-
Hutan Tropis DigagahiSedarlah!—1998 | 8 Mei
-
-
Hutan Tropis Digagahi
ALKISAH, sebuah bentangan hijau nan luas meliliti planet kita, laksana ikat pinggang zamrud. Segala macam pohon turut membentuknya, dan terdapat sungai-sungai yang lebar laksana renda pada permukaannya.
Bagaikan tempat persemaian alami yang sangat besar, di sanalah alam yang kaya akan keindahan dan keanekaragaman. Separuh spesies satwa, burung, dan serangga di dunia ini tinggal di sana. Tetapi, meskipun di sanalah tempat termakmur di bumi, tempat itu juga ringkih—lebih ringkih daripada yang disangka orang.
Hutan hujan tropis, demikianlah istilah yang kita gunakan sekarang, tampaknya sangat luas—dan hampir tak termusnahkan. Tetapi, kenyataannya tidak seperti itu. Hutan tropis pertama-tama mulai musnah dari pulau-pulau di Karibia. Sejak tahun 1671—sepuluh tahun sebelum burung dodo punah—perkebunan tebu menelan hutan di Barbadosa. Pulau-pulau lain di kawasan itu merasakan hal yang sama, ini merupakan gambaran pendahuluan dari kecenderungan global yang kian meningkat pada abad ke-20.
Sekarang, permadani hutan hujan tropis hanyalah seluas 5 persen dari permukaan bumi, dibandingkan dengan 12 persen seabad yang lalu. Dan setiap tahun, sebidang hutan berukuran lebih besar daripada Inggris, atau 13 juta hektar, dibabat atau dibakar. Tingkat kehancuran yang mencengangkan ini merupakan ancaman serius terhadap hutan tropis—beserta penghuninya—untuk bernasib sama seperti burung dodo. ”Tidak dapat dipastikan bahwa hutan akan lenyap pada suatu tahun tertentu, namun bila tidak ada perubahan keadaan, hutan akan lenyap,” demikian peringatan dari Philip Fearnside, seorang peneliti hutan tropis di Brasil. Diana Jean Schemo melaporkan pada bulan Oktober tahun lalu, ”Data pada minggu-minggu terakhir menunjukkan bahwa pembakaran hutan yang berlangsung di Brasil pada tahun ini lebih besar daripada yang terjadi di Indonesia, yang kota-kota besarnya diliputi selimut asap yang menyebar ke negara-negara lain. . . . Pembakaran di kawasan Amazon meningkat melampaui 28 persen dibandingkan dengan tahun lalu, menurut data satelit, dan angka penggundulan hutan pada tahun 1994, angka terbaru hingga saat ini, memperlihatkan kenaikan sebesar 34 persen sejak tahun 1991.”
”Pohon-Pohon yang Tumbuh di Sebidang Gurun”
Mengapa hutan tropis, yang seabad lalu masih utuh, rusak sebegitu cepatnya? Hutan subtropis, yang meliputi 20 persen permukaan bumi, tidak berkurang banyak dalam 50 tahun terakhir ini. Apa yang membuat hutan tropis begitu rentan? Jawabannya terletak pada sifatnya yang unik.
Arnold Newman, dalam bukunya Tropical Rainforest, mengatakan bahwa hutan tropis cocok digambarkan sebagai ”pohon-pohon yang tumbuh di sebidang gurun”. Ia menjelaskan bahwa di beberapa bagian dari lembah Amazon dan di Kalimantan, ”hutan rimba, di luar dugaan, hanya disangga oleh pasir putih”. Meskipun sebagian besar hutan tropis mungkin tidak tumbuh di atas pasir, hampir semuanya tumbuh di atas lapisan tanah yang sangat tipis dan sangat miskin humus. Lapisan humus pada hutan subtropis mungkin berkedalaman dua meter, sedangkan pada hutan tropis, lapisan humusnya jarang melebihi lima sentimeter. Bagaimana tumbuh-tumbuhan yang paling subur di muka bumi dapat tumbuh dengan pesatnya di lingkungan yang miskin hara seperti itu?
Para ilmuwan menemukan jawaban untuk misteri ini pada tahun 1960-an dan 1970-an. Mereka mendapati bahwa hutan itu sebenarnya memberi makan diri sendiri. Sebagian besar zat gizi yang dibutuhkan tanaman disediakan oleh sampah organik berupa rontokan cabang dan daun yang menutupi dasar hutan dan yang—berkat panas dan kelembapan yang konstan—dengan cepat diuraikan oleh rayap, fungi, dan organisme lainnya. Tidak ada yang terbuang; segala sesuatunya didaur ulang. Melalui transpirasi dan penguapan dari kanopi hutan, hutan tropis bahkan mendaur ulang hingga 75 persen curah hujan yang diterimanya. Kemudian, awan yang terbentuk melalui proses ini mengairi hutan itu kembali.
Tetapi, sistem yang menakjubkan ini punya titik lemah. Jika kerusakannya terlalu banyak, ia tidak dapat memperbaiki diri. Jika sebidang kecil hutan tropis ditebang, maka dalam beberapa tahun, bagian itu akan pulih kembali dengan sendirinya; tetapi, jika yang ditebang meliputi bidang yang luas, maka bagian itu boleh jadi tidak akan pernah pulih. Hujan lebat menyapu habis zat-zat gizi, dan panas matahari memanggang lapisan tipis humus hingga akhirnya hanya rumput liar yang dapat tumbuh.
Lahan, Kayu Bangunan, dan Hamburger
Bagi negara-negara berkembang yang kekurangan lahan pertanian, hutan perawan mereka yang sangat luas tampak siap untuk dieksploitasi. Jalan keluar ”gampang”-nya adalah menganjurkan rakyat kecil yang miskin dan tak bertanah untuk membuka hutan dan mengklaimnya—persis seperti pendudukan Amerika Barat oleh para imigran Eropa. Akan tetapi, akibatnya sangat fatal bagi hutan dan bagi para petani.
Hutan tropis yang subur mungkin memberikan kesan bahwa apa saja dapat tumbuh di sana. Tetapi, begitu pohon-pohon ditebang, anggapan tentang tanah yang subur makmur tak terbatas langsung menguap. Victoria, seorang wanita Afrika yang menggarap sebidang kecil lahan hutan yang baru-baru ini diklaim oleh keluarganya, menjelaskan permasalahannya.
”Ayah mertua saya baru menebang dan membakar sebidang lahan hutan ini sehingga saya dapat bertanam kacang tanah, singkong, dan pisang. Pada tahun ini, saya yakin akan menuai panenan yang limpah, tetapi dalam waktu dua atau tiga tahun, lahan ini akan habis terpakai, dan kami harus membuka bidang lahan baru. Itu memang membutuhkan kerja keras, tetapi itulah satu-satunya jalan bagi kami untuk menyambung hidup.”
Sedikitnya terdapat 200 juta petani ladang seperti Victoria dan keluarganya! Dan, mereka bertanggung jawab atas 60 persen pemusnahan hutan tropis setiap tahunnya. Meskipun para petani keliling ini lebih suka bertani dengan cara yang lebih mudah, mereka tidak punya pilihan lain. Dihadapkan dengan perjuangan sehari-hari untuk menyambung hidup, mereka merasa bahwa konservasi hutan tropis bagaikan barang mewah di luar jangkauan mereka.
Meskipun kebanyakan petani menebang hutan untuk bercocok tanam, ada pula yang membuka hutan untuk dijadikan tempat merumput. Di hutan tropis Amerika Tengah dan Selatan, peternakan sapi merupakan salah satu penyebab penggundulan hutan. Daging sapi dari sini biasanya diekspor ke Amerika Utara, untuk memenuhi kebutuhan jaringan-jaringan restoran siap saji (fast-food) akan daging hamburger yang murah.
Akan tetapi, para peternak mengalami problem yang sama dengan para petani kecil-kecilan tadi. Padang rumput yang tumbuh di lahan bekas hutan tropis jarang bisa memberi makan ternak selama lebih dari lima tahun. Membabat hutan tropis demi menghasilkan hamburger mungkin menguntungkan segelintir orang, tetapi tidak diragukan, itu termasuk salah satu cara terboros untuk produksi pangan yang pernah dirancang oleh manusia.b
Ancaman besar lain terhadap hutan tropis adalah penebangan kayu. Memang, penebangan kayu saja tidak selalu merusak hutan tropis. Beberapa perusahaan mengambil beberapa spesies komersial sebegitu rupa sehingga hutan cepat pulih. Tetapi, dari 4,5 juta hektar hutan yang setiap tahun dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan kayu bangunan, dua pertiganya ditebangi habis-habisan sehingga hanya 1 dari 5 pohon yang dibiarkan tak tersentuh.
”Saya terperangah melihat hutan yang indah dilucuti habis-habisan oleh penebangan kayu yang tidak terkendali,” keluh botanikus Manuel Fidalgo. ”Meskipun benar bahwa tanaman dan pohon lain boleh jadi tumbuh di lahan yang telah dibuka, tanaman yang baru tumbuh itu hanyalah hutan sekunder—yang jauh lebih miskin jumlah spesiesnya. Butuh waktu berabad-abad bahkan beribu-ribu tahun untuk memulihkan kembali hutan yang semula.”
Perusahaan-perusahaan kayu gelondongan juga mempercepat pemusnahan hutan dengan cara-cara lain. Sebagian besar peternak dan petani keliling menyerbu hutan dengan menggunakan jalan-jalan yang dibuka oleh para penebang. Adakalanya puing-puing yang ditinggalkan para penebang menyebabkan kebakaran hutan, yang memusnahkan bidang lahan yang bahkan lebih luas daripada yang telah ditebangi. Di Kalimantan, satu insiden kebakaran semacam itu saja melalap satu juta hektar hutan pada tahun 1983.
Apa yang Sedang Dilakukan untuk Melindungi Hutan?
Dalam menghadapi ancaman-ancaman ini, ada upaya-upaya sedang dilakukan untuk melindungi hutan yang tersisa. Tetapi, ini benar-benar proyek raksasa. Taman-taman nasional memang dapat melindungi daerah-daerah kecil dari hutan tropis, tetapi pemburuan, penebangan kayu, dan peladangan masih saja terjadi di dalam kawasan banyak taman. Negara-negara berkembang tidak punya cukup dana untuk mengelola taman nasionalnya.
Pemerintah-pemerintah yang sedang kesulitan dana dengan mudah terpikat oleh perusahaan-perusahaan internasional untuk menjual hak penebangan—kadang-kadang satu dari segelintir aset nasional direlakan untuk membayar utang luar negeri. Dan jutaan petani keliling tidak punya pilihan lain selain merambah semakin dalam ke hutan tropis.
Di dunia yang dililit begitu banyak problem, apakah konservasi hutan tropis sebegitu pentingnya? Kerugian apa yang akan kita tanggung jika hutan ini sampai lenyap?
[Catatan Kaki]
a Dodo adalah burung yang besar, berat, dan tak dapat terbang yang punah pada tahun 1681.
b Untuk mengatasi protes yang kian meluas, beberapa jaringan restoran siap saji telah menghentikan impor daging sapi murah dari negara-negara tropis.
-
-
Manfaat Hutan TropisSedarlah!—1998 | 8 Mei
-
-
Manfaat Hutan Tropis
PADA tahun 1844, sarjana Yunani, Konstantin von Tischendorf, menemukan 129 lembaran sebuah manuskrip kuno di tempat sampah sebuah biara. Tischendorf memungut lembaran-lembaran yang berharga itu, dan sekarang itu menjadi bagian dari Kodeks Sinaitikus—salah satu manuskrip Alkitab yang paling terkenal.
Harta itu sempat terselamatkan. Hutan tropis—yang nilai riilnya juga sering kali diabaikan—jarang seberuntung itu. Setiap tahun selama musim kemarau, ribuan kebakaran hutan yang disulut oleh peternak dan petani keliling menerangi langit di daerah tropis. Al Gore, sekarang menjabat selaku wakil presiden AS, yang menyaksikan kobaran besar api semacam itu di Amazon, berkata, ”Kerusakannya luar biasa besar. Itu adalah salah satu tragedi besar sepanjang sejarah.”
Jarang kita membakar barang yang kita tahu berharga. Sehubungan dengan hutan tropis, tragisnya adalah bahwa hutan-hutan itu dirusak sebelum kita memahami seberapa bernilainya itu, sebelum kita memahami bagaimana mereka berfungsi, dan bahkan sebelum kita mengetahui apa saja yang terkandung di dalamnya. Membakar hutan tropis sama dengan membakar seisi perpustakaan untuk menghangatkan rumah—tanpa memeriksa dahulu apa isi buku-bukunya.
Pada tahun-tahun belakangan ini, para ilmuwan telah mulai mempelajari ”buku-buku” ini, gudang informasi yang sangat luas yang tersimpan dalam hutan-hutan tropis. Informasi tersebut sangat menarik untuk ”dibaca”.
Suatu Hutan yang Unik
”Pohon-pohon di Hindia Barat ini tidak dapat dijelaskan, mengingat jumlahnya yang begitu banyak,” seru panitera asal Spanyol, Gonzalo Fernández de Oviedo, pada tahun 1526. Lima abad kemudian, penilaiannya ini masih cukup tepat. ”Hutan tropis,” papar penulis Cynthia Russ Ramsay, adalah ”ekosistem bumi yang paling beraneka ragam, paling rumit, dan paling sukar dimengerti.”
Biolog tropis Seymour Sohmer menyatakan, ”Kita hendaknya tidak pernah mengabaikan fakta bahwa kita tidak banyak tahu, bahkan tidak tahu sama sekali, tentang bagaimana sebagian besar hutan tropis yang lembap terstruktur dan berfungsi, belum lagi spesies-spesies yang ada di dalamnya.” Sebegitu banyaknya spesies dan rumitnya hubungan antarspesies sehingga benar-benar memberatkan tugas para peneliti.
Hutan subtropis mungkin berisi sejumlah kecil spesies pohon saja per hektar. Sebaliknya, setengah hektar hutan tropis boleh jadi menampung lebih dari 80 spesies yang berbeda, meskipun jumlah total pohon per hektar rata-rata hanya sekitar 700 batang. Karena mengklasifikasikan keanekaragaman semacam itu adalah tugas yang melelahkan dan membutuhkan kecermatan, hanya sedikit bidang lahan hutan tropis seluas lebih dari satu hektar yang telah dianalisis. Akan tetapi, bidang-bidang lahan yang telah dianalisis menyingkapkan hasil yang mengejutkan.
Keanekaragaman yang luas dari pepohonan menyediakan tak terbilang banyaknya habitat bagi sejumlah besar penghuni hutan—jauh lebih banyak daripada yang pernah dibayangkan orang. Lembaga Sains Nasional AS mengatakan bahwa di sebidang hutan tropis seluas 1.000 hektar secara umum bisa menampung sebanyak 125 spesies mamalia, 100 spesies reptil, 400 spesies burung, dan 150 spesies kupu-kupu. Sebagai perbandingan, kita mengamati bahwa di seluruh Amerika Utara terdapat atau dikunjungi kurang dari 1.000 spesies burung.
Meskipun beberapa dari tak terbilang banyaknya spesies tanaman dan satwa tersebar di daerah hutan tropis yang luas, ada pula yang ditemukan di satu deretan pegunungan saja. Itulah yang menyebabkan spesies-spesies itu begitu rentan. Ketika para penebang kayu selesai membabat bersih salah satu lereng gunung di Ekuador beberapa tahun yang lalu, 90 spesies tanaman asli telah punah.
Dalam menghadapi tragedi semacam itu, Satuan Tugas Antar-Lembaga Urusan Hutan Tropis Amerika Serikat memperingatkan, ”Masyarakat bangsa-bangsa harus segera mengerahkan serangan yang dipercepat dan dikoordinasi melawan problem ini jika kita hendak melindungi sumber daya yang telah sangat diremehkan dan yang mungkin tak tergantikan ini dari ancaman pemusnahan menjelang awal abad mendatang.”
Tetapi, pertanyaan yang mungkin timbul adalah: Apakah sumber daya alam ini sebegitu berharganya? Benarkah musnahnya hutan tropis memiliki dampak besar terhadap kehidupan kita?
Makanan, Udara Segar, dan Obat-obatan
Apakah semangkuk keripik jagung (cornflakes), mungkin sebutir telur rebus, dan secangkir kopi panas adalah menu sarapan Anda? Jika demikian, secara tidak langsung Anda turut menuai manfaat dari hutan tropis. Jagung, biji kopi, ayam petelur, dan bahkan sapi penghasil susu—semuanya berasal dari fauna dan flora hutan tropis. Jagung berasal dari Amerika Selatan, kopi berasal dari Etiopia, ayam peliharaan merupakan hasil budi daya unggas hutan Asia, dan sapi perah merupakan keturunan banteng Asia Tenggara yang terancam punah. ”Setidaknya 80 persen bahan pangan kita berasal dari daerah tropis,” demikian penjelasan buku Tropical Rainforest.
Manusia tidak dapat mengabaikan begitu saja dari mana bahan pangannya berasal. Palawija dan ternak dapat melemah akibat terlalu banyak perkawinan sedarah. Hutan tropis, dengan begitu banyak ragam spesiesnya, dapat menyediakan varietas genetika yang dibutuhkan untuk memperkuat tanaman atau hewan ini. Misalnya, botanikus Meksiko, Rafael Guzmán, menemukan satu spesies baru rumput-rumputan yang bertalian dengan tanaman jagung modern. Temuannya ini sangat menggembirakan para petani karena spesies rumput-rumputan ini (Zea diploperennis) tahan terhadap lima dari tujuh penyakit utama yang menghancurkan panen jagung. Para ilmuwan berharap dapat menggunakan spesies baru ini untuk mengembangkan varietas jagung yang tahan penyakit.
Pada tahun 1987, pemerintah Meksiko melindungi deretan pegunungan tempat ditemukannya jagung liar ini. Tetapi, mengingat begitu banyaknya hutan yang sedang dimusnahkan, spesies-spesies tak ternilai seperti ini tentu akan lenyap, bahkan sebelum sempat ditemukan. Di hutan-hutan Asia Tenggara, terdapat beberapa spesies ternak liar yang dapat memperkuat keturunan kawanan ternak peliharaan. Tetapi, semua spesies ini berada di ambang kepunahan karena rusaknya habitat mereka.
Udara segar juga tak kalah pentingnya dengan makanan yang kita santap. Sewaktu Anda menikmati jalan-jalan yang menyegarkan di hutan, Anda dapat mengamati bahwa pohon-pohon melakukan tugas yang tak ternilai berupa pengisian kembali oksigen di atmosfer. Tetapi, apabila hutan dibakar, karbon dalam bentuk karbon dioksida dan karbon monoksida dilepaskan. Kedua jenis gas ini dapat berbahaya.
Beberapa pihak memperkirakan bahwa kegiatan manusia telah melipatgandakan jumlah karbon dioksida di atmosfer bumi. Meskipun polusi industri diduga sebagai biang keladi utamanya, pembakaran hutan dikatakan bertanggung jawab atas 35 persen lebih dari seluruh emisi karbon dioksida. Begitu mencapai atmosfer, karbon dioksida menciptakan apa yang disebut efek rumah kaca, dan banyak ilmuwan meramalkan bahwa efek ini akan mengakibatkan pemanasan global yang serius.
Karbon monoksida bahkan lebih buruk lagi. Zat ini merupakan komposisi maut utama yang terdapat pada asbut yang meracuni kawasan pinggiran kota. Tetapi, peneliti James Greenberg heran sewaktu mendapati bahwa ”kandungan karbon monoksida di seluruh rimba Amazon sama banyaknya dengan di seluruh kawasan pinggiran kota di AS”. Pembakaran hutan Amazon secara sembarangan telah mengotori atmosfer yang seharusnya dibersihkan oleh pohon-pohon tersebut!
Selain menjadi sumber pangan dan udara bersih, hutan tropis dapat berfungsi bagaikan kotak obat sejati. Seperempat dari seluruh obat yang diresepkan dokter berasal dari tanaman yang tumbuh di hutan tropis. Hutan montana di Pegunungan Andes menghasilkan tanaman kina, untuk memerangi malaria; kawasan Amazon menghasilkan tanaman curare, yang digunakan sebagai obat pelemas otot dalam pembedahan; dan Madagaskar menghasilkan tanaman tapak dara (Catharanthus roseus), yang kadar alkaloidanya dapat memperbesar tingkat kesembuhan banyak pasien leukemia secara dramatis. Meskipun terdapat hasil-hasil mengesankan semacam itu, hanya sekitar 7 persen dari seluruh tanaman tropis yang telah diteliti kemungkinannya untuk digunakan sebagai obat-obatan. Dan waktunya sudah hampir habis. Lembaga Kanker Amerika Serikat memperingatkan bahwa ”meluasnya pemusnahan hutan tropis basah dapat berarti kemunduran serius bagi kampanye antikanker”.
Ada lagi tugas-tugas penting yang diemban hutan tropis—meskipun arti pentingnya baru disadari setelah hutan itu lenyap. Tugas-tugas itu antara lain adalah pengaturan curah hujan dan suhu udara serta perlindungan terhadap erosi tanah. ”Manfaat hutan-hutan tropis dunia jauh melebihi apa yang dapat kita pahami tentangnya,” demikian laporan buku The Emerald Realm: Earth’s Precious Rain Forests. ”Tetapi, sekarang kita tahu bahwa nilainya memang tidak terhingga.”
”Kita Hanya Akan Melindungi Apa yang Kita Kasihi”
Memusnahkan sumber daya yang dapat menyediakan begitu banyak hal bagi kita pastilah merupakan kebodohan besar. Lebih dari 3.000 tahun yang lalu, Allah menginstruksikan bangsa Israel untuk melindungi pohon buah-buahan ketika berperang melawan kota musuh. Alasan yang Allah berikan kepada mereka sederhana saja, ”Pohon-pohon itu memberi engkau makan.” Lagi pula, ”pohon-pohon di padang bukanlah manusia sehingga engkau harus mengepungnya”. (Ulangan 20:19, 20, The New English Bible) Hal yang sama berlaku juga atas hutan tropis yang sedang dirongrong.
Jelaslah, hutan tropis, seperti halnya pohon buah-buahan, jauh lebih bernilai apabila dibiarkan tetap berdiri daripada ketika sudah ditebang. Tetapi, di dunia modern ini, orang sering kali mementingkan manfaat jangka pendek daripada nilai jangka panjang. Akan tetapi, pendidikan dapat mengubah sikap orang. Ekolog asal Senegal, Baba Dioum, menunjukkan, ”Kenyataannya, kita hanya akan melindungi apa yang kita kasihi; kita hanya akan mengasihi apa yang kita pahami; dan kita hanya akan memahami apa yang diajarkan kepada kita.”
Tischendorf mencuri lembaran-lembaran kuno di Gurun Sinai karena ia mengasihi manuskrip antik dan ia ingin melestarikannya. Apakah akan ada cukup banyak orang yang belajar mengasihi hutan tropis pada waktu yang tepat untuk menyelamatkannya?
[Blurb di hlm. 11]
Membakar hutan tropis sama dengan membakar seisi perpustakaan untuk menghangatkan rumah—tanpa memeriksa dahulu apa isi buku-bukunya
[Kotak/Gambar di hlm. 8, 9]
Mengkonservasi Makhluk Hutan
JESÚS ELÁ memburu gorila dan satwa lainnya di hutan tropis Afrika selama kira-kira 15 tahun. Tetapi, sekarang ia tidak berburu lagi. Ia telah menjadi pemandu di sebuah cagar alam yang dikhususkan untuk melindungi 750 ekor gorila dataran rendah di Guinea Ekuatorial.
”Setelah tidak lagi berburu, saya lebih menikmati hutan tropis,” kata Jesús menjelaskan. ”Bagi saya, hutan bagaikan kampung saya sendiri karena saya merasa betah di sini dan hutan menyediakan segala sesuatu yang saya butuhkan. Kita harus melakukan sebisa-bisanya untuk mengkonservasi hutan-hutan ini bagi anak-anak kita.”
Jesús, yang dengan antusias membagikan kasihnya akan hutan kepada orang-orang lain, memang beruntung. Ia sekarang menghasilkan lebih banyak uang dengan melindungi gorila daripada sewaktu ia masih memburu satwa itu. Karena para wisatawan senang membayar untuk hak istimewa berupa melihat satwa semacam itu di alam bebas, taman-taman dapat menghasilkan pendapatan bagi masyarakat setempat dan memberikan kepada para wisatawan sekilas kenangan tentang betapa limpahnya keanekaragaman makhluk. Tetapi, konservasi ”jaringan kehidupan” yang menakjubkan ini, menurut penjelasan buku Tropical Rainforest, membutuhkan ”tempat pelestarian yang sangat luas, yang idealnya mencakup seluruh daerah batas air”.a
Mengapa taman-taman harus seluas itu untuk menyediakan perlindungan yang memadai? John Terborgh, dalam bukunya Diversity and the Tropical Rain Forest, membuat perhitungan bahwa populasi jaguar yang ada sekarang (sekitar 300 ekor jaguar dewasa yang siap berbiak) membutuhkan lahan sekitar 750.000 hektar. ”Dengan kriteria ini, hanya ada sedikit taman di bumi ini yang memiliki cukup ruang untuk jaguar,” katanya menyimpulkan. Harimau mungkin membutuhkan ruang yang bahkan lebih luas lagi. Sekelompok harimau dewasa yang siap berbiak (sekitar 400 ekor) boleh jadi membutuhkan daerah seluas 4 juta hektar.
Dengan menyisihkan kawasan cagar alam yang luas untuk binatang-binatang pemangsa semacam ini, seluruh lahan hutan tropis akan terlindung juga. Sebagai manfaat tambahan, satwa-satwa ini memainkan peranan penting dalam mempertahankan kesehatan seluruh komunitas satwa.
[Catatan Kaki]
a *Daerah batas air (watershed) adalah kawasan tempat asal air yang mengalir ke sungai, sistem sungai, atau daerah perairan lainnya.
[Kotak/Gambar di hlm. 8, 9]
Makhluk Besar dan Makhluk Kecil
1. Banyak belalang-lompat hutan tropis memiliki warna-warna mencolok. Serangga-serangga lainnya sanggup berkamuflase sebegitu efektifnya sehingga sukar terlihat
2. Kupu-kupu adalah makhluk hutan tropis yang paling mencolok dan ringkih
3. Sekawanan kera yang bergelantungan dari dahan ke dahan merupakan salah satu tontonan yang paling menghibur di hutan tropis
4. Meskipun jaguar tak diragukan lagi dijuluki si raja hutan tropis Amerika, hanya beberapa naturalis saja yang sempat melihatnya di alam bebas
5. Bunga anggrek yang lembut menghiasi hutan montana yang menyelimuti pegunungan tropis
6. Terdapat kurang dari 5.000 harimau yang tersisa di alam bebas
7. Dengan cula yang menakutkan tetapi relatif tidak berbahaya, kumbang badak dari daerah tropis di Amerika pantas menyandang namanya
8. Meskipun gorila adalah spesies yang dilindungi, dagingnya masih dapat dijumpai di pasar-pasar Afrika. Raksasa yang lembut ini adalah vegetarian dan berkelana di hutan bersama kelompok keluarganya
9. Oselot nyaris punah diburu karena kulitnya yang indah
10. Kakaktua adalah burung hutan yang paling cerewet dan paling senang bergaul
11. Dengan matanya yang besar, galago mengais mencari makan di malam hari
[Keterangan]
Foto: Zoo de Baños
Foto: Zoo de la Casa de Campo, Madrid
[Keterangan]
Foto: Zoo de Baños
[Gambar di hlm. 7]
Hutan tropis menghasilkan (1) cokelat, (2) tapak dara, yang berguna untuk mengobati leukemia, dan (3) minyak kelapa sawit. (4) Penggundulan hutan mengakibatkan tanah longsor yang menghancurkan
-
-
Apakah Hutan Tropis Kita Akan Tetap Bertahan?Sedarlah!—1998 | 8 Mei
-
-
Apakah Hutan Tropis Kita Akan Tetap Bertahan?
PADA permulaan abad ini, merpati penumpang (Ectopistes migratorius) dari Amerika Utara mengalami kepunahan. Kemungkinan, itu merupakan burung terbanyak yang pernah ada. Para ornitolog memperhitungkan bahwa dua abad yang lalu populasinya berjumlah antara lima miliar hingga sepuluh miliar!
Akan tetapi, dalam waktu seratus tahun, persediaan daging burung murah yang tampaknya berlimpah ini lenyap dalam apa yang digambarkan sebagai ”kemerosotan paling dramatis [dari suatu spesies] sepanjang masa”. Sebuah monumen untuk merpati penumpang di Wyalusing State Park, Wisconsin, AS, berbunyi, ”Spesies ini punah karena keserakahan dan keteledoran manusia.”
Nasib merpati penumpang mengingatkan kita bahwa makhluk yang terbanyak populasinya sekalipun tidak berdaya menghadapi serangan manusia. Keserakahan dan keteledoran masih merajalela. Dan, dewasa ini, bukan hanya satu spesies melainkan seluruh ekosistem terancam bahaya. Jika hutan tropis musnah, semua penghuninya—sekitar separuh spesies planet ini—akan musnah bersamanya. Para ilmuwan mengatakan bahwa bencana ini akan menjadi ”bencana biologis terbesar yang pernah [dilakukan] manusia”.
Memang, pengetahuan kita tentang lingkungan kini lebih banyak daripada seabad yang lalu. Tetapi, pemahaman ini belum cukup memadai untuk membendung gelombang pemusnahan yang tak henti-hentinya. ”Kita sedang membinasakan sesuatu yang tak ternilai harganya,” keluh botanikus Manuel Fidalgo, ”dan kita tidak punya banyak waktu yang tersisa. Saya takut bahwa dalam waktu beberapa tahun, satu-satunya hutan yang masih utuh adalah yang terletak di lereng-lereng gunung yang tidak terjangkau oleh para penebang.”
Para naturalis merasa resah karena hutan tropis sangat sulit dipulihkan. Buku The Emerald Realm: Earth’s Precious Rain Forests dengan terus terang menggambarkan penghijauan kembali sebagai ’tanggapan terakhir, . . . yang lambat dan mahal untuk menanggulangi kerusakan hutan tropis’. Paling-paling, penanaman kembali mencakup hanya beberapa spesies pohon tropis, dan pohon-pohon muda tersebut membutuhkan perhatian terus-menerus agar tidak tercekik oleh lalang.
Yang menentukan apakah suatu hutan akan pernah kembali megah seperti sediakala adalah seberapa dekat daerah yang ditanami kembali itu dengan hutan tropis yang masih perawan. Hanya bila jaraknya dekat, daerah penghijauan kembali pada akhirnya dapat dihuni oleh puluhan ribu spesies yang membentuk hutan tropis sejati. Sekalipun demikian, proses ini membutuhkan waktu berabad-abad. Beberapa daerah yang telah ditinggalkan ribuan tahun yang lalu sewaktu peradaban Maya runtuh masih belum pulih sepenuhnya.
”Suatu Internasionalisme Baru”?
Salah seorang ilmuwan dari Smithsonian Institution, di Washington, D.C., mengusulkan agar 10 persen dari hutan tropis yang ada disisihkan untuk anak cucu kita, untuk melindungi sebanyak mungkin spesiesnya. Pada saat itu, sekitar 8 persen telah dilindungi, tetapi banyak dari cagar alam atau taman nasional ini hanya tinggal nama, mengingat tidak adanya dana atau personel untuk melindunginya. Jelaslah, masih ada lebih banyak yang harus dilakukan.
Peter Raven, juru bicara konservasi hutan tropis, menjelaskan, ”Upaya-upaya konservasi hutan tropis membutuhkan suatu internasionalisme baru, suatu kesadaran bahwa orang-orang di mana pun mereka berada turut berperan dalam menentukan nasib bumi. Cara-cara untuk mengentaskan kemiskinan dan kelaparan di seluruh dunia harus ditemukan. Persetujuan-persetujuan baru di antara bangsa-bangsa perlu dikembangkan.”
Usulnya tampak masuk akal bagi banyak orang. Menyelamatkan hutan tropis menuntut suatu solusi global—sebagaimana halnya dengan banyak situasi lain yang dihadapi umat manusia. Masalahnya terletak pada mencapai ”persetujuan-persetujuan baru di antara bangsa-bangsa” sebelum malapetaka seluas dunia terjadi dan sebelum kerusakan yang dilakukan sudah tak dapat diperbaiki lagi. Sebagaimana disiratkan Peter Raven, pemusnahan hutan tropis berkaitan erat dengan masalah-masalah pelik lain yang dihadapi negara-negara berkembang, seperti kelaparan dan kemiskinan.
Sejauh ini, upaya-upaya internasional untuk menghadapi masalah-masalah itu tidak terlalu berhasil. Beberapa orang bertanya: Apakah suatu hari kelak bangsa-bangsa akan mengesampingkan kepentingan nasionalnya yang sempit dan saling bertolak belakang demi kebaikan banyak orang, atau apakah pencarian akan ”suatu internasionalisme baru” hanyalah impian?
Ditinjau dari sejarah, tampaknya tidak ada dasar untuk bersikap optimis. Meskipun demikian, ada satu faktor yang sering kali terabaikan—sudut pandangan Sang Pencipta hutan tropis. ”Patut diingat bahwa kita sedang menghancurkan bagian dari Ciptaan,” demikian Profesor Harvard, Edward O. Wilson menandaskan, ”dan dengan demikian merenggut dari semua generasi mendatang apa yang kita sendiri warisi.”
Apakah Sang Pencipta bumi akan membiarkan umat manusia menghancurkan seluruh buah karya-Nya? Itu sama sekali tidak masuk akal.a Sebaliknya, Alkitab meramalkan bahwa Allah akan ”membinasakan mereka yang membinasakan bumi”. (Penyingkapan [Wahyu] 11:18) Bagaimana solusi dari Allah akan diberlakukan? Ia berjanji untuk mendirikan suatu Kerajaan—suatu pemerintahan surgawi yang supranasional—yang akan memecahkan semua problem yang dihadapi bumi dan yang ”tidak akan binasa sampai selama-lamanya”.—Daniel 2:44.
Kerajaan Allah bukan hanya akan mengakhiri ulah manusia yang menyalahgunakan planet ini, melainkan juga akan mengawasi pemulihan keindahan alami bumi. Seluruh bumi pada akhirnya akan menjadi suatu taman global, sebagaimana niat Pencipta kita sejak semula. (Kejadian 1:28; 2:15; Lukas 23:42, 43) Orang di mana-mana akan ”diajar oleh Yehuwa”, dan mereka akan belajar mengasihi dan menghargai semua ciptaan-Nya, termasuk hutan tropis.—Yesaya 54:13, NW.
Sewaktu menggambarkan masa penuh berkat itu, sang pemazmur menulis, ”Segala pohon di hutan bersorak-sorai di hadapan TUHAN, sebab Ia datang, sebab Ia datang untuk menghakimi bumi. Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan, dan bangsa-bangsa dengan kesetiaan-Nya.”—Mazmur 96:12, 13.
Syukurlah, masa depan hutan tropis tidak bergantung pada kepedulian—atau keserakahan—manusia. Alkitab memberi kita alasan untuk merasa yakin bahwa Sang Pencipta sendiri akan turun tangan guna menyelamatkan hutan tropis kita. Di dunia baru yang Allah janjikan, generasi-generasi mendatang akan menyaksikan hutan tropis nan megah.—Penyingkapan 21:1-4.
[Catatan Kaki]
a Menarik, para konservasionis yang bertujuan menyelamatkan sebanyak mungkin spesies yang terancam punah melukiskan etos mereka sebagai ”prinsip Nuh”, karena Nuh diinstruksikan untuk mengumpulkan ke dalam bahtera ”setiap makhluk hidup dari setiap jenis daging”. (Kejadian 6:19, NW) ”Keberadaan [spesies-spesies ini] yang sudah berlangsung lama selayaknya dipandang sebagai hak kelangsungan hidup mereka yang tidak perlu dipertanyakan lagi,” demikian pendapat biolog David Ehrenfeld.
-