Denmark
MENJOROK di antara Laut Utara dan Laut Baltik terletak negara Denmark, keluarga terkecil dari bangsa-bangsa Skandinavia dan kerajaan tertua. Bagian terbesar wilayahnya terletak di sebuah semenanjung, memanjang jauh ke utara seperti ibu jari tangan yakni Jutlandia, yang dikelilingi oleh kumpulan 483 pulau. Negeri ini dihiasi dengan lanskap yang indah berupa perkebunan buah-buahan dan padang rumput hijau yang subur, hutan-hutan yang menyenangkan, dan danau-danau tenang yang keperak-perakan.
Temperamen penduduknya mencerminkan daerah pedesaan yang ramah, yang tidak memiliki tebing-tebing gunung yang terjal, tanpa hutan belantara yang gersang, tanpa gunung-gunung berapi yang berbahaya, tanpa sungai-sungai yang ganas. Tak heran orang-orang Denmark tidak mudah terpancing kepada ledakan-ledakan emosi yang hebat! Kebanyakan bersifat skeptis, bersikap ”lihat saja nanti”, mereka cukup toleran dan juga hemat. Tidak ada yang dapat mengecilkan hati orang-orang Denmark!
Perangai yang tenang ini dapat membantu menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan religius berkembang sepanjang abad dengan cara yang tanpa gejolak. Tidak lama setelah tahun 800 M. para misionaris yang menyebarkan agama Katolik mendatangi orang-orang Viking [bajak laut Skandinavia yang terkenal berani] dari Denmark yang kafir, dan pada tahun 1000 M. sebagian besar orang Denmark, setidaknya secara formal, telah beralih ke agama tersebut dari jenis kepercayaan politeisme mereka.
Luteranisme diperkenalkan di Skandinavia sekitar 500 tahun kemudian ketika Raja Christian III, yang telah masuk ke agama yang baru, mengeluarkan dekrit bahwa setiap orang di dalam Kerajaannya harus beralih agama pula. Sangat sedikit yang berkeberatan dengan Gereja Negara yang baru ini yang mewajibkan orang-orang untuk menjadi anggota. Pada umumnya, para imam Katolik diizinkan untuk tetap tinggal di paroki-paroki gereja mereka—tetapi sekarang melayani sebagai pendeta Luteran. Golongan awam hampir-hampir tidak melihat perbedaan apa pun, dan peralihan ke agama Luteran tidak membuat Alkitab menjadi sebuah buku bagi semua orang.
Akhirnya, pada tahun 1849, negara menerima konstitusi demokrasi dan kebebasan beribadat. Gereja Negara diubah menjadi gereja nasional, namun, raja masih sebagai pemimpin. Meskipun sekarang keanggotaannya bersifat sukarela, sedikit yang mengundurkan diri dari gereja, dan bahkan sekarang, lebih 140 tahun kemudian, 90 persen dari jumlah penduduk merupakan anggota dari gereja nasional.
Kebangkitan Religius
Selama pertengahan tahun-tahun 1800-an, beberapa kebangkitan agama melanda seluruh negeri. Dipengaruhi oleh seorang teolog dan penyair, N. F. S. Grundtvig, sejumlah orang mulai membentuk jemaat-jemaat mereka sendiri, meskipun biasanya dibentuk di dalam kerangka kerja gereja nasional. Para pengikut Grundtvig ini memiliki pendapat liberal mengenai Alkitab dan tidak terlalu peduli dengan pembacaan Alkitab. Akan tetapi, mereka menaruh perhatian pada penyuluhan umum dan pembangunan sekolah-sekolah tinggi bagi rakyat—sekolah tempat anak-anak muda dan orang-orang dewasa dapat melanjutkan pengetahuan mereka tentang sejarah dan kesusastraan.
Sebuah kebangkitan yang menentang segera berkembang dalam bentuk Inner Mission, yang diprakarsai oleh gerakan golongan awam yang berupaya membangunkan anggota-anggota gereja untuk sebuah ”iman Kristen yang sadar dan hidup”. Tidak seperti pengikut-pengikut Grundtvig, Inner Mission dengan kuat mendukung pembacaan Alkitab tetapi memberikan penekanan khusus pada dosa dan pengajaran api neraka serta dengan tegas mengutuk dansa-dansi, alkohol, dan permainan kartu sebagai ”keduniawian”.
Minat kepada Kembalinya Kristus
Sementara minat keagamaan berada pada puncaknya, ateisme dan ajaran evolusi juga menembus Denmark. Pada masa pergolakan agama ini, beberapa orang mulai melihat perbedaan antara apa yang diajarkan Alkitab dan apa yang dikatakan gereja. Maka, sejumlah pembaca Alkitab menjadi tertarik kepada nubuat-nubuat mengenai kembalinya Kristus.
Jadi, ketika presiden Lembaga Menara Pengawal yang pertama, Charles Taze Russell, untuk pertama kalinya mengunjungi Eropa pada tahun 1891, Denmark termasuk dalam turnya. Ia melaporkan, ”Norwegia, Swedia, Denmark, Swiss, dan khususnya Inggris, Irlandia dan Skotlandia adalah ladang-ladang yang siap dan menanti untuk dipanen. Ladang-ladang ini kelihatannya berseru, ’Cepat datang dan tolong kami!’ dan kita tahu bahwa tidak ada daerah-daerah yang mempunyai harapan lebih besar lagi untuk mengayunkan sabit dan menuai . . . Ada suatu kebutuhan besar untuk sebuah terjemahan [dari buku Millennial Dawn] bahasa Swedia serta suatu terjemahan yang akan melayani orang-orang Denmark dan juga Norwegia”.
Penyiar Kerajaan yang Pertama
Sophus Winter, yang berkebangsaan Amerika-Denmark dan adalah seorang pembuat sepatu yang berumur 25 tahun, tiba dari Amerika Serikat pada tahun 1894 dan menetap di ibu kota, Kopenhagen. Pada waktu itu Jilid I dari seri buku Millennial Dawn, yang ditulis oleh Russell, serta beberapa risalah, telah diterjemahkan. Menjelang akhir tahun, Saudara Winter dapat memberitahukan kantor pusat Lembaga, ketika itu di Allegheny, Pennsylvania, A.S., bahwa dia telah menempatkan semua buku yang dibawanya.
Jilid II dari buku Millennial Dawn diterbitkan dalam bahasa Denmark-Norwegia pada tahun 1895, dan sejak bulan Januari 1897, Winter mulai menerbitkan sebuah majalah bulanan bernama Tusindaars-Rigets Budbærer (Pembawa Berita Millenium). Minat dibangkitkan, dan pada tahun 1899, Peringatan Kematian Kristus dihadiri oleh 15 orang di Kopenhagen dan 12 orang di kota Odder.
Selama tahun-tahun berikutnya kebenaran Alkitab juga menemukan tempat berpijak di daerah sekitar Fårevejle, sebuah pos jauh terdepan dengan pemberhentian kereta api di barat laut Zealandia. Hans Peter Larsen, seorang religius yang mula-mula bergabung dengan Inner Mission dan kemudian dengan Gereja Baptis, belajar kebenaran dari Saudara Winter dan segera mengundurkan diri dari Gereja Baptis. Suatu kelompok kecil terdiri dari kira-kira sepuluh orang mulai mengadakan perhimpunan-perhimpunan di sebuah rumah pribadi. Selama bertahun-tahun terdapat pembicaraan di daerah itu mengenai bagaimana Hans Peter Larsen dan seorang rekan seimannya memberitakan kembalinya Kristus dengan menempelkan pengumuman-pengumuman pada tiang-tiang telepon. Pekerjaan mereka mendatangkan hasil, karena pada tahun 1902 seorang wanita muda bernama Albertine Hansen Nielsen dibaptis di Sejerø Bight. Dia seorang Saksi yang aktif sampai kematiannya pada tahun 1968, lebih 66 tahun kemudian.
Seorang Rekan Penyiar Baru
Beberapa dari penyiar-penyiar masa awal itu berbicara kepada kenalan-kenalan dan sanak-saudara. Yang lain-lain membagikan risalah-risalah di luar gereja-gereja. Beberapa menjadi kolportir (pengabar sepenuh waktu). Di antara mereka adalah Carl Lüttichau, yang pada musim panas tahun 1899 mengadakan perjalanan beberapa minggu di sekitar Zealandia, menempatkan buku demi buku di beberapa kota, termasuk Roskilde dan Holbæk.
Lüttichau baru saja kembali dari Afrika Selatan, tempat ia mengalami kecelakaan dan menderita luka yang serius. Ia bertekad bahwa jika ia selamat, ia akan menggunakan kehidupannya untuk dinas kepada Allah. Ia berpegang pada janjinya dan segera bekerja bersama Sophus Winter. Mulai tahun 1900, mereka bersama-sama menyiarkan majalah Zion’s Watch Tower yang dalam bahasa Denmark bernama Zions Vagt-Taarn.
Akan tetapi, Sophus Winter mulai menyimpang dari kebenaran. Ia berhenti menyiarkan majalah Zions Vagt-Taarn pada musim gugur tahun 1901, dan dalam tahun 1902-3, ia jatuh ke dalam kegelapan agama palsu.
Maka pada tahun 1903, Carl Lüttichau mengambil pimpinan. Ia dilahirkan di Jutlandia di Vingegaard, yang termasuk tanah Tjele milik ayahnya, yang telah menjadi menteri keuangan dalam pemerintahan Denmark selama beberapa tahun. Ia menamatkan sekolahnya dengan angka-angka yang tinggi, lulus dari jurusan filsafat, dan melanjutkan pelajarannya di Universitas Edinburgh, Skotlandia, sampai ia pergi ke Afrika Selatan pada tahun 1896. Dengan latar belakang ini dan sikapnya yang sopan, ia cocok dan memenuhi syarat untuk pekerjaan yang terbentang di depan.
Peristiwa besar pertama terjadi sesudah ia mengambil pimpinan pekerjaan adalah kunjungan Charles Taze Russell pada bulan April 1903. Selama kunjungan ini beberapa perhimpunan diselenggarakan, dengan hadirin terbanyak sekitar 200 orang. Pada bulan Oktober, Carl mengambil prakarsa untuk menerbitkan kembali majalah Menara Pengawal dalam bahasa Denmark, dan sejak bulan Juli 1904 majalah tersebut diterbitkan dengan tetap tentu setiap bulan.
Seorang Pelukis Reklame Menemukan Kebenaran
Di Kopenhagen, perhimpunan-perhimpunan dihadiri oleh sekelompok lima atau enam orang, termasuk dua penjahit wanita yang miskin. Tetapi kelompok itu segera menjadi lebih kuat.
Brønshøj, yang terletak di ujung utara Kopenhagen, adalah tempat tinggal seorang pelukis reklame berkebangsaan Norwegia, John Reinseth. Ia dan istrinya, Augusta, dengan sungguh-sungguh berupaya membesarkan anak-anak mereka sesuai dengan Firman Allah. John sering membacakan Alkitab kepada keluarganya dan berupaya menjelaskannya agar anak-anaknya pun dapat mengerti. Meskipun menghadiri berbagai pertemuan agama, mereka tidak mendapat kepuasan. Kemudian, suatu malam mereka berlutut seraya sang ayah berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah agar membukakan mata mereka kepada kebenaran. Esok paginya, seorang kolportir berdiri di ambang pintu rumah mereka dengan Jilid I dari buku Millennial Dawn! Siapa penginjil ini? Anna Hansen, salah seorang dari dua penjahit wanita yang miskin.
Carl Lüttichau melanjutkannya dan mengunjungi keluarga ini untuk mengajarkan Alkitab kepada mereka. Sesudah beberapa pembahasan yang panjang, John mulai menghadiri perhimpunan-perhimpunan di Ole Suhrs Gade, kantor pusat Lembaga di Denmark. Setiap selesai perhimpunan, ia segera pulang ke rumah dan menceritakan kepada istrinya hal-hal yang menakjubkan yang telah didengarnya. Meskipun terbaring di tempat tidur selama beberapa tahun, segera setelah kekuatannya pulih, Augusta dengan penuh semangat datang ke perhimpunan-perhimpunan dengan tertatih-tatih menggunakan tongkat penopang.
Keluarga ini benar-benar cepat menerima kebenaran. Setiap menit yang dapat diluangkan John, digunakannya untuk mengabar dari rumah ke rumah. Sering kali ia bangun pukul 4.30 pagi untuk membuat persiapan perhimpunan. Kemudian di hari itu, bila ia lelah, ia akan duduk di kursi yang empuk untuk tidur siang sebentar, biasanya sambil memegang gelang kumpulan kunci dengan longgar di tangannya. Apabila ia jatuh tertidur dan menjatuhkan kumpulan kunci itu, ia akan terbangun, dibangunkan oleh jam alarm buatannya sendiri. Setelah menjadi segar, ia siap pergi berdinas kembali.
Meskipun kesehatannya lemah, istrinya ingin menyebarkan kebenaran di sekitar Hellebæk di bagian utara Zealandia, tempat ia lahir. Maka ia memasukkan buku-buku ke dalam sebuah kopor anyaman yang besar dan mengirimkannya dengan kereta api ke Helsingor. Karena ia hanya dapat membawa beberapa buku di tas yang disandangnya, ia memakai ikat pinggang yang dijahit khusus dengan kantong-kantong yang besar. Maka, diperlengkapi dengan tas di tangan yang satu, sebuah keranjang anyaman di tangan yang lain, dan sejumlah buku di ikat pinggang yang tersembunyi dalam mantel yang longgar, dengan gagah berani Augusta berjalan dan mengabar dari vila ke vila sepanjang pantai utara. Sebelum ia meninggal pada tahun 1925, kata-kata terakhirnya adalah, ”Ada begitu banyak daerah yang harus dikerjakan di Zealandia utara, dan saya begitu ingin mengerjakannya.”
Tiga dari anak-anak mereka juga menjadi penyiar-penyiar yang bersemangat dari kabar baik, dan putra mereka Poul mendapat hak istimewa untuk melayani sebagai pengawas cabang selama beberapa waktu.
”Persekutuan Hari Rabu” di Ålborg
Pada tahun 1910 sekelompok kecil orang di Ålborg, di bagian utara Jutlandia, telah mengundurkan diri dari berbagai gereja karena mereka tidak mendapatkan makanan rohani di sana. Setiap hari Rabu, mereka berkumpul di sebuah rumah pribadi untuk membaca dan membahas Alkitab. Di antara mereka terdapat sepasang suami-istri, Peter dan Johanne Jensen. Putra mereka, Arthur, kadang-kadang juga menghadiri pertemuan-pertemuan ini, meskipun ia sendiri seorang yang tidak mengakui agama.
Ketika Anna Hansen—penjahit wanita yang telah mengunjungi keluarga Reinseth—datang dan menawarkan Jilid I buku Millennial Dawn, Johanne Jensen menerima buku tersebut. Sepanjang malam Arthur membaca buku itu dengan rasa lapar yang tidak terpuaskan. Namun, ia harus menunggu untuk memuaskan rasa lapar rohaninya lebih lanjut. Sebelum ia dapat memenuhi keinginannya, ia harus pergi ke Kopenhagen, tetapi ketika berada di sana ia tiba-tiba terserang demam tifus. Waktu yang dihabiskannya di rumah sakit memberinya kesempatan untuk menyantap makanan rohani. Ia mengirim surat ke kantor di Ole Suhrs Gade. Ia menginginkan setiap publikasi Lembaga yang tersedia. Sesudah ia keluar dari rumah sakit, ia menghadiri semua perhimpunan. Namun ini pun tidak memuaskan rasa lapar rohaninya. Setelah perhimpunan, sering kali ia menemani Poul Reinseth ke rumahnya, dan kemudian Poul akan menemani Arthur kembali ke penginapannya. Mereka sering menghabiskan waktu sepanjang malam berjalan bolak-balik antara tempat tinggal mereka masing-masing, dengan penuh semangat membahas kebenaran. Mereka menjadi sahabat seumur hidup.
Kemudian Arthur memulai suatu korespondensi yang penuh semangat dengan ibunya di Ålborg, dan ia bersukacita atas gagasan untuk menceritakan kebenaran Alkitab yang telah ia temukan kepada ”Persekutuan Hari Rabu”. Ketika ia datang ke rumah orang-tuanya pada hari Natal, Poul menyertainya. Di sana, Arthur diminta untuk memimpin suatu pertemuan hari Rabu, yang menyebabkan timbulnya banyak pembahasan ketika ia menarik perhatian kepada tahun 1914 sebagai akhir dari Zaman Orang-Orang Kafir. Tidak semua anggota ”Persekutuan Hari Rabu” terus ikut dalam kelompok diskusi Arthur. Tetapi suatu kelompok yang setia tetap berpaut kepada kebenaran, dan sebuah sidang dibentuk di Ålborg pada tahun 1912. Seorang wanita muda di kelompok itu, Thyra Larsen, menjadi seorang kolportir, dan kedua adik perempuannya, Johanne dan Dagmar, berada di antara orang-orang yang terus menjadi pendukung sidang yang setia.
Kunjungan dari Saudara Russell
Dugaan muncul di antara Siswa-Siswa Alkitab, tentang apa yang akan terjadi saat Zaman Orang-Orang Kafir berakhir. Apakah Armagedon akan segera menyusul? Apakah sidang jemaat akan diangkat ke surga sebelum Armagedon? Semua ini memenuhi pikiran saudara-saudara. Mereka tentu tahu, bahwa injil Kerajaan terlebih dahulu harus diberitakan ke semua bangsa seperti yang tertulis di Matius 24:14, tetapi mereka berpikir bahwa hal ini mungkin telah terjadi, karena semua bangsa telah diwakilkan di Amerika, tempat khotbah-khotbah Saudara Russell dicetak di surat-surat kabar.
Meskipun terdapat kekhawatiran-kekhawatiran ini, pekerjaan bertumbuh dan terdorong oleh kunjungan saudara-saudara dari kantor pusat sedunia, yang terletak di Amerika Serikat. Pada tanggal 24 Mei 1909, Saudara Russell tiba di Kopenhagen. Sekitar seratus orang mendengar khotbahnya yang berjudul ”Perjanjian-Perjanjian”. Pada malam harinya, hadirin lainnya yang berjumlah 600 orang dengan tekun mendengarkan khotbahnya, ”Penggulingan Imperium Setan”. Dua tahun kemudian, khotbah umumnya yang berjudul ”Penghakiman dari Takhta Putih yang Besar” didengar oleh 800 orang.
Kunjungan Saudara Russell berikutnya adalah pada bulan Agustus 1912. Untuk pertama kali, tetapi bukan yang terakhir, saudara-saudara menyewa auditorium dari Balai Odd Fellows yang memuat 1.600 kursi. Tetapi ada begitu banyak orang yang datang sehingga pengaturan pada menit-menit terakhir harus dibuat untuk perhimpunan tambahan di ruangan yang lebih kecil di gedung yang sama. Maka, khotbah ”Setelah Kematian” disampaikan serentak di kedua tempat. Karena kedua Balai itu penuh sesak, beberapa ratus orang terpaksa dikecewakan karena harus ditolak masuk.
Pengabaran dari rumah ke rumah maju dengan gairah yang lebih besar. Louis Carlsson, dari Kopenhagen, menceritakan mengenai tahun 1913, ”Sepanjang tahun itu adalah tahun penyiaran risalah. Setiap hari Minggu pukul sembilan pagi, John Reinseth akan berdiri di sudut jalan untuk membagi-bagi daerah kepada saudara-saudari yang ikut dalam dinas. Kami tidak membunyikan bel pintu namun memasukkan risalah ke lubang surat di pintu. Saya ingat suatu hal di daerah Vesterbro, Kopenhagen. Pintu depan dari satu flat terbuat dari kaca baur; saya dapat melihat bayangan seorang pria di dalam. Saya memasukkan sebuah risalah yang berjudul ’Babel’; risalah itu diambil lalu dikeluarkan lagi. Maka saya memasukkan risalah yang lain, ’Apa yang Alkitab Katakan Tentang Neraka?’ Saya melihat pria itu mengambil dan melihatnya—dan yang mengejutkan saya, risalah ini diterimanya!”
Lebih banyak orang yang dikumpulkan, dan sidang-sidang baru dibentuk, sehingga pada musim semi tahun 1914, sidang-sidang yang lebih kecil telah didirikan di 12 kota, sebagai tambahan bagi sidang di Kopenhagen.
Perang Dunia Meletus
Di musim panas tahun 1914, Joseph F. Rutherford kembali ke Eropa mewakili Saudara Russell. Beberapa hari sebelum perang dunia pertama dimulai, ia melakukan perjalanan dari Jerman menuju Inggris. Namun, kasihnya kepada saudara-saudara di Denmark, yang telah dikunjunginya pada tahun 1910 dan 1913, mendorongnya untuk mengambil jalan memutar ke Kopenhagen untuk menghadiri dua hari pertama dari kebaktian yang akan diselenggarakan pada tanggal 1- 4 Agustus. Dalam khotbah perpisahannya yang singkat pada hari Minggu sore, Saudara Rutherford menganjurkan saudara-saudara untuk merendahkan diri di bawah tangan Allah yang Mahakuasa dan sepenuhnya percaya kepada Dia dalam segala keadaan pada zaman yang sulit itu.
Tetapi Saudara Rutherford sendiri mulai merasa khawatir akan mendekatnya perang. Adalah penting baginya untuk pergi ke Inggris, tetapi jalur semua kapal yang biasa menghubungkan Esbjerg di Denmark dengan pelabuhan-pelabuhan di Inggris telah dihentikan, dan tidak seorang pun tahu apa yang akan terjadi esok hari. Ia berlayar dengan perahu penangkap ikan menuju Inggris—tepat melewati perairan yang dua tahun kemudian menjadi salah satu arena pertempuran laut terbesar dari Perang Dunia I, yaitu Pertempuran Jutlandia.
Sementara itu, kebaktian terus berlanjut di Kopenhagen. Pada hari terakhir kebaktian, delegasi dari luar kota dianjurkan untuk kembali ke tempat tinggal mereka secepatnya pada malam itu sebaliknya daripada menunggu sampai esok pagi, karena dikhawatirkan bahwa jasa kereta api dan transportasi umum lainnya akan dihentikan. Tak seorang pun dapat melihat seberapa luas perang itu akan berkembang. Namun, Denmark tetap netral dan tidak ada pembatasan yang berarti, yang dikenakan atas pekerjaan pengabaran.
”Drama-Foto Penciptaan”
”Drama-Foto Penciptaan”, suatu pertunjukan gambar hidup bergerak dan slide tiba di Denmark pada musim gugur itu. Pertunjukan pertama diadakan di Balai Odd Fellows di Kopenhagen, dan selama tahun 1915 pertunjukan itu diselenggarakan hampir di seluruh propinsi, selalu di gedung-gedung terbaik, yang dipadati hadirin selama seluruh pertunjukan. Dagmar Larsen dari Ålborg, yang belakangan menikah dengan Louis Carlsson dari Kopenhagen, mengenang, ”Kami menjadi sibuk membagi-bagikan undangan. Kami mendapat setumpuk 500 undangan sekali waktu dan menggunakan seluruh waktu luang kami untuk pekerjaan ini. Saya dan kakak perempuan saya, Johanne diminta untuk membantu dengan berperan sebagai ’pelayan-pelayan sidang wanita’. Kami mengenakan baju berwarna hitam dengan kerah berwarna putih dan tudung kepala dari beludru hitam. . . . Ada tiga pertunjukan sehari dan hadirinnya luar biasa. Seluruh kota bergembira karena film berwarna merupakan suatu penemuan yang baru—dan pertunjukan ini cuma-cuma! Para tamu menerima kartu dan dapat mengisinya dengan nama dan alamat mereka jika mereka menginginkan keterangan lebih lanjut, dan sementara waktu dua kolportir menetap di kota untuk melayani para peminat ini.”
Seorang Guru yang Tekun
Pada tahun 1915 suatu peristiwa lain membangkitkan perhatian. Selama tahun sebelumnya, kebenaran telah mencapai desa nelayan di Skagen, di ujung utara negeri itu. Seorang penyalur barang seni dan istrinya telah menerima kebenaran. Seorang guru sekolah, Marie Due, juga menaruh minat. Dagmar Larsen, yang baru saja dibaptis, tiba di Skagen sebagai pengasuh anak. Ia bertemu dengan Marie Due dan berbicara cukup banyak pokok-pokok Alkitab dengannya.
Pada musim gugur yang sama, Marie Due mengundurkan diri dari keanggotaan gereja dan menolak untuk mengajar pelajaran agama di kelas. Surat-surat kabar di seluruh negeri memuat berita ini. Akhirnya, ia dipensiunkan pada usia 45 tahun, lalu memulai pelayanan sepenuh waktu, berbahagia dengan keadaannya, dengan uang pensiun yang menutupi pengeluaran-pengeluarannya. Ia bekerja dengan setia selama bertahun-tahun di Denmark, Norwegia, dan Finlandia. Ia sama sekali tidak dapat dibuat kecil hati, suatu teladan yang baik dari ketekunan sampai kematiannya.
Tahun-Tahun yang Sulit
Kematian Saudara Russell pada tahun 1916 mengantarkan masa yang sulit, khususnya bagi Sidang Kopenhagen. Beberapa saudari mulai mengajarkan gagasan-gagasan yang salah, bahkan mempengaruhi beberapa penatua. Pada waktu perhimpunan pada tahun 1917 di Ole Suhrs Gade, seorang saudari tiba-tiba berdiri dan berkata, ”Mari kita keluar sekarang!” Enam belas orang mengikutinya keluar, sekitar 25 persen dari hadirin—dan mereka tidak pernah kelihatan lagi. Tetapi keluarnya mereka merupakan suatu kelegaan. Perhimpunan-perhimpunan dapat dilanjutkan dengan tenteram.
Beberapa di antara orang-orang murtad tersebut bergabung dengan Paul S. L. Johnson, yang meninggalkan kebenaran di Amerika Serikat kira-kira pada waktu yang sama. Mereka mencoba mempengaruhi orang-orang lain melalui fitnah dan pamflet-pamflet yang mereka kirim. Seperti kanker, kemurtadan menyebar ke sidang-sidang lainnya. Itu menjadi suatu masa untuk bertahan dalam kesetiaan dan keteguhan hati.
Perang Dunia Disusul dengan Kegiatan yang Diperbarui
Terbitan Menara Pengawal Juli 1919 berbahasa Denmark, mengumumkan bahwa buku Finished Mystery [Rahasia yang Tergenap] (Jilid VII dari buku Studies in the Scriptures) yang telah lama dinantikan sekarang akan diterbitkan dalam bahasa Denmark—Norwegia. Saudara-saudara mengharapkan dimulainya sebuah kampanye pengabaran yang besar. Untuk memberi petunjuk kepada para saudara mengenai cara mengunjungi orang-orang, sebuah kursus kolportir telah diadakan di Kopenhagen. Ini juga kali pertama saudara-saudara yang bukan kolportir dianjurkan untuk mengabar dari rumah ke rumah menggunakan buku-buku.
Selama tahun-tahun berikutnya, sejumlah kolportir yang bertekun dan tidak mengenal lelah melakukan pekerjaan besar berupa penanaman benih Kerajaan dan memupuk lahan yang baru. Niels Ebbesen Dal adalah contoh seorang yang bergairah. Pada tahun 1918, orang yang berkebangsaan Denmark-Amerika ini kembali ke tanah kelahirannya, Pulau Mors di sebelah utara Jutlandia. Di Amerika Serikat, ia telah belajar kebenaran melalui buku The Divine Plan of the Ages, yang ditemukannya di sebuah kamar hotel. Setelah kembali ke Denmark, ia segera melakukan pekerjaan kolportir dan mengabar ke sanak-saudaranya dan semua orang lain di Mors.
Hal ini cukup menghebohkan. Keluarga Dal adalah pengikut yang terkemuka dari aliran Grundtvig dan sangat dihormati di pulau itu. Tetapi sekarang Dal datang dan mengabarkan hal-hal yang baru. Kakak laki-lakinya Frode segera tertarik, demikian pula putranya, Kristian, seorang guru sekolah yang baru lulus. Kristian mulai menjadi kolportir pada tahun 1920 lalu disusul oleh adik laki-lakinya, Knud.
Berita Baru yang Menarik Perhatian
Di Amerika Serikat presiden Lembaga Menara Pengawal yang kedua telah memberikan khotbahnya yang terkenal ”Jutaan Orang yang Sekarang Hidup Tidak akan Pernah Mati”. Sekarang giliran Eropa untuk mendengarnya. Pada tanggal 12 Agustus 1920, Joseph F. Rutherford dan beberapa rekan sekerjanya berlayar ke Inggris, dan ketika ia melanjutkan perjalanan melewati daerah Eropa, khotbah yang sama diberikan di Denmark oleh Saudara A. H. Macmillan.
Saudara Macmillan berlabuh di Esbjerg pada hari Kamis, 21 Oktober 1920, dan pada malam yang sama ia berkhotbah di Hotel Palace. Berikutnya, khotbah tersebut disampaikan di Odense. Di Kopenhagen khotbah disampaikan di Balai Odd Fellows. Satu jam sebelum jadwal khotbah dimulai, orang-orang telah berkumpul di luar gedung, dan ketika pintu-pintu dibuka, gedung itu segera penuh dalam beberapa menit saja! Banyak wajah yang gembira kehilangan senyumnya ketika mereka terpaksa ditolak masuk. Meskipun begitu, hadirin menunjukkan perhatian penuh, dan sesudah perhimpunan, sekitar 300 buah buku kecil Millions [Jutaan] dibagikan.
Tanggapan atas Khotbah Macmillan
Jelas, terdapat minat yang besar akan berita ”baru” ini. Perhimpunan-perhimpunan umum dari Saudara Macmillan telah menarik lebih dari 5.000 pendengar! Beberapa di antaranya menjadi siswa-siswa Alkitab dan penyiar-penyiar yang giat dari Firman Allah. Misalnya, duduk di antara para hadirin di Esbjerg terdapat pasangan muda, Johannes dan Thora Dam, anggota-anggota dari Gereja Metodis. Sang suami adalah pengawas gereja, maka mereka tinggal di dalam gedung gereja. Seusai khotbah tersebut, mereka memesan buku kecil Millions, dan kira-kira tiga bulan kemudian, seorang kolportir mengunjungi mereka.
Kolportir tersebut tinggal bersama mereka selama beberapa waktu untuk mengajar mereka agar mereka dapat memiliki dasar yang baik dalam iman yang baru mereka temukan ini. Tentu ini tidak disukai oleh pendeta Metodis mereka. Suatu hari ia menemui kolportir itu di luar gereja dan bertanya, ”Siapa yang memberi Anda izin mengail di keranjang ikan saya?” Saudara itu dengan cepat menjawab, ”Siapa yang memberi Anda izin menaruh ikan ke dalam keranjang-keranjang?”
Johannes Dam telah menemukan gereja sejati! Sejumlah 18 anggota Gereja Metodis mengundurkan diri, dan demikianlah caranya sidang di Esbjerg dimulai.
Salah seorang dari mereka yang terpaksa ditolak karena banyaknya orang pada khotbah ”Jutaan” dari Saudara Macmillan di Kopenhagen adalah seorang sosial demokrat muda yang sangat rajin, seorang pekerja tembakau yang bernama Angelo Hansen. Meskipun kecewa karena tidak dapat mendengar ceramah tersebut, minatnya kepada kebenaran Alkitab telah dibangkitkan. Beberapa bulan kemudian, sewaktu menganggur, ia pergi untuk mendaftarkan diri ke kantor perserikatan buruhnya. Ia bertemu dengan seorang rekan penganggur, yang tak disangka-sangka, adalah seorang Siswa Alkitab. Malang bagi gereja! Segera Angelo Hansen juga menjadi seorang Siswa Alkitab.
Kunjungan Rutherford pada Tahun 1922
Pada tahun 1922, Saudara Rutherford kembali menghadiri sebuah kebaktian di Kopenhagen. Kali ini ia menyampaikan khotbah ”Jutaan” di Balai Odd Fellows—tempat Saudara Macmillan telah menyampaikan khotbah tersebut satu setengah tahun sebelumnya.
Kesan apa yang dicapai khotbah tersebut? Surat kabar harian Politiken menulis di halaman muka, ”Hakim Rutherford mendapat sukses tadi malam di Gedung Konser. Lama sebelum ia memulai khotbahnya, setiap kursi di ruangan yang besar itu telah ditempati, dan para pendengar yang baru, datang dalam jumlah besar. Beberapa ratus pendengar terpaksa ditolak masuk. Tidak ada tempat lagi.”
Di antara mereka yang dibaptis pada kebaktian ini adalah seorang pria muda, Christian Rømer, yang telah mengadakan kontak dengan Siswa-Siswa Alkitab di pulau asalnya, Bornholm. Sebelum Perang Dunia I, ayahnya menerima hadiah berlangganan majalah Menara Pengawal, dan suatu hari di tahun 1919, Christian, yang pada waktu itu berumur 20 tahun, menemukan salah satu majalah tersebut. ”Apa yang terjadi pada diri saya hari itu begitu luar biasa sehingga sukar dilukiskan dengan kata-kata,” ceritanya. ”Ini adalah kebenaran yang saya tahu pasti ada di dalam Alkitab, dan sekarang saya mendapatkannya, sekarang saya memilikinya.”
Selama kebaktian di Kopenhagen, ia menghadiri pertemuan untuk para kolportir. Di sini ia bertemu dengan Kristian Dal—dan ia telah menentukan jalan hidupnya. Ia mulai melayani sebagai kolportir di Bornholm, bulan Juni 1922.
Pertambahan di Kopenhagen
Pada musim dingin tahun 1921/1922, seperti biasanya, Angelo Hansen mengabar kepada penduduk kota yang menganggur yang menunggu di luar tempat pendaftaran kantor perserikatan buruh mereka. Sewaktu memegang buku kecil Millions [Jutaan] di atas kepalanya dan berteriak, ”Jutaan orang yang sekarang hidup tidak akan pernah mati!”, seorang pemuda pencari kebenaran mendatanginya. Ia adalah Christian Bangsholt. Ia membaca buku kecil itu dalam satu malam dan mulai menghadiri perhimpunan-perhimpunan di Ole Suhrs Gade. Apa yang didengarnya di sana begitu berbeda dari apa yang telah ia dengar sebelumnya dari Bala Keselamatan, Gereja Pantekosta, Gereja Metodis, dan semua persekutuan lain tempat ia telah mencari kebenaran dengan sia-sia. Ia benar-benar tidak dapat menyimpan berita ini bagi dirinya sendiri.
Sejumlah kenalan yang dikabarkannya juga mulai menghadiri perhimpunan-perhimpunan. Di antara mereka adalah pasangan suami-istri Herløv dan Betty Larsen. Herløv dan Christian berteman sejak kecil dan mereka telah menghabiskan banyak waktu memainkan alat musik bersama-sama. Sekarang mereka berbagi melodi kebenaran Alkitab satu sama lain.
Pada musim semi yang sama, seorang pemuda yang lain, Hans Christian Johnsen, mulai tertarik pada Siswa-Siswa Alkitab. Seorang ateis, sekaligus anti agama, ia terpikat pada pemikiran-pemikiran sosialistis. Sebuah poster berisi undangan untuk khotbah ”Jutaan” menarik perhatiannya. Dalam perjalanannya ke auditorium, ia membeli sebuah surat kabar sehingga ia mempunyai bahan bacaan andai kata khotbah itu membosankan. Ia memang menggunakan surat kabar—sebagai tempat mencatat, tetapi tangannya kurang cepat mencatat ayat-ayat Alkitab! Karena khotbah tersebut masuk akal dan dapat dimengerti, ateisnya diganti dengan iman kepada Allah. Satu khotbah itu membuatnya menghadiri khotbah-khotbah yang lain, dan pada bulan September istrinya bergabung dengannya. Jelas bagi mereka bahwa berita Kerajaan harus diberitakan dari rumah ke rumah.
Suatu hari pada tahun 1925, Hans Christian diminta mengunjungi seorang pemuda bernama Einer Benggaard, yang telah membaca beberapa buku Lembaga. Sekali dihubungi, Einer cepat bertumbuh dalam iman dan juga bergabung dalam pekerjaan pemberitaan.
Demikianlah kisahnya bagaimana pada tahun 1920-an, sebuah inti kecil yang terdiri dari penyiar-penyiar muda yang bergairah dibentuk—para saudara dan saudari yang telah memberikan pengaruh besar pada pekerjaan. Dan banyak dari pertambahan di Kopenhagen sampai saat ini dapat ditelusuri kembali kepada kegiatan beberapa saudara yang loyal tersebut.
Merintis di Jutlandia
Kini pekerjaan yang lebih intensif dimulai di daerah-daerah pedesaan. Pada bulan Januari 1924, tiga kolportir, Knud dan Kristian Dal serta Christian Rømer, membentuk ”pasukan kolportir” dan diutus ke kota Skive, Jutlandia, sebagai pos pertama mereka. Saudara Lüttichau memulai kampanye dengan sebuah khotbah umum di balai terbesar di kota itu, disusul perhimpunan-perhimpunan di kedai minum dan balai rakyat di seluruh daerah itu dengan khotbah oleh Kristian Dal. Iklan-iklan surat kabar dan selebaran-selebaran mengumumkan khotbah ini. Setelah khotbah, para kolportir kemudian mengerjakan seluruh daerah, menempatkan buku-buku besar dan kecil.
Pada musim semi tahun 1924, trio ini tiba di Haderslev, Jutlandia Selatan, sebuah propinsi yang pernah menjadi bagian dari Jerman tetapi kemudian bersatu dengan Denmark melalui pemungutan suara pada tahun 1920. Pria-pria muda dari daerah itu diwajibkan turut bertempur di Front Barat (lubang-lubang perlindungan yang membentang sepanjang 700 kilometer dari Swiss sampai ke Belgia). Sangat banyak dari antara mereka yang membiarkan iman mereka kepada Allah terkubur di lubang-lubang perlindungan Perancis.
Christian Rømer melukiskan bagaimana mengabar kepada orang-orang ini, ”Itu merupakan daerah yang agak unik tetapi menarik untuk dikerjakan. Pertempuran politik mereka telah menjadikan mereka mudah didekati.”
Salah satu dari antara orang-orang yang ditemui para kolportir pada waktu melewati daerah itu untuk pertama kali adalah Anton Hansen, seorang pembuat sandal kayu di Over Jerstal. Ia juga kehilangan iman ketika berada di Front Barat. Bersama-sama dengan beberapa teman seperjuangannya, ia mengikuti ceramah ”Apa yang Dikatakan Alkitab Tentang Neraka?” Keesokan harinya ia dikunjungi oleh Knud Dal, dan setelah pembahasan yang penuh semangat selama tiga jam, ia menerima buku The Harp of God. Buku itu sedemikian menghidupkan imannya kembali sehingga ia bersama dengan istrinya, Kathrine, menjadi terkenal dalam pekerjaan pengabaran di Jutlandia Selatan.
Hingga musim gugur tahun 1925, ketiga kolportir ”pasukan Dal” menggunakan sepeda atau kereta api sebagai sarana transportasi, namun sekarang seorang saudara menyediakan mobil untuk mereka. Christian Rømer yang berangkat ke Kopenhagen untuk mengambilnya. ”Hal itu merupakan peristiwa besar! Sebuah mobil tua yang sangat menyenangkan, dengan kap yang dapat dilipat dan sebagainya,” kenangnya dengan penuh gairah. ”Dan karena saya saja yang memiliki SIM, saya yang menjadi sopir. Mobil itu bertahan satu tahun. Kemudian kami menukarnya dengan mobil bermodel anggun untuk saat itu, sebuah sedan Ford tahun 1923—tertutup dan hangat di musim dingin. Kendaraan yang benar-benar mewah!”
Para kolportir ini secara bertahap mengerjakan seluruh daerah Jutlandia dan Fyn sampai bulan Maret 1929, ketika dana untuk kegiatan khusus ini habis.
Lebih Banyak Kolportir Bergabung dalam Pekerjaan
Sementara itu, Ella Krøyer, dari Kopenhagen, dan Kristine Poulsen, seorang guru sekolah berlatar belakang Grundtvigian, telah mulai mengabar di seluruh bagian selatan Zealandia. Daerah ini juga belum dikerjakan. Pada musim gugur tahun 1926 kedua saudari ini memberi kesaksian di sekeliling kota Vordingborg. Saudari Poulsen mengenang, ”Waktu itu musim gula bit. Karena jalan-jalan belum beraspal dan kereta-kereta bermuatan gula bit berlalu-lalang pada siang hari serta hujan turun pada malam hari, jalan yang berlumpur penuh dengan bekas-bekas roda yang dalam. Kadang-kadang kami tidak jadi mengunjungi sebuah perkebunan atau rumah karena kami tidak dapat mencapainya melalui jalan itu.”
Suatu hari kedua saudari ini menyadari apa yang mereka butuhkan untuk mengatasi lumpur—sepatu lars yang panjang! Masing-masing segera membeli sepasang. Tetapi sepatu lars adalah sesuatu yang baru pada waktu itu, maka itu menarik banyak sekali perhatian ke mana pun kedua saudari ini berjalan. Suatu perjalanan ke Kopenhagen, untuk beristirahat sesaat, membuat sepatu-sepatu lars mereka menjadi pusat perhatian. Seorang saudari di kantor cabang di Ole Suhrs Gade sedemikian gembira karena sepatu baru mereka sehingga ia mengambil sepatu-sepatu lars itu, yang berada di pintu masuk, dan berjingkrak-jingkrak keliling kantor memperlihatkan kepada semua orang betapa baiknya para kolportir ini diperlengkapi!
Kelompok kolportir ketiga, Anna Petersen dan Thora Svendsen, juga mengerjakan daerah di Fyn dan Jutlandia. Saudari Petersen mengatakan, ”Kami para perintis biasanya dikirim ke daerah-daerah yang tidak memiliki sidang. Kami mendatangi pemilik toko serba ada dan menanyakan apakah ia mengetahui seseorang di kota ini yang menyewakan sebuah kamar. Dapur kami terdiri dari sebuah kompor minyak tanah yang kecil dan beberapa panci di atas meja tua atau beberapa peti kayu yang kami dapatkan dari pemilik toko tersebut.”
Kadang-kadang kedua saudari ini bergabung dengan ”pasukan Dal”. Hasilnya? Saudari Petersen dan Saudara Rømer memutuskan untuk membuat ikatan yang lebih permanen. Mereka menikah tahun 1933, dan walaupun Saudari Rømer sekarang harus tinggal di sebuah panti wreda, Saudara Rømer masih tetap berada dalam pelayanan sepenuh waktu.
Diorganisasi untuk Mengabar
Sementara itu banyak yang telah terjadi di Denmark. Pada tahun 1922 seruan bersejarah, ”Umumkan Raja dan Kerajaannya” telah didengungkan di Cedar Point, Ohio, A.S. Sekarang, tidak hanya para kolportir tapi semua yang bergabung dengan sidang mengabar dengan tetap tentu. Seraya kabar ini mencapai pantai-pantai Denmark, saudara-saudara mulai mengerti bahwa mereka semua dapat ikut serta dalam pemberitaan Injil. Seruan bagi para penyiar diberikan melalui majalah Menara Pengawal berbahasa Denmark, namun pekerjaan itu belum diorganisasi. Mengapa? Orang-orang yang terkemuka di dalam sidang—para penatua yang terlantik—menahan diri. Sesuatu harus dilakukan.
Pada akhir bulan Mei 1925, Saudara Rutherford merencanakan untuk menghadiri kebaktian di Örebro, Swedia. Sebelumnya, ia dan R. J. Martin berada di Swiss. Untuk menghemat waktu, mereka naik pesawat dari Zurich ke Kopenhagen. Namun, terdapat kekhawatiran apakah mereka akan sampai dengan selamat ke tempat tujuan. Selama penerbangan mereka melintasi sebelah utara Jerman dan Denmark, sebuah badai berkecamuk dan membuat pesawat mereka naik turun dengan cepat, berputar-putar seperti sebuah gabus di atas air. Sewaktu mendarat di Kopenhagen, mereka disambut oleh lebih dari seratus orang yang bersorak-sorai, karena tidak seorang pun mengira bahwa sebuah pesawat akan berhasil melewati badai itu. Mereka sekarang berada di daerah yang jaraknya setengah jam dengan mobil dari pelabuhan, tempat Saudara Macmillan sedang menunggu. Ia telah membujuk kapten kapal dan kepala stasiun agar fery ke Malmö dapat menunggu mereka. Lalu mereka semua naik ke fery, dan pada hari berikutnya mereka sampai di kebaktian di Örebro.
Pada hari terakhir kebaktian, Saudara Rutherford mengumumkan bahwa sebuah Kantor Eropa Utara akan didirikan di Kopenhagen, dikepalai oleh seorang Skotlandia, William Dey. Kantor tersebut akan mengawasi kegiatan Lembaga di Skandinavia serta Negara-Negara Baltik dan ”khususnya menganjurkan serta memajukan kesaksian umum dari berita Kerajaan”.
Saudara Dey, seorang lajang, telah menjadi Siswa Alkitab sejak tahun 1913. Ia adalah orang yang paling cocok untuk pekerjaan tersebut. Ia telah meninggalkan kedudukannya sebagai direktur pajak di London untuk mengawasi Kantor Eropa Utara. Ia seorang yang giat, tekun, dan memiliki kasih yang dalam akan kebenaran. Ia memiliki pengalaman yang baik sewaktu melayani di Inggris, tempat pekerjaan kolportir di sidang telah diorganisasi selama beberapa tahun. Saudara-saudara menyukainya, dan tidak lama kemudian ia dikenal dengan sebutan Orang Besar Skotlandia.
Saudara Dey tidak membuang-buang waktu dalam mengorganisasi pekerjaan pengabaran. Poul Reinseth dilantik sebagai pengawas dinas untuk Kopenhagen dan mengawasi pekerjaan pemberitaan di ibu kota. Kota tersebut dibagi ke dalam enam wilayah, masing-masing memiliki seorang pemimpin dinas yang bertanggung jawab. Depot-depot buku diadakan di rumah-rumah pribadi sehingga setiap penyiar tidak perlu lagi pergi ke kantor cabang untuk mendapatkan persediaan lektur. Pekerjaan pemberitaan sekarang memperoleh penampilan yang sehat.
Sebuah Kebaktian dengan Satu Hari Dinas
Kebaktian tahun 1925 merupakan puncak dalam sejarah teokratis Denmark. Edisi Menara Pengawal dalam bahasa Denmark mengumumkan, ”Selasa hari pertama bulan September akan menjadi hari dinas yang istimewa, dan diharapkan bahwa semua dapat ambil bagian dalam upaya menyebarkan berita ini dengan berkeliling membawa berbagai buku di wilayah Kopenhagen.” Hari tersebut dimulai dengan sebuah khotbah oleh Poul Reinseth mengenai pentingnya pengabaran. Kemudian para hadirin kebaktian tersebar ke segala penjuru—melakukan pekerjaan dari rumah ke rumah dengan membawa berbagai buku.
Kemudian, majalah Menara Pengawal dalam bahasa Denmark memuat anjuran ini, ”Sejak kebaktian itu, hasrat dan semangat yang berhubungan dengan penyebaran berita tersebut telah meluas ke banyak sidang, dan kami berharap bahwa hal ini akan berarti perluasan pekerjaan yang nyata.”
Lebih Banyak Sidang Bergabung dalam Pekerjaan Ini
Saudara Dey terus sibuk. Dalam tiga setengah bulan pertama sebagai pengawas, ia mengadakan perjalanan sejauh 14.000 kilometer di Skandinavia dan Negara-Negara Baltik, mengorganisasi pekerjaan pemberitaan Injil. Einer Benggaard menceritakan suatu peristiwa kecil dari kegiatan ini, ”Di sebuah sidang di Jutlandia utara, kami telah mengatur pertemuan kecil untuk membantu mengorganisasi para saudara dan saudari untuk pekerjaan dari rumah ke rumah. Setelah khotbah diberikan oleh Saudara Dey, kami mendapat petunjuk-petunjuk tentang bagaimana kami hendaknya melakukan pekerjaan tersebut, apa yang harus kami katakan kepada orang-orang, dan sebagainya. Wilayah dan lektur dibagikan, lalu kami berangkat, kebanyakan dengan perasaan sangat takut! Sewaktu Saudara Dey dan saya menyusuri jalan utama, kami melihat dua saudari berdiri di pintu gerbang sambil menangis. Kami ajak mereka berjalan bersama kami, dan segera kembali terpancar kegembiraan di mata mereka!”
Ketika tahun itu berlalu, lebih dari dua kali lipat buku telah ditempatkan dibanding pada tahun sebelumnya. Kantor ini menulis laporan untuk tahun dinas 1925, ”Semakin banyak saudara dan saudari belajar mengerti bahwa tidak hanya pembicara-pembicara umum dan para kolportir dipanggil untuk ambil bagian dalam pekerjaan ini, tetapi dalam kenyataannya semua yang telah membaktikan seluruh kehidupannya kepada Tuhan.”
Kunjungan-Kunjungan para Musafir
Perjalanan para musafir, seperti Johan Eneroth dari Swedia dan Theodor Simonsen dari Norwegia, telah mendorong meningkatnya pengabaran. Namun sekarang, seorang musafir tetap telah dilantik, yaitu Christian Jensen dari Zealandia bagian utara. Ia telah melewatkan beberapa tahun di Amerika Serikat dan juga telah mengelilingi Denmark dengan ”Drama-Foto Penciptaan”.
Istilah ”musafir” belakangan diganti menjadi ”pengawas dinas wilayah”, dan lebih banyak pengawas dinas wilayah dilantik. Ini termasuk Christian Rømer, Kristian Dal, dan Johannes Dam.
Sebuah Rumah Betel yang ”Layak”
Buku-buku dan buku-buku kecil segera mulai mengalir dari percetakan Lembaga di Magdeburg dan Bern, tetapi ruang penyimpanan di Ole Suhrs Gade terlalu kecil, dengan ruangan yang hanya cukup untuk beberapa ratus buku, dalam dua peti kayu kiriman berdiri pada sisi mereka, satu di atas yang lainnya. Seorang saudara muda, Simon Petersen (kakak laki-laki dari kolportir Anna Petersen), ditunjuk untuk mengatur ruang persediaan yang baru dan lebih besar di bekas balai pertemuan.
Beberapa saudara dan saudari yang bekerja di kantor dan depot, yang terletak di sebuah gedung apartemen tua, memiliki lokasi pemondokan yang tersebar di sekeliling Kopenhagen. Saudara Dey berpikir bahwa seharusnya ada rumah Betel yang ”layak” tempat semua saudara-saudari dapat tinggal dan makan bersama di satu tempat. Maka, pada lantai keenam, tepat di bawah kaso-kaso, ruang-ruang penyimpanan kecil dikosongkan, lantai-lantai dipernis, dinding-dinding diberi kertas pelapis, dan ruangan-ruangan dilengkapi dengan perabot. Ketika pekerjaan selesai, Einer Benggaard, Simon Petersen, serta seorang saudara lainnya masing-masing memiliki kamar tidur yang nyaman walaupun agak primitif.
Sebuah Angka Tinggi yang Baru
Musim gugur tahun 1927 adalah angka tinggi yang berikut. Kunjungan berikutnya dari Saudara Rutherford mendorong kebaktian lain, tempat 650 delegasi dari Skandinavia, Estonia, dan Latvia mendengarkan dengan penuh perhatian kepada khotbah Saudara Rutherford ”Kemerdekaan Bagi Bangsa-Bangsa”. Surat kabar harian Politiken menulis,
”Pintu-pintu ke Balai Odd Fellows dibuka pada pukul 7.30, tetapi tak lebih dari seperempat jam kemudian setiap kursi telah terisi . . . lalu pintu-pintu ditutup. Selama seperempat jam berikutnya, beberapa ratus orang berkerumun di beranda besar yang berlantai. Mereka terus menggedor pintu-pintu yang tertutup, dan seorang pria yang datang dari jauh hanya untuk mendengar khotbah ini menawarkan 500 kron [$100] untuk memperoleh sebuah kursi. Namun semua itu sia-sia. Kerumunan orang yang berdesak-desakan di ruang depan bertambah banyak. Hampir seribu orang mendesak maju untuk masuk tetapi tanpa hasil.”
Rangkaian Kampanye dan Kebaktian
Untuk mendorong semua orang ambil bagian dalam pekerjaan pengabaran, rangkaian kampanye seluas dunia diorganisasi, biasanya masing-masing sembilan hari lamanya. Kampanye pertama di Denmark menonjolkan buku kecil Freedom for the Peoples, yang dibagikan kepada umum selama bulan Maret tahun 1928. Corak kegiatan lain yang ditonjolkan adalah pertemuan-pertemuan kecil pada hari Minggu, belakangan disebut kebaktian dinas.
Tempat tinggal Holger Nielsen di Thorup Strand, sebuah desa nelayan yang kecil di Jutlandia sebelah utara, dekat dengan Laut Utara, memberikan pandangan sekilas mengenai pertemuan hari Minggu yang khas. Saudara-saudara akan tiba dari Ålborg dan Pulau Mors serta desa-desa yang terletak di antaranya. Semua membawa makanan siang mereka sambil mengabar di sepanjang jalan itu. Sementara itu saudara-saudara di Thorup Strand bergegas, menyiapkan diri menyambut mereka. Gudang Saudara Nielsen dikosongkan, disapu, dan didekorasi, lalu bangku-bangku diambil dari balai rakyat dengan kereta kuda. Saudara-saudara tiba pada siang hari; mereka makan bersama-sama, istirahat sebentar, kemudian berkumpul di gudang yang telah bersih untuk mendengarkan sebuah khotbah, yang dilanjutkan dengan pembaptisan di laut terbuka. Pada kesempatan ini, ada 19 orang yang dibenamkan. Sungguh suatu hari yang menggembirakan!
Pengorganisasian yang Lebih Baik
Siswa-siswa Alkitab di Denmark diorganisasi kembali sepenuhnya mulai tahun 1925 sampai tahun 1930. Sebagai contoh, perhimpunan-perhimpunan diatur dengan lebih baik mulai tahun 1928. Majalah Menara Pengawal sudah dipelajari dengan tetap tentu, dan sekarang dianjurkan bahwa segera sebelum Perhimpunan Kesaksian tiap minggu, suatu Perhimpunan Dinas yang membahas saran-saran dari Bulletin (belakangan disebut Pelayanan Kerajaan Kita) dibahas. Pada tahun berikutnya, Lembaga mengirimkan ”rencana organisasi”. Setiap sidang harus memiliki panitia dinas yang terdiri dari tiga orang saudara untuk mengawasi pekerjaan pengabaran, sementara para penatua yang terlantik mengurus pertemuan-pertemuan pelajaran yang diadakan di sidang.
Suatu perubahan demikian menghasilkan penyaringan. Orang-orang yang tidak mau menunjukkan iman mereka dengan berdinas menyatakan hal ini dengan lebih sering, dan pada akhirnya meninggalkan barisan Siswa-Siswa Alkitab. Karena alasan ini, mereka yang ambil bagian dalam Perjamuan Malam Tuhan menurun dari 909 orang pada tahun 1927 menjadi 605 orang pada tahun 1931.
Penyesuaian teokratis pada akhirnya ternyata terlalu banyak bagi pengawas cabang, Carl Lüttichau. Ia bahkan tidak sependapat dengan penolakan Lembaga yang tajam terhadap semua agama palsu. Banyak saudara yang berupaya membantunya mengerti nilai dari perubahan-perubahan yang dibutuhkan; bahkan Saudara Eneroth dari Swedia secara pribadi berupaya namun tidak berhasil. Lüttichau meninggalkan kedudukannya sebagai wakil cabang Lembaga, dan pada bulan Januari 1930, Poul Reinseth menggantikannya.
Suatu Alat, Nama, dan Tempat Tinggal yang Baru
The Golden Age diterbitkan dalam bahasa Denmark sejak bulan Januari 1930 dengan nama Ny Verden (Dunia Baru). Agar majalah baru ini dapat beredar seluas mungkin, dibuat kampanye ekstensif dari rumah ke rumah untuk meningkatkan jumlah pembacanya. Majalah itu juga dijual di kios-kios majalah, dan poster-poster disiapkan untuk menunjukkan isi dari majalah tersebut. Langganan mulai memuncak. Pada tahun 1930, ada 5.825 orang yang menerima majalah tersebut dengan tetap tentu, melalui pos maupun melalui seorang penyiar, dan pada tahun 1943, pada pertengahan Perang Dunia II, terdapat 25.921 pembaca tetap!
Suatu anjuran lain untuk mengabar dengan tekun, adalah penggunaan nama Saksi-Saksi Yehuwa. Menyusul pemakaian nama ini pada kebaktian tahun 1931 di Columbus, Ohio, A.S., resolusi diajukan di sidang-sidang setempat untuk digunakan. Apa tanggapan atas nama yang baru ini? Marie Due menulis dari Norwegia, ”Dengan gembira saya menerima nama yang baru ini dan bersukacita menjadi salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa.” Orang-orang lain menulis, ”Nama ini telah memberikan kita kesempatan untuk memperbarui keputusan kita dalam melayani Yehuwa dengan setia sampai akhir.”
Resolusi ini, bersama dengan khotbah kebaktian dari Saudara Rutherford, dicetak dalam buku kecil The Kingdom, the Hope of the World (Kerajaan, Harapan Dunia Ini) dan disebarkan dalam jumlah besar pada bulan Maret tahun 1932. Selama minggu terakhir dari kampanye itu, upaya khusus dibuat untuk mengunjungi secara pribadi semua politikus, pendeta, pejabat pemerintahan, dan pengusaha terkemuka dengan buku-buku kecil tersebut. Juga, sebuah buku kecil ditempatkan di atas meja setiap anggota Parlemen. Bahkan Raja Denmark, Christian X, menerima sebuah eksemplar.
Fasilitas yang dimiliki Lembaga di Ole Suhrs Gade mulai sesak. Maka, sebuah vila besar di daerah pinggiran Kopenhagen, di Søndre Fasanvej No. 56 di Valby, dibeli dan keluarga Betel pindah ke bangunan yang baru itu pada tanggal 18 Oktober 1932.
Meskipun Lembaga telah bertahun-tahun menjalankan pekerjaan ini dengan nama ”Vagttaarnets Bibel- og Traktatselskab” (Lembaga Alkitab dan Risalah Menara Pengawal), sebelumnya tidak pernah timbul kebutuhan untuk membentuk suatu perkumpulan resmi. Sekarang sebuah perkumpulan dibentuk dan didaftarkan pada tanggal 21 Mei 1932. Bangunan di Søndre Fasanvej digunakan sebagai kantor cabang, depot, dan Rumah Betel milik Lembaga selama 25 tahun berikutnya.
Hak Resmi untuk Menyalurkan Buku-Buku Ditetapkan
Selama masa awal tahun 1930-an, penguasa setempat berupaya menyalahgunakan Hukum Perdagangan dan Hukum Hari Libur Umum terhadap pekerjaan pengabaran kita dari rumah ke rumah dengan menggunakan lektur. Jika penguasa setempat berhasil dengan rencana mereka, maka pekerjaan pemberitaan akan dapat dikurangi sampai hampir berhenti. Bahkan, pada bulan Oktober 1932, hal ini sampai pada puncaknya. Lima orang saksi dari Kopenhagen pergi ke Roskilde dengan mobil untuk mengabar. Mereka telah setuju untuk berkumpul kembali di lapangan utama tempat mobil mereka diparkir, tetapi ketika mereka berkumpul, satu orang dari kelompok mereka, August Lehmann, hilang. Ia ditahan oleh polisi.
Saudara Lehmann dituduh melanggar Hukum Perdagangan dengan menjual buku-buku tercetak tanpa surat izin kolportir dan di luar jam yang diperbolehkan untuk menjalankan usaha. Pengadilan kota membebaskan Saudara Lehmann, seperti yang diperintahkan oleh Pengadilan Tinggi. Namun, pihak penuntut mengajukan naik banding ke Mahkamah Agung, yang mendengarkan kasus tersebut pada bulan Oktober 1933. Mahkamah Agung menetapkan bahwa kegiatan pengabaran Saksi-Saksi Yehuwa dengan menggunakan buku-buku dan majalah-majalah tidak sama dengan usaha dagang, oleh karena itu tidak berada di bawah Hukum Perdagangan.
Lembaga lalu memutuskan bahwa setiap penyiar perlu memiliki kartu identitas dengan keterangan bahwa penyiar dari Lembaga adalah pekerja sukarela dan tidak digaji yang menyalurkan buku-buku tanpa mengambil keuntungan dan bahwa hak untuk mengabar tanpa surat izin kolportir telah ditetapkan oleh Mahkamah Agung. Dengan diselesaikannya masalah tersebut, pekerjaan pengabaran diteruskan tanpa rintangan hukum lebih lanjut.
Munculnya ”Kumpulan Besar”
Sampai sekarang, perhatian utama Saksi-Saksi masih kepada pengumpulan orang-orang terpilih, umat kristiani terurap dengan harapan surgawi. Sering kali, selama tahun-tahun ini, para saudara dan saudari mengunjungi kantor cabang, beberapa kurang gembira, karena mereka tidak yakin dalam hati kecilnya bahwa mereka memiliki harapan surgawi. Maka, sepertinya salah bagi mereka untuk ambil bagian dalam lambang-lambang Peringatan. Orang-orang demikian kemudian dikenal sebagai teman-teman Yonadab, selaras dengan cerita Alkitab tentang Yehu dan Yonadab di Israel purba.—2 Raj. 10:15, 16.
Pada bulan Agustus 1935, dua terbitan majalah Menara Pengawal dalam bahasa Inggris menjelaskan bahwa ”kumpulan besar” dari buku Wahyu pasal 7 adalah golongan bumi yang akan dikumpulkan sebelum Armagedon. Saudara-saudara di kantor merasa antusias. Karena kebaktian nasional akan diadakan pada bulan yang sama di Kopenhagen, mereka mengirim telegram kepada Saudara Rutherford, meminta izin untuk menyampaikan khotbah yang berdasarkan dua artikel ini. Saudara Rutherford memberi lampu hijau kepada Saudara Dey untuk membawakan khotbah yang mengawali suatu era baru.
”Itu merupakan saat yang tidak terlupakan,” ujar Saudara Benggaard. ”Saya duduk di bagian orkestra di belakang sang pembicara dan dapat melihat hadirin. Betapa besar antusias mereka! Belum pernah saya melihat gelombang perasaan semacam itu di antara hadirin! ’Kumpulan besar’ telah mendapat sambutan yang meriah dari surga sampai ke bumi—itu merupakan suatu kilatan cahaya yang menakjubkan, dan sekarang semua mengetahui siapa sebenarnya ’kumpulan besar’ itu!”
Sekarang pengumpulan dari ”teman-teman Yonadab” sungguh-sungguh dimulai. Di seluruh negeri, perhimpunan umum diadakan dengan tujuan untuk menghubungi semua orang yang mungkin akan menjadi bagian dari kumpulan besar.
Kesaksian dengan Gramofon
Langkah selanjutnya dalam membuat pekerjaan pengabaran lebih efektif adalah dengan diperkenalkannya gramofon. Rekaman khotbah singkat Saudara Rutherford yang diterjemahkan ke dalam bahasa Denmark sekarang dapat didengar di pintu-pintu. Segera para penyiar terlihat di daerah pengabaran dengan membawa gramofon portabel.
Namun, membawa sebuah gramofon, bahkan yang jenis portabel, dengan mengendarai sepeda sulit sekali. Saudari Rømer mengenang, ”Kami harus menuntun sepeda kami bukan hanya mendaki tapi kadang-kadang menuruni bukit, karena jalan-jalannya curam dan sangat berbatu-batu sehingga pegas yang memegang gramofon ini akan putus jika kami meluncur dengan cepat menuruni bukit.” Rintangan ini tidak memadamkan gairah mereka. Mereka menyambut tantangan dengan menemukan dan membuat suatu alat yang menakjubkan sesudah beberapa alat lainnya, agar dapat mengikat gramofon di atas sepeda dengan aman. Seorang saudara mengingat bahwa dari 135 orang yang telah dengan senang hati dibantunya memasuki organisasi pengabaran Yehuwa seluas dunia, sekitar 40 orang bergabung sebagai hasil pekerjaan gramofon.
Selain itu, apa yang disebut perhimpunan gramofon diselenggarakan, yang memperdengarkan khotbah-khotbah dengan nyaring dari gramofon-gramofon yang lebih besar. Beberapa saudara di Kalundborg meletakkan sebuah tata suara di atas mobil tua milik Daniel Nielsen (putra dari Albertine, yang dibaptis di Sejerø Bight pada tahun 1902). Ketika ia menjual mobil itu, sebuah kereta kecil yang ditarik dengan sepeda digunakan untuk dinas. ”Kami pergi melakukan perjalanan-perjalanan yang jauh,” kata Saudara Nielsen, ”pergi ke desa-desa tempat kami mengabar dengan menggunakan khotbah-khotbah gramofon.”
Para Perintis Mendirikan Sidang-Sidang
Pada tahun 1930-an juga terlihat perubahan dalam sifat pekerjaan kolportir, yang sekarang disebut dinas perintis. Meskipun pada tahun 1920-an para perintis mengadakan perjalanan dari satu daerah ke daerah lain dalam upaya mengerjakan sebanyak mungkin daerah, sekarang mereka menetap di satu lokasi agar dapat mendirikan sidang-sidang. Untuk mengetahui bagaimana hal ini dilakukan, mari kita mengikuti pasangan Mortensen, Ejner dan Else.
Setelah menjual ladang kecil mereka, Ejner dan Else terjun dalam pelayanan sepenuh waktu pada bulan Maret 1934. Bukanlah suatu tugas yang mudah karena masa itu adalah tahun-tahun depresi.
Salah satu daerah pertama mereka adalah kota Sønderborg. Di sebuah balai yang disewa, mereka mengatur agar empat khotbah umum disampaikan oleh pembicara-pembicara yang dikirim Lembaga. Kemudian seri khotbah tersebut dilanjutkan oleh Saudara Mortensen sebagai pembicara. Ini adalah penampilan perdananya. Meskipun agak gugup, ia melakukannya dengan baik, dan lambat laun terdapat sekitar 30 hadirin tetap di perhimpunan. Kemudian, khotbah-khotbah gramofon diadakan, yang disusul dengan tanya jawab. Sesudah itu, perhimpunan pelajaran yang tetap tentu dimulai dengan buku Lembaga sebagai alat bantu pelajaran. Sebuah fondasi sidang baru sedang diletakkan, dan menjadi kenyataan pada awal tahun 1936.
Menjelang musim panas, pasangan Mortensen diminta untuk pindah ke kota Nyborg, dan di sini mereka bekerja dengan cara yang sama: Pertama-tama, khotbah umum dibawakan oleh saudara-saudara dari Lembaga, kemudian khotbah-khotbah oleh Saudara Mortensen, lalu khotbah gramofon, dan akhirnya perhimpunan-perhimpunan pelajaran Alkitab. Pada akhir bulan Agustus 1937, pekerjaan mereka sekali lagi telah menghasilkan banyak buah sehingga sebuah sidang dengan kira-kira sepuluh penyiar dibentuk di Nyborg.
Pendudukan Nazi
Tanggal 9 April 1940 merupakan hari yang gelap bagi Denmark. Pasukan tentara Nazi Jerman berbaris melangkah ke negeri ini. Saudara-saudara menyiapkan diri mereka untuk menghadapi kenyataan yang paling buruk karena di mana pun Nazi berkuasa, Saksi-Saksi telah dianiaya dengan kejam. Maka, dianggap paling bijaksana untuk maju dengan hati-hati.
Pada bulan yang sama, seharusnya diadakan kampanye secara ekstensif menggunakan buku kecil Refugees, namun karena buku kecil ini memuat penyingkapan yang keras tentang rezim Nazi, rencana-rencana diubah. Saudara-saudara melakukan penyiaran kilat pada suatu hari Minggu dini hari, dengan menaruh buku-buku kecil di tempat surat di rumah-rumah orang. Pada tanggal 28 April, sekitar 350.000 buku-buku kecil disiarkan dengan cuma-cuma di seluruh negeri itu. Hal itu mahal, tetapi bahkan Saudara Dey menyadari bahwa perlu menggunakan metode ini.
Syukurlah, penganiayaan tidak pernah terjadi. Karena alasan-alasan politik kekuatan yang melakukan pendudukan memilih untuk membiarkan Denmark sebagai sebuah ”model daerah perlindungan” dan mengizinkan bangsa Denmark memiliki cukup banyak kebebasan perorangan. Dengan mempraktikkan kewaspadaan, saudara-saudara tersebut dapat melanjutkan kegiatan pengabaran mereka.
William Dey Diasingkan
Sebagai hasil pendudukan Jerman, William Dey, yang adalah seorang warga negara Inggris, dimasukkan ke dalam kamp tawanan dekat kota Vejle. Meskipun para tawanan menikmati perlakuan yang ramah dan kebebasan terbatas di dalam kamp tersebut, ini merupakan suatu ujian bagi pria yang aktif ini untuk tidak melakukan pekerjaan sehari-harinya. Namun, ia tidak bermalas-malasan. Dengan tak henti-hentinya ia mengabar kepada sesama tawanan sebagaimana juga kepada para penjaga. Berulang kali ia mengatakan kepada mereka untuk berpihak terhadap Kerajaan Allah—sebenarnya karena begitu sering, mereka menjulukinya Berpihaklah-Dey!
Tugas sebagai pengawas cabang, yang diterima Saudara Dey setelah Poul Reinseth di tahun 1934, ditangani oleh Albert West. Ia telah melayani sebagai pengawas cabang di Estonia selama beberapa tahun pada akhir 1920-an. Hubungan langsung dengan kantor pusat Lembaga di Amerika Serikat terputus. Satu-satunya kemungkinan untuk berkomunikasi hanyalah melalui Swedia, yang merupakan daerah terisolasi yang netral dalam kancah peperangan yang menggelora. Kantor Eropa Utara telah berhenti berfungsi, dan Saudara Eneroth di Swedia sekarang mendapat penugasan untuk mengumpulkan informasi dan laporan dari negara-negara di bagian utara dan mengirimkannya ke Brooklyn, A.S.
Makanan Rohani Masih Diterima
Denmark tetap menerima majalah-majalah terbaru dan lektur-lektur lain yang diterbitkan, tetapi seraya hubungan politik antara orang-orang Denmark dengan orang-orang Jerman semakin tegang, strategi teokratis dibutuhkan. Seorang saudari muda berkebangsaan Denmark bekerja sebagai pengasuh bayi pada keluarga diplomat Spanyol di Kopenhagen, dan diplomat ini dengan senang hati membawakan paket-paket hadiah kepadanya dari Swedia. Tentu saja, ia tidak mengetahui isi paket-paket tersebut!
Jadi, tidak pernah ada kekurangan makanan rohani. Sepanjang tahun-tahun peperangan, mereka tetap dapat menerbitkan dan menyebarkan majalah Menara Pengawal dan Consolation, sebagaimana juga buku-buku lainnya. Bahkan pada akhir tahun 1941, ketika edisi bahasa Inggris dari majalah Menara Pengawal memuat seri artikel yang menjelaskan nubuat Daniel dan menunjuk kepada Jerman sebagai raja utara, saudara-saudara masih mendapat keterangan tersebut. Mencetak artikel-artikel ini dalam majalah Menara Pengawal berbahasa Denmark dianggap kurang bijaksana, maka artikel-artikel ini distensil, dan para pengawas wilayah berkeliling ke sidang-sidang dan membacakannya dengan keras kepada hadirin yang terdiri dari hanya para saudara dan saudari yang membawa kartu identitas mereka. Seperti yang dapat dibayangkan, tempat-tempat perhimpunan selalu terisi penuh untuk khotbah-khotbah ini.
Pertentangan dari Pengikut Nazi serta para Pendeta
Meskipun tidak ada perlawanan yang nyata dari kekuatan pendudukan Jerman, para pengikut Nazi berkebangsaan Denmark meluap dengan rasa benci. Berulang kali mereka mencoba melalui majalah-majalah mereka untuk menarik perhatian orang-orang Jerman terhadap para Saksi.
Juga, pendeta dari gereja nasional Denmark sibuk dengan rencana-rencana jahat mereka. Serangan-serangan mereka di surat-surat kabar menyebabkan timbulnya polemik di halaman-halaman tajuk rencana. Puncaknya tiba saat seorang pendeta mengakhiri suatu pelayanan gereja di radio dengan sebuah peringatan terhadap Saksi-Saksi, yang menurutnya, tidak percaya kepada Yesus sebagai Juru Selamat atau sebagai Putra Allah.
Stasiun radio tersebut menolak untuk menyiarkan suatu ralat maka Lembaga memutuskan untuk berbicara dengan cara terbaik yang dapat dilakukan—mengabar. Persiapan-persiapan dibuat untuk kampanye kesaksian terluas yang pernah dilakukan. Dalam waktu singkat, sebuah buku kecil dengan judul Will You Judge Between Us? (Apakah Anda Akan Mengadili Di Antara Kami?) dipersiapkan. Isi buku itu dengan jelas menunjukkan perbedaan antara Saksi-Saksi Yehuwa dengan para pendeta.
Kampanye terbesar ini disebut ”Peperangan Yehuwa”. Dan sesungguhnya perjuangan rohani berlaku bagi umat Yehuwa. Setiap orang menyingsingkan lengan, dan pada hari yang ditentukan, 21 Februari 1943, sekitar 700.000 buku kecil disiarkan dengan cuma-cuma. Kota-kota besar dan kecil dibanjiri buku-buku kecil. Bahkan pulau-pulau terkecil pun tidak terlewatkan. Buku-buku kecil dikirimkan ke semua rumah di kira-kira 62 pulau yang lebih kecil. Lebih dari dua pertiga dari semua rumah di Denmark menerima sebuah buku kecil di pintu rumah mereka. Segera setelah itu, buku-buku dikirim ke semua pendeta, pegawai-pegawai gereja, dan anggota-anggota terkemuka gereja.
Surat-surat kabar telah membuat siapa pun yang tidak mengetahui tentang kampanye Saksi-Saksi menjadi sadar akan hal itu. Di seluruh negeri, para pendeta sibuk berpolemik di surat-surat kabar, majalah-majalah gereja, dan melalui mimbar. Kampanye Saksi-Saksi telah menyinggung perasaan para penentang. Para pengikut Nazi berkebangsaan Denmark menyerang dengan kejam, menuduh bahwa Saksi-Saksi dibiayai secara diam-diam oleh orang-orang Yahudi. Namun, ratusan orang menulis surat ke kantor cabang meminta keterangan tambahan tentang berita kita.
Kampanye berlangsung selama beberapa bulan. Di mana saja ada pendeta yang mencela nama Yehuwa dan menyerang hamba-hamba-Nya, saudara-saudara akan berupaya mengatur sebuah khotbah umum di daerahnya dan membanjiri jemaat gereja dengan selebaran-selebaran. Kegiatan khususnya besar di pulau Amager, tempat perdebatan umum diadakan antara Saksi-Saksi Yehuwa dengan pendeta dari gereja nasional Denmark. Dua saudara, Arthur Jensen dan Herløv Larsen, berbicara mewakili para Saksi. Mereka adalah pembicara yang terlatih, dengan cara berpikir yang tangkas dan logis.
Seorang teolog menyimpulkan hal tersebut dengan sangat baik. Ia berkata di surat kabar Amager Bladet tertanggal 15 April, ”Secara keseluruhan, argumen para Saksi jauh lebih baik, sangat jelas, dan sangat objektif. Mengenai pihak gereja, ya, seseorang hanya dapat duduk di sana dan merasa malu membela kepentingannya.” Lambat laun serangan-serangan dari para pendeta bertambah lemah karena semakin keras para pendeta bertarung melawan Saksi-Saksi, semakin kuat pula kesaksian yang Saksi-Saksi berikan kepada para anggota jemaat gereja, dan itu sama sekali tidak sesuai dengan tujuan para pendeta.
Kebaktian-Kebaktian selama Perang
Selama perang, beberapa kebaktian dapat diadakan. Suatu kebaktian yang mengesankan diadakan di Balai Odd Fellows di Kopenhagen pada tanggal 28 dan 29 Agustus 1943. Hari pertama kebaktian berjalan sesuai rencana. Namun, keadaan-keadaan politik di Denmark telah mencapai titik balik saat kekuatan pendudukan membuat semakin banyak tuntutan kepada pemerintahan Denmark, dan pada hari Sabtu 28 Agustus—pada hari yang sama kebaktian tersebut dimulai di Balai Odd Fellows—pemerintahan menolak kerja sama lebih lanjut.
Pada hari Minggu pagi, angkatan bersenjata Jerman mulai beraksi. Kepala komandan tentara Jerman di Denmark mengumumkan keadaan perang. Tentara Denmark dan angkatan lautnya dilucuti senjatanya, beberapa warga negara terkemuka ditahan, dan pemerintahan dibubarkan. Pertemuan bersama dilarang sebagaimana halnya bergerombol di jalan-jalan. Di pagi yang sama itu, saudara-saudara bertemu di rumah-rumah pribadi. Situasi tersebut dibahas dan mereka merasa pasti bahwa kebaktian sekarang dibatalkan.
Namun, kebetulan satu jenis pertemuan tidak dilarang—kebaktian-kebaktian gereja. Pemberitahuan segera dikirim bahwa mereka dapat bertemu pada sore hari di Balai Odd Fellows untuk suatu ”kebaktian gereja”. Saudara-saudara dari Betel diantar dengan taksi ke rumah-rumah yang berbeda, dan dari sana kabar menyebar dengan sangat cepat di antara saudara-saudara. Agar tidak menarik perhatian yang tidak perlu kepada pekerjaan mereka, para saudara datang berdua atau bertiga. Mereka masuk ke dalam balai melalui pintu masuk dari samping. Segera, 1.284 saudara dan saudari berkumpul.
”Ketika kami masuk ke dalam balai ini,” cerita seorang saudari, ”kami sungguh-sungguh dapat melihat apa artinya organisasi ini bagi kami, karena hampir semua saudara-saudari ada di sana. Semua telah berkumpul sebagai hasil dari pemberitahuan singkat, dan hanya Saksi-Saksi Yehuwalah yang dapat mengerjakannya. Benar-benar menyenangkan untuk dapat menyingkir dari gerombolan orang yang ribut dan marah di jalan-jalan dan memasuki suasana tenang dan penuh damai. Ketika itu seolah-olah terdapat sebuah pintu antara dunia lama dan dunia baru.”
Sesudah pertemuan itu, saudara-saudara keluar dalam kelompok-kelompok kecil dan diberi tahu untuk meninggalkan daerah tersebut secepatnya. Segala sesuatunya berjalan dengan lancar. Dan semuanya dilakukan tanpa sepengetahuan orang-orang Jerman! Kantor pusat komando angkatan laut Jerman terletak tepat di seberang jalan dari tempat gedung kebaktian! Pada sisi-sisi jalan di luar, di belakang tumpukan karung pasir, terdapat tentara-tentara Jerman yang bersenjatakan senapan mesin.
Sekolah Alkitab di Langeland
Pada tahun 1943, kabar angin tersebar dengan cepat bahwa Saksi-Saksi di Amerika Serikat dan Inggris memiliki sekolah Alkitab mereka sendiri. Karena saudara-saudara di Denmark tidak memiliki hubungan langsung dengan kantor pusat sedunia disebabkan perang, mereka dengan maksud yang tulus, merencanakan membuat sebuah sekolah. Mereka membeli sebuah rumah dengan lingkungan yang menawan di Lohals, di Pulau Langeland. Di sana, dengan pemandangan laut, mereka mendirikan sekolah Alkitab mereka sendiri. Simon Petersen dari Betel dipilih menjadi pengawas sekolah. Dua saudara lainnya menjadi guru. Salah seorang dari antara mereka, Filip Hoffmann, juga dari Betel.
Hari Senin, 5 Juni 1944, kelas pertama dimulai. Setiap kursus berlangsung dua minggu. Pelajaran dimulai dari pukul 9.00 pagi sampai 12 siang, dengan mata pelajaran seperti pelajaran-pelajaran Alkitab, organisasi, kegiatan pengabaran, aritmetika, dan bahasa Denmark. Sore hari terbuka bagi para siswa untuk memilih kegiatan mereka sendiri. Mereka bebas untuk belajar, pergi berenang, atau berjalan-jalan menelusuri lingkungan sekitar sekolah yang menyenangkan. Akhir pekan dikhususkan bagi dinas pengabaran.
Meskipun sekolah ini berlangsung hanya satu musim panas, jumlah pendaftar naik menjadi sekitar 450 saudara dan saudari. Sebenarnya, sekolah ini muncul akibat suatu kesalahpahaman. Memang, sekolah-sekolah perlu didirikan tapi bukan dengan cara ini. Pada tahun berikutnya, Kursus dalam Pelayanan Teokratis (sekarang Sekolah Pelayanan Teokratis) diperkenalkan di seluruh sidang.
Perang Berakhir
Menjelang berakhirnya perang, kekurangan berbagai macam barang seperti kertas, memaksa adanya pengurangan dalam ukuran majalah. Tidak ada kertas, tidak ada lektur. Namun, saudara-saudara tersebut untuk sementara waktu berhasil menerbitkan majalah Menara Pengawal dan Consolation dalam jumlah yang tetap dengan secara bertahap mengurangi jumlah halaman. Namun, bahkan upaya itu tidak cukup. Maka, pada bulan April 1945, perolehan langganan-langganan baru perlu dihentikan.
Meskipun demikian, sidang-sidang di Denmark bertumbuh selama tahun-tahun tersebut, mendekati dua kali lipat jumlahnya. Dari puncak 1.373 penyiar dalam 75 sidang pada tahun 1940, angka tersebut meningkat menjadi 2.620 Saksi-Saksi di 127 sidang pada tahun 1945.
Membantu Bekas Tawanan Kamp Konsentrasi
Pada tanggal 5 Mei 1945, Denmark bersukacita. Kemerdekaan! Pada hari yang sama, sebuah tongkang yang penuh sesak dengan beberapa ratus tawanan dari kamp konsentrasi yang berpredikat buruk di Stutthof, yang sekarang merupakan bagian utara Polandia, terdampar di Pulau Møn. Di antara para tawanan terdapat 15 orang Saksi-Saksi Yehuwa dari lima kebangsaan yang berbeda. Dalam beberapa jam, saudara-saudara mereka di Denmark datang membawa makanan. Yang menyedihkan, pertolongan datang terlambat bagi beberapa orang. Penyakit dan kelaparan telah menelan korban; dua Saksi meninggal tidak lama setelah tiba. Jelas, mereka yang selamat sangat membutuhkan perhatian yang pengasih. Kantor Cabang mengambil tindakan mengurus kebutuhan mereka.
Mereka menempati bangunan milik Lembaga di Langeland. Dan di bawah asuhan yang lembut dari Saudara dan Saudari Simon Petersen, ketiga saudara dan kesepuluh saudari tersebut makin membaik keadaannya, secara fisik, mental, dan rohani. Lambat laun, para pengungsi ini pulih tenaganya dan pulang ke negeri mereka masing-masing untuk memulai lagi pekerjaan pengabaran dalam bahasa mereka sendiri—Jerman, Polandia, Rusia, Latvia, dan Lithuania.
Kunjungan-Kunjungan dari Kantor Pusat
Pada awal musim panas tahun 1945, hubungan dengan kantor Lembaga di Brooklyn, New York, dihidupkan kembali. Beberapa waktu kemudian pada tahun itu, komunikasi menjadi lebih diperkuat ketika Nathan H. Knorr, yang menjadi presiden Lembaga sejak tahun 1942, mengunjungi Kopenhagen bersama sekretarisnya, Milton G. Henschel. Ini benar-benar suatu peristiwa besar, karena presiden Lembaga belum pernah mengunjungi Denmark sejak tahun 1927.
Selama kunjungan tersebut, 13 saudara melamar untuk pelatihan utusan injil di Sekolah Alkitab Gilead Menara Pengawal yang baru. Musim panas berikutnya lima orang pertama dari antara mereka berangkat ke Amerika Serikat.
Dua tahun kemudian, dalam perjalanan dinas mereka keliling dunia pada tahun 1947, Saudara Knorr dan Henschel mengunjungi Denmark lagi. Kali ini Saudara Knorr memperkenalkan sesuatu yang baru di Denmark: pemberitaan di jalan menggunakan majalah-majalah. Menawarkan majalah Menara Pengawal dan Sedarlah! kepada orang-orang di jalanan telah terbukti sebagai metode pengabaran yang efektif di Amerika Serikat. Metode pengabaran itu berhasil juga di Denmark, khususnya selama jam-jam sibuk pada hari Jumat.
Lulusan Gilead Membantu
Kembalinya saudara-saudara lulusan Gilead ke Denmark memberikan dorongan besar dalam dinas pengabaran. Kedua lulusan pertama, Johannes dan Christian Rasmussen, kembali melayani sebagai pelayan-pelayan dari jemaat sidang (istilah sekarang ”pengawas wilayah”) sejak awal tahun 1947. Christian kemudian dipindahkan ke Swedia, tempat ia masih melayani di Betel.
Filip Hoffmann adalah lulusan Gilead berikutnya yang kembali ke Denmark. Sebagai pelajaran tambahan di Gilead, ia menerima pelatihan khusus di kantor dan percetakan di Brooklyn. Jadi, dengan kembalinya dia, dimulai suatu perubahan dalam prosedur-prosedur di kantor cabang Denmark. Setelah itu, Saudara Hoffmann ditugaskan ke Jerman untuk melayani di kantor cabang di sana.
Albert dan Margaret West kembali ke Denmark dari Gilead pada bulan Januari 1949. Saudara West ditugaskan sebagai pengawas cabang, menggantikan Saudara Dey, yang ketika itu berusia 69 tahun. Saudara Dey meneruskan pekerjaannya di kantor sampai musim gugur tahun 1950, kemudian ia kembali ke Inggris untuk melayani dengan setia sebagai perintis sampai kematiannya tahun 1963.
Pertumbuhan—Dalam Jumlah dan Kerohanian
Selama tahun-tahun berikutnya, pandangan rohani saudara-saudara terbuka lebar. Mereka dapat melihat diri mereka makin menjadi bagian dari masyarakat internasional dengan pengawasan yang sama. Kebaktian-kebaktian besar di kota New York pada tahun 1950-an, yang dihadiri delegasi-delegasi dari Denmark, menambah kepada hal ini. Mereka melihat dengan mata mereka sendiri kantor pusat dan percetakan dari Saksi-Saksi Yehuwa dan mendengar dengan telinga mereka sendiri beberapa anggota staf kantor pusat menyampaikan khotbah. Semua ini memberi mereka dasar rohani yang baik yang dapat mereka bagikan kepada orang-orang lain sepulangnya nanti.
Jumlah penyiar terus bertambah, sehingga ketika berbagai persiapan sedang dilaksanakan untuk kebaktian pada tahun 1954, telah menjadi jelas bahwa balai kebaktian yang digunakan beberapa kali sebelumnya—balai K.B. Hallen tidak lagi memadai. Maka, saudara-saudara tersebut menyewa gedung terbesar di Denmark, gedung Forum, dekat pusat kota Kopenhagen. Ini merupakan peristiwa besar. Seperti yang dikatakan Johannes Rasmussen, yang ketika itu adalah pengawas distrik, ”Kami dapat mengumpulkan 8.000 orang di balai K.B., dan itu tidaklah luar biasa. Tetapi jika 5.000 datang ke gedung Forum, ini baru berita.”
Persiapan-persiapan dibuat untuk kebaktian terbesar yang pernah diadakan di Denmark sampai saat itu. Cukup tempat untuk 7.000 orang di dalam gedung Forum, dan sejumlah tenda didirikan untuk menampung beberapa ribu orang yang datang membanjir. Meskipun demikian keadaannya sangat ramai selama empat hari kebaktian. Saudara-saudara di sana sangat bersukacita atas banyaknya hadirin, dan antusiasme mereka tidak ada batasnya ketika pada tanggal 8 Agustus, hari Minggu sore, ada 12.097 yang menghadiri khotbah umum!
Seorang Pengawas Cabang yang Baru
Pada hari berikutnya, seorang saudara berasal dari Amerika, Richard E. Abrahamson, tiba untuk menerima tanggung jawab pekerjaan di Denmark. Ia menjadi pengawas cabang kelima dalam waktu beberapa tahun. Saudara West menderita sakit parah pada musim panas tahun 1951 sehingga ia menyerahkan tanggung jawabnya kepada Aage Hau, yang telah dilatih di Gilead. Setahun kemudian, tanggung jawab tersebut dialihkan kepada seorang Kanada, Norman Harper. Sesudah beberapa tahun, pasangan Harper memutuskan untuk kembali ke Kanada karena adanya pertambahan dalam keluarga mereka.
Saudara Abrahamson tiba dari pekerjaan distrik di Inggris. Bersama istrinya, Julia, ia lulus dari Gilead pada tahun 1953 dan sebelumnya telah melayani di kantor pusat Brooklyn untuk beberapa tahun. Ia berumur 31 tahun sewaktu menjadi pengawas cabang, dan ia mengawasi pekerjaan selama lebih dari 26 tahun.
Mengabar di Kepulauan Faeroe
Pada bulan Mei tahun yang sama, tahun 1954, dua perintis istimewa dikirim ke Kepulauan Faeroe, sekelompok kecil pulau-pulau di Atlantik Utara antara Eslandia dengan Kepulauan Shetland. Namun, mereka bukan penyiar-penyiar pertama di pulau itu. Jauh sebelumnya, pada musim panas tahun 1935, dua saudari perintis telah mengadakan perjalanan ke sana. Mereka tinggal selama tiga bulan, mengatur penyiaran sejumlah besar buku dan buku kecil. Namun, para pendeta di sana berhasil mengusir mereka. Sejak tahun 1948 beberapa pengabaran dilakukan lagi di kepulauan tersebut, tetapi berbagai macam kesukaran membatasi pekerjaan.
Pada saat itu dua perintis istimewa, Svend Aage Nielsen dan Edmund Onstad, membuat pekerjaan lebih terorganisasi. Segera mereka mendapatkan sebuah apartemen di pusat kota, Thorshavn, di Strømø, pulau terbesar di Kepulauan Faeroe, yang salah satu ruangannya mereka jadikan Balai Kerajaan. Setelah mengabar di seluruh kota, tujuan mereka berikutnya adalah perkampungan-perkampungan kecil.
Secara keseluruhan, penduduk Kepulauan Faeroe mencerminkan kerasnya alam kepulauan tersebut—dengan bersikap sedikit hati-hati, ragu-ragu, dan agak curiga terhadap orang asing—maka, dibutuhkan waktu dan kesabaran di pihak para perintis untuk dapat mendekati mereka. Para perintis sering mendapati pintu-pintu tertutup bagi mereka. Hanya sesudah mereka ”menghilang” dari wilayah tersebut selama beberapa waktu dan kemudian mulai mengabar lagi, mereka dapat bertatapan muka karena orang-orang menyangka bahwa ”bahaya” telah lewat. Rasa takut terhadap manusia sangat besar. Lektur-lektur yang telah ditempatkan sering dikembalikan; bahkan kadang-kadang buku-buku itu telah menanti para perintis di kantor pos di Thorshavn saat mereka kembali ke kota.
Masalah lainnya adalah sulitnya mendapatkan tempat penginapan di desa-desa. Ini berarti perlu lebih banyak berlayar lagi karena hanya tersedia perjalanan satu-hari dari Thorshavn ke desa-desa itu. Dan Saudara Nielsen satu-satunya yang tidak mudah mabuk laut. Tetapi, sebuah jalan keluar ditemukan. Seorang saudara dari Denmark yang telah bergabung dengan mereka dalam pekerjaan pelayanan perintis memiliki sebuah toko jahit, dan dengan menggabungkan penghasilan dan upaya mereka, mereka berhasil membuat sebuah tenda. Maka dengan membawa ransel, kantong tidur, tas-tas untuk mengabar, dan sebuah tenda, mereka dapat mendaki perbukitan dari desa ke desa dan tidak perlu khawatir mencari tempat bermalam.
Kesukaran-Kesukaran di Klaksvík
Belakangan pada tahun itu, Saudara Nielsen pindah ke kota Klaksvík. Secara kebetulan, begitu ia tiba, konflik yang telah berlangsung lama mencapai klimaksnya. Penduduk setempat menolak menerima orang yang dipilih pihak berwenang Denmark sebagai dokter kepala di rumah sakit kota. Kekerasan meletus! Pada malam hari rantai-rantai besi dilempar ke kabel-kabel listrik sehingga semua lampu di kota padam. Dan celakalah bagi orang Denmark mana pun yang pergi ke luar seorang diri pada malam hari!
Namun, bagaimana Saudara Nielsen dapat pergi dari rumah ke rumah apabila seluruh kota seperti sarang lebah yang marah? Ia menceritakan, ”Saya mendapat ide sewaktu hari pertama saya berdinas, sebuah ide yang tidak pernah saya pakai sebelumnya maupun setelahnya. Cukup saya membawa Alkitab secara terbuka di tangan sejak keluar rumah sampai pulang. Dengan cara ini saya selalu dapat berbicara lama dengan orang-orang, meskipun mereka masih belum berani mengundang saya masuk. . . . Seorang ibu rumah tangga berkata, ’Tahukah Anda apa yang orang-orang katakan? Bahwa tak seorang pun yang dapat mencelakakan Anda karena setiap saat Anda membawa Alkitab di tangan.’”
Lebih Banyak Perintis Terjun dalam Dinas
Pada musim panas tahun 1957, Anders Andersen ditugaskan ke Kepulauan Faeroe, tempat ia melayani sebagai perintis istimewa di wilayah Klaksvík. Ia juga mengadakan kunjungan tetap tentu ke sidang kecil yang baru didirikan di Thorshavn dan ke Saudara Onstad, yang mengabar di sebelah selatan Pulau Suderø.
Tahun berikutnya sepasang suami-istri tiba, Svend dan Ruth Molbech. Sekarang para saudari juga dapat memberi dukungan yang baik dalam dinas, dan kaum wanita setempat yang memperlihatkan minat, dapat dilayani dengan lebih baik. Adalah canggung bagi para saudara lajang untuk membuat kunjungan kembali secara tetap tentu kepada para wanita, terutama bila suami-suami mereka sedang pergi menangkap ikan untuk waktu yang lama.
Memberi Kesaksian dengan Film-Film Lembaga
Film-film Lembaga, The New World Society in Action (Masyarakat Dunia Baru Beraksi) dan The Happiness of the New World Society (Kebahagiaan Masyarakat Dunia Baru), menimbulkan minat terhadap kabar baik di perkampungan-perkampungan kecil. Film-film ini mempertunjukkan bahwa Saksi-Saksi bukanlah sekte setempat melainkan suatu persaudaraan seluas dunia.
Di Vestmanna, Strømø, gedung bioskop dipesan. Orang-orang dewasa dan anak-anak, seluruhnya ada lebih dari 80 orang, memenuhi ruangan lama sebelum pertunjukan dimulai. Lamanya menunggu tidak menjadi masalah bagi orang-orang Faeroe; tidak ada jadwal waktu yang kaku bagi mereka. Hanya bila sebuah kapal nelayan kembali mereka semua dengan segera berduyun-duyun ke pelabuhan. Hal ini terjadi selama pertunjukan salah satu dari film Lembaga. Tepat di pertengahan pertunjukan, suara peluit uap mengumandang di udara, memberi tahu kembalinya para bapak, putra, dan saudara lelaki dari laut. Dalam sekejap pertemuan terhenti sama sekali; semua orang bergegas ke jendela-jendela untuk melihat kapal apa yang telah merapat. Kemudian, mereka semua keluar! Gedung menjadi kosong dalam beberapa detik; hanya penjaga dari gedung bioskop itu dan beberapa orang tua tetap tinggal untuk menyaksikan sisa dari film tersebut.
Seorang Penduduk Faeroe Menyatakan Pendiriannya
Ketika Saudara Andersen sedang mengabar di kepulauan sebelah utara, ia bertemu seorang penduduk Faeroe, John Mikkelsen, yang menunjukkan minat. Namun, dengan pembawaannya sebagai orang Faeroe yang mengerjakan segala sesuatu dengan santai, John tidak segera membuat perubahan. Dua saudari perintis istimewa meneruskan pekerjaan menyiram minat tersebut, dan dengan upaya-upaya mereka yang baik hati, istri John, Sonja, menjadi berminat pula dan bergabung dalam pengajaran Alkitab. Lambat laun, kedua suami-istri ini menyatakan pendirian mereka untuk kebenaran, dan John akhirnya menjadi orang Faeroe pertama yang dilantik sebagai penatua.
Segera, para perintis yang terpencil ini mendapat bantuan dari keluarga-keluarga yang pindah dari Denmark untuk melayani di tempat yang lebih memerlukan tenaga. Ini menghasilkan pengaruh yang baik, karena banyak orang di daerah itu menyangka bahwa iman kita hanya untuk para utusan injil, bukan untuk orang-orang ”biasa”. Namun, mereka menghormati keluarga-keluarga yang tinggal dan bekerja di tengah-tengah mereka. Keluarga pendatang baru yang pertama adalah Anker dan Dora Nygaard beserta empat anak mereka. Mereka tiba pada tahun 1959 dan memberikan sumbangan yang besar bagi pertambahan di Kepulauan Faeroe.
Di daerah Faeroe, gelombang pertama perintis istimewa membutuhkan delapan sampai sepuluh tahun kesabaran dan kerja keras untuk membuka daerah tersebut. Mereka telah menanggung tantangan terberat yang dilancarkan para pemimpin agama dan telah memelopori pencarian orang-orang yang tulus hati. Pada saat itu, dianggap bijaksana untuk membiarkan para perintis ini kembali ke daerah-daerah yang kurang terisolasi di Denmark dan mendatangkan perintis-perintis lain untuk meneruskan pekerjaan mereka.
Ke Tanah Hijau—Negeri Es dan Salju
Pada pertengahan tahun 1950-an, waktunya juga telah tiba untuk memperkenalkan kabar baik ke negeri es dan salju, Tanah hijau, sebuah pulau yang luas dengan iklim yang dingin dan dengan es yang menutupi hingga setebal tiga kilometer. Selama bertahun-tahun Tanah Hijau memiliki status sebagai koloni dari Denmark, dan satu-satunya agama yang diizinkan beroperasi di sana adalah Persekutuan Moravian, yang telah memisahkan diri pada tahun 1900, serta gereja nasional Denmark. Namun, dengan berlakunya Undang-Undang Dasar Denmark yang baru pada tahun 1953, terbukalah jalan bagi Saksi-Saksi untuk ditugaskan di sana.
Pada bulan Januari 1955, dua perintis istimewa, Kristen Lauritsen dan Arne Hjelm, tiba dengan kapal di ibukota, yaitu Godthåb (Nuuk). Tugas yang menanti mereka sangat besar. Dengan ibukota sebagai titik awal, mereka mengerjakan daerah sepanjang 1.600 kilometer di pantai sebelah barat, tempat kurang lebih 25.000 penduduk tinggal pada waktu itu, tersebar di 200 kota, desa, dan kampung.
Mereka mulai dengan kota utama. Pada mulanya banyak yang dengan penuh minat mendengarkan. Kemudian tanggapan mereka berubah. Apa yang telah terjadi? Pendeta kepala Tanah Hijau telah mencetak sebuah pamflet melawan Saksi-Saksi dan menyebarkannya di antara penduduk Tanah Hijau. Ia mencoba menimbulkan perasaan menentang yang kuat atas pekerjaan Saksi-Saksi dengan harapan dapat menekannya sejak awal.
Menelusuri Sepanjang Pantai
Saudara-saudara terus mengabar tanpa gentar. Setelah merayakan Perjamuan Malam, mereka memulai berbagai persiapan untuk perjalanan pengabaran yang panjang selama musim panas. Pada akhir bulan April, perahu pantai pertama tiba untuk melanjutkan perjalanannya ke utara. Para perintis tersebut membawa sebuah tenda dan meloncat naik.
Perjalanan membawa mereka ke kota-kota seperti Holsteinsborg, Egedesminde, Jakobshavn, kota penambangan batu bara Qutdligssat, Umanak, dan Upernavik, sasaran paling utara dari perjalanan mereka, lebih dari 1.000 kilometer dari tempat mereka pertama berangkat. Di mana-mana, mereka menyebarkan kabar baik, sekaligus menempatkan beberapa risalah berbahasa Tanah Hijau.
Perjalanan pengabaran mereka yang panjang berikutnya mengantar mereka ke Julianehåb, 500 kilometer lebih di selatan Godthåb. Di sana cuacanya lebih sejuk, dan segala sesuatu tampak lebih hijau dan lebih ramah. Setelah perjalanan ke Narsaq, Nanortalik, dan Sydprøven, saudara-saudara tersebut kembali ke Godthåb; dengan demikian mereka telah menyelesaikan perjalanan pengabaran mereka yang panjang selama musim panas yang pertama di Tanah Hijau. Seluruh pantai sebelah barat telah menerima kesaksian mengenai maksud-tujuan Yehuwa.
Perjalanan-perjalanan pertama ini tentunya menambah pengalaman hidup saudara-saudara itu. Meskipun mereka lebih menyukai tidur di tempat tidur yang hangat, mereka mendapati bahwa berkemah memiliki daya tarik tersendiri. Namun, satu kelemahan dari berkemah ada kaitannya dengan anjing-anjing penarik di Tanah Hijau, yang dipakai penduduk Tanah Hijau mulai dari Holsteinsborg ke utara. Anjing-anjing tersebut akan berlari bolak-balik di bawah tali-tali tenda, dan mereka akan menggigit tali-tali tersebut. Saudara-saudara itu cepat belajar bahwa mereka hendaknya tidak pernah menyimpan makanan di dalam tenda mereka, kecuali jika terlindung dengan baik; kalau tidak, anjing-anjing tersebut akan membongkar dan memakan semuanya. Oleh karena itu, mereka biasanya menaruh persediaan makanan mereka di atas atap gudang atau menggantungnya dalam sebuah tas di tiang yang tidak dapat dijangkau moncong-moncong yang siap menggigit. Tetapi di Umanak ini tidak berhasil. Anjing-anjing melompat dan menggigit, membuat sebuah lubang pada kantong makanan—dan persediaan makanan mereka berjatuhan ke luar, termasuk sosis-sosis, keju, mentega, dan makanan yang enak lainnya, yang dengan cepat dilahap anjing-anjing tersebut.
Kadang-kadang saudara-saudara itu menghadapi perlawanan para pendeta, namun secara keseluruhan, pengalaman mereka adalah bahwa penduduk Tanah Hijau baik, mudah ditemui, dan murah hati. Sering kali, banyak yang datang kepada mereka pada malam hari untuk mengajukan berbagai pertanyaan. Tidak diragukan, banyak yang dapat dilakukan di daerah tersebut. Akan tetapi saudara-saudara ini tidak mengetahui berapa lama mereka harus bekerja dengan penuh kesabaran sebelum suatu kemajuan dapat terlihat.
Lebih Banyak Bantuan untuk Tanah Hijau
Suatu bantuan yang baik dalam penggambaran pekerjaan Saksi-Saksi Yehuwa adalah film The New World Society in Action (Masyarakat Dunia Baru Beraksi). Selama musim dingin, film tersebut dipertunjukkan tiga kali di Godthåb, selalu dengan jumlah hadirin yang membeludak. Kemudian pada tahun 1957 datang film The Happiness of the New World Society (Kebahagiaan Masyarakat Dunia Baru), dengan komentar dalam bahasa Tanah Hijau yang direkam di sebuah kaset yang diputar bersama film tersebut. Bertahun-tahun kemudian, ketika menjelaskan situasi keagamaan di Tanah Hijau, pendeta kepala di Tanah Hijau mengatakan, ”Saksi-Saksi Yehuwa adalah yang paling agresif. Mereka dengan cepat menelusuri pantai mempertunjukkan film ini mengenai hal-hal yang mulia dalam Milenium. Dan film-film berwarna ini memang mengesankan.”
Pada tahun 1958 barisan perintis berlipat dua menjadi empat orang jumlahnya. Dan satu lagi tiba pada musim semi berikutnya. Bagaimana ini terjadi? Saudara Lauritsen, dalam perjalanannya ke kebaktian internasional di kota New York, bertemu dengan seorang saudari perintis berkebangsaan Inggris, Joan Bramham. Selanjutnya dapat diterka. Ia menjadi istri dan rekan sekerjanya. Saudari ini mencapai prestasi yang mengagumkan dengan berhasil mempelajari bahasa Denmark dan Tanah Hijau. Kemudian Saudara dan Saudari Lauritsen mengerjakan daerah bagian selatan Tanah Hijau, sementara perintis istimewa lainnya meneruskan di bagian tengah dan utara.
Di Denmark—Kemajuan dan Penyaringan
Kemajuan di Denmark berlanjut, sehingga pada bulan April 1955 ada 9.207 penyiar menyebarkan buku kecil Christendom or Christianity—Which One Is ”the Light of the World”? (Susunan Kristen atau Kekristenan—yang Mana ”Terang Dunia”?) Peristiwa besar berikutnya adalah kebaktian musim panas. Hampir 6.000 orang Denmark mengadakan perjalanan ke Stockholm, ibu kota Swedia, untuk menghadiri Kebaktian ”Kemenangan Kerajaan”—untuk pertama kalinya sebagian besar saudara dari Denmark pergi ke kebaktian internasional. Acara dan pergaulan dengan begitu banyak saudara dari Norwegia dan Swedia maupun delegasi dari negara-negara lain, memberi mereka dorongan rohani yang dibutuhkan untuk meningkatkan upaya-upaya dalam pelayanan mereka.
Tetapi tidak semua turut bersukacita. Beberapa penyiar memperlihatkan perasaan tidak senang dengan semua petunjuk baru dari kantor pusat sedunia. Orang-orang yang tidak puas lainnya tidak menyetujui begitu banyak penekanan dari Menara Pengawal mengenai kehidupan Kristen, moral yang bersih, dan mengenai pemecatan orang bersalah yang tidak bertobat. Maka, ada orang-orang yang jatuh. Materialisme dan takut akan manusia menelan yang lainnya. Namun, sebagian besar tetap setia, dan organisasi ini bertambah kuat secara intern.
Kebaktian-Kebaktian Berpindah ke Tempat Terbuka
Telah bertahun-tahun kebaktian-kebaktian diadakan di ruangan sekolah dan gedung konser serta gedung-gedung olahraga, sekarang dirasakan perlu untuk pindah ke tempat terbuka untuk menampung banyak hadirin kebaktian. Maka, pada tahun 1956, Stadion Århus, dengan latar seperti taman yang indah, disewa. Sebuah tempat perkemahan digunakan oleh hampir 3.000 saudara dan saudari—suatu bentuk akomodasi kebaktian yang masih dinikmati.
Khotbah umum didengar oleh lebih dari 10.000 orang. Namun, bagi banyak saudara, yang menjadi titik puncak dari kebaktian adalah penerimaan sebuah resolusi yang ditujukan kepada perdana menteri Soviet Nikolay A. Bulganin, yang memprotes perlakuan terhadap Saksi-Saksi Yehuwa di negeri yang ketika itu adalah Uni Soviet. Pokok-pokok utama dari resolusi ini dicetak dalam 28 surat kabar—cukup baik untuk sebuah negara sekecil Denmark.
Mengatasi Rintangan-Rintangan Hukum dalam Pengabaran
Beberapa bulan kemudian, sebuah kasus hukum yang melibatkan pekerjaan pemberitaan injil mencapai klimaksnya. Kementerian Perdagangan telah menuduh bahwa kegiatan dari Lembaga Menara Pengawal sesungguhnya komersial karena penerbitan majalah-majalah dan buku-buku serta penyebarannya kepada khalayak ramai oleh Saksi-Saksi Yehuwa. Oleh karena itu, pengabaran dari rumah ke rumah oleh Saksi-Saksi Yehuwa berada di bawah pembatasan dari undang-undang perdagangan, termasuk pelaksanaan secara ketat jam tutup toko. Untuk menegaskan dasar kegiatan pengabaran non-komersial, perkara ini diteruskan ke Mahkamah Agung. Keputusannya menentang Saksi-Saksi.
Akibatnya, suatu badan usaha penerbitan dan percetakan komersial yang terpisah didirikan, dan badan usaha ini mengurus penyediaan majalah dan lektur Alkitab lainnya untuk sidang-sidang guna dipakai dalam pekerjaan pendidikan Alkitab non-komersial mereka. Lembaga Alkitab dan Risalah Menara Pengawal Denmark tetap mempertahankan status non-komersialnya dan terus mengatur kegiatan-kegiatan rohani dari Saksi-Saksi, termasuk pelayanan mereka dari rumah ke rumah yang tetap dilanjutkan.
Beberapa tahun kemudian, pemerintahan setempat menolak hak pribadi Saksi-Saksi untuk menyebarkan majalah-majalah dari rumah ke rumah tanpa surat izin dan di luar jam buka toko. Sekali lagi Mahkamah Agung memutuskan menentang Saksi-Saksi. Namun, saudara-saudara telah menegaskan sifat dasar non-komersial dari pekerjaan mereka dengan menyebarkan buku bacaan Alkitab tanpa bayaran kepada semua yang berhasrat membacanya, dan mereka mendukung semua kegiatan seperti itu dengan biaya mereka sendiri.
Kantor Cabang Baru—Dengan Percetakan
Rumah Betel di Søndre Fasanvej menjadi semakin terlalu sempit, maka rencana-rencana dibuat untuk membangun sebuah gedung kantor cabang baru. Tampaknya praktis bagi kantor cabang untuk mengerjakan seluruh pencetakan majalah Menara Pengawal dan Sedarlah! untuk menghindari kerugian-kerugian akibat pemogokan serta kenaikan upah di kalangan percetakan dunia. (Pada tahun 1947 sebuah pemogokan seperti itu telah menghentikan pencetakan majalah-majalah selama tiga bulan.)
Karena itu, sebidang tanah yang cocok ditemukan di daerah hutan yang menyenangkan di pinggiran kota Virum, dan ketika Saudara Knorr mengunjungi Denmark untuk meninjau pekerjaan pembangunan pada akhir tahun 1956, pengecoran beton sedang berlangsung dengan baik—meskipun semua pekerja sukarela pembangunan sudah mau menikmati waktu istirahat tepat ketika Saudara Knorr tiba di tempat itu!
Musim salju yang sejuk dan banyaknya pekerja sukarela membantu menyumbang penyelesaian pekerjaan beton pada bulan Februari 1957, dan pada tanggal 31 Agustus, kantor cabang yang baru siap untuk ditahbiskan. Ke-24 anggota keluarga Betel sudah menempatinya selama sebulan, dan pada waktu itu mereka mencetak majalah Menara Pengawal dan Sedarlah! edisi 1 dan 8 Oktober dalam bahasa Denmark—terbitan-terbitan pertama yang tidak dicetak oleh percetakan duniawi. Mulai saat itu, majalah Sedarlah! dicetak dua kali sebulan seperti majalah Menara Pengawal, dan kedua majalah tersebut disajikan dalam ukuran yang lebih mudah dipegang, seraya jumlah halaman meningkat dari 16 menjadi 24.
Tuan Rumah untuk Kebaktian Internasional
Pada tahun 1961, untuk pertama kalinya, saudara-saudara dari Denmark melayani sebagai tuan rumah bagi sebuah kebaktian internasional. Sebuah stadion sepakbola yang besar disewa, Kopenhagen Idrætspark—tempat diadakan banyak pertandingan sepakbola nasional. Setelah persiapan-persiapan yang intensif, memperoleh izin-izin yang tidak terhitung banyaknya dari penguasa setempat, mendapatkan lebih dari 15.000 akomodasi pribadi dan 800 tempat tidur hotel, dan mengatur tempat perkemahan untuk lebih dari 5.000 orang, segala sesuatu akhirnya siap untuk menerima banyak tamu dari 30 negara lebih.
Pada saat terakhir, sebuah masalah yang serius tiba-tiba muncul: Direktorat Penerbangan Denmark menolak izin mendarat bagi 27 pesawat dari Amerika Serikat dengan 2.691 hadirin kebaktian di dalamnya. Beberapa jam yang melelahkan menyusul, dan hanya sesudah permohonan pribadi kepada perdana menteri, yang sedang berlibur, izin mendarat diberikan dan ditelegram ke perusahaan penerbangan tersebut di Amerika Serikat—hanya beberapa jam sebelum pesawat pertama dijadwalkan berangkat ke Kopenhagen.
Kebaktian tersebut merupakan pengalaman yang luar biasa. Meskipun para delegasi berasal dari berbagai kebangsaan dan ras, mereka mempraktikkan tema kebaktian ”Para Penyembah yang Bersatu Padu”. Acara diadakan secara serentak dalam lima bahasa, sehingga saudara-saudara dari Denmark, Swedia, Norwegia, Finlandia, dan Inggris dapat mengikutinya dalam bahasa mereka sendiri. Hari Minggu sore, stadion tersebut dipadati banyak orang. Kerumunan orang meluap sampai ke taman yang terletak dekat stadion, tempat beberapa ribu orang mendengar khotbah umum melalui pengeras suara. Berita sederhana dan sangat kuat dari Saudara Knorr mencapai 33.513 orang.
Komentar-komentar dari para pendeta terkemuka mengisyaratkan kekhawatiran. Mereka mengakui, ”Saksi-Saksi Yehuwa sibuk.” ”Sekte ini memberi kesaksian—ini tidak dapat disangkal.” ”Semangat rela berkorban orang-orang ini sungguh luar biasa.” Para pendeta harus bertanya, ”Apakah kami sibuk?” ”Apa yang kami beritakan dan untuk apa?” ”Apakah hati kami telah menjadi dingin dan ragu-ragu?” Pernyataan umum seperti itu menunjukkan bahwa kesaksian yang hebat telah diberikan sehubungan dengan kebaktian tersebut.
Kebaktian Terbesar yang Pernah Diadakan di Skandinavia
Pada tahun 1969, saudara-saudara dari Denmark memiliki hak istimewa lagi untuk menjadi tuan rumah bagi sebuah kebaktian internasional, kebaktian ”Damai di Atas Bumi”, yang terbukti menjadi kebaktian terbesar yang pernah diadakan di Skandinavia. Dalam banyak hal kebaktian ini diadakan dengan cara yang serupa dengan kebaktian pada tahun 1961, hanya ini lebih besar dalam segala bidang. Dan betapa senang mendengar ada 42.073 orang yang menghadiri khotbah umum Saudara Knorr!
Surat-surat kabar Denmark menyediakan lebih dari 8.000 sentimeter untuk kebaktian tersebut. Salah satu dari harian Kopenhagen terbesar, Berlingske Tidende, memuat tajuk rencana, ”Pertemuan secara besar-besaran jarang diadakan di Denmark. . . . Maka cukup wajar bahwa kebaktian internasional dari Saksi-Saksi Yehuwa di Kopenhagen minggu ini menarik banyak perhatian. . . . Saksi-Saksi Yehuwa merupakan suatu tantangan bagi gereja nasional. . . . Seseorang mungkin dapat berharap bahwa gereja akan bekerja, meskipun hanya separuh dari kerajinan Saksi-Saksi, untuk menyebarkan keterangan mengenai apa sebenarnya kekristenan sebagaimana Saksi-Saksi lakukan di segala pelosok untuk menyebarkan impian masa seribu tahun mereka.”
Gambar-Gambar sebagai Bantuan Pengajaran
Drama-drama Alkitab merupakan acara puncak yang mendidik dan menggetarkan hati di kebaktian-kebaktian distrik. Di Denmark, sejak awal tahun 1970-an, suatu unsur yang unik telah dihubungkan dengan persiapan-persiapan ini. Banyak drama-drama difoto untuk berbagai pertunjukan slide. Mengapa demikian?
Pertama-tama, pemotretan ini dilakukan agar drama-drama tersebut dapat dipertunjukkan di kebaktian-kebaktian di Kepulauan Faeroe dan Tanah Hijau. Di sana, jumlah saudara yang ada tidak cukup untuk mementaskan seluruh drama, maka drama-drama harus dipersembahkan dalam suara saja. Kemudian seorang saudara yang pernah menjadi manajer sebuah perusahaan perfilman mendapat gagasan. Mengapa tidak mempertunjukkan slide-slide drama bersama suara yang mengiringinya?
Sebuah percobaan dilakukan, dan hasilnya memuaskan. Sejak itu mutunya terus berkembang. Agar tercipta sebuah latar yang alami, peralatan-peralatan yang digunakan lebih banyak daripada yang digunakan pada kebaktian distrik. Dalam beberapa adegan, susunan panggung yang besar dibangun—sebuah pasar di Babel, sebuah rumah di Roma, sebuah pintu gerbang kota di Yerusalem—semuanya dari kayu dan gabus plastik (polystyrene). Hasilnya sangat meyakinkan dan membuat drama tersebut hidup ketika dipertunjukkan dalam bentuk slide. Perangkat-perangkat slide ini sekarang tidak hanya dipakai di Kepulauan Faeroe dan Tanah Hijau saja tetapi juga di banyak negeri lainnya, yang tidak praktis untuk mempersembahkan drama-drama secara langsung.
Suatu Tempat Berpijak yang Lebih Kuat di Kepulauan Faeroe
Pada akhir tahun 1960-an, kebenaran memperoleh tempat berpijak yang lebih kuat di Kepulauan Faeroe. Keluarga-keluarga yang telah pindah dari Denmark ke sana memberi dukungan yang baik di ladang dan membantu memperkuat sidang-sidang. Di beberapa tempat, mereka bekerja sama dengan sidang dalam membangun sebuah rumah yang termasuk sebuah Balai Kerajaan. Pada bulan Oktober 1967 di Thorshavn, Balai Kerajaan di rumah Rasmus Nygaard ditahbiskan. Tahun berikutnya, sebuah balai yang serupa diserahkan untuk digunakan di Klaksvík. Hal ini menegaskan lebih lanjut kesan penduduk setempat: Saksi-Saksi berada di sana untuk menetap.
Ini juga mengesankan penduduk bahwa lebih banyak keluarga orang Faeroe menerima kebenaran. Ketika, misalnya, Anna Nolsøe belajar kebenaran di Kopenhagen pada tahun 1961, ia kembali ke daerah asalnya, Kepulauan Faeroe, untuk mengabar, dan segera 3 dari 13 saudara kandungnya dibaptis. Sejak itu kebenaran telah menyebar di keluarganya seperti riak-riak yang meluas di air, sehingga terdapat Saksi-Saksi dari tiga generasi. Kisah-kisah yang serupa dapat diceritakan oleh keluarga-keluarga lain.
Kebaktian ”Besar” di Thorshavn
Kebaktian distrik pertama di Thorshavn direncanakan tahun 1971. Rumah Rasmus Nygaard menjadi kantor pusat kebaktian dan penuh dengan kegiatan. Dan untuk pertama kalinya, para penyiar terlihat di jalan-jalan Thorshavn mengenakan sandwich boards (dua papan iklan, satu diletakkan di depan tubuh dan satunya di belakang), suatu pemandangan yang banyak menarik perhatian.
Ini merupakan kebaktian yang sungguh menyenangkan, dengan 461 hadirin selama khotbah umum. Kebaktian tersebut menjadi titik balik bagi beberapa penyiar dari Denmark yang sekarang memutuskan pindah ke sana untuk melayani di tempat yang memerlukan lebih banyak tenaga.
Kemajuan di Tanah Hijau
Di Tanah Hijau para perintis yang sedikit jumlahnya meneruskan secara teratur pekerjaan pengabaran, dibantu oleh keluarga-keluarga yang telah pindah dari Denmark sejak tahun 1961. Banyak pengabaran dilakukan, dan penduduk Tanah Hijau mendengar dengan baik, tetapi hasil yang nyata sedikit. Satu masalah yang besar adalah bahasa. Beberapa penduduk Tanah Hijau dapat sedikit berbicara bahasa Denmark tetapi tidak cukup untuk mendalami pembahasan rohani. Dan meskipun para penyiar berupaya sungguh-sungguh mengabar dalam bahasa Tanah Hijau, jarang mereka dahulu mempelajarinya dengan cukup baik sehingga dapat digunakan untuk mengajar Alkitab. Sering mereka harus puas dengan menghafalkan susunan kata-kata yang singkat sebagai kata pengantar kemudian membacakan Alkitab kepada seorang penghuni rumah. Untuk suatu masa, kartu-kartu kesaksian dan pita-kaset khotbah-khotbah digunakan.
Jelas terdapat kebutuhan akan publikasi yang lebih banyak untuk menjelaskan kebenaran dalam bahasa Tanah Hijau. Tetapi, siapa yang dapat menerjemahkan? Sampai saat itu, penerjemah dunia telah digunakan—bukan suatu penyelesaian yang memuaskan. Selama suatu kunjungan pada tahun 1965, Jørgen Larsen dari kantor cabang menganjurkan Saudari Lauritsen untuk bekerja menjadi penerjemah bahasa Tanah Hijau. Ia menerima tantangan tersebut. Sebuah buku kecil dan beberapa risalah adalah hasil yang pertama, dan sejak bulan Januari 1973, majalah Menara Pengawal diterbitkan sebulan sekali dengan edisi 16 halaman memakai nama dalam bahasa Tanah Hijau Napasuliaq Alapernaarsuiffik. Ini merupakan suatu langkah besar ke depan. Sekarang jauh lebih mudah untuk memberikan kesaksian yang saksama dalam bahasa setempat. Pada tahun yang sama, buku Kebenaran yang Membimbing Kepada Hidup yang Kekal diterbitkan, bantuan baik lainnya dalam pekerjaan pengajaran Alkitab.
Juga, para penyiar di Godthåb membutuhkan fasilitas perhimpunan yang lebih memadai. Akan tetapi kota tersebut juga menghadapi masalah-masalah perumahannya sendiri; sehingga suatu hal yang hampir mustahil untuk memiliki sebuah Balai Kerajaan. Namun tidak jauh dari pusat kota, seorang saudara telah membeli sebuah pondok kecil dari kayu di atas bukit batu dengan pemandangan ke fyord (celah sempit yang jauh masuk ke darat) Godthåb. Maka, pada tahun 1970, dengan bantuan keuangan dari sidang-sidang Kopenhagen dan bantuan konstruksi secara profesional dari perintis-perintis istimewa, dapat dibangun suatu bagian tambahan dari rumah tersebut, yang termasuk sebuah Balai Kerajaan dan apartemen-apartemen untuk dua pasang perintis.
Lebih banyak perintis ditugaskan, dan selama beberapa tahun berikutnya, para penyiar dan keluarga menetap di beberapa kota di sepanjang pantai. Pada tahun 1973-74 telah ada beberapa kelompok atau sidang kecil di delapan kota. Akhirnya, pada tahun 1973, seorang wanita menetapkan pendiriannya terhadap kebenaran, dan menjadi orang Tanah Hijau pertama yang dibaptis di Tanah Hijau. Pada tahun 1976 seorang saudari Tanah Hijau lainnya bergabung dengan kelompok ini. Namun, kapan penuaian yang nyata tiba?
Balai Kebaktian Denmark yang Pertama
Sementara itu, Denmark juga memiliki masalah dalam menentukan lokasi berbagai fasilitas yang sesuai untuk kebaktian wilayah. Di negeri-negeri lain, saudara-saudara telah mulai membangun Balai Kebaktian yang dibangun khusus untuk maksud tersebut. Mungkinkah ini juga menjadi jalan keluar bagi Denmark?
Sekelompok penatua dari Fyn dan Jutlandia menyelidiki kemungkinannya. Tanggapan saudara-saudara begitu baik sehingga diputuskan membangun sebuah Balai Kebaktian untuk melayani wilayah-wilayah bagian barat dari Great Belt (selat antara Zealandia dan Pulau Fyn). Sekitar 2 hektar daerah hutan di luar kota Silkeborg dibeli. Penggalian dimulai pada tanggal 18 Maret 1978, dan satu tahun kurang satu hari kemudian, sebuah gedung besar berbentuk huruf H dari batu bata merah siap untuk ditahbiskan, dengan sebuah auditorium untuk 900 orang dan ruang makan untuk 300 orang, maupun fasilitas-fasilitas penting lainnya.
Sebuah Kantor Cabang yang Baru
Sementara itu, proyek pembangunan teokratis lainnya direncanakan. Kondisi kantor cabang di Virum telah sempit. Fasilitas-fasilitas yang besar terasa amat dibutuhkan.
Tanah yang cocok ditemukan di kota Holbæk, kurang dari 72 kilometer sebelah barat Kopenhagen. Luasnya sekitar 6 hektar, suatu daerah perbukitan dengan pemandangan yang indah dari fyord Holbæk. Berbagai rencana dibuat, dan surat-surat permohonan diisi. Tetapi ketika seorang pejabat yang ramah dari kantor pengukuran tanah mendengar bahwa kompleks ini, dengan luas lantai sekitar 14.000 meter persegi akan dibangun oleh Saksi-Saksi sendiri, ia dengan tegas menyarankan sebaiknya ini tidak dicoba.
”Tetapi tidak ada yang mustahil bagi Yehuwa,” komentar Filip Hoffmann, koordinator proyek ini. ”Keluarga konstruksi berangkat, berjumlah sekitar 200 orang, dan mereka mendapat dukungan yang baik dari para sukarelawan selama tiap akhir pekan. Bahkan musim salju terdingin pada abad ini pun, dengan temperatur dari minus 10 sampai minus 20 derajat Celsius selama beberapa minggu, tidak dapat menghentikan mereka. Setelah hanya seratus minggu, gedung-gedung itu siap untuk ditahbiskan pada tanggal 21 Mei 1983.”
Keluarga Pindah ke Rumah Barunya
Keluarga Betel pindah ke rumah baru itu pada bulan Agustus 1982. Sepasang suami-istri yang tidak ikut pindah bersama mereka adalah Richard dan Julia Abrahamson. Selama bertahun-tahun Saudara Abrahamson mengambil pimpinan dalam pekerjaan di Denmark dan telah menjadi inspirasi bagi banyak saudara; ia dan istrinya telah memenangkan tempat di dalam hati Saksi-Saksi di Denmark. Namun, pada akhir tahun 1980, mereka ditugaskan ke kantor pusat sedunia Lembaga di Brooklyn, New York. Maka keluarga Betel Denmark memberi salam perpisahan yang menyedihkan kepada mereka pada awal bulan Januari 1981.
Jabatan koordinator Panitia Cabang diberikan kepada Jørgen Larsen, yang memiliki pengalaman dalam pelayanan sepenuh waktu sejak tahun 1951 termasuk pelatihan di Gilead dua kali, lulus pada tahun 1959 dan tahun 1965. Bersama istrinya, Anna, ia telah membaktikan beberapa tahun sebagai pengawas wilayah dan kemudian melayani di Betel dalam Departemen Dinas dan Departemen Penerjemahan.
Penahbisan Kompleks Kantor Cabang
Beberapa hari sebelum penahbisan, para pemasok dan para pejabat pemerintah diundang ke resepsi khusus. Selama tur ke gedung-gedung, mereka memuji saudara-saudara atas pilihan bahan-bahan, keterampilan yang baik, dan dekorasi—suatu standar yang telah mereka ketahui pada masa muda mereka tetapi tidak pernah mereka lihat lagi. Ketika pejabat yang memiliki maksud baik dari kantor pengukuran tanah diingatkan akan keberatannya mula-mula, ia tersenyum dan berkata, ”Begini, pada saat itu saya tidak mengetahui organisasi macam apa yang kalian miliki.”
Ketujuh ratus saudara dan saudari yang diundang ke penahbisan tidak hanya mengagumi gedung-gedung yang menawan tetapi juga dikesankan oleh ukuran dari kompleks tersebut. Seperti Christian Rømer katakan, ”Saya terkesima melihat gedung-gedung ini bila saya memikirkan semua upaya yang harus dikerahkan untuk membuatnya.” Semua setuju dengan Daniel Sydlik dari Badan Pimpinan ketika ia menunjukkan dalam khotbah penahbisannya bahwa pengorbanan bagi Yehuwa menuntut sesuatu dari kita. Proyek pembangunan ini telah menuntut biaya dan upaya, tetapi pengorbanan ini telah diberikan dengan senang hati karena hal-hal ini membantu memajukan pekerjaan Yehuwa.
Kebutuhan Rohani Terpenuhi
Kompleks kantor cabang yang baru memiliki ruangan yang cukup untuk memenuhi hasrat yang sudah lama terpendam, yaitu lebih banyak penerjemah agar proyek-proyek baru dapat diadakan. Majalah Menara Pengawal dan Sedarlah! dalam bahasa Denmark ditambah jumlah halamannya dari 24 menjadi 32; Yearbook (Buku Tahunan) mulai diterbitkan dalam bahasa Denmark; dan penerjemahan buku Aid to Bible Understanding dimulai.
Dua publikasi telah membuat sejarah di Denmark. New World Translation of the Holy Scriptures, dikeluarkan pada bulan April 1985, dan buku Comprehensive Concordance, diterbitkan pada tahun 1988 dan disusun dengan bantuan peralatan komputer. Ini pertama kalinya suatu kelompok di luar gereja nasional Denmark menerbitkan sebuah terjemahan dari seluruh Alkitab dan pertama kali pula sebuah indeks Alkitab yang luas dicetak dalam bahasa Denmark.
Sementara itu, ruangan tambahan di fasilitas baru ini memungkinkan untuk dikerjakannya Watch Tower Publications Index 1930-1985 secara luas. Alat yang berharga bagi siswa-siswa Alkitab ini diperkenalkan pada kebaktian tahun 1991. Pada kebaktian ini, buku pertama lainnya diperkenalkan—sebuah buku baru diterbitkan secara serentak dalam tiga bahasa yang dipakai di bawah pengawasan cabang Denmark. Buku Tokoh Terbesar Sepanjang Masa diterbitkan dalam bahasa Denmark, Faeroe, dan Tanah Hijau.
Pembangunan sebuah studio suara yang baru memungkinkan perekaman kaset-kaset yang berkualitas baik. Seluruh Kitab-Kitab Yunani Kristen dan kira-kira setengah dari Kitab-Kitab Ibrani sejauh ini telah direkam; dan demi manfaat orang yang kurang baik penglihatannya atau sulit dalam membaca, artikel dari Menara Pengawal direkam dan dikirim kepada 350 pelanggan dua kali dalam sebulan.
Langkah maju berikutnya adalah peralihan ke phototypesetting dengan komputer dan percetakan ofset yang modern. Arne S. Nielsen, pengawas percetakan, berkomentar, ”Hal ini merupakan suatu tantangan sekaligus berkat. Ini berarti bahwa praktis semua peralatan di percetakan harus diganti dan setiap orang harus belajar cara menggunakan peralatan baru dan mengikuti prosedur kerja yang baru.” Sebuah mesin cetak rotary terus-menerus menderum, mencetak majalah dalam bahasa Denmark, Eslandia, dan Tanah Hijau. Dan ketika majalah-majalah dalam bahasa Denmark mulai dicetak dalam empat warna, mesin cetak lain ditambahkan di percetakan.
Dengan selesainya proyek pembangunan kantor cabang, proyek besar berikutnya dapat dimulai. Saudara-saudara di wilayah timur negeri tersebut membeli sebuah gedung pabrik yang kosong dekat desa Herlufmagle, sekitar 50 kilometer sebelah selatan Betel di Holbæk. Tanah yang dimiliki meliputi sebuah bangunan rumah pertanian dengan empat bagian, sebuah vila bertingkat dua, ruang kerja yang besar, dan bengkel pandai besi yang luas—bangunan-bangunan yang campur-aduk. Namun, para arsitek dan banyak tangan yang rela lainnya berhasil membuat bangunan-bangunan tersebut selaras secara keseluruhan, sekarang menjadi sebuah Balai Kebaktian yang melayani pulau-pulau Zealandia, Møn, Lollandia, dan Falster. Sejak penahbisannya pada tanggal 26 April 1986, hampir semua sidang di Denmark dapat menghadiri kebaktian wilayah di Balai Kebaktian mereka sendiri.
Balai-Balai Kerajaan yang Dibangun dengan Cepat
Berikutnya tibalah suatu babak yang menggairahkan lainnya dalam sejarah kegiatan pembangunan teokratis Denmark. Sesuatu yang belum pernah terdengar diperkenalkan, Balai-Balai Kerajaan yang dibangun dengan cepat.
Balai Kerajaan pertama yang dibangun oleh saudara-saudara, diselesaikan pada tahun 1949. Dan pada tahun 1968, sidang-sidang dalam satu wilayah membentuk suatu kelompok, sebuah perkumpulan Balai Kerajaan regional, dengan tujuan membantu semua sidang di wilayah tersebut untuk membiayai pembangunan sebuah Balai Kerajaan. (Bandingkan 2 Korintus 8:14.) Gagasan ini menyebar ke seluruh negeri, sehingga hampir semua sidang mempunyai kesempatan untuk membangun atau membeli balai mereka sendiri.
Namun, pada pertengahan tahun 1980-an, beberapa Balai Kerajaan yang lama tidak memadai; banyak yang benar-benar menjadi terlalu sempit. Maka, satu cara untuk mengatasi masalah ini, metode pembangunan cepat, yang digunakan di negeri-negeri lain, diusulkan. Beberapa ragu-ragu. Dapatkah metode ini disesuaikan dengan bangunan tradisional Denmark, yang termasuk dinding batu-bata yang dapat menahan beban atap? Dan dapatkah persyaratan yang ketat dari dinas perumahan Denmark dipenuhi?
Pada tahun 1986, para arsitek dan insinyur berunding dan berhasil membuat suatu pendekatan yang dapat diterapkan. Sidang setempat mengerjakan seluruh pekerjaan persiapan, dilanjutkan dengan tiga hari kerja keras oleh 200 pekerja ahli. Terdapat semangat yang tinggi ketika pada bulan September 1986, Balai Kerajaan pertama yang dibangun dengan cepat berhasil didirikan.
Sejak itu, para pejabat pemerintah tidak habis-habisnya mengagumi metode cepat ini. Dewasa ini, 36 Balai Kerajaan yang dibangun dengan cepat telah dibangun di Denmark, dan lebih banyak yang akan dibangun lagi. Ini merupakan sensasi khusus bagi para pekerja pembangunan mengadakan perjalanan ke Jakobshavn di Tanah Hijau selama bulan Agustus 1991 untuk membangun salah satu dari Balai Kerajaan paling utara di dunia.
Sebuah Balai Kerajaan Baru di Thorshavn
Kepulauan Faeroe tidak dilupakan. Karena pertambahan penyiar di Thorshavn, sebuah tempat perhimpunan yang baru dibutuhkan, benar-benar sebuah proyek yang besar bagi saudara-saudara setempat. Tetapi sesudah kebaktian tahun 1983, antara 10 sampai 15 penyiar pindah dari Denmark ke kepulauan tersebut. Beberapa membawa pengalaman baik yang mereka peroleh dari proyek pembangunan Betel di Holbæk.
Proyek ini dimulai pada bulan Februari 1984 dan banyak dilakukan pemboran dan peledakan, karena bangunan benar-benar dibangun di atas batu. Lantai dasarnya terbuat dari beton, sisanya dari kayu, sedangkan atapnya dari turf (lempengan tanah berumput)—sebuah tradisi kuno Faeroe yang sekarang populer lagi. Ini bukan merupakan Balai Kerajaan yang dibangun dengan cepat, meskipun demikian, ia juga menarik banyak perhatian. Pada saat penahbisannya tanggal 10 Juni 1985, televisi menyebutkan Saksi-Saksi Yehuwa di acara berita untuk pertama kalinya, penatua setempat diwawancarai dalam sebuah acara radio, dan hampir semua surat kabar memuat artikel dan foto dari balai baru ini.
Publikasi-Publikasi Baru dalam Bahasa Faeroe
Saudara-saudara Faeroe cukup berhasil menggunakan berbagai publikasi dalam bahasa Denmark, karena kebanyakan penduduk Faeroe membaca dan berbicara bahasa Denmark. Namun, kebutuhan akan lektur-lektur dalam bahasa daerah mulai dirasakan. Peturbjørg Nygaard, putri dari Anna Nolsøe, diberi tugas untuk menerjemahkan, dan pada pertengahan tahun 1980-an beberapa buku dan buku kecil Lembaga diterbitkan dalam bahasa Faeroe. Suatu kesaksian yang baik diberikan ketika penduduk di daerah itu melihat lektur yang menarik dalam bahasa mereka sendiri. Dan sungguh merupakan sukacita bagi sidang-sidang ketika pada tahun 1989, buku nyanyian diterbitkan dalam bahasa Faeroe. Sekarang pujian-pujian yang sepenuh hati dapat benar-benar dinyanyikan bagi Yehuwa bahkan dalam bahasa yang lain.
Dalam tahun-tahun belakangan, banyak yang telah dibaptis di Kepulauan Faeroe, orang-orang yang baru dari daerah itu dan anak-anak muda yang dibesarkan di sidang-sidang tersebut. Apa yang hanya dapat diimpikan pada tahun 1948 oleh para penyiar masa awal di Kepulauan Faeroe, sekarang telah menjadi kenyataan. Yehuwa telah memberkati ketekunan yang diperlihatkan oleh sejumlah saudara dan saudari selama tahun-tahun tersebut, sehingga sekarang suatu kesaksian tentang Yehuwa dan Kerajaan damai-Nya oleh Yesus Kristus, diberitakan secara tetap tentu di seluruh kepulauan Atlantik yang kecil ini.
Akhirnya—Masa Panen di Tanah Hijau!
Setelah sekitar 30 tahun dengan tekun menanam dan menyiram benih Kerajaan, ladang-ladang di Tanah Hijau akhirnya siap untuk dipanen. Pada tahun 1983, sekelompok remaja Tanah Hijau di Godthåb mulai belajar Alkitab dan menghadiri perhimpunan-perhimpunan. Mereka membuat kemajuan yang baik. Apakah ini terbukti akan menjadi terobosan yang telah lama dinanti-nantikan? Pada mulanya mereka bersikap malu-malu dan hati-hati, karena mereka di sidang berbahasa Denmark dan hanya mengerti sebagian dari apa yang dibicarakan; tapi keberanian mereka bertumbuh, dan kasih mereka akan Yehuwa dan kebenaran bertambah. Kristen dan Helena Mortensen, perintis-perintis istimewa di Godthåb, menceritakan suatu pengalaman yang unik:
”Salah seorang di antara mereka adalah Sonja, seorang gadis muda yang telah belajar selama sekitar satu tahun, tetapi tidak tetap tentu, karena ia terus-menerus menghadiri berbagai pesta. Kemudian ia hidup bersama seorang laki-laki, yang setidak-tidaknya berarti bahwa pengajaran dapat dilakukan dengan tetap tentu. Sekarang menjadi jelas baginya apa kebenaran itu sebenarnya. Ia berhenti merokok, minum minuman keras, dan menghadiri pesta-pesta liar, serta mengundurkan diri dari gereja. Viggo, teman hidupnya bersama, sangat pendiam, dan para penyiar mendapat kesulitan membangkitkan minatnya. Sonja menceritakan kepadanya apa yang ia pelajari, dan berangsur-angsur minatnya juga tumbuh. Pada mulanya, Viggo terlalu malu untuk menghadiri perhimpunan tetap tentu di Balai Kerajaan. Maka pertunjukan slide dengan teks bahasa Tanah Hijau diatur baginya sendiri secara pribadi. Sesungguhnya, ia melihat seri-seri slide tersebut beberapa kali. Segera, ia setuju untuk bergabung dalam pengajaran Alkitab, dan sekarang karena ia merasa tidak canggung lagi di Balai Kerajaan, ia mulai menghadiri perhimpunan-perhimpunan pula.”
Pasangan ini akhirnya menikah, membaktikan kehidupan mereka kepada Yehuwa, dan dibaptis. Belakangan, mereka terjun dalam pelayanan sepenuh waktu, dan sekarang Viggo Christensen melayani sebagai penatua berkebangsaan Tanah Hijau yang pertama.
Pemberita-pemberita Kerajaan yang baru ini begitu bersemangat untuk berbicara kepada kenalan-kenalan mereka tentang semua perkara-perkara baik yang telah mereka pelajari. Mereka mengundang orang-orang lain ke pengajaran Alkitab di rumah mereka, dan beberapa dari kenalan-kenalan mereka menjadi tertarik dengan kebenaran dan mulai menghadiri perhimpunan-perhimpunan. Jadi, sidang membentuk suatu lingkungan teokratis yang menggantikan pergaulan yang dahulunya buruk menjadi pergaulan yang baik dan menjadi tempat orang-orang berminat yang baru dapat memperlihatkan dukungan satu sama lain. Sejak itu, Sidang Godthåb terus bertumbuh dengan mantap.
Pertambahan di Jakobshavn
Hal yang serupa terjadi di Jakobshavn, sekitar 300 kilometer sebelah utara Lingkaran Arktik. Pada musim dingin tahun 1985/86, sepasang suami-istri perintis istimewa, Bo dan Helen Christiansen, mulai mengadakan perhimpunan-perhimpunan berbahasa Tanah Hijau di sana. Dalam selang waktu satu tahun, sekitar 50 orang datang ke Balai Kerajaan—kebanyakan di antara mereka hanya datang satu kali, tapi sebagian kecil inti yang setia datang dengan tetap tentu.
Pertumbuhan benar-benar meningkat sewaktu kebenaran berakar di satu keluarga kecil dan menyebar dari sana. Sejak semula, Sara memahami bahwa ini adalah kebenaran; suaminya dan ketiga anaknya memperlihatkan rasa ingin tahu pada mulanya. Namun kemudian, Niels, suaminya memberi kesaksian kepada saudara perempuannya, Naja, di desa yang berdekatan. Suami Naja sedang pergi dengan kapal pukat ikan, maka ia pindah ke Jakobshavn dan tinggal bersama Niels dan Sara, dan mulai menghadiri perhimpunan-perhimpunan bersama mereka.
Sementara itu, suami Naja, Thele, yang berada di kapal pukatnya, sedang membaca Alkitab ”Perjanjian Baru”nya. Ia mendengar bahwa istrinya sedang belajar Alkitab, dan sebagai seorang yang religius, ia bertekad untuk membuktikan ajaran-ajaran Saksi-Saksi salah. Ia juga mengancam istrinya dengan perceraian; malahan surat-surat perceraian telah dikirimkan. Setelah menyelesaikan pekerjaan di kapalnya, ia langsung menemui istrinya dan membawanya kembali ke desa mereka. Namun setelah pembahasan yang panjang lebar, ia menyadari bahwa ia sesungguhnya tidak mengetahui cukup banyak tentang Alkitab untuk menyangkal segala sesuatu yang dikatakan istrinya kepadanya.
Dengan tekad bulat, mereka berdua, kembali ke Jakobshavn dan tinggal bersama Niels dan Sara. Thele memanggil perintis-perintis istimewa, meminta mereka datang dan mengajarkan Alkitab kepadanya. Ia mengakui bahwa ia telah keliru. Ia mulai menghadiri perhimpunan-perhimpunan, berhenti merokok, dan mengundurkan diri dari gereja. Seminggu kemudian ia bertanya apakah ia dapat menjadi seorang penyiar! Dengan setia ia menghadiri perhimpunan-perhimpunan dan hadir di kebaktian yang diadakan di Godthåb dua bulan kemudian. Pada perjalanan pulang, ia bertanya, ”Bolehkah saya sekarang menjadi seorang penyiar?” Ia diperbolehkan. Pada musim panas tahun 1990, ia dan Naja dibaptis, bersama-sama dengan Niels. Sekitar satu tahun kemudian, Naja bergabung dengan barisan perintis biasa. ”Sejauh ini sembilan orang yang telah dibaptis,” ujar Saudara Christiansen dengan gembira. ”Sungguh menakjubkan melihat apa yang terjadi saat Yehuwa memanggil orang-orang yang berhati tulus.”
Prospek di Tanah Hijau Utara
”Hak istimewa lainnya yang telah kami dapatkan selama tiga tahun berturut-turut,” lanjut Saudara Christiansen, ”adalah pergi dalam tur-tur pengabaran ke daerah sebelah utara yang terisolir di Umanak dan Upernavik. Ini merupakan negeri pemburu anjing laut, dengan pemandangan yang luar biasa indahnya. Di pos terdepan yang kecil, kondisi kehidupan sangat berbeda dengan kota-kota, tempat perkembangan modern terjadi dengan cepat, tetapi di tempat ini juga terdapat begitu banyak fakta yang menunjukkan bahwa setiap orang membutuhkan Kerajaan. Penduduknya ramah, banyak yang mendengar, dan publikasi-publikasi Lembaga yang terbaru memiliki peredaran yang luas. Jelas, terdapat orang-orang yang tulus hati yang menanti untuk dikumpulkan.”
Pada musim panas tahun 1990, lima penyiar yang relatif masih baru dari Jakobshavn pergi dalam tur pengabaran dua-minggu di sekeliling desa-desa kecil dan pos-pos terdepan. Ini pertama kalinya tempat-tempat ini menerima kesaksian dari penyiar-penyiar penduduk asli Tanah Hijau. Lima penyiar ini mengadakan perjalanan sejauh 2.000 kilometer menggunakan tiga perahu motor yang kecil. Bahkan pos-pos terdepan yang sangat kecil sekali pun, tempat perahu-perahu tidak biasa berlabuh dan tempat tidak seorang pun pernah sebelumnya memberitakan, sekarang mendengar kabar baik. Para penyiar mencapai sejauh Kullorsuaq—yang disebut Ibu Jari Setan—dekat 75 derajat garis lintang utara.
Di sebelah utara Ibu Jari Setan mulai terdapat pantai-pantai yang ditutupi oleh es, dan 300 kilometer berikutnya sama sekali tandus. Jauh lebih ke utara dari tempat itu adalah daerah-daerah yang dapat didiami, yang praktis merupakan daerah yang belum dibuka. Namun, pada bulan Januari 1989, seorang saudari dari Godthåb menggunakan beberapa minggu untuk melakukan pekerjaan duniawi di kota paling utara Tanah Hijau, Thule. Ia memanfaatkan kesempatan ini untuk memberitakan kepada orang-orang di kota itu. Sejak itu, seorang gadis muda dari Thule, yang mulai belajar sewaktu bersekolah di Godthåb, telah kembali ke Thule dan meneruskan pengajaran Alkitabnya menggunakan rekaman-rekaman pita kaset. Meskipun ditentang, ia mulai menceritakan kepada orang-orang lain apa yang ia pelajari. Maka, bahkan di sana, ”bagian terujung dari bumi”, kesaksian Kerajaan diberikan.—Kis. 1:8.
Masalah-Masalah Berkenaan Darah
Hampir semua penduduk Tanah Hijau yang telah menerima kebenaran adalah orang-orang muda. Maka, masalah-masalah yang mereka harus atasi tidak berkaitan dengan doktrin-doktrin keagamaan tetapi lebih berkaitan dengan kehidupan yang amoral, penyalahgunaan alkohol, dan tentangan dari kenalan-kenalan serta sanak-saudara. Dibutuhkan keberanian besar di pihak mereka untuk memberitakan di desa-desa, tempat setiap orang mengenal satu sama lain. Tantangan lain bagi orang-orang baru adalah pandangan Alkitab yang sepatutnya tentang darah. Banyak orang di Tanah Hijau menikmati makanan daerah: daging anjing laut, ikan paus, burung, dan binatang buruan lainnya. Namun, masalah Alkitab bagi seorang Saksi adalah bahwa biasanya darah dari daging binatang buruan tidak dicurahkan sebagaimana mestinya. Sangat sedikit dari saudara-saudara Tanah Hijau yang bisa mendapatkan makanan yang darahnya telah dicurahkan dengan semestinya, maka untuk waktu yang lama mereka bersedia makan tanpa daging seperti itu.
Kasus Ane, dari Jakobshavn, membantu menjelaskan hal ini. Pada musim semi tahun 1990, Ane masuk rumah sakit karena hamil di luar kandungan. Ini adalah keadaan darurat! Ia dan suaminya, keduanya baru dibaptis, tiba-tiba terlibat dalam kontroversi tentang penggunaan darah dalam pengobatan. Mereka menjelaskan kepada dokter bahwa pandangan Kristen untuk ’menjauhkan diri dari darah’ termasuk tidak menerima transfusi darah. (Kisah 15:29) Dokter setuju untuk mengoperasi tanpa menggunakan darah. Namun, Ane tidak memperkirakan ia akan selamat dari operasi tersebut. Seraya ia didorong ke ruang operasi, meskipun keberaniannya baik, ia berjanji kepada suaminya, ”Kita akan bertemu di dunia baru.” Syukurlah, operasi berhasil, dan mereka berpelukan pada keesokan harinya. Tetapi Ane, yang sekarang lapar, harus menghadapi masalah darah dari sudut yang baru. Rumah sakit hanya menyediakan makanan Tanah Hijau, daging yang darahnya tidak dicurahkan dengan semestinya, agar dapat makan, ia harus menunggu suaminya membawa makanan dari rumah mereka.
Memenuhi Kebutuhan Rohani
Di sepanjang pantai Tanah Hijau, penduduk memiliki penghargaan yang besar terhadap Alkitab. Itu sebabnya mengapa Buku Cerita Alkitab yang diterbitkan dalam bahasa Tanah Hijau, dapat masuk ke banyak rumah. Di beberapa kota dari 20 sampai 30 persen rumah telah memiliki buku tersebut, dan di banyak pos terdepan sekurangnya separuh dari rumah-rumah juga demikian.
Karena jarak yang jauh dan tingginya biaya perjalanan, tidak mungkin mengundang semua sidang untuk kebaktian-kebaktian wilayah dan hari kebaktian istimewa. Pengaturan-pengaturan ini diadakan di sidang-sidang setempat, tempat mereka berkumpul untuk mendengarkan kaset-kaset atau rekaman video dari kebaktian-kebaktian yang sudah diadakan di Denmark. Tetapi sekali setahun, untuk kebaktian distrik tahunan, para penyiar dari sepanjang pantai berkumpul bersama. Bagi banyak orang baru, ini merupakan kesempatan yang langka untuk bergaul pada satu waktu dengan banyak rekan seiman; dan bagi para perintis di sidang-sidang yang kecil, ini adalah reuni dengan sesama pelayan sepenuh waktu yang sangat dihargai.
Pada bulan Februari 1990 sidang-sidang di Tanah Hijau menerima suatu kejutan. Saudari Joan Lauritsen, yang baru berusia 51 tahun, meninggal karena serangan jantung mendadak. Selama bertahun-tahun, ia telah menjadi dorongan yang kuat dalam penerjemahan publikasi Lembaga ke dalam bahasa Tanah Hijau. Suaminya, Kristen, menderita rasa kehilangan yang sangat besar, demikian juga sidang-sidang di daerah es dan dingin ini.
Saudara Lauritsen meneruskan pelayanannya di Tanah Hijau selama kira-kira satu tahun sesudah kematian istrinya; kemudian ia harus kembali ke Denmark karena alasan-alasan kesehatan. Mengenang kembali tahun-tahun pelayanan utusan injilnya, ia berkata, ”Dulu, 35 tahun yang lalu, kami mulai mengabarkan kabar baik dari Kerajaan di Tanah Hijau, itu benar-benar merupakan hari permulaan yang kecil. Sekarang kita melihat aliran yang tetap, khususnya dari orang-orang muda Tanah Hijau yang belajar dan menetapkan pendirian mereka bagi kebenaran. Saya sungguh bersyukur kepada Yehuwa karena Ia tidak hanya menggunakan kami untuk memperkenalkan pekerjaan ini di negeri ini tetapi juga memberi kepada kami kekuatan untuk meneruskannya sampai tiba masa penuaian.”
Saudara Christiansen pindah dari Jakobshavn ke Godthåb untuk meneruskan pekerjaan penerjemahan. Dengan bantuan yang baik dari para penolong Tanah Hijau, ini memungkinkan tidak hanya dilanjutkannya penerbitan majalah Menara Pengawal tetapi juga untuk menerjemahkan buku Tokoh Terbesar sepanjang Masa, dan sejak bulan Juli 1992, majalah Sedarlah! mulai diedarkan sebagai majalah yang terbit tiap triwulan, dengan nama Iteritsi! Para saudara dan saudari Tanah Hijau bersyukur bahwa organisasi Yehuwa memberikan prioritas besar seperti itu bagi makanan rohani, bahkan di wilayah-wilayah yang sedikit penduduknya.
Ladang Berbahasa Asing di Denmark
Selama 20 sampai 25 tahun terakhir, wilayah Denmark telah mengalami perubahan-perubahan. Karena keadaan-keadaan dunia, banyak orang dari negeri-negeri lain pindah ke negeri ini, dan masalah-masalah seperti diskriminasi dan kebencian terhadap orang-orang asing juga masuk, meskipun orang-orang Denmark biasanya merasa bahwa mereka tidak akan memiliki perasaan-perasaan demikian.
Namun, bagi Saksi-Saksi Yehuwa, para imigran telah menyajikan tantangan yang menggetarkan hati, baik dalam pengetahuan bahasa maupun agama. Agar memajukan pekerjaan di antara para imigran, sebuah sidang kecil berbahasa Inggris dibentuk di Kopenhagen pada tahun 1975. Orang-orang berminat dari segala ras dan kebangsaan datang berduyun-duyun ke perhimpunan-perhimpunan ini, mulai belajar, dan berpaut kepada kebenaran. Beberapa dari para peminat baru ini telah pindah ke negeri-negeri lain untuk mengabar di sana, tetapi banyak yang tetap tinggal dan kini termasuk dalam sidang yang kuat dan memiliki bermacam-macam aspek dengan sekitar 25 macam kebangsaan diwakili—bukti yang jelas bahwa kebenaran mempersatukan orang-orang.
Sejak Januari 1989, Kopenhagen juga telah memiliki sebuah sidang berbahasa Yugoslavia yang kecil tapi sangat aktif. Seorang bekas artis yang pindah ke Denmark, yang dikecewakan oleh ketidakadilan di tanah airnya sendiri, sekarang adalah seorang perintis ekstra. Seorang siswa dari Makedonia datang ke Denmark untuk mencari uang untuk sekolahnya, tetapi menemukan kekayaan rohani sebagai gantinya dan sekarang melayani Yehuwa di negerinya sendiri. Sebuah keluarga muda Gipsi yang bagi mereka pencurian dan penyelundupan dahulu adalah kejadian sehari-hari, sekarang dengan murah hati menganjurkan nilai-nilai rohani. Ya, banyak orang asing yang telah mencari kemerdekaan politik atau kekayaan materi di Denmark telah menemukan kemerdekaan sejati dan kekayaan sejati melalui Firman Allah dan sidang Kristen.
Mengabar kepada Tuna Rungu
Selama bertahun-tahun sekelompok kecil penyiar tuna rungu (tuli) di Kopenhagen telah dengan giat memberitakan kepada tuna rungu lainnya di daerah metropolitan. Pada tahun 1980 mereka menetapkan bahwa keempat ribu tuna rungu di negeri itu seharusnya memiliki kesaksian tentang kebenaran dalam bahasa mereka sendiri—bahasa isyarat.
Ini dimungkinkan dengan bantuan dari penyiar-penyiar yang dapat mendengar, yang belajar bahasa isyarat. Sebuah tim saudara-saudara dari kelompok tuna rungu mengunjungi beberapa sidang untuk menjelaskan kebutuhan mereka. Sebagai hasil dari prakarsa ini, lebih banyak lagi penyiar yang dapat mendengar belajar bahasa isyarat, dan sekarang hampir semua tuna rungu di negeri ini menerima kunjungan tetap tentu. Hasilnya? Terdapat 24 orang penyiar tuna rungu di enam sidang. Kelompok di Kopenhagen, yang merupakan kelompok terbesar, memiliki dua pelayan sidang dan seorang penatua tuna rungu. Perhimpunan tetap tentu diadakan dalam bahasa isyarat, dan dua saudara menyampaikan khotbah-khotbah yang diterjemahkan ke dalam bahasa lisan Denmark.
Darah dan Perawatan Medis
Meskipun dalam hal-hal lain Denmark bersikap toleran, Saksi-Saksi Yehuwa memiliki perjuangan yang panjang dan sulit dalam membuat para dokter dan pihak yang berwenang menghormati pendirian mereka sehubungan dengan darah. Selama bertahun-tahun, para dokter dan rumah sakit menggunakan petunjuk-petunjuk yang telah diberikan lama berselang pada tahun 1956, ketika pembahasan terjadi antara para pengacara, dokter, dan seorang pendeta Luteran dari gereja nasional Denmark. Tidak heran para dokter merasa bahwa mereka memiliki hak untuk memaksakan darah kepada seorang pasien, di luar kehendaknya!
Pada tahun 1975 segala sesuatu mencapai suatu tingkat yang kritis ketika sebuah rumah sakit di Kopenhagen ingin memaksakan transfusi darah pada seorang anak lelaki berusia tiga tahun, di luar kehendak orang-tuanya. Syukurlah, orang-tuanya menemukan seorang dokter yang mau bekerja sama, yang memberikan perhatian medis yang baik berupa perawatan tanpa darah kepada anak laki-laki itu. Sesudah beberapa minggu, anak lelaki tersebut pulang, dan ia dalam keadaan segar dan sehat hingga sekarang.
Menyedihkan, selama waktu ini, orang-tua anak lelaki tersebut dan Saksi-Saksi lainnya menjadi sasaran dari kampanye penganiayaan yang hebat dalam media massa. Bahkan ancaman bom dan peristiwa-peristiwa kekerasan terjadi. Namun, kasus ini memberi kesempatan untuk berbicara mengenai profesi seorang dokter secara langsung. Saudara Jørgen Larsen menulis sebuah artikel, ”Transfusi Darah—Kepercayaan Iman dan Etika Kedokteran”, yang dicetak dalam majalah Ugeskrift for Læger (Majalah Mingguan Kedokteran Bahasa Denmark) tanggal 19 Juli 1976. Ini merupakan langkah besar pertama ke arah yang benar.
Langkah besar berikutnya adalah ketika seorang Denmark yang termasyhur dalam bidang hukum dan prinsip-prinsip etis, Dr. Alf Ross, menulis sebuah artikel yang luas dalam majalah Ugeskrift for Læger tanggal 26 Maret 1979. Ini adalah berita yang membuka zaman baru karena ini merupakan yang pertama kalinya di Denmark bahwa seorang ahli hukum berbicara terus terang, menyerang sikap para pejabat, dan membela hak dari Saksi-Saksi Yehuwa dewasa untuk menolak transfusi darah setiap saat, termasuk situasi-situasi yang mengancam kehidupan. Namun, masalah-masalah ini masih belum jelas secara hukum.
Masalah etika terus muncul. Pada tahun 1982, para dokter di Denmark diberi tahu oleh para pejabat medis mengenai persetujuan tindakan medik, dan pada tahun 1985 sebuah buku pedoman yang baru diterbitkan, berisi sebuah tinjauan yang baik mengenai tantangan etika yang diajukan sehubungan dengan penolakan Saksi-Saksi atas transfusi darah. Kemudian, pada bulan September 1989, Lembaga Kedokteran Denmark membuat suatu perubahan Kode Etika Bagi Para Dokter. Sebuah paragraf baru di dalam publikasi mengenai keterangan dan persetujuan menjelaskan bahwa ”seorang pasien memiliki hak memperoleh keterangan penuh atas prognosis, diagnosa dan kemungkinan pengobatan, dan sebagainya, serta hak untuk memutuskan atas dasar keterangan tersebut, apakah ia akan menerima atau menolak pengobatan tertentu.”
Secara etis, masalah tersebut sekarang telah jelas, tetapi secara hukum masih terdapat beberapa keraguan tentang apakah kedudukan otonomi pasien lebih tinggi dari kewajiban dokter untuk memberikan pertolongan. Pembuat undang-undang sadar akan makna ganda itu, dan pada akhir tahun 1989, sebuah undang-undang diusulkan yang akan menjadikan tindakan mengobati seorang pasien di luar kehendaknya sebagai kejahatan yang dapat dihukum. Undang-undang ini disetujui pada tanggal 8 Mei 1992, dan diberlakukan lima bulan kemudian pada tanggal 1 Oktober. Meskipun demikian, tetap ada kebutuhan untuk memberikan para saudara dan saudari bantuan yang memenuhi syarat, dan pengaturan yang melibatkan Panitia Penghubung Rumah Sakit, yang diperkenalkan pada bulan Januari 1991, sudah memberikan manfaat yang besar.
Gedung Kebaktian Distrik bagi Seluruh Negeri
Dengan selesainya kantor cabang, dan dengan dua Balai Kebaktian, suatu pertanyaan muncul: Mengapa tidak membangun sebuah kompleks kebaktian distrik bagi seluruh negeri? Mengapa tidak menggunakan tanah milik dekat Balai Kebaktian di Silkeborg untuk fasilitas demikian, karena daerah itu dekat dengan pusat geografis negara?
Proyek ini diajukan ke Badan Pimpinan, yang menyetujuinya. Pemerintah daerah Silkeborg memberikan sebidang tanah seluas hampir 16 hektar, termasuk suatu daerah yang luas dan dilindungi dengan keindahan alamnya yang menakjubkan, kurang lebih satu kilometer jauhnya dari Balai Kebaktian. Penggalian dimulai pada tanggal 1 Juli 1990. Dan sungguh besar proyek ini! Selama tiga bulan pertama rata-rata 1.500 ton tanah dipindahkan setiap hari—seratus truk yang diisi penuh! Tetapi seorang saudara yang memiliki pengalaman dalam pekerjaan tanah meyakinkan semua orang, ”Saya telah memindahkan tanah selama 30 tahun, dan bumi masih bulat bentuknya.”
Auditorium yang sesungguhnya adalah sebuah amfiteater yang tertutup sebagian, dan tak seorang pun akan duduk lebih dari 70 meter dari sang pembicara. Auditorium ini memiliki ruangan untuk 3.500 orang, dan di Balai Kebaktian yang berdekatan, 900 orang lagi dapat mengikuti acara melalui sambungan televisi rangkaian tertutup. Lokasi itu memiliki kondisi suara yang ideal, fasilitas parkir yang baik dan fasilitas pertolongan pertama, meja lektur, dan kamar-kamar kecil. Area ini termasuk daerah perkemahan tempat sekitar seribu saudara dan saudari dapat tidur di rumah mobil atau tenda-tenda.
Pada tanggal 1 Juni 1991, tiba saat penahbisan. Lloyd Barry dari Badan Pimpinan menyampaikan khotbah penahbisan yang sangat menguatkan iman dan membesarkan hati. Sekitar 4.000 saudara dan saudari menghadiri acara di tempat kebaktian tersebut, dan 700 orang mengikuti melalui saluran telepon di Balai Kebaktian di Herlufmagle. Minggu berikutnya, semua sidang mempertunjukkan sebuah rekaman video selama 75 menit berisi acara ringkasan peristiwa tersebut. Selama musim panas itu, tempat kebaktian distrik yang baru menjadi tempat yang sangat baik untuk lima Kebaktian Distrik ”Para Pencinta Kemerdekaan”.
Memandang ke Depan
Dalam 100 tahun yang telah berlalu sejak kunjungan pertama Saudara Russell ke Denmark, masyarakat Denmark telah mengalami berbagai perubahan yang besar. Meskipun kemajuan teknis telah menghasilkan kekayaan materi dan mengubah negeri tersebut menjadi salah satu negara terkaya di dunia, minat rohani telah menurun sampai hampir tidak ada.
Tak dapat dielakkan, faktor-faktor ini telah mempengaruhi pekerjaan Kerajaan. Ada masa pertambahan, tapi juga ada masa stagnasi, dan masa ketika materialisme, kelesuan, dan faktor-faktor lainnya membuat jumlah penyiar menurun. Maka, lebih banyak kepuasan diperoleh ketika melihat bahwa selama bertahun-tahun, sejumlah besar orang menjadi sadar akan kebutuhan rohani mereka, membaktikan diri mereka kepada Yehuwa, dan melayani-Nya dengan setia. Sekarang terdapat puncak 16.407 penyiar Kerajaan di Denmark, dengan rasio 1 berbanding 315 jumlah penduduk. Banyak penyiar telah pindah untuk melayani di negeri-negeri lain tempat yang memerlukan lebih banyak tenaga—terutama sekali ke negeri-negeri seperti Norwegia dan Swedia tapi juga ke Kepulauan Faeroe dan Tanah Hijau, dan melalui Gilead ke tempat-tempat jauh lainnya.
Meskipun terdapat tekanan yang kuat dari dunia, semangat di antara para penyiar tetap sehat. Dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah perintis telah meningkat dengan tajam, dari 584 orang menjadi 1.315 orang. Hadirin Perjamuan Malam tahun lalu mencapai 24.960 orang. Setiap tahun sekitar 500 orang baru dibaptis. Maka, meskipun penduduk di seluruh wilayah Denmark telah menemui Saksi-Saksi di pintu rumah mereka, masih ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Sesungguhnya, seperti mereka katakan, tidak ada yang mengecilkan hati orang-orang Denmark. Namun, meskipun terdapat kelesuan iman, Saksi-Saksi Yehuwa di Denmark bertekad untuk memikul dan menunaikan sepenuhnya pekerjaan yang telah dipercayakan kepada mereka oleh Sang Raja, Yesus Kristus; memberitakan kabar baik Kerajaan!—2 Tim. 4:5; Ibr. 10:36.
[Grafik di hlm. 147]
(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)
DENMARK
Grafik Rata-Rata Perintis
1,315
777
556
228
137
1950 1960 1970 1980 1992
Grafik Puncak Penyiar
16,407
13,228
12,569
9,504
4,936
1950 1960 1970 1980 1992
[Peta di hlm. 66]
(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)
DENMARK
Ibu Kota: Kopenhagen
Bahasa Resmi: Bahasa Denmark
Agama Utama: Lutheran
Penduduk: 5.162.126
Kantor Cabang: Holbæk
DENMARK
Skagen
Laut Utara
Ålborg
MORS
Silkaborg
Odder
JUTLANDIA
Esbjerg
FYN
Nyborg
ZEALANDIA
Helsingor
Holbæk
Roskilde
Herlufmagle
MØN
LANGELAND
LOLLANDIA
FALSTER
JERMAN
Laut Baltik
SWEDIA
Kopenhagen
[Peta]
TANAH HIJAU
Thule
Upernavik
Umanak
Qut̊dligssat
Godthåb
[Peta]
BORNHOLM
[Peta/Gambar di hlm. 108, 109]
(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)
KEPULAUAN FAEROE
Laut Norwegia
STRØMØ
Vestmanna
Klaksvík
Thorshavn
Samudra Atlantik
SUDERØ
[Gambar di hlm. 72]
John Reinseth belajar kebenaran pada tahun 1907. Sebagai seorang penyiar, ia tidak mengenal lelah. Istrinya, Augusta, meskipun kesehatannya kurang baik, juga mengabar dengan bergairah
[Gambar di hlm. 74]
Thyra Larsen dari Ålborg melayani sebagai seorang kolportir pada tahun 1915
[Gambar di hlm. 75]
Halaman sekolah di Ole Suhrs Gade, Kopenhagen, tahun 1909. Saudara Russell di tengah dari baris kedua; di sebelah kanannya adalah pengawas cabang, Carl Lüttichau
[Gambar di hlm. 79]
Marie Due diberhentikan dari pekerjaan sebagai guru sekolah ketika ia menjadi seorang Siswa Alkitab pada tahun 1915
[Gambar di hlm. 81]
Selebaran mengumumkan khotbah Saudara Macmillan. Perhimpunan pada tahun 1920 menarik lebih dari 5.000 pendengar
[Gambar di hlm. 82]
Saudara Rutherford berangkat dari Stasiun Pusat Kopenhagen pada tahun 1922
[Gambar di hlm. 87]
Pada tahun 1920-an, para kolportir mengabar dengan semangat yang berapi-api. Kristian Dal, kiri, Christian Rømer, paling kanan, dengan Anna Petersen, Soren Lauridsen dan Thora Svendsen
[Gambar di hlm. 88]
Saudara Dey dan Saudara Rutherford di Airport Kastrup pada tahun 1927
[Gambar di hlm. 89]
William Dey, pengawas Kantor Eropa Utara, dan Albert West, pengawas cabang di Estonia sampai tahun 1930, ketika ia menjadi sekretaris Dey
[Gambar di hlm. 95]
Kantor Cabang dari tahun 1932 sampai 1957 di Valby
[Gambar di hlm. 97]
Sekelompok pemberita dengan gramofon-gramofon yang ditempatkan di atas sepeda
[Gambar di hlm. 104]
Pada tahun 1944 gedung di Langeland ini dibaktikan sebagai sekolah Alkitab
Filip Hoffmann, kiri atas, pengajar di sekolah Alkitab, dan Simon Petersen, tengah depan, guru pengamat, dengan istrinya, Else, kiri depan
[Gambar di hlm. 109]
John dan Sonja Mikkelsen dengan pakaian khas Faeroe, bersama putra mereka Absalom. John adalah orang Faeroe pertama yang dilantik sebagai penatua
Svend dan Ruth Molbech, perintis istimewa di atas sebuah kapal yang menuju ke arah Klaksvík pada tahun 1958
[Gambar di hlm. 110]
Richard dan Julia Abrahamson, melayani di Denmark selama lebih dari 26 tahun, sekarang ini ditugaskan sebagai staf kantor pusat di Brooklyn
[Gambar di hlm. 111]
Svend Aage Nielsen dan Edmund Onstad mendaki perbukitan di Kepulauan Faeroe. Untuk memastikan memiliki tempat berteduh pada malam hari, mereka memancangkan sebuah tenda yang telah mereka jahit
[Gambar di hlm. 115]
Sejak tahun 1955 orang-orang di kota-kota dan daerah-daerah pinggiran Tanah Hijau telah mendengar kabar baik
[Gambar di hlm. 116, 117]
Marie Tausen, kiri, adalah orang Tanah Hijau pertama yang dibaptis di Tanah Hijau, pada tahun 1973. Tiga tahun kemudian ia disusul oleh Debora Brandt, yang mengenakan gaun pesta khas Tanah Hijau. Di atas adalah sebuah desa dekat Umanak, Tanah Hijau sebelah utara
[Gambar di hlm. 123]
Kantor Cabang dari tahun 1957 sampai 1982, di Virum
[Gambar di hlm. 125]
Banyak pekerjaan dilakukan untuk membuat perlengkapan panggung untuk ”slide” drama. Pengaturan latar ini seperti sebuah pasar di Babel dibuat untuk drama tahun 1991 mengenai kehidupan Ezra
[Gambar di hlm. 131]
Tempat kebaktian di Silkeborg meliputi sebuah amfiteater yang tertutup sebagian yang memiliki ruangan cukup untuk 3.500 orang, dan Balai Kebaktian yang berdekatan letaknya dapat menampung 900 orang lagi
[Gambar di hlm. 132]
Kebaktian terbesar di Skandinavia yang pernah ada, diadakan di Kopenhagen pada tahun 1969
[Gambar di hlm. 133]
Kantor cabang baru di Holbæk. Daniel Sydlik dari Badan Pimpinan berkhotbah pada penahbisan tahun 1982
[Gambar di hlm. 134]
Balai Kerajaan di Thorshavn—dengan atap lempengan tanah berumput
[Gambar di hlm. 142]
Panitia Cabang: Dari kiri, Erik Jørgensen, Henning Thusgaard, Jørgen Larsen, Arne S. Nielsen, dan Orla Rand Nielsen