan pertimbangan saya,” Dave menjelaskan, yang kini tetap berbahagia setelah sepuluh tahun menikah. “Maka saya memandang Rose dari kejauhan tanpa ia tahu bahwa saya sedang menaruh minat kepadanya. Saya dapat melihat bagaimana ia memperlakukan orang lain, atau apakah ia genit. Dalam percakapan sambil lalu, saya tahu keadaan serta cita-cita pribadinya.” Juga bermanfaat untuk mencari tahu reputasinya melalui percakapan dengan seseorang yang mengenal dia dengan baik.—Bandingkan Amsal 31:31.

Kencan Pertama

Setelah memutuskan bahwa seseorang mungkin bisa menjadi teman hidup yang cocok bagi anda, anda dapat mendekatinya, dan menyatakan keinginan untuk lebih mengenal dia.a Bila hal ini ditanggapi secara positif, kencan anda yang pertama tak perlu berlebihan. Barangkali berkencan sambil makan siang atau bahkan ikut dalam acara berkelompok akan memungkinkan anda untuk lebih mengenalnya sehingga dapat memutuskan apakah anda ingin melanjutkan hubungan tersebut lebih jauh. Suasana tidak resmi membantu menghilangkan kegugupan yang mungkin dirasakan oleh kedua belah pihak pada mulanya. Dan dengan menghindari pernyataan janji-janji yang terlalu dini, anda dapat memperkecil perasaan ditolak—atau malu—jika salah seorang tidak berminat lagi.

Tidak soal jenis kencan yang direncanakan, datanglah tepat pada waktunya, dengan rapi dan berpakaian yang pantas. Perlihatkan ketrampilan dalam bercakap-cakap dengan baik. Jadilah pendengar yang aktif. (Yakobus 1:19) Walaupun tidak ada peraturan yang mutlak mengenai hal ini, seorang pria muda tentu perlu mengikuti aturan-aturan kesopanan setempat. Ini mungkin termasuk membukakan pintu bagi si wanita muda atau menuntunnya ke tempat duduk. Walaupun tidak mengharap untuk diperlakukan seperti putri raja, seorang wanita muda patut menyambut baik usaha yang dibuat oleh teman prianya. Saling menghormati satu sama lain dapat menjadi pola masa depan suatu pasangan. Suami diperintahkan untuk ‘menghormati istrinya sebagai kaum yang lebih lemah.’ Dan istri harus memiliki “rasa hormat yang dalam terhadap suaminya.”—1 Petrus 3:7, NW; Efesus 5:33, NW.

Apakah berpegangan tangan, berciuman, atau berpelukan patut, dan jika demikian, kapan? Pernyataan kasih sayang, bila benar-benar sebagai ungkapan kasih yang murni dan bukan nafsu yang mementingkan diri, bisa merupakan hal yang bersih dan pantas. Buku Kidung Agung dalam Alkitab menunjukkan bahwa beberapa pernyataan kasih sayang yang sopan saling diungkapkan di antara gadis Sulam dan pemuda gembala kekasihnya yang segera akan dikawininya. (Kidung Agung 1:2; 2:6; 8:5) Tetapi seperti pasangan yang tidak bercela itu, tentu setiap pasangan perlu menjaga agar pernyataan-pernyataan kasih sayang tersebut tidak menjadi ternoda atau mengarah kepada imoralitas.b (Galatia 5:19, 21) Tentu, pernyataan kasih sayang demikian patut dilakukan hanya bila hubungan telah sampai pada suatu tahap yang ikatan timbal balik telah terbentuk dan perkawinan sudah di ambang pintu. Dengan pengendalian diri, anda tidak akan disimpangkan dari tujuan utama dari berpacaran yang sukses, yakni . . .

Untuk Mengenal “Manusia Batiniah yang Tersembunyi”

Sebuah tim peneliti menuturkan dalam Journal of Marriage and the Family terbitan Mei 1980: “Perkawinan tampaknya lebih dapat diharapkan akan berhasil dan bertumbuh dengan baik apabila orang memasukinya dengan pengetahuan yang relatif lengkap mengenai batin masing-masing.” Ya, mengenal “manusia batiniah yang tersembunyi” dalam diri pasangan anda memang sangat perlu.—1 Petrus 3:4.

Namun, untuk ‘menimba’ niat hati orang lain dibutuhkan usaha dan daya pengamatan. (Amsal 20:5) Maka rencanakan kegiatan-kegiatan yang lebih memungkinkan anda untuk melihat batin pasangan anda. Walaupun menonton film atau pergi ke konser mungkin sudah cukup pada mulanya, melakukan kegiatan yang lebih memberi kesempatan untuk bercakap-cakap (misalnya bermain sepatu roda, boling, dan mengunjungi kebun binatang, museum, dan balai kesenian) bisa lebih membantu anda saling mengenal satu sama lain dengan baik.

Untuk mendapatkan pandangan mengenai perasaan pasangan anda, cobalah ajukan pertanyaan-pertanyaan yang terbuka untuk ditanggapi seperti, ‘Bagaimana anda menggunakan waktu luang?’ ‘Kalau uang tidak menjadi masalah, apa yang ingin anda lakukan?’ ‘Corak mana dalam ibadat kita kepada Allah yang paling anda sukai? Apa sebabnya?’ Pertanyaan-pertanyaan ini menggugah tanggapan yang mendalam sehingga anda lebih mengetahui apa yang dianggap berharga oleh pasangan anda.

Seraya hubungan semakin dalam dan anda berdua lebih bersungguh-sungguh mempertimbangkan perkawinan, perlu dilakukan pembicaraan yang serius mengenai soal-soal penting seperti nilai-nilai kalian; di mana dan bagaimana kalian akan tinggal; masalah keuangan, termasuk apakah anda berdua akan bekerja di luar rumah; anak-anak; keluarga berencana; gagasan tentang peranan masing-masing dalam perkawinan; dan tujuan jangka pendek maupun jangka panjang serta bagaimana rencana kalian untuk mencapainya. Banyak remaja Saksi-Saksi Yehuwa menjadi penginjil sepenuh waktu setelah menyelesaikan sekolah dan ingin terus melayani dengan cara itu setelah kawin. Kinilah waktunya bagi anda berdua untuk memastikan apakah cita-cita rohani kalian bersesuaian. Kinilah waktunya juga untuk mengungkapkan bila ada hal-hal, barangkali di masa lampau, yang dapat mempengaruhi perkawinan. Ini mungkin termasuk hutang yang besar atau kewajiban penting lain jika ada. Masalah kesehatan, seperti penyakit yang serius, dan akibat-akibatnya juga patut dibicarakan dengan terus terang.

Dalam pembicaraan demikian, ikutilah teladan Elihu, yang mengatakan: “Perkataanku keluar dari hati yang jujur dan [aku] berbicara dengan tulus.” (Ayub 33:3, The Holy Bible in the Language of Today, oleh William Beck) Sewaktu menjelaskan bagaimana masa pacaran mempersiapkan dia untuk perkawinan yang ternyata bahagia, Esther mengatakan: “Saya tak pernah mencoba berpura-pura atau mengatakan saya setuju dengan Jaye kalau memang perasaan saya lain. Sampai sekarang pun begitu. Saya berupaya untuk selalu jujur.”

Jangan menghindari atau menyembunyikan pokok persoalan yang sensitif karena takut memojokkan pasangan anda. Beth membuat kesalahan ini selama ia berpacaran dengan John. Beth mengatakan bahwa ia yakin akan manfaat dari menabung untuk hari depan dan tidak memboroskan uang. John mengatakan ia setuju. Beth tidak menyelidiki lebih jauh, karena merasa bahwa mereka sudah benar-benar sepakat mengenai masalah keuangan. Tetapi ternyata gagasan John mengenai menabung untuk hari depan berarti menabung untuk membeli sebuah mobil sport baru! Setelah kawin, kurangnya persesuaian di antara mereka mengenai cara membelanjakan uang menjadi kenyataan yang menyakitkan.

Kesalahpahaman demikian dapat dicegah. Louise, yang disebutkan di muka, mengenang masa pacarannya: “Seharusnya saya mengajukan lebih banyak pertanyaan, seperti, ‘Bagaimana kalau saya hamil dan kau tidak ingin punya anak, apa yang akan kaulakukan?’ Atau, ‘Kalau kita berhutang dan saya ingin tinggal di rumah dan mengurus anak kita, bagaimana kau akan menangani keadaan seperti itu.’ Tentu saya akan dapat memperhatikan reaksinya dengan teliti.” Pembicaraan demikian dapat menyingkapkan sifat-sifat batin yang lebih baik dilihat sebelum perkawinan.

Perhatikan Tingkah Lakunya!

“Seseorang bisa saja sangat manis lakunya terhadap anda bila berduaan,” Esther menjelaskan. “Tetapi bila ada orang-orang lain, keadaan yang tak diduga sering harus dihadapi. Salah seorang teman mungkin mengatakan sesuatu yang tidak disenanginya. Maka anda akan dapat melihat reaksinya menghadapi tekanan. Apakah ia akan mendamprat atau mencetuskan kata-kata tajam?” Esther menyimpulkan: “Sangat banyak gunanya kalau kita bersama teman-teman kedua belah pihak dan keluarga selama berpacaran.”

Selain rekreasi, gunakanlah waktu untuk bekerja bersama. Ikutlah bersama-sama dalam kegiatan Kristen, termasuk pengajaran Firman Allah dan pelayanan Kristen. Juga, lakukan beberapa tugas sehari-hari yang akan menjadi kebiasaan rutin setelah kawin—berbelanja bahan makanan, mempersiapkan makanan, cuci piring, dan membersihkan rumah. Dengan berada bersama-sama dalam situasi kehidupan nyata—pada waktu teman anda dalam kondisinya yang paling baik atau buruk—anda dapat melihat apa yang ada di balik topeng apapun yang dikenakan.

Pemuda gembala dalam Kidung Agung Salomo melihat bagaimana reaksi gadis yang ia cintai pada waktu merasa kecewa atau ketika bekerja keras di bawah terik matahari—berpeluh dan letih. (Kidung Agung 1:5, 6; 2:15) Juga setelah menyaksikan bagaimana sang gadis dengan loyal menolak rayuan Raja Salomo yang kaya, ia berseru: “Engkau cantik sekali, manisku, tak ada cacat cela padamu.” (Kidung Agung 4:7) Tentu pemuda gembala ini tidak memaksudkan bahwa kekasihnya sempurna, tetapi itu berarti bahwa pada dirinya tidak terdapat cacat atau noda mendasar dalam hal moral. Kecantikan fisiknya disempurnakan oleh kekuatan moralnya, yang dapat mengimbangi kelemahan-kelemahan yang mungkin ada padanya.—Bandingkan Ayub 31:7.

Untuk mengadakan penilaian seperti ini dibutuhkan waktu. Maka hindarilah berpacaran dengan sikap terburu-buru. (Amsal 21:5) Biasanya pria dan wanita masing-masing akan berusaha sekuat tenaga untuk memenangkan cinta pasangannya. Tetapi jika diberikan cukup waktu, kebiasaan dan kecenderungan yang tak menyenangkan akan tersingkap dengan sendirinya. Pasangan yang tidak hanya menjauhi sikap terburu-buru tetapi juga memanfaatkan masa berpacaran sebaik-baiknya, akan lebih mudah menyesuaikan diri sesudah kawin. Dengan mata terbuka lebar, mereka dapat memasuki perkawinan disertai keyakinan akan sanggup mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat yang timbul kelak. Karena sukses selama berpacaran, mereka siap memasuki perkawinan yang sukses dan bahagia.

[Catatan Kaki]

a Ini berlaku di negeri-negeri yang soal berpacaran sudah merupakan kebiasaan dan dianggap sebagai hal yang patut bagi orang Kristen. Umumnya kaum pria yang mengambil inisiatif, walaupun tidak ada prinsip Alkitab yang melarang seorang wanita muda untuk mengungkapkan perasaannya dengan sopan jika seorang pria muda kelihatannya pemalu atau canggung.—Bandingkan Kidung Agung 8:6.

b Lihat Pasal 24, “Bagaimana Mengatakan Tidak kepada Seks Pranikah?”

Pertanyaan-Pertanyaan untuk Diskusi

◻ Apa tujuan utama berpacaran, dan betapa penting ini untuk kebahagiaan perkawinan?

◻ Apa yang akan membantu anda mengenal ‘batin’ orang lain?

◻ Percakapan macam apa turut menyumbang kepada masa berpacaran yang sukses?

◻ Mengapa bermanfaat untuk menggunakan waktu bersama dalam berbagai keadaan?

◻ Sebutkan beberapa petunjuk adanya sesuatu yang tidak beres dalam suatu hubungan.

◻ Kapan berpacaran sepatutnya diakhiri?

[Blurb di hlm. 255]

“Perkawinan tampaknya lebih dapat diharapkan akan berhasil dan bertumbuh dengan baik apabila orang memasukinya dengan pengetahuan yang relatif lengkap mengenai batin masing-masing.”—Journal of Marriage and the Family

[Kotak/Gambar di hlm. 256, 257]

Apakah Sebaiknya Kita Memutuskan Hubungan?

Seraya percintaan sampai pada persimpangan jalan yang meminta keputusan, bukan hal yang luar biasa kalau timbul keragu-raguan. Bagaimana jika keragu-raguan demikian berakar pada cacat-cacat yang serius pada diri pacar anda atau pada hubungan itu sendiri?

Misalnya, memang benar bahwa bahkan orang-orang yang saling mencintai kadang-kadang bisa berbeda pendapat. (Bandingkan Kejadian 30:2; Kisah 15:39.) Tetapi jika anda selalu berbeda pendapat mengenai apa saja, kalau setiap pembicaraan berubah menjadi perang mulut, atau jika hubungan anda menjadi siklus putus-sambung yang tak henti-hentinya, waspadalah! Suatu penelitian atas pendapat 400 dokter menyingkapkan bahwa percekcokan yang terus-menerus merupakan petunjuk kuat adanya “ketidaksiapan emosi menghadapi perkawinan,” bisa jadi bahkan menyingkapkan “pertentangan yang tidak dapat didamaikan di antara pasangan tersebut.”

Hal lain yang mungkin patut dipikirkan adalah apabila pada diri calon teman hidup tersingkap cacat-cacat kepribadian yang mencolok. Sifat yang bengis atau bahkan pertanda sifat mementingkan diri, ketidakmatangan, suka murung, atau keras kepala, mungkin membuat anda berpikir apakah anda mau menjalani sisa kehidupan anda bersama orang ini. Namun banyak orang mengabaikan atau mencoba menutupi kekurangan-kekurangan demikian dan bertekad agar hubungan tersebut berhasil apapun risikonya. Mengapa demikian?

Karena berpacaran dianggap serius di kalangan orang Kristen sejati—dan memang sepatutnya demikian—beberapa orang merasa harus mengawini pacar mereka. Mereka juga mungkin takut mengatakan terus terang dan barangkali menyakiti perasaan dia. Yang lain-lain mungkin hanya khawatir kalau-kalau tidak dapat menemukan orang lain. Meskipun demikian, semuanya ini bukan alasan yang baik untuk meneruskan berpacaran yang terus-menerus diganggu oleh problem.

Tujuan berkencan adalah untuk meneliti kemungkinan memasuki perkawinan. Dan jika seorang Kristen mulai berkencan dengan itikad baik, ia tidak berkewajiban untuk melanjutkannya jika terbukti tidak cocok. Di samping itu, bukankah keliru dan mementingkan diri bila suatu hubungan yang memburuk diperpanjang dengan alasan, ‘mungkin saya tidak akan mendapatkan seseorang lain?’ (Bandingkan Filipi 2:4.) Maka penting agar anda menghadapi—bukan menghindari—problem-problem anda berdua. Mulailah dengan meneliti teman kencan anda dengan serius.

Sebagai contoh, apakah ada bukti bahwa ia adalah wanita yang akan menjadi istri yang penurut dan cakap? (Amsal 31:10-31) Apakah ada bukti bahwa ia adalah pria yang akan memperlihatkan cinta yang rela berkorban dan sanggup mencukupi kebutuhan keluarga? (Efesus 5:28, 29; 1 Timotius 5:8) Seseorang mungkin menyatakan diri sebagai hamba yang bergairah dari Allah, tetapi apakah ada perbuatan yang mendukung pernyataan iman demikian?—Yakobus 2:17, 18.

Tentu saja, jika anda telah mengorbankan banyak waktu dan emosi untuk mengembangkan suatu hubungan, janganlah cepat-cepat menghentikannya hanya karena anda mendapati ia tidak sempurna. (Yakobus 3:2) Mungkin kelemahan-kelemahan orang tersebut masih dapat anda terima.

Bagaimana jika ternyata tidak? Bicarakanlah masalahnya bersama. Apakah ada perbedaan pendapat yang mendasar sehubungan dengan tujuan atau pandangan? Ataukah hanya sekedar salah paham? Mungkinkah anda berdua perlu belajar ‘mengendalikan semangat anda’ dan menyelesaikan masalah dengan lebih tenang? (Amsal 25:28) Jika ada keanehan yang mengganggu dalam hal kepribadian, apakah ia dengan rendah hati mengakui kekurangan tersebut dan memperlihatkan keinginan untuk memperbaikinya? Apakah di pihak anda sendiri dibutuhkan sikap yang tidak terlalu sensitif, tidak terlalu cepat tersinggung? (Pengkhotbah 7:9) “Menaruh sabar sama sendiri dengan kasih” adalah sumber kekuatan bagi perkawinan yang baik.—Efesus 4:2, Bode.

Sebaliknya dari merusak hubungan anda, bila suatu masalah dibicarakan dengan terus terang, bisa jadi potensi untuk pertumbuhan di masa depan akan tersingkap! Tetapi jika pembicaraan lagi-lagi berakhir dengan jalan buntu dan memusingkan, jangan mengesampingkan pertanda yang jelas akan timbulnya bencana kelak. (Amsal 22:3) Sedikit kemungkinan bahwa keadaan akan membaik setelah anda kawin. Mungkin yang terbaik bagi anda berdua adalah bila berpacaran diakhiri.

[Gambar di hlm. 253]

Dengan saling mengamati dalam kelompok, anda dapat lebih mengenal seseorang tanpa terlibat cinta

[Gambar di hlm. 254]

Bila aturan-aturan kesopanan setempat dan tata krama dipatuhi, akan terbentuk pola saling menghormati yang dapat berlanjut sampai ke dalam perkawinan

[Gambar di hlm. 259]

Bila sudah jelas bahwa berpacaran tidak menghasilkan sesuatu yang baik, tindakan yang baik hati adalah berbicara terus terang, seraya menjelaskan mengapa hubungan tersebut harus berakhir

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan