Meninjau Di Balik Perkawinan
[Seri III dari artikel ”Perkawinan” dalam w 15 April 1984, untuk pembahasan pada Perhimpunan Dinas.]
1, 2. Perkawinan-perkawinan di Jepang membawa kondisi yang mengandung pelajaran apa?
MAJALAH TIME (6 Desember 1982) menyatakan bahwa pesta-pesta kawin di Jepang, merupakan ’bisnis bernilai $17.000.000.000’, yang mencapai ”angka mengejutkan yakni $22.000 untuk satu pasang pengantin”. Namun, ”angka perceraian di Jepang mencapai angka tertinggi; yaitu tiga dari sepuluh pasangan akan berpisah”.
2 Sebagai kontras, surat kabar Hokuu Shimbun menceritakan tentang sebuah perkawinan dari dua Saksi Yehuwa di Noshiro, ”Kedua-duanya adalah orang-orang Kristen yang bersemangat, dan berdasarkan ajaran tersebut mereka berpikir, ’Perkawinan bisa sederhana tetapi juga direstui semua orang.’” Dibandingkan dengan perkawinan-perkawinan yang umumnya mahal dan rumit, kesederhanaan dari perkawinan ini membuatnya patut dijadikan berita. ”Meskipun demikian,” surat kabar itu menunjukkan, ”perkawinan itu dipenuhi kebahagiaan dengan restu yang diberikan kepada pasangan tersebut.”
3. Bagaimana hari perkawinan saudara dapat mempengaruhi kebahagiaan saudara?
3 Sikap suatu pasangan terhadap perkawinan dan tuntutan-tuntutannya dapat langsung mempengaruhi kebahagiaan mereka di masa depan. Mengapa? Menurut ahli jiwa Dr. Sally Witte, ”penyelidikan memperlihatkan bahwa hal-hal buruk yang terjadi atas anda, tetapi juga hal-hal baik”. Ahli-ahli kesehatan mental menunjukkan bahwa perkawinan membawa lebih banyak tekanan dari pada apabila saudara kehilangan pekerjaan. Jelaslah, jika perkawinan diadakan besar-besaran ketimbang bersahaja, mewah ketimbang sederhana, tekanan yang saudara rasakan akan lebih hebat.
4. Apa yang sering terjadi setelah pesta-pesta kawin yang mewah?
4 Selain itu, banyak orang yang akan menikah sekarang memusatkan begitu banyak perhatian—dan pengharapan yang tidak masuk akal—pada perkawinan sehingga sesudahnya terjadi kekecewaan yang drastis. Seorang istri yang baru menikah menceritakan, ”Selama berbulan-bulan, setiap orang yang saya kenal nampaknya gembira, bukan hanya saya saja. Tetapi kemudian pesta kawin itu berlalu hanya dalam sekejap, dan waktu kami tiba di rumah dari resepsi, saya merasa sedih.” Seorang pemuda yang dikutip dalam buku Getting Married mengatakan,
’Masa ketika anda mulai bertunangan dianggap sangat terhormat dan mengasyikkan. Kemudian anda diharapkan untuk mengadakan pesta kawin yang besar dan meriah. Itu hebat. Lalu anda pergi berbulan madu, dan itu sangat hebat. Anda mengembangkan harapan bahwa sesuatu yang gaib dan indah akan terjadi segera setelah anda menikah. Kemudian tiba-tiba begitu sepi. Tiba-tiba anda tinggal sendirian dengan wanita ini dan ia tinggal sendirian dengan anda.’
5. Pandangan apa seharusnya dimiliki orang-orang Kristen berkenaan perkawinan mereka?
5 Kita semua akan setuju bahwa setiap pasangan seharusnya menantikan pesta perkawinan mereka sebagai peristiwa yang bahagia, bersejarah dan penting, karena mereka mengambil suatu langkah penting dalam kehidupan. Namun, mereka akan menyumbang kepada kebahagiaan mereka sendiri jika tidak terlalu memusatkan perhatian pada pesta perkawinan sehingga mengaburkan apa yang sebenarnya lebih penting, yaitu kehidupan sebagai suami istri Kristen sesudah itu.
Mempersiapkan Perkawinan yang Bahagia
6. Sebelum hari perkawinan, apa yang sebaiknya dilakukan?
6 Yesus menyatakan kebenaran yang tak dapat disangkal yang dapat diterapkan oleh orang-orang yang belum menikah, ”Siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu?” (Lukas 14:28) Ya, memang bijaksana mempertimbangkan suatu proyek sebelum memulainya. Begitu pula halnya dengan perkawinan. Banyak penasihat perkawinan menyarankan klien mereka agar calon-calon pengantin baru mengambil kursus, atau latihan praktis, menyesuaikan diri dengan kehidupan perkawinan dan menanggulangi problem-problem yang mungkin terjadi. Seorang penasihat berkata, ”Jika anak-anak lulusan sekolah lanjutan atas mengetahui seperseratus dari hubungan perkawinan seperti yang mereka ketahui tentang komputer, perkawinan akan menjadi suatu pengalaman yang jauh lebih menyenangkan.”
7. Di mana saudara dapat menemukan penjelasan yang berguna tentang kehidupan perkawinan?
7 Saksi-Saksi Yehuwa telah menyediakan bimbingan yang masuk akal mengenai hal ini, bimbingan yang berdasarkan, bukan atas pendapat manusia yang berubah-ubah tentang apa yang akan membawa sukses dalam kehidupan perkawinan, tetapi atas nasihat yang sempurna dari Penyelenggara perkawinan. (Mazmur 119:98-105) Menara Pengawal dan Sedarlah! menyediakan bermacam-macam artikel tentang kehidupan perkawinan. Saudara dapat lebih menghargai banyaknya bahan-bahan sedemikian dengan melihat pada judul-judul kecil dan referensi di bawah judul ”Marriage” (Perkawinan) dalam indeks dari publikasi-publikasi Lembaga Menara Pengawal, seperti indeks untuk tahun 1976-1980. Banyak artikel tentang perkawinan dipelajari di sidang, memungkinkan calon-calon pasangan mendengarkan pengamatan-pengamatan yang praktis dari pria-pria dan wanita-wanita Kristen yang sudah berpengalaman dan juga siswa-siswa dari Firman Allah yang giat.
8. Jika saudara merencanakan untuk menikah, langkah bermanfaat apa dapat saudara ambil?
8 Jika saudara merencanakan untuk menikah, saudara seharusnya juga mempertimbangkan bahan-bahan yang cocok yang diterbitkan dalam buku-buku pelajaran Alkitab lainnya. Misalnya di buku Kebahagiaan—Cara Memperolehnyaa terdapat pasal-pasal yang berhubungan dengan problem-problem uang, seks dan memperoleh sukses dalam kehidupan keluarga. Membina Keluarga Bahagiab juga memuat nasihat-nasihat praktis dari Firman Allah yang sempurna. Beberapa pasalnya berjudul ”Membubuh Dasar Yang Baik untuk Perkawinan Anda”, ”Setelah Hari Perkawinan”, ”Suami Yang Dapat Disegani”, ”Isteri Yang Benar-Benar Disayangi”, dan ”Kasih, ’Pengikat yang Sempurna.’” Rencanakan untuk membahas bahan tersebut dengan calon teman hidup saudara sebelum perkawinan. Betapa bermanfaat juga, agar saudara membahas bahan tersebut dengan seorang saudara Kristen yang matang yang saudara respektir dan yang dapat memberikan saran-saran yang berguna. (Amsal 4:1-9) Ini akan membantu saudara berdua untuk menjaga agar rencana-rencana pesta perkawinan tetap dalam segi yang berhubungan dengan apa yang lebih penting, yakni kehidupan bersama sebagai pasangan yang telah menikah.
Siap Bekerja
9, 10. (a) Mengapa pandangan yang realistis tentang perkawinan penting? (b) Bagaimana orang-orang Kristen dibantu untuk memilikinya?
9 Kita memperhatikan bahwa banyak orang memulai hari perkawinan mereka dengan mengharapkan ”sesuatu yang gaib dan hebat terjadi segera setelah anda menikah”. Orang dengan pandangan yang tidak realistis ini akan dikecewakan, menjadi frustrasi dan tidak bahagia. Kenyataannya adalah bahwa perkawinan yang bahagia memerlukan usaha, jauh lebih banyak dari pada semua persiapan untuk sebuah pesta perkawinan, tidak soal seberapa besar pesta itu diadakan. Pada pembahasan terapi perkawinan yang diadakan oleh Profesor E. M. Pattison, seorang wanita muda bernama Betty menyatakan, ”Saya memiliki khayalan yang gaib tentang perkawinan, yang hanya akan diwujudkan dengan hidup bersama. Tetapi tidak ada yang gaib dalam perkawinan—yang ada cuma banyak kerja berat.”
10 Pelajaran dari Firman Allah seharusnya membantu mempersiapkan orang-orang Kristen untuk kenyataan-kenyataan kehidupan keluarga. Mengapa? Pertama-tama, karena kita tahu bahwa semua manusia telah mewarisi ketidaksempurnaan dari Adam. Roma 3:23 meyakinkan kita, ”Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” Pasti begitu juga, manusia tidak sempurna yang akan menjadi teman hidup saudara tidak akan memenuhi beberapa dari harapan saudara. Sewaktu kehidupan sehari-hari yang rutin mulai, suami saudari mungkin menjadi tidak sabar, sedikit pemarah, mungkin malas dan cenderung melalaikan kewajiban Alkitabnya sebagai kepala keluarga. Atau, seraya hidup bersama istri saudara, hubungan yang akrab dalam perkawinan mungkin mengungkapkan bahwa dia suka berlagak, sedikit bersifat boss, kadang-kadang kritis atau tertarik sekali pada harta benda.
11, 12. Karena saudara seorang Kristen, bagaimana itu dapat membantu untuk memperbaiki suatu kehidupan perkawinan?
11 Karena saudara berdua orang Kristen yang menaruh iman kepada kesempurnaan nasihat Allah, maka ada dasar untuk perbaikan. Saudara mungkin bisa membahas secara bijaksana tetapi jujur segi-segi di mana masing-masing bisa menghargai untuk lebih menyesuaikan dengan nasihat Allah. Gunakan hikmat dan pengamatan dalam memilih waktu untuk membahas perkara-perkara demikian, tidak melakukannya selagi yang lain masih marah atau jengkel. Yang terbaik dapat dilakukan jika selama pembahasan sedemikian, saudara sungguh-sungguh berusaha untuk tidak membantah pandangan teman hidup saudara. Sebaliknya, dengarkan betul-betul dan akuilah keberatan atau permintaan teman hidup saudara.—Amsal 15:28; 18:13.
12 Kadang-kadang hal-hal sedemikian timbul dengan sendirinya pada waktu suami dan istri mengadakan pelajaran Alkitab keluarga. Suasana seperti itu sendiri dapat membantu, karena menunjukkan bahwa kedua-duanya sungguh-sungguh ingin menerima nasihat Allah dan juga ingin menyenangkan teman hidup. Minat berdasarkan Alkitab ini untuk menyenangkan teman hidup, sesuai dengan apa yang rasul Paulus tulis, ”Bagi kamu [para suami] masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya.”—Efesus 5:33; bandingkan 1 Korintus 13:4-7.
Memupuk Sifat Dapat Dipercaya Dalam Perkawinan Saudara
13. Bagaimana keadaan berkenaan sifat saling percaya di antara suami-istri?
13 Saudara akan memiliki cukup banyak bantuan untuk memecahkan problem-problem perkawinan atau percekcokan manapun jika suami-istri mengusahakan sifat yang tidak ada dalam kebanyakan perkawinan-perkawinan duniawi, yaitu sifat dapat dipercaya. Keadaan menyedihkan yang umum terdapat dalam perkawinan-perkawinan tersebut sama seperti apa yang terjadi pada suatu masa di Israel, ”Janganlah percaya kepada teman, janganlah mengandalkan diri kepada kawan! Jagalah pintu mulutmu terhadap perempuan yang berbaring di pangkuanmu!” (Mikha 7:5; Yeremia 9:4, 5) Tidak ada saling percaya antara suami dan istri, masing-masing takut bahwa bahkan soal-soal pribadi akan disebarkan atau disalahgunakan tanpa ada rasa kasih. Bila terdapat ketidakpercayaan sedemikian, harapan apalagi yang ada bahwa pasangan tersebut akan berusaha bersama menyelesaikan perbedaan dan memperbaiki ikatan perkawinan setelah hari perkawinan mereka berlalu?
14. Mengapa sifat saling percaya begitu penting dalam perkawinan, dan bagaimana kita melihat hal ini dalam Alkitab?
14 Berkenaan pentingnya sifat dapat dipercaya, Profesor Ned L. Gaylinc menulis, ”Ada dua dasar untuk perkawinan yang berhasil, memuaskan serta tahan lama: kasih dan sifat dapat dipercaya. . . . Bila tidak ada sifat saling percaya, perkawinan hanyalah suatu kontrak yang rapuh dan kelangsungannya meragukan.” Perhatikan bagaimana Amsal 31:11 melukiskan istri yang baik, ”Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan.” Tentu, suaminya, seorang dari tua-tua di kota itu, harus mengurus beberapa soal sidang yang sepatutnya tidak ia bahas dengan istrinya. Hal ini merupakan suatu kebaikan karena dengan demikian istrinya tidak dibebani dengan soal-soal yang ia tidak boleh tahu. (Amsal 31:23; 20:19) Selain itu, pasti ada hubungan yang terbuka dan saling percaya. Masing-masing percaya akan kasih dari teman hidupnya dan merasa yakin bahwa ia dapat mengungkapkan perasaan yang dalam tanpa akan diremehkan atau tanpa soal-soal pribadi dijadikan rahasia umum.
15. Apa yang dapat kita pelajari tentang sifat saling percaya dalam perkawinan dari cara Yesus berurusan dengan para pengikutnya?
15 Saling percaya ditunjukkan juga antara Yesus dan pengantin kiasannya yang terdiri dari orang-orang Kristen terurap. (Efesus 5:22-32; 2 Korintus 11:2) Ada beberapa hal yang tidak ia katakan kepada para rasul sewaktu mereka belum bisa menerimanya. Yesus juga tidak membocorkan hari dan jam dari hari besar Allah; sesungguhnya, Yehuwa bahkan tidak menyingkapkan hal itu kepada sang Putra. (Yohanes 16:12; Matius 24:36) Tetapi terlepas dari perkara-perkara semacam itu, Yesus terus terang kepada mereka. Ia tidak dikenal sebagai orang yang melebih-lebihkan rahasia atau seolah-olah tertutup dan bersifat curiga terhadap orang-orang yang akan menjadi pengantin rohaninya. Ia selalu siap-sedia dan dengan panjang lebar berkomunikasi dengan mereka, bahkan menyatakan hal-hal yang baru akan mereka pahami di kemudian hari.—Yohanes 13:7; Markus 8:17.
16. Bagaimana sifat saling percaya dapat menyumbang kepada perkawinan yang lebih baik?
16 Jika saudara dan teman hidup saudara memupuk rasa saling percaya, itu akan menguatkan ikatan perkawinan. Saudara akan memiliki keyakinan bahwa saudara dapat mengungkapkan perasaan-perasaan yang sebenarnya. Dan seandainya saudara mendiskusikan beberapa perbedaan pendapat atau suatu segi yang dapat diperbaiki oleh salah satu pihak, lebih sedikit kemungkinan hal itu akan ditolak mentah-mentah atau menghasilkan kemarahan yang dipendam. Sebaliknya, saudara akan percaya sepenuhnya bahwa teman hidup saudara mencintai saudara dan benar-benar memberikan suatu pandangan atau saran yang patut mendapat pertimbangan yang sungguh-sungguh.—Amsal 27:6.
17. Apa yang diinginkan berkenaan perkawinan kita, baik itu sudah lewat ataupun masih akan terjadi?
17 Sifat saling percaya ini dapat ditingkatkan juga, dengan mengenang perasaan yang lembut dan romantis pada masa pacaran dan hari perkawinan saudara. Mengingat kembali kenangan yang hangat sedemikian akan membantu saudara menekan kemarahan atau kejengkelan apapun. Maka jika saudara sekarang sedang berpacaran atau merencanakan perkawinan saudara, lakukan hal ini dengan cara yang akan memberikan kenangan yang positif, tenteram dan menyenangkan yang akan menghidupkan kelembutan hati dan perasaan baik lainnya lama setelah hari perkawinan saudara berlalu.—Kidung Agung 3:11.
[Catatan Kaki]
a Diterbitkan oleh Lembaga Alkitab dan Risalat Menara Pengawal.
b Diterbitkan oleh Lembaga Alkitab dan Risalat Menara Pengawal.
c Director of Marriage and Family Therapy Education and Training, University of Maryland