PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g85_No13 hlm. 3-4
  • Kebahagiaan—Usaha untuk Mengejarnya

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Kebahagiaan—Usaha untuk Mengejarnya
  • Sedarlah!—1985 (No. 13)
  • Bahan Terkait
  • Di Mana Kebahagiaan yang Sejati Dapat Diperoleh?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1997
  • Kebahagiaan​—Begitu Sulit Dicapai
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1997
  • Kesehatan dan Kebahagiaan​—Bagaimana Cara Menemukannya?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1991
  • Kebahagiaan Sejati dalam Melayani Yehuwa
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1992
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1985 (No. 13)
g85_No13 hlm. 3-4

Kebahagiaan—Usaha untuk Mengejarnya

DEKLARASI kemerdekaan Amerika Serikat memproklamirkan hak untuk ’hidup, kebebasan, dan mengejar kebahagiaan.’ Bagi kebanyakan orang sekarang, kata kuncinya adalah mengejar. Mereka melakukannya, dengan penuh semangat, mengisi setiap menit dengan kegiatan yang gila-gilaan. Membanjiri stadion-stadion untuk pertandingan-pertandingan oleh raga, asyik di depan layar-layar komputer, dengan permainan-permainan elektronika, terpaku pada acara-acara TV untuk mengisi waktu-waktu malam, merencanakan akhir pekan penuh dengan kegembiraan, keliling dunia dengan pesawat terbang, atau jika tidak, sibuk melibatkan diri dalam pusaran kegiatan sosial. Banyak yang bahkan berpaling kepada narkotika untuk mencapai titik puncak secara emosional. Apapun dan segala sesuatu dilakukan untuk menghindari waktu-waktu yang tidak terisi di mana mereka mungkin harus duduk diam dan menghadapi diri sendiri—dan kebosanan. Namun, mengejar kebahagiaan secara gila-gilaan ini, tidak akan pernah menghasilkan kebahagiaan sejati.

Ada yang menempuh cara hidup yang baru dalam mencari kebahagiaan. Perkawinan tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang mengikat—mudah didapat mudah dilepas, bercerai atas dasar apapun atau tanpa dasar, anak-anak dilemparkan ke sana ke mari antara orangtua kedua belah pihak. Mereka yang lajang menempuh kehidupan free sex (hubungan seks secara bebas). Pasangan-pasangan hidup bersama tanpa nikah atau ’kumpul kebo’—tidak ada ikatan, tanpa ada pertalian apapun, bebas untuk berpisah dan pergi sewaktu-waktu jika mau. Pasangan-pasangan hidup bersama dalam hubungan homoseks, atau secara pribadi melakukan perbuatan-perbuatan yang tak wajar. Dalam melakukan semua usaha mencoba-coba ini, orang-orang hanya menabur secara jasmani dan akhirnya akan menuai penderitaan secara mental, perasaan bersalah, iri hati, perpecahan yang menggoncangkan jiwa, dan penyakit-penyakit—yang sering kali tidak terobati. ”Moralitas baru” menuai bahkan lebih banyak kesengsaraan dari pada imoralitas yang lama.

Banyak orang lain menyamakan kebahagiaan dengan harta benda, tetapi menimbunnya hanya menambah keinginan besar yang tamak untuk ingin mengeruk bahkan lebih banyak keuntungan. Agen-agen iklan dengan senang hati merangsangnya, menjajakan citra-citra yang sangat menarik dan mempesonakan untuk mereka tonjolkan—citra yang disokong semata-mata oleh merek baju yang tepat untuk dikenakan, anggur untuk diminum, mobil untuk dipakai, rumah yang harus diperoleh, ditambah dengan rangkaian yang tak putus-putusnya dari barang-barang lain yang harus ada di sekeliling mereka.

Ilmu pengetahuan menambah luapan materialistis, seperti yang dikeluhkan oleh ahli biologi René Dubos: ”Sering kali, ilmu pengetahuan sekarang digunakan untuk penerapan-penerapan teknologi yang tidak ada hubungannya dengan kebutuhan manusia dan bertujuan hanya untuk menimbulkan keinginan semu yang baru.” Keinginan-keinginan ini, katanya, jika dipuaskan ”tidak banyak menambah kebahagiaan atau arti hidup ini.” Di negara-negara yang kaya, teknologi telah dimanfaatkan untuk memproduksi barang-barang yang tidak berguna. Bagi kebanyakan orang berbelanja secara royal dengan maksud pamer hampir menjadi keharusan. Nilai-nilai rohani nyaris tercekik di bawah badai materialisme.

Ketika Stewart Udall menjabat Sekretaris Menteri Dalam Negeri Amerika Serikat, ia berkata: ”Kami memiliki paling banyak mobil dari pada negara manapun di dunia—dan tempat-tempat barang rongsokan yang paling buruk. Kami adalah orang-orang yang paling suka berpindah-pindah tempat di bumi—dan kami menderita paling banyak kemacetan. Kami menghasilkan paling banyak energi, dan udara kami paling kotor.” Ia mengatakan hal itu bertahun-tahun yang lalu, dan menyebutnya sebagai ”suatu malapetaka tingkat benua.” Sekarang, bertahun-tahun kemudian, ini merupakan malapetaka dalam tingkat sedunia. Bertahun-tahun yang lalu wali kota dari sebuah kota besar di Amerika bersenda-gurau mengatakan bahwa ”jika kita tidak hati-hati kita akan dikenang sebagai angkatan yang membawa orang ke bulan tapi berdiri atas sampah setinggi lutut.” Sekarang bertahun-tahun kemudian, banyak sarjana memperingatkan bahwa kita mungkin adalah angkatan—jangka waktu yang terakhir.

Jika perasaan harga diri kita dipupuk hanya dengan harta benda dan bukan nilai-nilai dalam batin, perasaan-perasaan tersebut segera akan menjadi lemah dan mengakibatkan kita menjadi mangsa dari ketidakpuasan yang menyiksa. Materialisme dengan jerat-jeratnya yang dangkal sama sekali tidak memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang paling dalam dari jiwa manusia, dan tidak pernah membawa kebahagiaan. ”Pemuasan yang tidak terbatas dari semua keinginan,” kata ahli psykhoanalisa Erich Fromm, ”tidak menghasilkan kesejahteraan, juga bukan jalan menuju kebahagiaan atau bahkan kesenangan yang maksimum.” Tetapi lama sebelum Fromm, seorang bijaksana yang terilham mengatakannya dengan lebih tegas: ”Aku juga melihat mengapa orang-orang berusaha sedemikian kerasnya untuk berhasil; karena mereka iri hati dengan apa yang dimiliki orang lain.”—Pengkhotbah 4:4, Today’s English Version.

Ada orang, yang karena merasa kecil hati dan kecewa, mencari kepuasan dengan tenggelam dalam keasyikan diri sendiri yang tidak berarti. Mengenai usaha ini The Culture of Narcissism mengatakan: ”Karena tidak mempunyai harapan untuk memperbaiki kehidupan mereka dengan cara apapun juga yang berarti, orang-orang meyakinkan diri sendiri bahwa apa yang berarti adalah memperbaiki diri secara psykhis: berhubungan dengan perasaan mereka, makan makanan yang murni, mengikuti kursus balet atau tari perut, membenamkan diri dalam filsafat dari Timur . . . Mereka mengusahakan lebih banyak pengalaman yang bergairah, berusaha mengalahkan kemalasan tubuh supaya bersemangat, berusaha menghidupkan kembali selera-selera yang sudah lemah.”—Halaman 29, 39, 40.

Mengejar kebahagiaan melalui aneka kegiatan, atau gaya hidup baru, atau pengejaran-pengejaran materi, atau kesibukan dengan diri sendiri—tidak satu pun dari padanya dapat menghasilkan kebahagiaan yang sejati dan tahan lama.

Jadi apa yang sebenarnya diperlukan untuk membuat anda bahagia?

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan