Honduras
IA TELAH berjuang dengan gagah berani mengatasi amukan badai yang hampir menghempaskan kapalnya ke pantai yang baru saja diketemukannya. Sewaktu ia akhirnya berhasil lolos dari perairan yang berbahaya, Christopher Columbus dilaporkan bergumam, ”Syukurlah kita telah luput dari kedalaman ini!” Kata Spanyol untuk kedalaman, honduras, rupanya menjadi kata yang cocok. Demikianlah, setidaknya menurut beberapa buku sejarah, latar belakang nama Honduras.
Dewasa ini, Honduras jauh lebih mudah ditinggalkan—atau dicapai—daripada bagi Columbus dulu. Negeri ini merupakan salah satu dari tujuh negeri kecil di daratan sempit yang menghubungkan Amerika Utara dan Selatan. Dengan penduduknya yang berjumlah sekitar lima juta orang yang mendiami tanah seluas 112.000 kilometer persegi, negeri ini bukanlah yang terbesar atau terpadat penduduknya di Amerika Tengah. Namun ini merupakan negeri yang paling bergunung-gunung. Pada 15 derajat garis lintang utara, pantai Karibia dan pantai Pasifiknya ceria dalam kehangatan tropis, sedang dataran tinggi di daerah pedalaman jauh lebih sejuk.
Dari gunung, yang diselimuti pohon pinus sampai ke puncak, hingga hutan dataran rendah yang bergelombang yang ditumbuhi pohon mahoni Honduras yang termasyhur serta pohon cedar, terus sampai ke rawa yang lembab dan menjangkau pantai yang dibatasi dengan pohon palem serta laguna di daerah pesisir Karibia, negeri ini memiliki segudang keindahan pemandangan yang memuliakan sang Pencipta dan memuaskan jiwa.
Rakyatnya sama beraneka-ragam dan menariknya—orang-orang Indian, orang kulit putih, orang kulit hitam, serta perpaduan yang indah dari ketiga ras ini. Orang-orang Indian Maya-lah yang mula-mula datang ke sini. Tak seorang pun tahu dengan pasti dari mana mereka datang.
Terdapat kemiripan yang menakjubkan antara piramida Maya dengan ziggurat Mesir dan Babel, dan ada pula persamaan yang menarik dalam bidang agama. Cara beribadat orang-orang Maya, dengan ilahnya yang banyak dan kepercayaannya akan jiwa yang tidak berkematian serta hukuman setelah kematian, tidak jauh berbeda dengan agama Babel. Kepercayaan ini pun tak banyak berubah dengan munculnya Susunan Kristen.
Susunan Kristen masuk ke negeri ini dengan kekerasan. Spanyol menaklukkan Honduras pada tahun 1524. Sesuai dengan kebiasaan orang Spanyol, mereka memaksakan bahasa Spanyol dan agama Katolik kepada penduduk asli. Hingga saat ini, sekitar 95 persen orang Honduras beragama Katolik. Periode kolonial berakhir kira-kira tiga abad kemudian tatkala kemerdekaan diumumkan pada tahun 1821. Bukan hanya orang-orang Spanyol yang begitu ingin mengeksploitasi negeri yang memiliki aneka ragam flora dan faunanya serta limpah dengan emas dan perak. Akan tetapi, penyerbu berikutnya tidak disebut kolonialis melainkan perompak. William Parker dan Sir Francis Drake keduanya mengancam untuk merebut pantai Honduras pada tahun 1570-an.
Fajar Kebenaran
Agama Babel, baik dari Maya purba maupun dari variasi modern Susunan Kristen, telah mencengkeram orang-orang dalam kegelapan dan dalam belenggu ketidaktahuan, takhayul, dan spiritisme selama berabad-abad. Baru pada hari-hari terakhir ini terdapat cahaya samar-samar dari terang rohani di Honduras.
Pada tahun 1930, Nona Freddie Johnson, seorang wanita mungil berusia sekitar 50-an, mulai mengabarkan berita Kerajaan di sepanjang pantai utara dan di Islas de la Bahía (Kepulauan Bay). Hanya ditemani oleh kudanya, perintis terurap ini membutuhkan iman yang teguh serta stamina prima untuk mencapai orang-orang di perkebunan pisang yang tersebar dan di kota-kota pesisir Tela, La Ceiba, dan Trujillo. Kala itu belum ada jalan—hanya jalan setapak menembus hutan-hutan yang lembab. Sebagian dari perjalanan ditempuh nona ini dengan kereta api bermesin uap, yang dioperasikan oleh sebuah perusahaan buah. Hanya sedikit orang yang pernah melihat Alkitab; banyak, yang sekalipun bisa melihatnya, tidak bisa membacanya. Meskipun demikian, selama tahun itu ia menempatkan lebih dari 2.700 buku dan buku kecil kepada orang-orang berminat. Dia kembali pada tahun 1934 kemudian pada tahun 1940 dan 1941.
Selain saudari penyiar itu yang bekerja pada tahun 1943, tidak ada catatan lebih lanjut tentang pekerjaan pengabaran sampai tibanya para utusan injil pertama pada bulan Oktober 1945. Pada pertengahan tahun 1946, Nathan H. Knorr mengunjungi Honduras untuk membuka kantor cabang dan mengorganisasi pekerjaan pengabaran. Pada tahun itu pula, hamba (pengawas) cabang Donald Burt lulusan kelas ketiga Gilead, bepergian ke daerah pedalaman untuk menilai kebutuhan serta keadaan lingkungan hidup yang akan dihadapi para perintis istimewa kelak.
Darlean Mikkelsen adalah salah seorang dari tujuh utusan injil yang mula-mula. Setelah lulus dari kelas ketiga Gilead, ia ditugaskan ke ibu kota Honduras, Tegucigalpa, pada bulan Februari 1946. Ia bahkan tidak bisa melafalkan nama kota itu dan harus mencarinya di kamus! Belakangan ia tahu bahwa dalam bahasa Lenca, bahasa orang Indian, ”Tegucigalpa” berarti ”Bukit-Bukit Perak”. Dulu sering terlihat kereta api dengan sekitar 15 sampai 20 gerbong berjalan perlahan dari tambang-tambang di bukit menuju kota, sarat dengan muatan perak. Sewaktu Darlean baru tiba di sana, bandaranya hanya berupa sebuah bangunan kayu dengan landasan yang sangat pendek. Namun, ia merasa lega ketika mendapati bahwa ibu kota negara ini lebih maju daripada yang disangkanya.
Juga di antara para utusan injil yang mula-mula terdapat Loverna Grell dan putrinya Ethel. Setibanya di negeri ini, Loverna kaget ketika diberi tahu bahwa keesokan harinya merupakan ”hari memasak”-nya. Sudah lazim dalam rumah-rumah utusan injil setiap orang atau pasangan bergilir mempersiapkan makanan. Loverna menganggap itu suatu tantangan; sebagian besar dari buah-buahan dan sayur-mayur kelihatan sangat aneh, dan untuk membelinya ia harus tawar-menawar dengan para penjual dalam bahasa yang sama anehnya.
Seluruhnya, ada sembilan utusan injil yang melayani di Honduras pada tahun 1946. Sidang pertama dibentuk, dan prospek masa depannya tampak bagus. Para utusan injil memimpin 57 pengajaran Alkitab di rumah. Antara tahun 1946 dan 1949, jumlah rata-rata penyiar Kerajaan bertambah dari 19 menjadi 256, dan jumlah sidang dari satu menjadi enam. Pada waktu yang sama, jumlah pengajaran Alkitab melonjak dari 57 menjadi 160!
Mereka Memasang Sebuah Tanda
Menjelang akhir 1946, Everett dan Gertrude Weatherbee dan sepasang utusan injil lain yang baru tiba menetap di kota kedua terbesar di Honduras, San Pedro Sula. Terletak sekitar 58 kilometer dari Laut Karibia ke arah pedalaman, kota ini, meskipun terkenal sebagai pusat industri, terletak di salah satu bagian paling kaya dan paling subur di negeri itu. Berkat curah hujan yang cukup, pisang, jeruk, nanas, dan tebu di daerah ini tumbuh sepanjang tahun dalam lingkungan hijau yang lebat.
Para pendatang baru ini segera memasang sebuah tanda di serambi depan mereka yang menyatakan ”Balai Kerajaan Saksi-Saksi Yehuwa”. Nama Yehuwa jarang dikenal di daerah itu, maka tanda tersebut menarik perhatian yang tidak sedikit. Beberapa anggota Gereja Evangelis setempat bahkan datang mendengarkan khotbah umum. Pastor tidak senang. Ia menggunakan khotbah berikutnya untuk mencela Saksi-Saksi Yehuwa, bahkan menyebutkan nama-nama dari mereka yang telah menghadiri khotbah umum itu untuk mempermalukan mereka di depan umum. Khotbahnya yang berisi kecaman tersebut malahan membangkitkan lebih banyak minat; minggu berikutnya, bahkan lebih banyak orang Evangelis yang berada di antara hadirin di Balai Kerajaan itu!
Sepuluh kilometer di sebelah timur San Pedro Sula, di kota La Lima, pekerjaan juga maju, namun pada waktu itu hanya ada sebuah sidang berbahasa Inggris. Sidang tersebut tidak dapat menangani orang-orang berminat berbahasa Spanyol yang kian bertambah jumlahnya. Sebuah sidang berbahasa Spanyol diperlukan, namun ada suatu problem yang harus ditanggulangi.
Sebagian besar penduduk tidak melihat manfaat untuk menikah secara sah; pasangan-pasangan begitu saja hidup bersama dan membesarkan anak-anak. Sering, bila kesenangan baru dalam berumah tangga memudar, pria akan meninggalkan keluarganya, biasanya demi wanita yang lebih muda. Banyak wanita yang ditinggalkan masih harus berjuang dalam mengurus anak-anak mereka sambil bekerja sepenuh waktu. Maka sebuah sidang berbahasa Spanyol akhirnya diorganisasi yaitu hanya setelah terkumpulnya beberapa pria yang telah menikah dengan sah dan dapat mengurus sidang. Yehuwa memberkati upaya ini, karena hanya dalam satu tahun, jumlah penyiar di La Lima melonjak dari 24 menjadi 77.
Presiden Berkunjung
Hal yang menonjol pada tahun 1949 adalah kunjungan N. H. Knorr dan Roger Morgan ke kebaktian umum di Tegucigalpa. Setelah itu mereka pergi ke San Pedro Sula dan La Ceiba, menyampaikan khotbah untuk menganjurkan sidang-sidang.
Di antara hadirin di La Ceiba terdapat Oscar yang berusia sembilan tahun. Setiap hari ibunya bangun pukul 4 pagi untuk menyiapkan dagangannya yaitu tortilla [semacam krupuk], kemudian bersiap-siap untuk ikut dalam kesaksian umum menjelang pukul 9 pagi. Oscar adalah seorang anak laki-laki kecil yang sangat cerdas, dan karena ia salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa dan bisa dipercaya, seorang pedagang pria setempat menggunakannya untuk mengantar uang ke bank. Kadang-kadang ia membawa sampai sebanyak 1.500 dolar (A.S.) [Rp 3 juta lebih]. Sewaktu Saudara Knorr berkunjung, Oscar muda selalu menerobos sampai ke tempat duduk di sebelahnya. Belakangan ia menjadi rohaniwan sepenuh waktu. Dalam suatu kecelakaan tragis, Oscar tenggelam pada tahun 1956. Ia tidak akan dilupakan.
Saksi-Saksi Yehuwa Mengudara
Kunjungan dari rumah ke rumah seperti yang dimulai oleh Yesus Kristus merupakan suatu ciri dari umat Yehuwa di Honduras. Namun pada tahun-tahun awal, para pekerja hanya sedikit, dan banyak penduduk yang tak terjangkau, karena baru sedikit jalan yang telah diaspal. Maka memancarkan siaran kebenaran melalui radio sangat efektif. Pada tahun 1949, stasiun radio HRQ dari San Pedro Sula mengundang para Saksi untuk mengisi acara 15 menit setiap minggu. Acara itu berjudul ”Karena Allah Itu Benar Adanya”, yang didasarkan atas buku dengan judul yang sama. Tentu saja, tidak semua orang memiliki radio pada masa itu, namun karena kebanyakan orang yang memilikinya membunyikannya keras-keras, banyak orang selain pemilik radio menikmati acara-acara kami.
Selama empat tahun acara tersebut berlangsung tanpa problem. Namun, suatu hari, pemilik HRQ membaca dalam majalah Sedarlah! artikel berkenaan Suyapa, ”santo” pelindung negeri itu. Sang pemilik mengabdi kepada Suyapa—malahan, stasiun radio ini juga disebut Radio Suyapa. Dengan marah, ia menyampaikan pesan ke rumah utusan injil bahwa pemancaran siaran kami akan dihentikan. Staf stasiun radio itu menyukai para Saksi dan berbicara dengan pemilik tersebut namun sia-sia. Seandainya ia mendengarkan radio pada hari itu, ia tentu akan terkejut mendengar penyiar mengumumkan, ”Acara ’Karena Allah Itu Benar Adanya’ telah dihentikan oleh pemilik stasiun radio ini. Semua personel stasiun radio sangat menyayangkan kejadian ini dan hal ini dianggap sebagai pelanggaran kebebasan berbicara di Honduras.”
Sementara itu, manajer dari stasiun radio lain mengusulkan sebuah acara harian berupa pengajaran Alkitab, yang akan disebut Jam Katolik. Ia meminta imam setempat ambil bagian, tetapi imam itu menolak, dengan mengatakan bahwa ia sibuk dan tidak berminat akan pendidikan Alkitab. Dengan kesal, manajer menjawab bahwa jika imam tidak peduli dengan acara tersebut, ia tahu siapa yang peduli. Ia memperoleh lektur dari para Saksi dan membacakannya di radio. Tidak lama kemudian, para utusan injil menghubunginya dan memberikan kepadanya bahan yang disebut ”Hal-Hal yang Sedang Dipikirkan Orang-Orang”. Imam tersebut menentang acara ini, namun manajer menjawab, ”Anda telah diberi kesempatan tetapi menolak.” Maka acara tersebut terus mengudara.
”Kuduslah Kamu, sebab Aku Kudus”
Selama tahun 1950-an ada dua masa penurunan. Pada tahun 1950 terjadi penurunan jumlah rata-rata penyiar dari 256 menjadi 208. Mengapa? Karena roh Yehuwa menggerakkan organisasi-Nya untuk menuntut segenap umat-Nya bersih di mata-Nya. (Bandingkan 1 Petrus 1:16.) Beberapa menentang roh tersebut dan meninggalkan barisan pekerja dari Allah. Sebagai hasil penyaringan ini, selama empat tahun berikutnya Honduras diberkati dengan lonjakan jumlah penyiar maupun sidang.
Akan tetapi, pada tahun 1954 pukulan lain menimpa dan membuat pekerjaan menjadi tidak stabil selama beberapa tahun berikutnya. Hamba cabang, yang telah dilantik pada bulan September 1953, harus dipecat. Pelanggarannya itu, telah menimbulkan pengaruh yang melemahkan bagi orang-orang lain. Beberapa orang telah mengetahui perbuatan dosanya sebelum hal itu dilaporkan, dan karena mereka telah menutup mata terhadap situasi tersebut dan tidak memiliki keberanian untuk campur tangan, mereka pun tersandung. (Bandingkan Imamat 5:1.) Yang lainnya menyayangkan pemecatan tersebut karena ia sangat disukai oleh saudara-saudara. Namun, menggembirakan, belakangan ia diterima kembali dan sejak itu ia melayani dengan setia.
Namun demikian, kerusakan tak terelakkan, dan Aldo Muscariello, hamba cabang yang baru, harus memikul tanggung jawab untuk menangani situasi ini. Ia menyadari bahwa ada faktor-faktor lain yang turut menyebabkan timbulnya penurunan. Banyak penyiar dan utusan injil terlalu dini menghitung pelajar Alkitab mereka sebagai penyiar, bahkan memasukkan laporan untuk mereka di luar pengetahuan mereka. Kantor cabang menjelaskan bahwa para pelajar harus memenuhi syarat dulu sebelum tergabung dalam barisan penyiar.
Honduras mengesankan bagi Saudara Muscariello sebagai sebuah negeri yang memiliki banyak corak, dengan ternak sapi dan burro (semacam keledai) menapak jalan bersama mobil dan truk; gubuk beratapkan jerami bersebelahan dengan rumah modern; musim hujan hanya diikuti dengan satu musim lain, yaitu musim kemarau yang kering dan berdebu. Suatu malam dengan diterangi lilin ia belajar bersama suatu keluarga dalam sebuah gubuk berdinding batako, berlantai tanah, dan beruang satu yang terletak di lereng bukit di Tegucigalpa, dan esok malamnya ia berada di sebuah ruang kedutaan Guatemala yang luas dan baik penerangannya.
Pekerjaan Melaju Kembali
Pekerjaan melaju, menembus daerah dari segala jurusan. Kepulauan Honduras yang elok, dengan kepulauan utamanya Roatán, Pulau Utila, dan Guanaja, terletak di Laut Karibia sekitar 50 kilometer di lepas pantai utara, di atas pulau karang terbesar kedua di dunia. Pulau-pulau ini bisa dicapai dengan pesawat udara, dengan feri, atau bagi mereka yang tidak takut mabuk laut, dengan goleta. Goleta adalah sebuah sampan kecil, biasanya sarat dengan barang-barang dagangan. Kadang-kadang karena muatannya terlalu banyak ada yang sampai tenggelam. Di kepulauan ini banyak rumah dibuat dari kayu, dicat warna-warni, dan dibangun di tengah air di atas tiang-tiang sehingga jalan masuk dilakukan melalui titian sempit.
Pada tahun 1948, Donald Burt bersama utusan injil William dan Ruby White bepergian ke Coxin’s Hole, ibu kota Roatán, untuk menggerakkan pekerjaan di pulau tersebut. Sejak itu, banyak saudara terutama yang berasal dari luar negeri, mencoba menetap di kepulauan ini dan memberitakan kabar baik Kerajaan di sana. Sejauh ini, sambutannya terbatas.
Sewaktu Lloyd Aldrich, hamba cabang pada tahun 1960-an, berkunjung ke Roatán, ia mendapati penduduknya taat beragama, ramah, tidak kaku, dan suka bergaul. Ia memperhatikan dengan penuh minat bahwa bila seorang pengkhotbah mengajukan sebuah pertanyaan retorik dalam khotbah umum, hadirin akan berbicara dan menjawabnya. Misalnya, sewaktu seorang pengkhotbah bertanya, ”Berapa banyakkah air di laut?” seseorang menjawab, ”Hanya Tuhan yang tahu, dan Ia tidak mengatakannya.” Sewaktu membahas masalah keluarga, seorang pengkhotbah memberi komentar bahwa beberapa wanita mengomeli dan menguasai suami mereka dan akhirnya mengambil alih kekepalaan. Dari balik ruangan, ada suara lantang menyahut, ”Amin!”
Ke Pantai Mosquitia!
Kebanyakan orang Honduras belum pernah ke pantai Mosquitia, sektor timur jauh negeri itu. Daerah yang ditutupi sebagian besar oleh hutan perawan, lembah subur, dan hutan tropis basah, dan yang jarang penduduknya ini didiami oleh segala jenis orang, mulai dari orang-orang Indian Paya dan Miskito, yang masih berbicara dalam dialek kuno daerah mereka, dan orang-orang Zambo, keturunan orang-orang kulit hitam yang kawin campur dengan orang-orang Indian Karib yang ganas, hingga para pelarian, perompak, dan pedagang budak.
Meskipun hanya sedikit orang di daerah itu yang berbicara bahasa Spanyol ataupun Inggris pada waktu itu, tetap harus ada yang membawakan kabar baik kepada mereka. Itulah yang dipikirkan pengawas wilayah Gerald Hughes pada tahun 1957, dan pengaturan dibuat untuk perjalanan pengabaran. Ia ditemani oleh Cristóbal Valladares, yang belakangan menjadi Saksi Honduras pertama yang terjun dalam pekerjaan keliling. Bersama suatu kelompok, mereka berangkat ke Trujillo, tempat perjalanan pengabaran betul-betul dimulai.
Mereka hanya mengemasi barang-barang yang betul-betul mereka butuhkan dan menyewa sebuah perahu motor kecil yang tidak ada ”barang-barang mewah” seperti bangku tidur, kursi, radio, kompas, atau instrumen jenis apa pun. Namun kapten dan awaknya kompeten, semuanya ahli mengendalikan perahu. Ini juga merupakan hal yang bagus, karena setelah melewati tempat yang disebut Tanjung Honduras, laut sangat bergelora. Ada yang bahkan jatuh dari perahu namun dengan tangkas diselamatkan.
Dua puluh dua jam berlalu sebelum mereka mendarat di desa kecil Sangrelaya. Selama itu mereka tanpa makanan dan air. Keesokan harinya, dengan sebuah sampan kayu, para Saksi ini pergi ke Sungai Hitam, dan menyusurinya sampai ke daerah yang akan mereka kerjakan. Segera mereka bertemu dengan seorang wanita berbahasa Inggris yang berminat dan menggunakan waktu beberapa jam bersamanya pada waktu itu dan dalam kunjungan mereka berikutnya, mengajarkan Alkitab kepadanya. Pada malam berikutnya, 35 orang datang untuk mendengarkan khotbah Alkitab, dan sesudah itu orang-orang menahan saudara-saudara hingga larut malam untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.
Tujuan berikutnya adalah Laguna Brus. Setelah berjalan dengan susah payah melewati daratan pasir yang memisahkan laguna dari laut, mereka tiba di salah satu perkebunan kelapa terbesar di dunia, Tusí Cocal. Setelah beberapa hari di sana mereka baru dapat menikmati makanan yang layak dan keramahan yang hangat dari sebuah rumah yang mereka gunakan untuk mempersembahkan ceramah umum ”Kebangkitan, Neraka, dan Surga”. Tiga puluh empat orang hadir, beberapa di antaranya terdapat wanita-wanita yang menggendong bayi mereka di punggung. Di sebuah desa di sisi lain laguna, lebih dari 30 orang hadir untuk mendengarkan sebuah khotbah Alkitab. Orang-orang terus berdatangan, maka setelah Pelajaran Menara Pengawal, saudara-saudara mempersembahkan sebuah khotbah umum lain.
Mereka melewati siang hari dengan sibuk mengabar, dan malam hari di tempat bermalam yang ditawarkan. Makanannya beraneka ragam: yucca, sarden, roti kelapa, dan kopi lokal. Akhirnya, ketika tiba kembali di Sangrelaya, mereka mendapati bahwa pendeta bertekad untuk menakut-nakuti orang agar tidak mendengarkan mereka. Ia bahkan menolak memberikan kunci gedung sekolah umum. Ini tak jadi masalah; 62 orang menghadiri acara khotbah umum di tempat lain. Delapan belas hari sejak perjalanan dimulai, kelompok tersebut bertolak pulang menuju kota Limón. Di sana, walikota menunjukkan kepada mereka sebuah buku yang telah disimpan lama, The Harp of God. Ia memperoleh buku itu 27 tahun yang silam, kala Saudari Johnson merintis di daerah tersebut.
Pada waktu mereka mengadakan perjalanan dengan kano kembali ke Trujillo, kelompok tersebut memperkirakan bahwa mereka telah membagikan kabar baik kepada hampir 800 penduduk yang tersebar di pantai Mosquitia. Suatu awal yang bagus!
Beberapa Serangan Gagal
Tentu, Setan selalu memastikan agar pekerjaan pengabaran terus mendapat tentangan dengan cara apa pun. Umumnya, Saksi-Saksi Yehuwa dihormati di Honduras. Bahkan sewaktu pemerintah telah menyatakan keadaan darurat, mereka tidak pernah bertindak untuk melarang perhimpunan-perhimpunan kami. Namun selalu ada tokoh-tokoh penting yang begitu berprasangka sehingga dengan segala upaya mereka merintangi pekerjaan pengabaran. Dalam setiap kasus kelihatannya Yehuwa membangkitkan seorang Gamaliel modern untuk membela Saksi-Saksi-Nya.—Bandingkan Kisah 5:33-40.
Pada tahun 1960-an ada suatu kelompok yang mengerahkan segala upaya untuk mendiskreditkan Saksi-Saksi Yehuwa di hadapan pemerintah, menyerang mereka baik melalui pers maupun radio dan mendesak agar semua utusan injil Saksi diusir. Pemerintah membentuk sebuah panitia khusus untuk menetapkan apa yang harus dilakukan melihat semua tuduhan yang ada. Dalam pertemuan itu hadir seorang pengacara yang pernah mempersiapkan sebuah tesis mengenai perjuangan Saksi-Saksi Yehuwa secara hukum di seluruh dunia serta manfaatnya bagi masyarakat. Ia berbicara atas nama para Saksi, seraya mengingatkan panitia, ”Orang-orang itu telah memenangkan hak-hak mereka secara hukum di banyak negeri.” Ia mendesak pemerintah untuk paling sedikit memberikan hak-hak sah kepada para Saksi, atau lebih dari itu. Panitia memutuskan untuk membiarkan Saksi-Saksi Yehuwa meneruskan aktivitas mereka tanpa gangguan.
Karena artikel-artikel berita yang memfitnah demikian, seorang penilik sekolah di sebuah distrik diminta untuk memeriksa masalah Saksi-Saksi Yehuwa. Pria yang tidak memihak ini mengenal beberapa Saksi dan telah membaca beberapa lektur mereka. Ia memveto penyelidikan itu dan mengusulkan bahwa akan lebih produktif untuk memeriksa perangai dari para pengarang artikel-artikel tersebut. Ia berargumentasi bahwa merekalah yang kemungkinan besar menjadi ancaman bagi keamanan nasional.
Saksi-Saksi Yehuwa betul-betul netral bila masalahnya menyangkut urusan dan konflik politik. Sikap ini kadang-kadang menjadi dasar dari serangan tanpa alasan. Tak lama sebelum kebaktian distrik tahun 1966, menteri pendidikan berusaha memaksakan suatu peraturan yang mengharuskan semua murid sekolah untuk salut kepada bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan di sekolah. Namun setiap kali panitia mengadakan pertemuan, seseorang secara resmi mengusulkan penundaan. Salah seorang di antaranya adalah seorang pria yang istrinya belajar dengan Saksi-Saksi. Ia merasa yakin bahwa saksi-saksi memiliki alasan-alasan sah berdasarkan Alkitab untuk tidak ikut serta dalam upacara-upacara patriotik. Menteri mengirimkan selebaran ke sekolah-sekolah yang menganjurkan para guru memaksa anak-anak salut kepada bendera dengan risiko dikeluarkan kalau menolak, namun peraturan yang tidak masuk akal ini tidak pernah dicantumkan dalam konstitusi.
Hati Nurani Kristen
Anak-anak sekolahlah yang merasakan dampak dari masalah salut kepada bendera ini. Beberapa guru, dalam upaya untuk menunjukkan pengertian, tanpa sadar telah berkata dusta. Beberapa memberi tahu para murid bahwa salut kepada bendera tiada lain dari tanda respek. Namun, anak-anak Saksi tahu benar perbedaan antara respek—yang mereka tunjukkan terhadap bendera-bendera dari semua bangsa—dengan penyembahan berhala. Mereka juga mengetahui bahwa lagu kebangsaan nasional Honduras menggunakan ungkapan-ungkapan seperti ”lambang ilahi” dan ”pataka kudus” untuk bendera, yang dengan jelas memberikan makna agama kepadanya.
Di kota San Juancito, seorang guru memberikan kepada seorang Saksi muda sebuah saran yang ”bermanfaat”: berikan salut kepada bendera ”sekali ini saja” agar ijazah dapat diperoleh dan kemudian ”akui” hal ini kepada pemimpin agama untuk minta pengampunan. Saudara muda itu menjelaskan bahwa bila seseorang berdosa, itu ia lakukan terhadap Allah dan Kristus dan yang menjadi motivasi dari hati nuraninya, takut membuat Allah tidak senang, bukan manusia.
Beberapa perwira militer juga telah memahami bahwa hati nuranilah, bukan semangat kecut hati atau memberontak, yang menggerakkan seorang kristiani untuk tidak melakukan pelanggaran. Tidak jauh dari Danlí, beberapa saudara sedang melakukan dinas pengabaran sewaktu patroli militer datang untuk mengumpulkan calon-calon tentara. Mereka memerintahkan dua saudara muda naik ke sebuah bus yang akan membawa mereka ke markas besar batalion. Sewaktu saudara yang memimpin kelompok pengabaran itu mengetahui apa yang telah terjadi, ia segera meminta izin untuk memberi kesaksian kepada semua orang di dalam bus. Ia mulai dengan sersan yang bertugas, menjelaskan seluruh pekerjaan pelayanan dari kedua saudara muda ini. Sersan memerintahkan agar mereka dibebaskan supaya pekerjaan dapat mereka lakukan dengan tenteram.
Perang Tahun 1969
Selama beberapa waktu api persaingan dan prasangka antara Honduras dan El Salvador dikipasi oleh propaganda melalui radio yang nasionalistis di kedua negeri itu. Di Honduras kelompok-kelompok liar kadang-kadang berkumpul di sekeliling rumah-rumah dan tempat-tempat bisnis orang Salvador. Percikan sekecil apa pun dapat menyebabkan suatu ledakan; dan itu tepat terjadi pada bulan Juli 1969, sewaktu tim sepakbola Honduras dan Salvador saling berhadapan dalam pertandingan penentuan kejuaraan dunia tahun 1970. Perang dimulai di sana di stadion! Sulit dipercaya bahwa orang-orang Honduras dan Salvador, yang telah tinggal bersisian sebagai sahabat dan tetangga selama lebih dari satu generasi, mencabut pistol dan parang machete mereka dan mulai saling membantai—namun itulah sebenarnya yang terjadi di kota-kota dan desa-desa di kedua negeri ini.
Perang telah mempengaruhi sidang, pelayanan, dan perhimpunan dari Saksi-Saksi, karena adanya pemadaman listrik, jam malam, kehilangan pekerjaan, pelecehan, dan pengusiran orang-orang Salvador dari Honduras, yang beberapa di antara mereka adalah saudara-saudara. Saudara Manuel Martínez dari Panitia Cabang, yang kini melakukan pekerjaan keliling, mengingat bagaimana 23 saudara yang berbakti dalam sidangnya harus kembali ke El Salvador. Ia menambahkan, ”Saya bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Sesudah tahap terburuk dari perang berakhir, saya pergi untuk memimpin pelajaran Menara Pengawal, yang hanya dihadiri dua orang saja.”
Di banyak kota, panitia-panitia warga dibentuk untuk melakukan tugas yang ditetapkan sendiri yakni memeriksa jalan dan rumah, kalau-kalau ada musuh Negara. Setiap anggota masyarakat diharapkan berpartisipasi dalam pekerjaan panitia dan ronda malam. Saudari Rubina Osejo membuka sebuah sekolah swasta pada waktu itu. Panitia warga menghampirinya dan meminta dia ikut serta. Ia mengingat nasihat Yesus untuk ”cerdik seperti ular” dan menjawab bahwa ia tidak dapat berpartisipasi dalam ronda malam, maupun menyumbangkan uang, namun ia akan terus berjaga-jaga secara rohani dan berdoa agar perang dan ketidakadilan segera berakhir.—Mat. 10:16.
Kadang-kadang perang memberikan kesempatan kepada umat kristiani sejati untuk memberi kesaksian melalui tingkah laku mereka. Beberapa Saksi di El Progreso mempunyai seorang tetangga orang Salvador yang membenci Saksi-Saksi dan tidak mau berbicara kepada mereka. Ketika pecah perang, gerombolan orang banyak mulai mengincar bisnisnya yang menguntungkan. Namun suatu hari ketika mereka hendak menjarahnya, seorang pria yang belajar dengan para Saksi-Saksi berteriak kepada gerombolan orang banyak tersebut, ”Jangan bertindak biadab! Istri orang itu orang Honduras, dan kalian akan mengambil makanan dari mulut anak-anak mereka—anak-anak yang juga saudara-saudara kalian orang Honduras.” Gerombolan itu berlalu, dan orang Salvador itu menyelinap ke luar dengan membawa beberapa barang serta uang dan menyembunyikannya di Balai Kerajaan. Belakangan, sewaktu ia menerima kembali segala miliknya, ia menyatakan, ”Kini saya tahu bahwa Saksi-Saksi Yehuwa adalah orang-orang jujur dan dapat dipercaya serta netral dalam masalah perang.” Dengan air mata berlinang ia memohon saudara-saudara memaafkan dia atas perlakuannya dulu kepada mereka.
Selama perang berkecamuk, seorang saudara berkebangsaan Honduras ditahan dan dibawa ke hadapan seorang sersan angkatan bersenjata yang memerintahkan dia masuk dinas tentara. Sersan tersebut menjadi berang ketika saudara itu menjelaskan sikapnya yang sesuai dengan hati nuraninya. Selama tiga malam ia berusaha mematahkan integritas saudara ini. Ia bahkan mengancam untuk membunuhnya. Semuanya sia-sia. Beberapa bulan kemudian, sersan tersebut kehilangan pangkat dan harus mencari pekerjaan lain di luar. Ia diterima bekerja di sebuah perusahaan tambang setempat. Di sana, ia terkejut ketika mendapati mandornya yang tampak tak asing lagi—saudara yang pernah disiksanya! Sebaliknya dari berusaha membalas dendam, saudara itu membagi makan siangnya dan membiarkan termos kopinya dipakai bersama mantan sersan yang gemetar ketakutan. Lama-kelamaan rasa takut orang ini hilang, dan pada waktunya ia menerima pengajaran Alkitab.
Sepasang suami-istri ditangkap dan dipenjarakan karena disangka orang Salvador. Sang suami lahir di El Salvador namun kini telah menjadi warganegara Honduras; istrinya dari Nikaragua. Seorang penatua dan seorang utusan injil datang untuk menjelaskan kepada pejabat yang berwenang bahwa pasangan ini, kini berusia 70-an, adalah Saksi-Saksi Yehuwa dan sama sekali tidak memiliki kecenderungan untuk menjadi musuh Negara. Pejabat itu mengizinkan mereka berdua ke luar dari sel. Ketika melihat saudara-saudara itu, pasangan lanjut usia ini terharu hingga mencucurkan air mata. Sewaktu pejabat tersebut menyaksikan kasih sayang yang tulus ini meskipun berbeda kebangsaan, ia segera membebaskan pasangan tersebut. Namun, bahaya lebih besar menghadang—mereka harus disembunyikan dalam bagasi mobil agar selamat. Menakjubkan, mereka berhasil melewati semua rintangan jalan dan menemukan tempat persembunyian yang aman di pinggir kota.
Tidak Memerlukan Senjata Api
Baik perang maupun damai, zaman yang berbahaya dan penuh kekerasan yang di dalamnya kita hidup, hal ini telah menyebabkan orang-orang bersandar pada senjata api dan senjata-senjata lain untuk membela diri. Namun, beberapa orang yang dulunya percaya pada senjata api telah belajar untuk menaruh keyakinan kepada Yehuwa.
Selama perang, direktur sekolah di desa pegunungan yang indah El Rosario yang juga adalah seorang pemimpin sebuah kelompok bersenjata yang berpatroli di jalan-jalan pada malam hari—meskipun sekarang ia mengakui bahwa sebagian besar waktunya dihabiskan untuk minum minuman keras. Ia seorang patriot yang gigih, namun ia menentang tindakan brutal yang tidak perlu terhadap para tawanan. Sekali peristiwa seorang kerabatnya yang terkenal akan kecenderungan kriminalnya hendak menembak beberapa pria, wanita, dan anak-anak yang tak berdaya. Direktur itu memberi tahu dia bahwa jika ini merupakan contoh keperkasaannya, maka dia harus maju ke medan perang, atau jika tidak mereka berdua harus menjual pistol mereka—sekarang! Bertahun-tahun kemudian direktur sekolah ini menjadi salah seorang prajurit Kristus yang sejati, seorang Saksi Yehuwa. Kini ia membela prinsip-prinsip yang benar dengan sikap yang sama beraninya—namun dengan Firman Allah, bukan dengan pistol.
Seorang wanita yang mengusahakan sebuah kedai minuman membawa sepucuk pistol, dan banyak yang takut kepadanya. Rumahnya dihiasi banyak patung dan ia belajar ilmu gaib, namun jauh dalam lubuk hatinya ia merasa tidak bahagia dan mendambakan sesuatu yang lebih baik. Buku Kebenaran membukakan pintu baginya, dan dengan bantuan suatu pengajaran Alkitab di rumah, ia mulai ’mengenakan kepribadian baru’.—Ef. 4:24
Ia mulai menghadiri perhimpunan-perhimpunan dan memusnahkan patung-patungnya, namun merasa kecewa sewaktu ”sahabat-sahabatnya” menyalahgambarkan para Saksi. Saudari yang memimpin pengajaran Alkitab bersabar; pada waktunya hati wanita itu menjadi begitu dikuatkan sehingga ia mulai pergi dari rumah ke rumah membawa Alkitabnya—namun tanpa pistol, tentunya! Tak lama kemudian ia sendiri mempunyai tujuh pengajaran Alkitab. Sejak ia dibaptis pada tahun 1971, ia terus maju, selalu percaya kepada Yehuwa.
Usia Santos sudah sangat lanjut sewaktu ia belajar kebenaran. Ia pernah menjadi komandan militer, walikota, juru damai, hakim pidana, dan ketua cabang dari suatu partai politik. Ia selalu menyandang pistol, sebagai lambang wewenang. Sepanjang kariernya, ia harus menahan penjahat-penjahat yang mengerikan. Ketika Santos menjadi seorang Saksi dan memulai pelayanannya dari rumah ke rumah, ia mendapati bahwa dalam karier barunya ini ia membutuhkan lebih banyak keberanian daripada yang pernah dimilikinya dalam kariernya dulu. Ia memperoleh keberanian tersebut, bukan dari sepucuk pistol, melainkan dari doa kepada Yehuwa.
Namun, pernah sebuah pistol digunakan untuk membela para Saksi. Uskup dari Santa Rosa de Copán selalu berusaha menyulitkan saudara-saudara. Ia mengikuti mereka dari rumah ke rumah dan mengambil lektur yang telah mereka tinggalkan dan membakarnya. Ia menggiring kawanannya pergi melempari atap Balai Kerajaan dengan batu. Suatu malam ketika perhimpunan sedang berlangsung, seseorang membuka pintu dan menyiram seember besar lumpur—yang mengotori, antara lain, baju putih seorang saudari muda. Seorang saudara pergi dan menjelaskan situasinya kepada kepala polisi setempat, yang menjadi marah. Ia mendatangi uskup tersebut, dan sambil mengusap-usap pistolnya, ia berkata kepadanya, ”Jika aku dengar Anda mengganggu Saksi-Saksi Yehuwa itu lagi, aku akan mengurusmu dengan ini.” Sejak itu tak ada lagi tentangan dari uskup tersebut.
Firman Yehuwa mengenai Darah
Kadang-kadang, iman Saksi-Saksi Yehuwa di Honduras mendapat ujian yang keras dari beberapa dokter dan ahli bedah yang tidak menghormati pendirian mereka yang berdasarkan Alkitab berkenaan transfusi darah. Cecilia dan suaminya, misalnya, mengalami suatu tabrakan serius dengan sebuah truk. Ketika akhirnya mereka siuman, mereka mendapati diri ada di rumah sakit, keduanya luka parah. Rahang Cecilia retak. Para dokter memberi tahu bahwa dia harus dioperasi dan menerima transfusi darah. Karena rahangnya retak, ia susah menjawab, namun Cecilia berhasil menjelaskan bahwa ia setuju dengan perawatan yang diperlukan—kecuali transfusi darah. Ia menerima tanggung jawab atas konsekuensi apa pun dari pendiriannya. Dokter memberi tahu bahwa dia harus meninggalkan rumah sakit, karena mereka tidak dapat berbuat apa-apa lagi baginya.
Sebelum dia meninggalkan rumah sakit, suatu hari dia dikelilingi oleh sekelompok calon dokter muda yang, sambil tertawa dan bersikap tidak sopan, mendesak ingin tahu siapa yang telah memenuhi pikirannya dengan gagasan bodoh demikian. Mereka memberi tahu bahwa di rumah sakit ini merekalah yang memberi perintah, bukan Saksi-Saksi Yehuwa. Mereka kemudian memberikan kepadanya apa yang mereka sebut sebagai ”perawatan yang bahkan hewan pun tak sanggup menahannya,” memasukkan kawat di bawah rahangnya dan memutar-mutarnya di dalam mulutnya. Ketika ia mengeluh kesakitan, ia kembali disambut dengan sikap yang tidak senonoh, kecuali seorang pemuda yang kelihatannya sedikit berperikemanusiaan. Ia menganjurkan saudari itu dengan kata-kata, ”Nah, ibu muda, saya tahu ini sakit sekali. Mintalah agar Allah Anda Yehuwa membantu ibu untuk menahan rasa sakit itu.”
Dua hari kemudian kelompok yang sama ini kembali dan mendapati usaha mereka tidak berhasil. Tanpa merasa kasihan, mereka menarik ke luar kawat tersebut. Kemudian mereka menyisipkan sebuah penyangga dari tanah liat ke dalam rahangnya, dan setelah itu ia dibiarkan selama tiga hari untuk bisa pulih. Selama waktu itu ia tak dapat berbicara; ia hanya dapat berpikir dan berdoa, dan ia merenungkan kata-kata di Amsal 3:5, ”Percayalah kepada [Yehuwa] dengan segenap hatimu.” Sewaktu mereka kembali, mereka terkejut. Seorang pria berseru, ”Lihat, bukan main sehatnya dia!” Seorang pria lain menambahkan, ”Pasti itu karena ketaatannya kepada Allah. Tak ada umat yang memperlihatkan ketaatan kepada Allah yang sama seperti mereka.”
Sonia Marilú berusia 13 tahun dan kesehatannya buruk. Para dokter tidak pernah menghasilkan kata sepakat berkenaan penyebab dari penyakitnya. Akhirnya suatu krisis datang sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Ususnya berlubang dan harus segera dibedah. Orang-tuanya menjelaskan pendirian mereka tentang darah kepada para dokter. Jawaban mereka, ”Kami akan mengoperasi tanpa darah—jika ibu dan bapak ingin dia meninggal.” Orang-tuanya kemudian membawanya pergi dari sana untuk mengadakan perjalanan berbahaya ke El Salvador. Ia tiba dalam kondisi yang sangat serius. Beberapa dokter, yang satu di antaranya seorang Saksi, memeriksanya dan melaksanakan pembedahan tanpa menggunakan darah. Meskipun keadaannya menjadi sangat buruk, ia selamat melewati pembedahan tersebut!
Masalahnya belum selesai sampai di situ. Empat hari kemudian keadaannya tiba-tiba memburuk dan pembedahan perlu dilakukan lagi. Kali ini sebuah tim bedah lain yang melaksanakan operasinya. Karena melihat kadar darahnya sangat rendah, mereka berkata, ”Jika adik tidak menerima darah, adik akan meninggal, dan tanpa darah kami tidak akan melakukan operasi.” Dengan teguh Sonia menolak transfusi darah. Karena kelihatannya anak perempuan tersebut tidak akan bertahan lagi lebih dari 12 jam, para dokter memutuskan untuk mengoperasinya, seperti terlukiskan dari kata-kata ini, ”Risikonya besar dan kami tidak dapat berbuat apa-apa.” Meskipun kadar hemoglobinnya telah merosot menjadi empat gram per 100 mililiter, mereka tidak mentransfusikan darah. Keesokan paginya, di luar dugaan staf rumah sakit, ia hidup dan membaik. Seorang dokter berkata, ”Adik pergi menghadap Allah, dan ia mengirimmu pulang. Ternyata ia mengasihimu.”
Sonia memerlukan perawatan yang intensif selama beberapa waktu, dan dokter-dokter itu masih menyarankan darah untuk mempercepat penyembuhan. Namun lambat tapi pasti, ia dapat pulih tanpa itu. Ketika tiba saatnya ia keluar dari rumah sakit, salah seorang dari tim dokter pertama yang mengoperasinya berkata kepadanya, ”Adik telah menghormati hukum Allah, tidak melanggar hati nurani, dan bebas dari bahaya AIDS.”
”Setia dalam Perkara-Perkara Kecil”
Pemerintah Honduras terus mengadakan perjuangan melawan para pelanggar hukum kecil-kecilan. Para tetangga duniawi pun berjuang terus-menerus karena adanya kebiasaan berurat-berakar yang meluas, yakni meminjam tanpa mengembalikan. Sebelum dibaptis, orang-orang baru harus belajar mengubah sikap tersebut dan harus ”setia dalam perkara-perkara kecil”.—Lukas 16:10.
Sepasang suami istri telah belajar bahwa bukan hanya benar namun juga bermanfaat untuk ’memberikan kepada Kaisar apa yang wajib mereka berikan kepada Kaisar’. (Markus 12:17) Selama sembilan tahun Edmundo dan istrinya, Estela, telah mengimpor barang dari Guatemala dan Meksiko. Mereka telah mendapati bahwa beberapa petugas bea cukai menurunkan pajak impor secara ”tidak resmi.” Sejak permulaan mereka telah memperkenalkan diri sebagai Saksi-Saksi Yehuwa; lama-kelamaan kejujuran mereka meyakinkan para petugas. Sekarang mereka hanya mengisi formulir bea cukai apa adanya, dan kata-kata mereka dianggap sudah cukup. Sewaktu importir-importir lain melihat bahwa pasangan ini hanya mengalami sedikit kesulitan dengan bea cukai dan barang dagangan mereka tidak disita terus-menerus, mereka pun berpikir untuk menjadi lebih jujur.
Seorang saudara dari San Pedro Sula telah bekerja selama 18 tahun di Kantor Bea Cukai dan Pendapatan pemerintah. Dalam suatu wawancara saudara itu menjelaskan, ”Godaan untuk memperkaya diri tanpa meninggalkan jejak bukti sangat kuat, namun saya tidak berhasrat untuk melanggar hati nurani saya. Selain itu, saya tahu bahwa mata Yehuwa senantiasa mengawasi. Sekali peristiwa, saya ditawari kunci mobil mana saja dari suatu partai mobil jika saya mau mengurangi nilai pajaknya. Namun tawaran tersebut, meskipun menggoda, tak dapat dibandingkan dengan nilai hati nurani yang bersih dan respek dari rekan-rekan sekerja dan para direktur. Tahun lalu saya diundang ke suatu seminar, dan dalam kata-kata penutupnya, seorang wakil PBB dalam bidang administrasi bea cukai meminta saya berdiri. Di depan umum ia memberi selamat kepada saya atas sikap yang menghormati hukum, tidak menerima suap, dan merupakan suatu teladan yang patut ditiru.”
Kemajuan di Daerah Pedalaman dan Daerah Terpencil
Saudara-saudara telah mengerahkan upaya yang besar untuk mencapai orang-orang di daerah-daerah terpencil. Itu merupakan tugas yang menuntut pengorbanan, namun seperti yang sering dikatakan, sukacita dan kepuasan jauh melampaui jerih payah.
Puerto Cortés, sebuah kota pelabuhan di Laut Karibia dan dibangun sebagian di atas tanah basah yang ditimbun, kini memiliki beberapa sidang yang bertumbuh subur. Robert Schmidt, seorang utusan injil di sana pada akhir tahun 1960-an, mengingat saat-saat ia mengerjakan daerah sepanjang 80 kilometer ini dengan berjalan kaki sewaktu hanya ada satu sidang di sana. ”Pada waktu itu, perjalanan mengunjungi rumah-rumah di sepanjang jalan menuju Guatemala sangat melelahkan, selama tujuh hari berjalan kaki. Hanya beberapa kelompok kecil yang mampu melakukannya. Orang-orang yang berminat umumnya memberikan makanan sebagai pengganti lektur; banyak yang bertani memiliki sedikit atau tidak mempunyai uang sama sekali. Dalam perjalanan pulang, kami mengadakan kunjungan kembali dan memimpin pengajaran Alkitab dengan diterangi lilin pada malam hari.” Dan apa imbalannya? Pada tahun 1971 sebuah sidang didirikan di Omoa, sebuah kota yang agak besar di daerah itu.
Selama tahun 1970-an, Sidang Puerto Cortés mengadakan penyelenggaraan untuk mengerjakan daerah-daerah yang berpencar ke arah timur, dengan mengutus beberapa kelompok saudara ke sana naik kereta api perusahaan buah atau mobil Land-Rover yang sudah tua namun dapat diandalkan. Perlengkapan standarnya termasuk tali yang kuat dan dua buah sekop. Selama musim hujan, truk-truk akan antre di depan lubang-lubang berlumpur, khususnya yang berbahaya. Bila sebuah truk berhasil lewat, sorak-sorai terdengar; bila tidak, tali dan sekop keluar. Bayangkan situasinya. Setelah melepaskan sepatu, saudara-saudara menggulung celana panjang mereka, saudari-saudari menaikkan dan mengikat rok-rok mereka, dan semuanya menggali. Sekali lagi, saudara-saudara mendapat imbalan dari pekerjaan mereka yang penuh kesabaran dengan melihat suatu kelompok terpencil berkembang di Baracoa dan sebuah sidang yang sehat di La Junta di tepi Sungai Ulúa. Masing-masing kini memiliki Balai Kerajaan sendiri.
Beberapa saudari perintis istimewa, termasuk Olga Aguilar (kini Olga Walker), dari Sidang Choluteca di selatan mulai mengunjungi Guásimo, suatu wilayah kecil tinggi di atas gunung. Pada waktunya dan dengan bantuan saudara-saudara, 25 orang mulai berhimpun bersama. Akan tetapi, mereka menyadari bahwa untuk maju secara rohani, mereka harus bergaul dengan saudara-saudara seiman lainnya. Tapi bagaimana caranya? Untuk mencapai Choluteca makan waktu hampir tiga jam dengan berjalan kaki. Karena mereka hanya memiliki burro (sejenis keledai) kecil sebagai sarana transportasi, kasih akan Yehuwa-lah yang menjadi penggerak yang sesungguhnya. Menarik sekali bahwa, saudara-saudara dari Guásimo yang biasanya tiba lebih dulu di perhimpunan-perhimpunan! Pada kebaktian wilayah tahun 1970 di Choluteca, 13 saudara dari Guásimo dibaptis. Seorang saudara, yang bertekad agar keluarganya dapat memperoleh manfaat lebih banyak dari perhimpunan-perhimpunan, telah benar-benar memindahkan rumahnya ke kota. Bagaimana caranya? Ia memikulnya di punggung, potong demi potong, setiap kali ia pergi ke perhimpunan!
Sewaktu saudara-saudara di Sidang El Progreso mulai mengunjungi kota Santa Rita, sekitar 24 kilometer ke arah selatan, pemilik sebuah tempat pemangkas rambut dengan senang hati menerima lektur. Ia memohon agar saudara-saudara tinggal dan mengajarnya, namun mereka ingin mengunjungi sebanyak mungkin orang di kota itu sebelum pulang. Pria itu memohon, ”Jika kalian mau kalian bisa bermalam di rumah saya dan makanan akan saya sediakan agar kalian tidak kehilangan waktu yang berharga.” Singkat kata, 15 saudara diberi makan dan penginapan di rumah sang pemangkas rambut pada malam itu.
Keluarga-Keluarga dari Luar Negeri Datang Membantu
Banyak yang tidak dapat melayani sebagai utusan injil memiliki semangat utusan injil. Maka, pada tahun 1968, sewaktu Menara Pengawal mulai menganjurkan saudara-saudara untuk pindah ke negeri-negeri yang memerlukan lebih banyak tenaga, kantor cabang Honduras menerima ratusan surat sedikitnya dari 24 negeri.
Grant Allinger, hamba cabang pada waktu itu, mempersiapkan sebuah memorandum delapan halaman yang memberikan bimbingan yang terinci dan positif bagi mereka yang meminta keterangan. Hasilnya? Sejak tahun 1968 hingga 1974, sedikitnya 35 keluarga dari seputar dunia pindah ke Honduras—Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Kanada, dan bahkan dari Selandia Baru yang jauh.
Beberapa menghadapi tantangan yang nyata dalam upaya mewujudkan rencana mereka. Satu keluarga dari Kanada melakukan penyelidikan yang perlu, menghitung biayanya, dan mengatur untuk pindah. Namun problem serius muncul: Bagaimana mereka dapat membiayai perjalanan mereka? Mereka bergantung pada penjualan mobil mereka untuk membayar utang-utang, namun ketika hari keberangkatan mendekat, mereka hanya memiliki 16 dolar A.S. (sekitar Rp 32 ribu) di saku mereka. Yehuwa tidak meninggalkan mereka. Sehari sebelum berangkat, mobil mereka terjual! Selain itu, sewaktu sahabat-sahabat mereka singgah untuk mengucapkan selamat jalan, masing-masing meninggalkan sesuatu untuk membantu mereka, dan jumlahnya mencapai $600 (sekitar Rp 1,2 juta). Mereka berterima kasih kepada sahabat-sahabat mereka dan kepada Yehuwa.
Mereka yang datang untuk melayani di tempat yang memerlukan lebih banyak tenaga merupakan berkat sejati bagi pekerjaan pengabaran. Misalnya, Raymond Walker tiba di sini dari Inggris pada tahun 1969. Perlu waktu baginya untuk menetap dan menguasai bahasa, namun sesudah itu ia memasuki barisan perintis, kemudian melayani dalam dinas wilayah dan distrik bersama istrinya, Olga. Kini ia melayani sebagai salah seorang dari lima anggota Panitia Cabang.
”Keselamatan bagi Semua Jenis Orang”
Meskipun, rasul Paulus berkata bahwa keselamatan akan tersedia bagi ”semua jenis orang,” ia juga menyatakan, ”Menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak [yang dipanggil, NW], tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang.” (Tit. 2:11, NW; 1 Kor. 1:26) Hal itu terbukti benar di Honduras. Semua jenis orang—dengan variasi yang memesonakan—telah menyambut kebenaran namun tidak banyak yang berasal dari kalangan orang yang kaya atau berpengaruh.
Pikirkan kasus seorang wanita. Ibunya membesarkan dia sambil mengusahakan rumah pelacuran sebagai sumber nafkahnya. Sewaktu ibunya meninggal, ia mengambil alih usaha tersebut. Tidak mudah baginya untuk menerima kebenaran, namun ia menerimanya juga—dan, tentu, tidak meneruskan usaha keluarganya. Ia menjadi perintis pada tahun 1976 dan menempuh kehidupan yang sederhana dengan mengusahakan penatu pakaian.
Filander mulai belajar kebenaran ketika ia masih anak-anak, dan ayahnya sama sekali tidak menyukai hal itu. Makin besar kemajuan yang diperlihatkan, makin keras ayahnya berupaya menghentikannya. Ia menginginkan anaknya masuk universitas dan membuat kemajuan tertentu di dunia. Ayahnya melarang dia pergi ke perhimpunan dan kebaktian atau keluar untuk dinas pengabaran, namun anak itu selalu menemukan jalan keluar. Ia dibaptis pada tahun 1972 dan terus maju, mula-mula menjadi perintis dan kemudian dilantik sebagai penatua. Setelah bekerja sama dengan tim pembangunan di Betel Honduras, ia dikirim ke Kolombia untuk melakukan pekerjaan serupa. Sikap keluarganya, melunak bertahun-tahun kemudian.
Bermabuk-mabukan hampir dapat dikatakan sebagai profesi Antonio, karena demikianlah cara ia menghabiskan sebagian besar waktunya selama 80 tahun. Para utusan injil telah memberinya pengajaran Alkitab namun tanpa hasil, maka ketika seorang utusan injil bernama Russell Graham ingin memberikan kesempatan sekali lagi kepadanya, saudara-saudara menyarankan agar ia tidak menyia-nyiakan waktunya. Namun, Antonio memiliki satu sifat baik—ia rendah hati. Meskipun pikirannya menjadi begitu rusak akibat alkohol sehingga ia selalu harus belajar tiga kali dari bahan yang sama, ia maju dan akhirnya membaktikan diri dan dibaptis. Ia melayani Yehuwa dengan setia hingga akhir hayatnya.
José dibesarkan di lingkungan Gereja Katolik namun mempelajari filsafat sosialis dan ateisme. Karena yakin akan pengajaran di universitas bahwa umat manusia merupakan produk evolusi, ia sama sekali tidak percaya lagi kepada Allah. Kematian anak angkatnya yang memedihkan hati pada tahun 1966 membuatnya sadar betapa tak berdayanya manusia menghadapi maut. Suatu hari seorang utusan injil menjelaskan tentang harapan kebangkitan kepadanya. Minatnya timbul, dan ia mulai membangun kembali imannya kepada Allah, namun kali ini dasarnya lebih kokoh. Ia belajar bahwa Kerajaan Allah, bukan sosialisme, merupakan satu-satunya obat dan ia menjadi seorang pemberita Kerajaan. Sejak itu ia dilantik sebagai penatua dan selama beberapa tahun ia melayani dalam pekerjaan wilayah.
Buah-Buah dari Kesaksian Tidak Resmi
Salah satu corak yang paling menyenangkan dari pelayanan Kristen di Honduras adalah kesaksian tidak resmi. Diskusi-diskusi kelompok di pasar, di ruang tunggu dokter, dalam kereta api, dan di halte bis merupakan hal yang lazim di Honduras. Maka relatif mudah untuk menghampiri orang-orang secara tidak resmi dan menyampaikan sebuah pokok Alkitab.
Di kota Omoa, tinggal seorang wanita yang sama sekali tidak menyukai Saksi-Saksi Yehuwa. Ia tidak pernah berbicara kepada mereka atau menerima lektur. Namun, ia senang mencari uang, dan untuk itu ia beternak ayam. Karena mengetahui sikapnya, seorang saudara secara tidak resmi berbicara kepadanya tentang beberapa cara untuk menghemat waktu maupun uang dalam usaha beternak ayam. Kali ini ia senang mendengarnya. Beberapa minggu kemudian, sebuah artikel tentang menghemat waktu dan uang muncul dalam majalah Sedarlah!, maka saudara itu membawakan sebuah majalah untuknya. Ia menghargainya, dan sekarang ia menerima lektur-lektur kami dengan senang hati.
Seorang saudari yang bekerja di sebuah toko agak takut melihat penampilan seorang pelanggan muda yang berambut panjang. Saudari ini menemukan keberanian untuk berbicara kepadanya tentang harapan Firdaus, tetapi dengan ketus ia menyahut bahwa ia tidak percaya kepada cerita dongeng dan bahwa ia adalah seorang hippie dan pecandu obat bius. Saudari itu terus memberikan kesaksian singkat setiap kali pria itu mampir. Sekali waktu ia menjelaskan bahwa menurut 1 Korintus 6:9-11, yang penting adalah apa yang ingin Anda lakukan, bukan apa yang telah Anda lakukan. Ketika pemuda itu meminta pendapatnya tentang rambut panjang, saudari itu menjawab bahwa ia tidak mempunyai wewenang untuk menentukan dandanan orang lain, namun ia percaya akan pengajaran Alkitab yang menyatakan bahwa rambut panjang merupakan suatu kehinaan bagi seorang pria. (1 Kor. 11:14) Keesokan harinya ia telah bercukur rapi dan berambut pendek! Ia meminta sebuah pengajaran Alkitab, dan dengan senang hati seorang saudara memenuhi permintaannya. Sekarang ia telah dibaptis dan memimpin pengajaran-pengajaran Alkitabnya sendiri.
Seorang anak laki-laki kecil mempunyai kebiasaan untuk berbicara dengan siapa pun yang dijumpainya, seperti yang lazim dilakukan anak-anak berumur tujuh tahun. Sewaktu melihat seorang pemuda sedang duduk di depan rumahnya memegang sebuah buku, anak itu bertanya kepadanya apakah Alkitab yang sedang dibacanya. Ketika ia mengetahui bahwa itu bukan Alkitab—melainkan buku pedoman bagi seorang montir—ia dengan tegas memberi tahu pemuda itu bahwa hanya dengan membaca Alkitab dengan serius ia dapat memperoleh kehidupan kekal. ”Jika Anda mau, ayah saya dapat mengajar Anda,” katanya, dan ia mengajak pemuda itu datang ke rumahnya untuk menemui ayahnya. Akhir kisah, pria muda ini dibaptis pada tahun 1976. Ternyata beberapa tahun sebelumnya ia telah menerima majalah dari seorang saudari tetapi sejak itu ia tidak pernah bertemu dengannya lagi. Betapa penting kesaksian tidak resmi!
Menikah
Sewaktu mereka belajar kebenaran, banyak pasangan menyadari bahwa mereka harus mengambil tindakan untuk menikah secara resmi. Pada tahun 1973, dilaporkan bahwa di Sidang Bella Vista di Comayagua saja, yang jumlah penyiarnya ada 120, 32 pasangan telah mengambil langkah demikian—lebih dari setengah jumlah penyiar.
Ada sepasang kakek-nenek bernama Teodoro dan Mélida. Mélida belajar Alkitab dan memutuskan bahwa ia ingin melayani Yehuwa. Teodoro, 60 tahun, setuju untuk menikahinya. Maka, dengan ditemani dua orang cucu, mereka datang menghadap ke balai kota. Tepat sebelum upacara, Teodoro berpaling kepada hakim dan berkata, ”Pernahkah Bapak berpikir untuk menikah suatu hari nanti?” Umum mengetahui bahwa hakim itu hidup bersama dengan seorang wanita dan mempunyai tiga anak di luar perkawinan.
Namun apa yang akan dilakukan seseorang bila pasangannya tidak ingin menikah? Itu problem yang dihadapi Gladys. Ia telah hidup bersama Antonio selama bertahun-tahun, dan mereka memiliki tiga anak. Gladys telah belajar dengan seorang saudari utusan injil dan ingin membenahi hidupnya agar dapat melayani Yehuwa. Akhirnya, ia berkata kepada Antonio, ”Mulai sekarang saya akan tidur bersama anak-anak sampai kita menikah. Bila kita telah menikah secara resmi, saya akan tidur bersamamu lagi.” Ia berpegang pada kata-katanya; Antonio makin lama makin uring-uringan. Setelah enam bulan yang panjang berlalu, ia menyerah dan berkata, ”Baiklah, mari kita menikah.”
Memelihara Sebuah Keluarga
Suatu aspek penting dari pelayanan kami adalah mengajar para orang-tua untuk memenuhi tanggung jawab yang Allah berikan untuk melatih anak-anak mereka. Sepasang suami-istri dengan lima anak mulai belajar, memperlihatkan kemajuan yang baik, dan tidak lama kemudian menghadiri perhimpunan-perhimpunan. Perhimpunan-perhimpunan ini pasti membawa pengaruh. Suatu hari utusan injil yang memimpin pengajaran Alkitab dengan mereka tertidur tengah ia mengajar. Memang diakui bahwa suhu di bawah atap seng itu lebih dari 50 derajat Celcius. Sang ayah yang ingin menerapkan nasihat yang telah didengarnya di perhimpunan tentang melatih keluarga, dengan sederhana melanjutkan pelajaran sampai utusan injil itu terjaga—banyak paragraf telah dibahas! Beberapa tahun telah berlalu, dan Yehuwa telah memberkati keluarga yang rajin itu. Sang ayah adalah seorang pelayan sidang, istrinya perintis ekstra, dan putra tertuanya perintis biasa.
Ernesto yang berumur tiga tahun, terlalu banyak menonton televisi, dan orang-tuanya, seperti banyak orang-tua lain, mengkhawatirkannya. Sepanjang hari ia bermain kesana kemari sambil melagukan iklan-iklan. Untuk menanggulangi pengaruh yang tidak sehat ini, orang-tuanya membelikan dia audio kaset Buku Cerita Alkitab dan mengajarnya untuk mematikan TV. Ernesto cerdas; dengan cepat ia telah menghafal isi kaset tersebut dengan begitu baik sehingga hanya dengan mengajukan nomor cerita kepadanya ia dapat menyampaikan kembali seluruh cerita nomor itu. Suatu malam di perhimpunan, ayah Ernesto kelihatan sangat lelah. Seseorang bertanya mengapa ia kurang tidur. Dengan lelah ia menjawab, ”Kami tak dapat menghentikan Ernesto sampai cerita nomor 43.” Sekarang Ernesto berumur sepuluh tahun dan aktif dalam dinas pelayanan. Orang-tuanya berbahagia karena mereka telah bersusah payah mengisi pikirannya dengan informasi yang berguna.
Dapatkah anak-anak kecil betul-betul mengambil keputusan mereka sendiri atas dasar pelajaran yang telah mereka peroleh dari orang-tua dan kakek nenek mereka? Mario kecil, yang tinggal di La Ceiba, berumur empat tahun dan menggunakan banyak waktu bersama neneknya Chepita, yang telah menjadi seorang Saksi selama bertahun-tahun. Suatu hari nenek Mario yang lain [dari ibunya], yang beragama Katolik, berkunjung dan bertanya kepada Mario apakah ia mau pergi bersamanya ke gereja. ”Tidak lagi, Nek,” jawabnya. Neneknya bertanya mengapa tidak, dan ia berkata kepadanya, ”Babel Besar, Nek!”
Mengatasi Rintangan
Tentu, hanya sedikit yang dapat melayani Yehuwa tanpa menghadapi rintangan dan problem yang serius. Sewaktu Emilia mula-mula mendengar berita Kerajaan pada tahun 1967, ia telah menikah, meski tidak merasa bahagia. Mula-mula ia tidak menanggapi kebenaran dengan serius. Namun sewaktu ia mulai bertindak, suaminya mengancam akan melempar saudari yang memberi pengajaran kepadanya ke luar dari rumah mereka. Dengan tegas Emilia berkata, ”Jika kamu melempar dia ke luar, kami akan belajar di jalan.” Suatu hari Emilia berhenti di bar tempat suaminya sedang minum-minum, sengaja menunjukkan bahwa ia akan pergi ke perhimpunan. Sang suami menunggunya di sudut jalan ketika ia berjalan pulang dan mulai berteriak kepadanya, menyebutnya pelacur di depan umum.
Meskipun dihina seperti itu dan bahkan dipukul, Emilia memutuskan untuk dibaptis. Dan meskipun ditentang terus-menerus selama 20 tahun, ia tetap melatih anak-anaknya. Sejak mereka masih sangat kecil, ia mengajarkan kepada setiap anak cara mempersembahkan sebuah topik Alkitab untuk dipraktikkan di antara semak dan bunga di taman. Apakah semua jerih payah itu ada gunanya? Dari delapan putranya, dua sekarang melayani sebagai pelayan sidang dan dua lainnya perintis biasa. Bagaimana dengan suami Emilia? Ia akhirnya menerima pengajaran Alkitab—dengan salah seorang putrinya sendiri, seorang perintis biasa!
Pekerjaan duniawi juga dapat menimbulkan rintangan dalam melayani Yehuwa. Para pembantu rumah tangga di Honduras harus bekerja sehari suntuk dan sering diperlakukan benar-benar sebagai budak, diharapkan bekerja tujuh hari seminggu. Banyak yang tidak berani meminta waktu libur karena takut kehilangan pekerjaan. Namun seorang saudari muda selalu menjelaskan sejak awal bahwa ia mau menerima pekerjaan hanya jika ia diperbolehkan mendapat waktu khusus untuk ibadatnya kepada Yehuwa. Selain mengurus rumahnya sendiri, ia memimpin sebelas pengajaran Alkitab di rumah, yang kebanyakan di antaranya itu telah hadir di perhimpunan.
Fifi Menyerang!
Honduras juga sering ditimpa bencana alam. Badai bukan merupakan hal baru di negeri ini, namun sewaktu badai Fifi melanda pantai utara negeri itu pada bulan September 1974, ternyata itu merupakan bencana alam terburuk dalam sejarah di negeri itu. Kira-kira 1.600 Saksi (dua pertiga dari jumlah total di seluruh negeri itu) tinggal di daerah bencana. Meskipun 10.000 orang tewas, tak satu pun saudara kehilangan nyawa mereka. Namun, banyak yang kehilangan rumah serta harta-benda, dan banjir besar telah memorak-porandakan sistem komunikasi, jalan, rel kereta api, dan jembatan yang merupakan sarana penting bagi masyarakat. Sekelompok Saksi-Saksi naik kano dari stasiun kereta api Baracoa untuk meninjau keadaan saudara-saudara dan pelajar-pelajar Alkitab di tempat-tempat terpencil. Mereka mendapati bahwa kano dapat digunakan untuk mengarungi daratan sampai ke Tela, yang jauhnya sekitar 55 kilometer! Bubungan rumah dan pucuk pohon berfungsi sebagai penunjuk jalan. Ketika mereka menyerempet sebuah pohon, seekor ular koral yang tersesat jatuh meliuk-liuk ke dalam kano. Mereka membunuh binatang melata yang memautkan ini dengan sabetan pisau machete sebelum binatang itu sempat melukai mereka.
Fifi menyebabkan problem-problem lain. Dua kebaktian wilayah terpaksa ditunda. Laporan bulan September menunjukkan adanya penurunan, karena banyak sekali waktu dan upaya harus dikerahkan untuk pekerjaan bantuan. Saudara-saudara di seluruh dunia menyumbang, dan dalam waktu singkat, perbekalan tiba dari New York, New Orleans, dan Belize. Dalam waktu kurang dari sebulan, kira-kira 29.000 kilogram perbekalan dibagikan kepada saudara-saudara, keluarga-keluarga, dan kawan-kawan mereka. Tanggal 6 November tahun itu ternyata menjadi hari yang tak terlupakan. Meskipun mengalami rintangan berat seperti ini, kebaktian wilayah selama satu hari diselenggarakan tepat di pusat daerah bencana, dan ada 4.000 orang yang hadir. Air mata sukacita dan kelegaan mengalir membasahi banyak wajah ketika saudara dan saudari mengetahui untuk pertama kali bahwa kawan-kawan yang mereka kasihi masih hidup dan selamat.
Selama tahun berikutnya, saudara-saudara membangun dua Balai Kerajaan baru dan 36 rumah baru. Beberapa rumah dibangun kembali di lokasi yang sama, sedang yang lain harus dipindahkan ke lokasi lain, karena tempat yang semula kini berada di palung sungai! Seorang saudara begitu menghargai bantuan yang telah diterimanya sehingga ia mengubah rancangan rumah barunya agar dana maupun ruangan dapat disesuaikan dengan rencana mendirikan Balai Kerajaan baru di kavling yang sama.
Gempa-Gempa Bumi yang Dahsyat
”Laksana suara gemuruh dari seratus kereta api barang.” Demikianlah seorang saudara melukiskan gempa bumi yang terjadi pada tanggal 4 Februari 1976, yang mengguncangkan rumahnya dengan hebat sampai tiang-tiang penyangganya yang setinggi 2,7 meter itu ambruk ke rawa-rawa di bawahnya. Kira-kira 150 rumah lain di kota itu juga rusak berat. Namun pusat gempa berkekuatan 7,5 ini terletak tepat di seberang perbatasan Guatemala, dan jumlah korban di daerah ini tentu sangat besar. Seorang nelayan yang berada beberapa kilometer di lepas pantai pada malam yang diterangi sinar rembulan tersebut mengatakan bahwa ia termangu-mangu melihat lautan tiba-tiba menjadi rata bagaikan cermin. Anehnya, ikan-ikan yang ada di sekitar situ berlompatan ke luar dari air. Ia baru mengerti setelah lampu-lampu kota di kejauhan padam dan raungan yang mengerikan menggema melalui air.
Sesaran Motagua bergeser lagi pada tahun 1980, sekali lagi mengguncang orang-orang sampai mereka bangkit dari tempat tidur, namun kali ini kerusakannya jauh lebih kecil. Orang-orang berkata, ”Ini merupakan tanda akhir zaman.” Sayangnya sebagian besar orang tidak mengambil tindakan apa pun. Meskipun gempa-gempa bumi yang dahsyat melanda dan banyak orang bersikap acuh tak acuh, pekerjaan Kerajaan terus meningkat di Honduras. Bagaimanapun juga, hal itu merupakan bagian dari tanda hari-hari terakhir. — Mat. 24:7, 14.
Sungai Efrat Menjadi Kering
Bagi mereka yang tidak mendapat penerangan rohani agama tampak berkembang subur di Honduras: banyak gereja masih penuh, setidaknya pada acara-acara istimewa. Namun bukti bahwa air (yang melambangkan orang-orang) yang mendukung Babel Besar mulai bertambah kering. (Why. 16:12; 17:1, 15) Orang-orang mulai membuka mata dan melihat kenyataan-kenyataan yang tidak menyenangkan.
Misalnya, orang-orang Katolik Honduras sangat berbakti kepada ”santo-santo.” Banyak orang yang berbakti tersebut sangat terguncang hatinya sewaktu Paus mencabut sekitar 200 ”santo” dari kalender liturgis yang resmi pada bulan Mei 1969. ”Santo” Martin dari Porres, seorang santo berkulit hitam berkebangsaan Peru yang konon dapat berkomunikasi dengan binatang-binatang, tidak dicabut, sedangkan ”Santo” Christopher, yang dicintai khususnya oleh para sopir truk, bus, dan taksi, disingkirkan atas dasar keraguan sejarah. Keputusan-keputusan tersebut menyulut suatu gelombang perasaan jijik dari orang-orang karena merasa telah dikelabui sedemikian lama.
Ada seorang pemuda berusia 23 tahun yang taat beragama Katolik, seorang anggota militan dari suatu gerakan ”Kristen,” dan mempunyai wewenang tepat di bawah imamnya. Suatu hari hidupnya mencapai suatu titik balik. Ia sedang mengunjungi seorang sahabat sewaktu imamnya tiba-tiba muncul, dalam keadaan sangat mabuk. Imam tersebut mulai mencaci pemuda itu, menggunakan kata-kata yang sangat kasar dan menuduhnya ikut mencampuri kehidupan pribadi imam tersebut—kehidupan yang, bila diteliti, tak akan dianggap baik lagi.
Dengan perasaan kecewa, pria itu meninggalkan gereja. Beberapa minggu kemudian, ia ”menerima Tuhan” menurut kepercayaan agama Evangelis yang terkemuka, namun kemunafikan dan tradisi hampa yang ditemukan di sana menjadikan dia sama bingungnya. Maka setahun kemudian ia berpaling kepada apa yang dianggapnya sebagai pilihan terakhir: sebuah pengajaran Alkitab dengan Saksi-Saksi Yehuwa. Pada waktu itu ia memandang rendah para Saksi, namun ia segera terkesan akan konsistensi pengajaran Alkitab yang mereka berikan. Ia memperlihatkan kemajuan, mengajar keluarganya sesuai dengan apa yang dipelajarinya. Ia membaktikan diri kepada Yehuwa pada tahun 1975 dan terus melayani Dia hingga sekarang.
Marta, seorang wanita lanjut usia, memberi tahu para Saksi yang berkunjung bahwa ia ingin tahu lebih banyak tentang Alkitab dan bersedia untuk belajar dengan mereka—namun ia tak ingin berubah agama. Para Saksi setuju bahwa mereka tidak akan mengharuskan dia mengikuti apa pun. Lima bulan kemudian, ia mulai menghadiri perhimpunan-perhimpunan. Ketika itu ia telah menjadi seorang diaken wanita dalam agama Adven. Akhirnya ketika anggota-anggota gereja datang berkunjung, ia memberi tahu mereka bahwa sementara para Saksi hidup dalam kasih dan harapan, gereja mereka mati.
Di suatu daerah ada tiga keluarga yang hidup bertetangga namun selalu bertengkar. Satu keluarga beragama Pantekosta, yang lain Evangelis, dan yang satu lagi Adven. Anehnya, sewaktu seorang utusan injil datang membawa kabar baik, ketiga keluarga tersebut menyambut berita itu! Utusan injil tersebut menyarankan agar mereka semua bergabung dalam satu pengajaran dengannya. Dengan cara demikian, mereka dapat mengatasi keluhan-keluhan mereka pada waktunya. Itulah buah dari agama yang sejati.—Yoh. 13:35.
Obsesi nasional akan kematian merupakan salah satu buah dari pengajaran agama palsu selama berabad-abad di Honduras. Bahkan musuh-musuh yang paling jahat dari seorang pria akan muncul pada upacara pemakaman dan bersukaria atas hal itu, dengan bergadang semalam suntuk sambil minum-minum dan main kartu. Seorang saudari perintis di pantai utara mengingat sewaktu ia berbicara kepada seorang pria lanjut usia di luar rumahnya yang sederhana. Ketika saudari itu melirik dengan rasa ingin tahu kepada benda yang diduduki orang itu, pria tersebut menjelaskan bahwa itu adalah peti matinya. Ia telah menyimpannya cukup lama sehingga sudah lapuk. Kemudian dengan bangga ia menunjuk kepada peti matinya yang baru di dalam rumah, yang ditaruh dengan rapi di atas balok-balok atap di atas tempat tidurnya. Peti-peti yang ia miliki semasa hidupnya tetap dapat dilihat.
Berkat dan Tantangan dalam Pekerjaan Wilayah
Para pengawas wilayah, istri-istri mereka, dan semua pekerjaan yang mereka lakukan demi kebenaran dihargai tinggi di Honduras—dan dengan alasan yang baik. Dinas itu menyenangkan, namun menuntut banyak pengorbanan. Pada masa-masa awal, sarana transportasi merupakan suatu problem besar. Seorang saudara di kota Siguatepeque, jauh tinggi di gunung, mengenang seorang pengawas wilayah yang selalu datang dengan berjalan kaki, bersimbah peluh dan mendorong sebuah kereta sorong yang sarat dengan perlengkapannya untuk kunjungan seminggu.
Cuaca buruk, sungai-sungai yang meluap, dan tidak adanya jalan-jalan sering menyulitkan saudara-saudara ini serta istri-istri mereka untuk bepergian dari satu sidang ke sidang berikutnya. Gary dan Elaine Krause, utusan-utusan injil dari kelas Gilead ke-41, ditugaskan untuk melayani di suatu wilayah yang membentang dari San Pedro Sula hingga Limón di tepi pantai Mosquitia. Dalam cuaca yang sangat buruk, kereta api maupun kuda tak dapat masuk ke daerah itu. Lebih dari sekali Saudara dan Saudari Krause harus berjalan, sambil membawa barang-barang mereka sejauh 80 kilometer menyusuri pantai dari Tujillo ke Limón dan kembali. Hembusan angin laut membantu menyejukkan panas tropis yang terik—namun kadang-kadang mereka mendapati lebih nyaman berjalan pada malam hari.
Aníbal Izaguirre, pengawas wilayah di pantai utara pada tahun 1970, ditugaskan untuk mengunjungi sebuah desa terpencil bernama Chacalapa. Tahap pertama dari perjalanan ini ditempuh dengan kereta api buah, yang sarat dengan pisang, kelapa, dan beraneka ragam hewan. Kemudian, perjalanan dengan truk yang terguncang kesana kemari sampai ke desa El Olvido, yang, bila diterjemahkan secara kasar, berarti ”Terlupakan.” Tahap akhirnya, ditempuh selama empat jam perjalanan; kadang-kadang ia harus mengarungi sungai kecil setinggi dada sambil membawa kopor di atas kepalanya diiringi kera-kera yang menjerit ke arahnya dari atas pepohonan. Di jalan, ia bertemu dengan seorang pria kulit hitam berbadan tegap yang menawarkan jasa untuk membawakan kopornya dan memandunya sampai ke tujuan. Laki-laki berperawakan besar ini akhirnya meletakkan kopornya di sebuah dataran terbuka di hutan yang dihuni oleh kira-kira 50 pondok beratapkan jerami dan menyatakan, ”Nah, sampailah kita di Chacalapa!” Namun jerih payah mereka tidak sia-sia, karena di salah satu pondok tersebut terpampang tanda ”Balai Kerajaan Saksi-Saksi Yehuwa.” Sebelas penyiar berhimpun di sana!
Hal luar biasa yang ditemukan dalam pekerjaan wilayah adalah kasus Julio Mendoza dari Sidang Juticalpa. Ia dibaptis pada tahun 1970, masuk ke barisan perintis istimewa pada tahun 1977 dan segera dilatih untuk pekerjaan wilayah, yang dimulainya pada tahun 1980. Apa yang unik mengenai dia? Nah, tidak soal dia pergi menjelajahi kota-kota atau daerah-daerah terpencil, dia selalu ditemani istrinya, Dunia, dan putri kecilnya, Esther. Banyak rumah di pedalaman terdiri dari hanya satu ruangan, yang digunakan untuk duduk-duduk, tidur, dan memasak. Julio dan keluarganya sering sekali menempati ruangan seperti itu bersama-sama sekumpulan besar anggota keluarga—dan juga dengan ayam, kalkun, serta kambing mereka! Sekali peristiwa, karena tidak dapat menyeberangi sebuah sungai, mereka terpaksa bermalam di satu-satunya penginapan yang ada: sebuah tempat tidur gantung, mereka bertiga berdesakan di atasnya.
Selama tahun-tahun awal dari pekerjaan di Honduras, para pengawas wilayahnya adalah saudara-saudara dari luar negeri, baik utusan injil ataupun mereka yang datang untuk melayani di daerah-daerah yang memerlukan lebih banyak tenaga. Namun pada waktunya, dari lima pengawas wilayah ada empat yang pribumi. Pada tahun-tahun belakangan, pria-pria ini beserta istri mereka, baik yang pribumi maupun yang asing dapat bertahan dalam pekerjaan ini lebih lama daripada sebelumnya, meskipun dikelilingi penyakit-penyakit seperti hepatitis, malaria, dan disentri, yang merajalela di lingkungan pedalaman.
Tentu, bila pekerjaan mereka membawa mereka ke kota-kota besar, kadang-kadang mereka menikmati kemurahan hati saudara-saudara di rumah-rumah yang indah. Mereka telah mempelajari rahasia penyesuaian diri, tepat seperti yang dilakukan Paulus. (Flp. 4:11, 12) Pada tahun-tahun belakangan ini, pekerjaan wilayah jauh lebih mudah, dengan adanya lebih banyak jalan aspal dan rute bus ke hampir semua kota.
”Gembalakanlah Kawanan Domba Allah”
Penyesuaian-penyesuaian dalam cara penatua dan pelayan sidang dilantik mulai dilaksanakan pada tahun 1972 di Honduras, seperti halnya di bagian dunia lain. Secara keseluruhan, saudara-saudara menyambut dengan penuh penghargaan, bekerja keras agar dapat memenuhi syarat. Menarik untuk diperhatikan bahwa sewaktu penyelenggaraan baru ini diperkenalkan, hanya sepertiga dari para penatua di Honduras adalah orang Honduras asli, namun pada tahun 1976 proporsinya telah meningkat menjadi dua pertiga.
Karena pada waktu itu rata-rata nasionalnya kurang dari satu orang penatua untuk tiap sidang, maka selalu ada bahaya untuk lalai menggembalakan kawanan domba. Karena itu para penatua dianjurkan untuk melatih para pelayan sidang dalam pekerjaan penggembalaan. Kunjungan-kunjungan mereka dimaksudkan untuk menganjurkan rekan-rekan dan memelihara agar saluran komunikasi tetap terbuka. Jelas, mereka harus memberi tahu para penatua bila timbul problem-problem serius.
Di sebuah sidang ada seorang saudari yang disangka telah kehilangan seluruh minatnya akan kebenaran karena ia tidak lagi menghadiri perhimpunan-perhimpunan. Namun saudara-saudara mendapati bahwa ia tidak mengikuti perhimpunan karena ia tidak mampu membeli sepatu! Ia sangat menghargai bantuan kecil yang diberikan dan segera mulai hadir lagi di perhimpunan-perhimpunan dan dalam pelayanan.
Dari tahun 1978 hingga 1983, suatu kemerosotan dalam kegiatan teokratis di negeri ini memprihatinkan para penatua serta para penyiar yang setia. Setelah menganalisa situasinya, Panitia Cabang menunjuk dua penyebab utama: materialisme dan tidak adanya pelajaran pribadi. Televisi berpengaruh besar, khususnya sejak pertengahan tahun 1970-an. Itu banyak menyumbang kepada merosotnya kebiasaan-kebiasaan belajar yang baik. Dan meskipun materialisme biasanya terdapat di negeri-negeri kaya, kenyataannya cinta akan uang dapat mempengaruhi baik yang kaya maupun yang miskin. Seorang saudari utusan injil terkejut melihat sepasang suami-istri Saksi hanya memiliki rumah berlantai tanah dan tidak memiliki saluran air langsung—namun mereka mempunyai sebuah pesawat televisi, stereo, dan seperangkat perabotan ruang duduk yang mahal. Barang-barang tersebut dapat dibeli dengan kredit, namun sering, baik suami maupun istri harus bekerja untuk melunasi pembayarannya. Tidak heran, bila pasangan ini tidak menghadiri perhimpunan-perhimpunan dan menjadi benar-benar tidak aktif dalam dinas.
Kantor cabang meningkatkan upaya untuk ’menggembalakan kawanan domba Allah’ dan membantu saudara-saudara untuk ’memperoleh kembali kasih mereka yang semula.’ (1 Ptr. 5:2; Why. 2:4) Selain itu, pada tahun 1981 sebelas utusan injil datang dari Cabang Sekolah Gilead yang baru didirikan di Meksiko, dan pada tahun 1988 tiga saudara datang dari Sekolah Pelatihan Pelayanan. Yehuwa telah memberkati semua penyelenggaraan ini, seperti dibuktikan oleh pertambahan mantap sejak tahun 1984.
Dinas Perintis Menghasilkan para Perintis
Sejak tahun 1984 secara mencolok semangat dalam ladang perintis bangkit kembali. Bandingkan saja jumlah rata-rata perintis biasa dan ekstra sebesar 937 pada tahun 1992 dengan hanya 276 pada tahun 1976. Jumlah penyiar berlipat ganda, jumlah perintis berlipat empat.
Yang berperan dalam menyehatkan kembali barisan perintis adalah artikel-artikel yang gamblang dalam Menara Pengawal dan Pelayanan Kerajaan Kita serta khotbah-khotbah yang menganjurkan di kebaktian-kebaktian. Banyak pengawas terlantik di sidang-sidang mulai berbicara lebih positif tentang sukacita merintis. Beberapa telah mengatur kembali urusan-urusan mereka sehingga mereka dapat menjadi perintis biasa atau ekstra. Mereka belajar betapa penting untuk ’tidak memadamkan Roh’ dan bahwa semangat merintis itu menular. (1 Tes. 5:19) Dinas perintis menghasilkan perintis.
Tidaklah perlu, seperti yang salah diduga oleh beberapa orang, untuk meraih keamanan finansial sebelum menjadi perintis. Sebagai contoh, kasus seorang saudara muda dari Guásimo, jauh tinggi di gunung. Sehari sesudah ia dibaptis, mendaftarkan diri untuk menjadi perintis ekstra. Ia telah bekerja keras selama beberapa bulan untuk membeli baju-baju baru agar ia dapat berpenampilan pantas dalam pelayanan tersebut. Semuanya berjalan lancar pada minggu pertama, namun pada minggu kedua, ia tidak muncul untuk dinas. Karena prihatin, para perintis lain naik ke gunung dan mendapati bahwa suatu malam ketika saudara muda ini tidur, seorang pencuri telah melarikan pakaian-pakaiannya yang dijemur di sebuah rentangan tali. Saudara-saudara mengumpulkan beberapa pakaian untuknya. Meskipun kehilangan waktu selama seminggu, ia mencapai ancar-ancarnya pada akhir bulan itu. Berbulan-bulan kemudian ia masih memiliki hanya sepasang celana panjang. Namun hal itu sama sekali tidak mengurangi sukacita yang dialaminya ketika melihat seorang pelajar Alkitabnya dibaptis, hanya enam bulan setelah ia sendiri dibaptis.
Di Sidang San Lorenzo, ada seorang perintis buta berusia 20-an bernama Adrian. Pada tahun 1984 kakak perempuannya menerima pengajaran Alkitab, namun tidak ada yang menawarkannya kepada Adrian. Ia disangka tidak dapat belajar. Kakak perempuannya tidak dapat menangkap pengajaran dengan baik, maka Adrian, yang selalu turut mendengarkan, membantu menjelaskan hal-hal itu kepadanya. Tidak lama kemudian kakaknya tidak berminat lagi. Namun demikian, tetap tidak ada yang menawarkan pengajaran kepada Adrian. Ia yang harus meminta suatu pengajaran Alkitab. Ia sangat terkesan akan apa yang dipelajarinya sehingga tidak lama kemudian, dengan bantuan keluarganya, ia pergi ke perhimpunan-perhimpunan.
Seraya kebenaran berakar di hatinya, ia ingin membagikannya kepada orang-orang lain. Sekali lagi, ia disangka tidak akan mampu melakukannya. Adrian berkukuh, dan saudara-saudara membantunya berpartisipasi dalam dinas. Ia melaporkan 24 jam pada bulan pertama pelayanannya dan selanjutnya meningkatkan dinasnya dari bulan ke bulan. Pada bulan berikut sesudah ia dibaptis, ia memasukkan permohonan untuk merintis ekstra, dan tidak lama kemudian ia menjadi perintis biasa. Biasanya ia melaporkan lebih dari 100 jam dan sekarang ia memimpin delapan pengajaran Alkitab di rumah. Dan bayangkan saudara-saudara sempat mengabaikannya pada mulanya!
Memenuhi Kebutuhan-Kebutuhan Khusus
Orang-orang dengan keadaan-keadaan khusus sering memerlukan kasih Kristen yang tidak mementingkan diri dengan takaran khusus pula. Misalnya, Teresa, yang buta sejak berumur tiga tahun. Ia telah belajar sedikit dengan seorang Saksi, namun ia terlibat dengan beberapa kelompok agama selama bertahun-tahun. Beberapa dari mereka ini berdoa untuknya memohon agar penglihatannya dapat pulih kembali—jelas tanpa hasil. Hasratnya yang murni adalah untuk belajar lagi dengan para Saksi. Kesempatan datang, namun bagaimana pelajaran dapat dilakukan? Saudari itu membacakan paragraf-paragraf. Bila saudari itu membaca dengan baik, dengan tekanan dan peristirahatan yang tepat, Teresa tidak menemukan kesulitan untuk menjawab dengan tepat. Tak lama kemudian Teresa ingin menghadiri perhimpunan-perhimpunan. Maka saudari yang memimpin pengajaran, meskipun sama sekali tidak mahir mengendarai sepeda, akan membonceng dia ke sana dengan sepeda! Pada hari-hari hujan, kedatangan mereka yang berboncengan sambil berlindung di bawah payung dan berselubungkan kantong-kantong plastik sungguh menjadi tontonan yang menarik.
Dalam perhimpunan ia langsung menjawab pertanyaan-pertanyaan tanpa ditunjuk sampai ia diajar untuk menunggu namanya dipanggil. Ia belajar menyampaikan khotbah dalam Sekolah Pelayanan Teokratis dan berpartisipasi dalam pelayanan. Meskipun keadaannya yang khusus, ketajaman mata rohaninya dipusatkan pada pahala: hari gilang-gemilang manakala ia akan memandang keindahan bumi firdaus.
Seorang pria tua, hampir buta, tinggal di pegunungan. Ia menerima buku Kebenaran dari seorang saudara yang mengerahkan upaya ekstra untuk tetap berhubungan dengannya. Kadang-kadang pria itu sakit berat sampai tidak dapat belajar, namun biasanya bila mereka dapat belajar bersama, jawaban-jawabannya masuk akal dan cerdas. Namun, tiba-tiba, pria tua ini menghilang. Para tetangga mengatakan bahwa ia tinggal bersama putrinya di kota karena ia memerlukan perawatan medis. Saudara itu tidak berpikir bahwa tidak ada lagi yang bisa dilakukannya, sebaliknya ia mencari jalan lain. Ketika ia menghadiri kebaktian di kota itu, ia pergi mengabar dari rumah ke rumah, sambil mencari bekas pelajarnya itu. Nah, akhirnya pria itu ditemukan—sedang beristirahat di sebuah tempat tidur gantung! Pelajaran diatur kembali. Tidak lama kemudian pria tua ini bahkan belajar untuk pergi sendiri menghadiri perhimpunan dengan menghitung jalan yang harus dilalui menuju ke Balai Kerajaan. Pada waktunya ia menjadi seorang penyiar kabar baik. Betapa takjubnya orang-orang melihat seorang pria berambut putih, hampir buta, berusia 93 tahun menggunakan 30 sampai 70 jam setiap bulan untuk berkunjung dari rumah ke rumah!
Lagos adalah nama panggilan kesayangan untuk Laguito yang digunakan Saksi-Saksi di Puerto Cortés. Ia telah melayani sebagai perintis istimewa untuk jangka waktu yang lama sekali. Mengenai umurnya ia hanya bisa mengira-ngira, ”Saya kira umur saya belum lebih dari 86 tahun.” Penglihatan Laguito sangat buruk, maka kantor cabang kadang-kadang harus menafsirkan laporan-laporan dinasnya. Satu bulan ia melaporkan jumlah yang mustahil yaitu 1.050 jam, yang seharusnya adalah 150 jam suatu angka yang masih menakjubkan. Karena alasan yang sama ini, ia sering menabrak benda-benda sewaktu mengendarai sepedanya. Setelah ia terjerumus ke anak sungai dan kepalanya cedera, saudara-saudara akhirnya memutuskan bahwa satu-satunya jalan yang terbaik adalah mengambil sepeda Laguito dan menjual untuknya. Belakangan ia harus beristirahat di tempat tidur karena hepatitis dan tidak pernah sembuh kembali. Sanak keluarganya tidak mengetahui, maka sidang mengurus Laguito selama enam bulan terakhir dari masa hidupnya. Seorang saudara membawanya pulang ke rumahnya, dan setiap hari ada seorang di sana yang siap mengurus kebutuhan-kebutuhan saudara tua yang kekasih dan setia ini.
”Mereka Bukan Orang-Orang Semacam Kita”
Namun, seperti yang tentu telah diperkirakan, tidak semua dapat tetap setia. Selama tahun-tahun yang berlalu di Honduras, sejumlah saudara harus dipecat dari sidang Kristen, khususnya karena perbuatan amoral atau kebiasaan bermabuk-mabukan. Kemurtadan juga, serta keangkuhan dan perpecahan yang ditimbulkannya, telah menelan kehidupan rohani dari beberapa saudara. Meskipun hal ini selalu menyedihkan, namun pemecatan menyelamatkan kehidupan. Itu menjaga sidang tetap bersih, menggerakkan beberapa pedosa untuk bertobat, dan bahkan kadang-kadang memberikan suatu kesaksian yang baik.
Misalnya, Blanca Rosa sedang belajar dengan seorang saudari utusan injil yang tak lama lagi akan meninggalkan negeri itu. Utusan injil tersebut berniat mengalihkan pengajaran yang dipimpinnya ini kepada penyiar lain, tapi Blanca Rosa tidak mau melanjutkan pengajaran. Namun, ia ingin tahu, mengapa saudari utusan injil itu harus pergi. ”Pergilah ke perhimpunan nanti malam, dan Ibu akan mengerti,” jelas saudari itu. Untuk memuaskan rasa ingin tahunya, Blanca Rosa pergi ke perhimpunan malam itu dan mendengar suatu pengumuman: Suami saudari utusan injil itu, yang juga seorang utusan injil dari luar negeri dan seorang pengawas, dipecat dari sidang. Blanca Rosa sangat terkesan. Pikirnya, ’Inilah kebenaran. Ras, penampilan, ataupun kedudukan tak dapat menghalangi seorang pedosa untuk dikeluarkan dari sidang.’ Ini merupakan titik balik dalam hidupnya. Ia dibaptis dan selama empat tahun ia melayani sebagai perintis ekstra.
Anak yang Hilang
Banyak air mata telah dicucurkan oleh orang-tua yang putus asa karena melihat putra dan putri mereka dipecat atau hanya menghilang dalam kubangan moral dunia ini. Perumpamaan Yesus yang termasyhur tentang anak yang hilang, yang dicatat di Lukas pasal 15, merupakan sumber penghiburan dan harapan bagi mereka. Di Honduras ada banyak keluarga besar, sehingga jumlah ’anak-anak yang hilang’ juga besar. Namun, terdapat kebenaran yang hakiki dalam peribahasa, ”Di mana ada kehidupan di situ ada harapan.”
Ketika masih anak, Oswaldo mengenal kebenaran, karena ia dibesarkan oleh seorang paman yang adalah seorang Saksi-Saksi Yehuwa. Ia belum dibaptis. Selama umur belasan tahun, ia mulai menempuh kehidupan ganda. Ia pergi ke perhimpunan-perhimpunan dan ambil bagian dalam dinas pengabaran, namun ia juga sering pergi ke disko dengan pacar duniawinya. Untuk memuaskan hasratnya, ia bahkan mencuri dari seorang saudara. Ia harus meninggalkan rumah pamannya dan sesudah itu ia semakin tenggelam dalam perbuatan amoral dan penggunaan obat bius. Akhirnya ia masuk dinas tentara.
Tahun demi tahun berlalu; Oswaldo mulai mendambakan kehidupan yang pernah dimilikinya dalam organisasi Yehuwa. Namun ia merasa tak berdaya untuk mendapatnya kembali. Kebetulan suatu hari ia bertemu dengan pamannya dan memberitahukan bahwa ia ingin kembali. Meskipun pamannya itu sangat meragukan ketulusan Oswaldo, ia memberikan alamat rumah utusan injil. Oswaldo langsung pergi ke sana dan mengatur jadwal pengajaran Alkitab. Pada minggu itu juga ia mulai membaca majalah-majalah lagi dan menghadiri perhimpunan-perhimpunan; pada waktunya hal ini memberikan kekuatan yang dibutuhkan untuk berpaling dari penggunaan obat-obat bius dan kehidupan amoral. Ia menemukan keberanian untuk mengganti barang-barang yang telah dicurinya dari orang-orang tertentu. Seorang saudari tidak ingin menerima apa-apa, namun Oswaldo berkukuh ingin memberikan kepadanya sebuah pesawat televisi dan sekotak apel untuk menenangkan hati nuraninya. Suami saudari itu yang tidak beriman sangat terkesan.
Namun, Oswaldo masih berada dalam dinas militer. Ia ingin mencari jalan untuk berhenti secara terhormat. Kebetulan atasannya di klub perwira diberhentikan karena mencuri, dan Oswaldo diberi tahu bahwa ia dapat menggantikannya. Kenaikan pangkat itu akan berarti gaji besar dan pekerjaan yang menyenangkan, namun Oswaldo teguh dalam pendiriannya untuk minta berhenti. Maka ia menghadap komandan. Bahkan sebelum ia menyebutkan tentang pengunduran dirinya, komandan memberi selamat atas kenaikan pangkatnya! Oswaldo tetap teguh dan menjelaskan apa yang sebenarnya diinginkan: meninggalkan dinas militer dan terjun dalam pelayanan sepenuh waktu. Mengejutkan, hasratnya dikabulkan. Lebih dari itu, perubahan dalam kepribadian yang telah diupayakannya selama bulan-bulan terakhir dalam dinas ketentaraan telah menyebabkan ia dianugerahi sebuah diploma dengan ucapan selamat. Banyak kesempatan terbuka untuk memberi kesaksian; sebelum ia pergi, rekan-rekannya dalam dinas ketentaraan dengan penuh respek memanggilnya ”Pendeta”. Kini ia telah dibaptis dan menjadi perintis biasa—seorang pendeta yang sesungguhnya.
Santiago juga menempuh suatu haluan yang agak menyimpang. Ia mempunyai tiga saudara perempuan. Dua di antara mereka adalah perintis biasa, dan yang lainnya perintis ekstra; mereka bertiga aktif, rajin, dan berpikiran rohani. Santiago tidak. Ia bangga dengan rambut pirangnya (rambut hitam sangat umum di Honduras), dan ia membiarkannya panjang. Para pencuri, pemabuk, dan pecandu obat bius menjadi teman-teman dekatnya; ia ikut-ikutan dengan kebiasaan-kebiasaan mereka. Tidak heran, ia dijebloskan ke dalam penjara hampir setiap bulan. Meskipun semua hal ini, seorang saudara utusan injil berpikir, ”Dengan memiliki tiga saudari teokratis, tentu mustahil bila saudara mereka sama sekali tidak memiliki sifat-sifat baik.” Ia menawarkan pengajaran kepada Santiago, yang menerimanya. Namun ia tidak memperlihatkan kemajuan. Akhirnya utusan injil itu menghentikan pengajaran, sambil menjelaskan bahwa tidak ada gunanya melanjutkan kalau Santiago tidak mau menerapkan apa yang dipelajarinya.
Bulan demi bulan berlalu, dan pada awal tahun 1986, Santiago memohon agar ia diberi kesempatan sekali lagi. Kali ini berbeda: Ia memotong rambutnya, mempersiapkan pelajaran, dan ia bahkan memberi kesaksian kepada bekas teman-temannya, yang mulai menjauhinya seperti menjauhi penyakit sampar. Namun, utusan injil itu belum percaya. ”Apakah dia betul-betul telah berhenti merokok dan tidak lagi menimbulkan problem di lingkungan tempat tinggalnya?” tanyanya kepada saudara-saudara perempuan Santiago. Ya, ia sungguh berubah. Pada bulan April ia diizinkan untuk ambil bagian dalam dinas pengabaran. Pada bulan Mei ia melaporkan 65 jam dalam dinas; pada bulan Juni ia memimpin lima pengajaran Alkitab. Ia memperlihatkan kemajuan hingga dibaptis, dan tak lama sesudah itu ia mengambil pimpinan dalam kegiatan-kegiatan rohani keluarga. Pada tahun 1969 dia menjadi perintis istimewa.
Apa yang membuat Santiago mengubah jalan-jalannya? Jawabnya, ”Setelah belajar pertama kali dulu, saya tahu apa yang menyenangkan Yehuwa dan apa yang tidak. Kemudian saya memperhatikan bahwa setiap kali saya melakukan sesuatu yang salah, meski saya tahu itu salah, saya mengalami kesulitan besar dengan orang-orang lain. Ini membantu saya melihat bahwa apa yang Yehuwa minta merupakan hal terbaik dan demi perlindungan kita. Orang yang senantiasa mematuhi Yehuwa hanya memiliki sedikit problem. Saya tidak menginginkan kesulitan sepanjang hidup saya, maka saya mulai belajar lagi—tetapi kali ini saya mempraktikkan apa yang saya pelajari.”
”Bom Biru” dan Buku-Buku Lain
Banyak publikasi Lembaga Menara Pengawal telah berperan dalam membantu orang-orang mengubah kehidupan mereka dan mendekat kepada Yehuwa. Publikasi-publikasi tersebut cocok bagi orang-orang berpendidikan tinggi maupun sedang, muda dan tua. Maka mustahil untuk mengatakan mana yang paling besar pengaruhnya di ladang Honduras.
Ambillah, sebagai contoh, buku Kebenaran yang terkenal di seluruh dunia, alias ”Bom Biru”, yang telah dicetak dan disebarkan di seluruh dunia dalam jumlah jauh di atas seratus juta eksemplar. Seorang guru sekolah Minggu di gereja Evangelis memutuskan untuk pergi ke Balai Kerajaan hendak meminta pengajaran Alkitab. Di jalan, ia bertemu dengan seorang saudari yang menanyakan kepadanya alasan ia ingin belajar dengan Saksi-Saksi. Jawabnya, ”Sekarang saya telah menemukan kebenaran, dan tidak ingin terus menjadi guru sekolah Minggu.” Ia telah membaca buku Kebenaran secara sembunyi-sembunyi. Ia merasa kecewa karena pengajaran Alkitabnya hanya dapat diadakan dua kali seminggu dan bukan setiap hari. Biarpun demikian, ia memperlihatkan kemajuan yang baik dan tak lama kemudian mulai menghadiri perhimpunan-perhimpunan. Sewaktu ia mendengar pengawas Sekolah Pelayanan Teokratis mengatakan bahwa siapa pun yang ingin menjadi jurulayan Allah harus mendaftarkan diri dalam Sekolah Pelayanan Teokratis, maka ia pun melakukannya. Ia memutuskan semua hubungannya dengan sekolah Minggu dan bertekad untuk menjadi seorang jurulayan Yehuwa yang sejati.
Buku Remaja juga diterima dengan baik di Honduras. Di beberapa sekolah dan perguruan tinggi, para guru telah menggunakannya sebagai dasar untuk diskusi di kelas. Seorang gadis remaja yang memperoleh buku Remaja dari neneknya, membawa buku tersebut ke sekolah. Gurunya memeriksa buku tersebut dan menanyakan dari mana ia memperolehnya. Seorang pemuda di kelas itu yang juga memiliki buku tersebut berkata bahwa buku itu diterbitkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa. Sang guru meminta agar 34 buku seperti itu dibeli untuk digunakan di sekolah.
Buku Penciptaan juga telah mendatangkan pengaruh yang sangat besar di perguruan-perguruan tinggi. Seorang saudari yang bekerja sebagai guru selalu menghadapi tekanan dari direktur sekolah maupun guru-guru lain untuk memberikan ceramah yang bertemakan manusia prasejarah. Sewaktu buku Penciptaan diterbitkan, ia menggunakannya di kelas dengan hasil yang baik dan juga menempatkan satu buku kepada guru lain dan satu kepada direktur sekolah.
Di daerah-daerah seperti Puerto Cortés, hampir semua direktur sekolah memiliki buku ini. Direktur berkebangsaan Karibia dari sebuah organisasi amal seluas dunia, yang mengenyam pendidikan universitas di Inggris, membacanya beberapa kali dan berkata, ”Buku itu tepat mengenai sasaran. Anda tidak dapat percaya akan Allah dan pada waktu yang sama percaya akan evolusi.”
Buku Hidup Kekal kini telah menggantikan buku Kebenaran dan menjadi sumber harapan dan penghiburan bagi jutaan orang. Sebagai seorang remaja, Leticia sangat resah akan kematian; bila ada seseorang yang dikenalnya meninggal, ia mengalami kesedihan yang dalam. Ia menceritakan, ”Sejak dua tahun yang lampau, saya telah bebas dari penderitaan ini; dukacita saya telah berakhir.” Bagaimana bisa demikian? ”Seorang teman saya di perguruan tinggi memiliki buku Hidup Kekal namun tidak menghargainya lalu memberikannya kepada saya. Pada halaman 10, saya membaca, ’Saudara tidak ingin mati, demikian juga setiap orang lain yang normal dan masih sehat. Allah menjadikan kita dengan keinginan untuk hidup, bukan keinginan untuk mati . . . Allah yang pengasih tentu tidak akan menciptakan manusia dengan keinginan untuk hidup kekal dan kemudian membuatnya mustahil bagi mereka untuk mewujudkan keinginan tersebut!’ Saya merenungkan masalah ini dan merasa terhibur. Belakangan saya memberi tahu teman saya bahwa saya sangat berterima kasih kepadanya karena telah memberikan suatu harta yang sejati.”
Tentu saja, sebegitu jauh, buku terpenting yang kita gunakan adalah Alkitab. Di Honduras negeri yang penduduknya pernah tidak berani membaca buku ini, New World Translation telah menjadi alat yang berharga. Sewaktu buku itu diperkenalkan pertama kali dalam bahasa Spanyol pada tahun 1967, jumlah Alkitab yang ditempatkan di Honduras melonjak dengan lebih dari 1.000 persen dari angka yang diperoleh pada tahun 1965. Terjemahan yang menakjubkan ini terus membantu orang-orang untuk mendekat kepada Pengarang Alkitab, Yehuwa.
Hanya Satu Majalah
Merupakan suatu hari besar bagi Honduras tatkala mereka mulai menerima majalah Menara Pengawal dan Sedarlah! dengan warna lengkap. Daya tarik dari majalah-majalah ini terlihat dari kenaikan 13 persen untuk penempatannya pada tahun dinas itu, yaitu tahun 1986. Orang-orang Honduras sungguh menghargai wawasan luas dan wewenang Alkitab dari majalah-majalah tersebut. Sering terlihat orang-orang membacanya di bis atau di kantor.
Di daerah La Ceiba, seorang dokter menyarankan aborsi kepada seorang wanita hamil yang telah berulang kali menemui kesulitan dalam melahirkan anak. Namun wanita ini merasa tidak yakin, maka dokter menyuruhnya pergi dan memikirkan hal itu. Pada hari yang ditentukan baginya untuk kembali guna pemeriksaan berikutnya, seorang Saksi menempatkan sebuah majalah kepadanya. Di dalamnya terdapat artikel tentang aborsi dan membantunya mengambil keputusan tegas menentang hal itu. Betapa bahagianya semua orang ketika ia akhirnya melahirkan anaknya—tanpa problem apa pun. Wanita ini mulai menerima pengajaran Alkitab. Kini ia maupun anak perempuannya yang tertua telah dibaptis dan melayani sebagai perintis ekstra. Itu semua bermula dari sebuah majalah saja.
Seorang saudari menempatkan sebuah majalah Sedarlah! yang memuat artikel ”Kejarlah Perdamaian Dengan Tetangga Anda” kepada manajer personalia dari Departemen Pendidikan. Saudari itu terkejut kegirangan sewaktu 300 karyawan masing-masing diberi sebuah salinan dari artikel ini! Itu akan digunakan oleh mereka sebagai dasar diskusi dalam suatu acara pengajaran. Meskipun acara tersebut menjadi lebih panjang, tidak seorang pun yang mengeluh. Sebagai hasil dari acara itu, suasana di kalangan para pekerja memperlihatkan perbaikan yang besar, dan manajer tersebut disenangi dan memperoleh respek dari stafnya. Hal itu pun bermula dari satu majalah saja.
Anehnya, beberapa saudara memiliki sikap negatif berkenaan penyebaran majalah. Pada tahun 1981 sebuah sidang kecil hanya menempatkan sedikit majalah, rata-rata hanya tiga majalah setiap penyiar per bulan. Pengawas wilayah menganjurkan mereka untuk bersikap positif tentang nilai sejati dari majalah-majalah. Dalam tempo singkat, di sidang yang sama, para penyiar menempatkan rata-rata 16 majalah setiap penyiar per bulan. Di luar dugaan mereka, mereka mendapati bahwa beberapa orang senang untuk menerima tiga atau empat terbitan sekaligus!
Kemajuan Lebih Lanjut di Daerah Pedalaman dan Daerah Terpencil
Pada tahun 1970 diperhitungkan bahwa kabar baik Kerajaan baru mencapai hanya 3 atau 4 dari setiap 10 orang Honduras. Selaras dengan saran-saran yang diajukan pengawas zona pada tahun itu, diputuskan untuk mengatur kembali daerah-daerah sidang, dan ini menghasilkan dapat dicapainya suatu persentase penduduk yang lebih besar. Sidang-sidang menyambutnya dengan mengatur agar kelompok-kelompok semobil penuh atau satu bis penuh pergi ke daerah-daerah pedalaman seminggu sekali. Meskipun demikian, seluruh negeri itu belum dapat dicakup dengan cara demikian. Pada tahun 1971 kantor cabang mengambil prakarsa untuk mengatur agar daerah sisa yang belum digarap dikerjakan setahun sekali oleh para perintis istimewa sementara.
Dua perintis istimewa, Armando Ibarra dan Manuel Marti̇́nez, ditugaskan untuk mengerjakan daerah-daerah terpencil di wilayah Olancho. Mereka melakukan sedikitnya lima ekspedisi ke desa-desa yang tersebar di daerah yang sangat luas ini. Daerah ini penuh dengan gunung-gunung dan lembah-lembah terpencil, habitat dari binatang-binatang liar seperti jaguar dan ular-ular berbisa—namun juga, yang paling berbahaya dari semuanya, orang-orang yang bengis.
Agar mencakup lebih banyak daerah, mereka sepakat untuk bekerja terpisah seraya tetap menjaga agar tidak kehilangan kontak antara satu sama lain. Suatu hari Armando menyadari bahwa ia sudah lama tidak melihat Manuel dan ingin mencarinya. Sewaktu ia menghampiri sebuah rumah, terdengar olehnya seseorang berkata, ”Biarkan Allahmu atau Alkitabmu menyelamatkanmu sekarang!” Ia merasa sangat takut namun ia berdoa kepada Yehuwa dan masuk ke rumah itu. Situasinya tegang. Di sana ada Manuel, tangannya terentang ke atas, dan di depannya ada dua pria bersenjatakan pistol dan parang machete. Sewaktu melihat Armando dan menyadari bahwa Manuel tidak sendirian, kedua pria tersebut menurunkan senjata mereka dan membiarkannya pergi. Dengan hati-hati, Manuel, sambil memandang kedua pria tersebut berjalan mundur dengan perlahan, meninggalkan rumah itu dan bergabung dengan rekannya. Karena adanya peristiwa ini, mereka berdua pergi ke desa lain.
Pada bulan Mei 1987, Hector Casado, kemudian menjadi seorang pengawas wilayah, mengirimkan surat ke sidang-sidang meminta tenaga-tenaga sukarela untuk mengorganisasi suatu perjalanan enam hari ke desa-desa terpencil di daerah yang dikenal sebagai Santa Bárbara. Dibutuhkan saudara-saudari yang berbadan kuat dan sehat serta bersedia mendaki gunung dan tidur di desa mana pun yang mereka capai pada waktu malam tiba. Tujuh puluh Saksi dari 26 sidang dan kelompok terpencil berkumpul bersama di San Pedro Sula pada hari yang telah ditentukan. Mereka dibagi menjadi delapan kelompok, dan sesudah berdoa kepada Yehuwa, mereka bertolak mengikuti rute masing-masing. Mereka menjumpai berbagai macam orang, kebanyakan sangat miskin, beberapa sangat senang, beberapa lainnya bermusuhan, banyak yang buta huruf, dan hanya sedikit yang sudah memahami kebenaran, berkat buku-buku yang telah mereka peroleh sebelumnya. Seorang wanita sangat menginginkan buku Hidup Kekal sehingga sebagai gantinya ia menawarkan satu-satunya ayam betina miliknya.
Satu kelompok mengendarai sebuah kendaraan four-wheel-drive (jip) selama enam jam yang melelahkan melalui jalan gunung yang berkelok-kelok. Sewaktu mereka akhirnya tiba di sebuah kota kecil, mereka disambut oleh hujan badai yang lebat. Ini merupakan sesuatu yang menguntungkan, karena sudah beberapa bulan daerah tersebut tidak mendapat hujan. Karena hujan badai ini, saudara-saudara turut mendapat pujian! Demikian pula, air kebenaran juga diterima baik di sana. Beberapa saudari kembali pada sore hari itu juga untuk memimpin pengajaran Alkitab dengan orang-orang berminat. Beberapa dari pengajaran ini diteruskan melalui pos.
Suatu kelompok lain mengerjakan suatu sektor yang sebenarnya telah dikendalikan oleh orang-orang Evangelis Amerika Utara, yang mengoperasikan stasiun radio mereka sendiri. Melalui udara, mereka melancarkan kampanye propaganda melawan para Saksi, melukiskan bagaimana mereka berkunjung sepasang-sepasang, sambil membawa tas berisi buku-buku. Mereka memperingatkan, ”Hati-hatilah terhadap Saksi-Saksi.” ”Mereka cakap dan memiliki pengetahuan Alkitab yang dalam. Bahkan seorang ahli di antara saudara-saudara kita dapat diperdaya oleh mereka. Hindarilah mereka! Jangan persilakan mereka masuk ke dalam rumah!” Publisitas gratis ini membangkitkan rasa ingin tahu yang besar dan merintis jalan bagi banyak percakapan yang menarik.
Di sebuah kota lain seorang pria yang murah hati namun sangat miskin menawarkan rumahnya untuk digunakan oleh Saksi-Saksi. Tidur di atas tikar jerami di lantai tanah yang luang tidak menjadi masalah. Namun sebelum fajar menyingsing, mereka dibangunkan oleh kutu-kutu, yang telah menjadwalkan waktu sarapan mereka dini hari! Di kota ini menganyam tikar jerami hampir menjadi satu-satunya sumber pendapatan. Beberapa wanita yang pada siang hari belum menerima lektur datang pada malam hari ke tempat penginapan saudara-saudara. Mereka menawarkan tikar-tikar yang baru mereka buat sebagai pengganti buku-buku.
Setelah enam hari, sebuah kelompok yang terdiri dari 70 orang berkumpul kembali. Mereka telah menempatkan 623 buku dan 687 majalah dan menggunakan sekitar 2.455 jam dalam dinas!
Beberapa orang bertanya-tanya apakah upaya yang begitu banyak dikerahkan untuk mencapai orang-orang yang terpencil ini bermanfaat, karena kecil kemungkinan untuk mengadakan kunjungan kembali kepada mereka. Kita tak boleh meremehkan kuasa kebenaran yang dapat berakar dalam hati manusia. Di suatu daerah terpencil, seorang yang berminat dengan teratur mengadakan ekspedisi ke kota untuk memperoleh lektur bagi dirinya. Sewaktu hal ini diketahui oleh kelompok yang mengerjakan daerah tersebut, seorang saudara memelanai keledainya dan berangkat ke gunung untuk menemui pria ini. Ia menemukan rumahnya, namun istri orang itu berkata bahwa ia tidak ada di rumah. Ke mana dia? Jawabnya, ”Ia pergi mengabar.”
Dengan nada yang serupa, seorang pengawas melaporkan, ”Bayangkan kami memasuki sebuah kota kecil dengan perkiraan akan menemui sedikit minat. Namun di setiap rumah, orang-orang berkata, ’Saksi-Saksi Yehuwa mengunjungi kami, dan kami yakin bahwa mereka mempunyai agama yang benar!’ Hal ini terjadi pada kami. Orang-orang lain di kota yang sama berkata, ’Mari masuk, kami telah menantikan Anda; kami belajar dengan Don Tivo.’ ’Siapakah Don Tivo?’ kami bertanya. Kami tidak kenal saudara yang memakai nama itu. Rupanya pria bernama Don Tivo ini telah menerima lektur, dan berita itu telah berurat-berakar dalam hatinya. Sekali waktu ia bertemu dengan seorang Saksi yang menjelaskan cara menggunakan buku-buku untuk memimpin pengajaran Alkitab. Don Tivo bertekad untuk menjadikan murid, ketika kami bertemu dengannya, ia sedang memimpin tujuh pengajaran Alkitab. Di antaranya ada sepasang suami-istri yang sedang mengatur segala sesuatu yang diperlukan untuk menikah secara resmi agar mereka dapat bergabung dengan Don Tivo dalam pekerjaan pengabaran!
Kebaktian-Kebaktian yang Mencolok
Pada tahun 1948, ketika kebaktian distrik pertama di Honduras diadakan, 467 orang hadir. Seorang pengusaha yang hadir berkata, ”Memang sudah waktunya ada orang yang membawakan berita seperti itu. Itu baru bagi saya, namun saya menyukainya.”
Delapan belas tahun berlalu sebelum kebaktian internasional pertama diorganisasi. Pada bulan Desember 1966 di ibu kota, 1.422 orang berhimpun, termasuk 225 saudara dari berbagai tempat yang berbeda seperti Kanada, Jerman, dan Australia. Sebuah iring-iringan yang terdiri dari 11 bis membawa 450 saudara dari San Pedro Sula. Jalan aspal dari sana ke Tegucigalpa belum selesai dibuat, maka mereka harus menempuh perjalanan yang melelahkan selama 12 jam melewati jalan-jalan gunung yang berliku-liku. Dari tempat-tempat sejauh La Ceiba saudara-saudara berdatangan, dan mereka terlambat sehari karena hujan lebat menghalangi kereta api buah untuk lewat. Tak seorang pun menyesali perjalanan yang melelahkan tersebut.
Mereka mendengar nasihat pada waktunya berkenaan problem nasionalisme dalam khotbah ”Dengarkanlah Kata-Kata Daniel Bagi Zaman Kita”. Mereka melihat drama untuk pertama kalinya, berjudul ”Bersandarlah Kepada Alkitab Sebagai Pedoman Hidup Saudara”. Drama tersebut bermanfaat untuk melindungi saudara-saudara kita yang tinggal di lingkungan masyarakat yang menganggap perzinaan begitu umum sehingga seorang pria yang setia pada keluarganya dianggap aneh atau bahkan mungkin tidak normal.
Pers maupun stasiun-stasiun radio memberikan publisitas yang baik. Jelas, musuh-musuh sibuk seperti biasa, menyebarkan dusta dan publisitas negatif, namun kebenaran mendapat lebih banyak perhatian dan tempat dalam pers. Seperti kata rasul Paulus, ”Kami tidak dapat berbuat apa-apa melawan kebenaran; yang dapat kami perbuat ialah untuk kebenaran.” (2 Kor. 13:8) Tidak diragukan, kebaktian ini menyumbang kepada pertambahan menakjubkan yang menyusul sesudah itu. Bila dibandingkan dengan 175 yang dibaptis dalam tiga tahun sebelumnya, 477 dibaptis selama tiga tahun berikutnya.
Dari waktu ke waktu, para anggota Badan Pimpinan mengunjungi kebaktian-kebaktian, dan saudara-saudara senantiasa bersukacita atas pergaulan yang membina bersama mereka. Saudara N. H. Knorr datang beberapa kali. Saudara W. L. Barry, J. C. Booth, F. W. Franz, M. G. Henschel, W. K. Jackson, K. F. Klein, A. D. Schroeder, dan L. A. Swingle semuanya pernah menjadi tamu di salah satu kebaktian.
Kebaktian Distrik ”Para Pemelihara Integritas” tahun 1986 merupakan suatu peristiwa lain yang menonjol. Drama ”Masa Depan Saudara—Suatu Tantangan” menggerakkan beberapa saudara dan saudari untuk berpikir lebih serius berkenaan merintis. Seorang saudara muda telah lama berencana untuk masuk universitas sesudah mengikuti kebaktian namun ia berubah pikiran dan mencari pekerjaan duniawi yang memungkinkannya menjadi seorang perintis ekstra. Saudara perempuannya kehilangan pekerjaan karena ia tidak ingin melewatkan kebaktian tersebut. Ia pun masuk dinas perintis ekstra.
Suatu kebaktian wilayah kecil yang diadakan di sebuah sekolah di Puerto Cortés menarik perhatian karena satu hal: Pengawas wilayahnya tidak hadir! Ia terjebak di sisi yang keliru dari sebuah sungai yang sedang meluap dan terpaksa harus tinggal di tempat ia berada. Saudara-saudara menanggapi situasi tersebut dengan baik. Tugas-tugas sang pengawas wilayah dibagi-bagikan antara mereka sendiri sehingga tidak satu acara pun yang hilang. Namun, mereka masih menghadapi suatu tantangan: Saudara-saudara yang mengawasi kebaktian telah memutuskan bahwa semua pembicara harus mengenakan jas. Namun, hanya sedikit di wilayah ini yang mempunyai jas karena biasanya mereka tidak mengenakannya. Maka ketika pembicara pertama menyelesaikan bagiannya dalam acara tersebut, jas merah dan dasi hijau yang sama muncul kembali—dalam tiga persembahan berikutnya. Perbedaan ukuran dan bentuk tubuh empat saudara tersebut membuat kebaktian yang sebenarnya berjalan normal menjadi agak lucu.
Membangun untuk Ibadat Sejati
Saksi-Saksi Yehuwa adalah para pembangun—pembangun kepribadian Kristen, pembangun keluarga bahagia, dan pembangun sidang yang bersatu padu, tenteram dan damai. Seraya sidang-sidang di Honduras bertumbuh, mereka harus turun tangan untuk membangun Balai-Balai Kerajaan dan sebuah kantor cabang. Pada tahun-tahun permulaan, dinding yang bertuliskan Balai Kerajaan dan beberapa bangku yang diatur di ruangan rumah seorang saudara sudah cukup bagi sebuah Balai Kerajaan, namun sidang-sidang mulai segera melihat manfaat dari pembangunan gedung-gedung mereka sendiri. Pada tahun 1971, dari 22 sidang di Honduras, 15 di antaranya memiliki balai mereka sendiri.
Balai-Balai Kerajaan tersebut biasanya sederhana, rapi, dan sesuai untuk lingkungan masyarakat di sekitar balai itu. Pondok yang beratapkan jerami dengan bangku-bangku kayu mahoni—yang terbuat dari pepohonan setempat—berdiri di suatu dataran kosong dalam hutan di Chacalapa hanya membutuhkan biaya $20 (Rp 40.000) untuk membangunnya. Bambu banyak tumbuh di La Junta dekat Sungai Ulúa, maka balai di sana, yang berlantai tanah dan berdinding bambu, membutuhkan biaya kurang lebih sama. Balai itu telah diperbesar dan diperbaiki beberapa kali, namun tetap sederhana dan serasi dengan lingkungan. Sebagai kontras, balai dengan model lain sesuai untuk lokasi di kota.
Meski sederhana strukturnya, namun membangun sebuah balai yang terletak jauh dari kota besar bukanlah hal yang mudah. Orang tak dapat hanya mengangkat telepon dan memesan kayu, pasir, dan semen. Pada tahun 1973 balai di Siguatepeque dibangun oleh saudara-saudara yang bukan ahli hanya dari bahan baku apa adanya. Pasir dan kerikil disauk dari dasar sungai dan diayak. Pohon-pohon pinus besar ditebang dan ditarik ke luar dari lembah dengan lembu jantan, kemudian pohon-pohon itu diletakkan di atas kuda dan digergaji menjadi balok-balok sepanjang 11 meter dengan gergaji tangan sepanjang kira-kira 2 meter yang dijalankan oleh dua orang pria.
Kantor cabang, atau Betel, mempunyai suatu sejarah yang menarik. Sejak tahun 1946, fasilitas-fasilitas di ibu kota disewa, dan ini berarti harus sering berpindah tempat selama bertahun-tahun. Namun sewaktu Harold Jackson melayani sebagai hamba cabang, pertumbuhan untuk kepentingan Kerajaan menunjukkan bahwa sebuah bangunan yang sesuai dengan kebutuhan harus didirikan. Untuk melaksanakan niat tersebut sebidang tanah berlokasi bagus yang berdekatan dengan kedutaan Amerika dibeli. Pekerjaan dimulai pada tahun 1961. Pada tahun tersebut Lloyd Aldrich melayani sebagai hamba cabang. Baltasar Perla dari El Salvador menjadi arsiteknya, dan Pedro Armijo dari Tegucigalpa menjadi kontraktornya. Peralatan dan tekhnik-tekhnik konstruksi sederhana.
Mengenai mutu pekerjaannya yang mengagumkan, Saudara Aldrich mengomentari, ”Sungguh menakjubkan, saudara-saudara tersebut dapat membangunnya tanpa mesin atau peralatan modern. Hampir semua dikerjakan dengan tangan. Hanya dua buah mesin yang digunakan yaitu mesin pengaduk semen dan truk untuk mengangkut material ke lokasi bangunan.”
Pada tahun 1961 hanya ada 571 penyiar di Honduras, dan fasilitas-fasilitas cabang pada waktu itu lebih dari cukup, namun pada tahun 1986, lebih dari 4.000 penyiar melaporkan dan Rumah Betel, meskipun telah diperbesar pada tahun 1978, tidak lagi memadai. Badan Pimpinan mengizinkan suatu perluasan yang akan memungkinkan ruangan menjadi lebih besar dua kali lipat. Pekerjaan dimulai pada bulan Oktober 1987. Betapa senangnya melihat para pekerja sukarela internasional beraksi! Bersama dengan tenaga sukarela dari banyak sidang, mereka merampungkan sebuah bangunan indah, yang dibaktikan bagi dinas kepada Yehuwa pada tanggal 21 Oktober 1989.
Retrospeksi dan Prospek
Penahbisan Betel baru merupakan hari yang bahagia. Saudara dan saudari yang telah lama dalam dinas Kerajaan datang jauh dari berbagai penjuru dan bersukacita dapat bertemu lagi setelah bertahun-tahun lamanya. Di antara mereka terdapat beberapa utusan injil pertama yang melayani di Honduras: Allan dan Helen Bourne, Darlean Mikkelsen, Randy Morales, dan Woody Blackburn, yang dulu melayani sebagai hamba cabang pada tahun 1950-an.
Seraya menceritakan pengalamannya di ladang Honduras, Werner Zinke, yang telah melayani sebagai koordinator Panitia Cabang sejak tahun 1978, mengomentari, ”Jika saya memikirkan waktu 20 tahun yang telah saya nikmati dalam dinas di Honduras ini, saya dapat mengatakan bahwa Yehuwa telah memberkati kami dengan limpah di negeri ini. Saya telah melihat jumlah penyiar bertambah dari 1.341 pada tahun 1970 menjadi 6.583 sekarang. Merupakan hak istimewa yang besar untuk memberikan dinas yang bahkan lebih baik lagi bagi saudara-saudara dari kantor cabang kami yang baru di Honduras.”
Ketika Ethel Grell, yang telah merintis sejak usia 14 tahun, tiba di Honduras bersama ibunya, Loverna, pada tahun 1946, hanya ada 15 penyiar, termasuk 7 utusan injil. Pada suatu kebaktian baru-baru ini ia diwawancarai dan ditanya tentang berkat terbesar apa yang pernah dirasakan selama lebih dari 40 tahun pelayanannya di negeri ini. Ia menjawab, ”Yang membuat saya merasa sangat bahagia adalah sewaktu saya melihat stabilitas dan kematangan organisasi Yehuwa, pertambahan dalam jumlah perintis-perintis muda, dan kenaikan yang menakjubkan dalam jumlah penyiar.”
Pada penahbisan Betel baru pada tahun 1989, Badan Pimpinan diwakili oleh Lyman Swingle, yang menyampaikan khotbah penahbisan. Sewaktu ditanya apa yang dipikirkannya tentang prospek teokratis di Honduras, pandangannya menjangkau jauh ke masa depan. Ia menjawab, ”Prospek bagi Honduras dan bagi setiap negeri lain sangat bagus karena organisasi Yehuwa akan segera membuat seluruh bumi menjadi firdaus.” Sungguh, itulah yang kita dambakan—Kerajaan Yehuwa memerintah! Namun sementara itu, ada pekerjaan yang masih harus dilakukan. Kita memohon berkat Yehuwa datang ke atas semua saudara kita di Honduras seraya mereka bahu-membahu dengan saudara-saudara mereka di negeri-negeri lain, bekerja dengan loyal untuk menjunjung tinggi nama-Nya di bawah bimbingan Yesus Kristus dan hamba setia-Nya.
[Grafik di hlm. 207]
(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)
HONDURAS
Grafik Rata-Rata Perintis
939
255
162
59
14
1950 1960 1970 1980 1992
Grafik Puncak Penyiar
6,583
3,014
1,341
550
260
1950 1960 1970 1980 1992
[Peta di hlm. 148]
(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)
HONDURAS
Ibu Kota: Tegucigalpa
Bahasa Resmi: Bahasa Spanyol
Agama Utama: Katolik Roma
Penduduk: 5.011.107
Kantor Cabang: Tegucigalpa
MEKSIKO
BELIZE
GUATEMALA
EL SALVADOR
NIKARAGUA
HONDURAS
Laut Karibia
ISLAS DE LA BAHÍA
Roatán
Puerto Cortés
Omoa
Tela
Baracoa
Trujillo
La Ceiba
Limón
Sangrelaya
Brus Lagoon
PANTAI NYAMUK
San Pedro Sula
La Lima
Sungai Ulua
El Progreso
Santa Rita
OLANCHO
Santa Rosa de Copán
Siguatepeque
Tegucigalpa
Comayagua
Danlí
San Lorenzo
Choluteca
Guásimo
Samudera Pasifik
[Gambar di hlm. 152]
Loverna Grell, kiri, dan putrinya, Ethel
[Gambar di hlm. 156, 157]
Honduras, negeri yang semarak dengan beberapa air terjun yang indah, bunga anggrek yang elok, piramida purba, dan pantai pesisirnya
[Gambar di hlm. 158]
William dan Ruby White
[Gambar di hlm. 162]
Para utusan injil yang melayani di Honduras ini datang dari negeri-negeri seperti Amerika Serikat, Finlandia, Jerman, Kanada, Meksiko, Norwegia, dan Swedia
[Gambar di hlm. 168]
Saudara Knorr dan si kembar, Jeannette Fischer, kiri, dan Johneth, yang keduanya memulai dinas utusan injil pada tahun 1952
[Gambar di hlm. 172]
Grant Allinger, pengawas cabang dari tahun 1963 sampai 1978, dan istri, Olga
[Gambar di hlm. 176]
Mengabar dekat Omoa
[Gambar di hlm. 184]
Pengawas wilayah Julio Mendoza bersama istrinya, Dunia, dan putrinya, Esther
[Gambar di hlm. 193]
Balai-Balai Kerajaan sederhana, rapi, dan sesuai dengan lingkungan masyarakat
[Gambar di hlm. 200]
Kantor cabang pertama sangat berbeda dengan kantor cabang yang dibangun pada tahun 1961, terlihat adanya perluasan yang ditambahkan pada tahun 1978
Lyman Swingle pada acara penahbisan fasilitas-fasilitas baru, 21 Oktober 1989. Fasilitas kantor cabang baru, selesai pada tahun 1989, berdampingan dengan bangunan yang lama
[Gambar di hlm. 201]
Lima saudara anggota dari Panitia Cabang beserta istri mereka pada waktu kunjungan pengawas zona, Lloyd Barry. Dari kiri ke kanan, William dan Ruth Sallis, Raymond dan Olga Walker, Aníbal dan Cristina Izaguirre, Lloyd dan Melba Barry, Werner dan Ulla Zinke, Mannuel dan Ada Martínez