PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g90_No36 hlm. 3-5
  • Kembali kepada Norma-Norma Moral?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Kembali kepada Norma-Norma Moral?
  • Sedarlah!—1990 (No. 36)
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Kembali kepada Norma-Norma Moral?
  • Praktiknya yang Telah Berubah—Bukan Moralnya
  • Apakah Pelajaran Moral Telah Diperoleh?
  • Bagaimana Menghindari AIDS
    Sedarlah!—1988 (No. 27)
  • Bagaimana Saya Dapat Terhindar dari Penularan AIDS?
    Sedarlah!—1993
  • AIDS dan Moral
    Sedarlah!—1986 (No. 18)
  • Mengapa AIDS Tersebar Begitu Luas?
    Sedarlah!—1988 (No. 27)
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1990 (No. 36)
g90_No36 hlm. 3-5

Kembali kepada Norma-Norma Moral?

RUMAH-RUMAH itu kosong. Di depannya dipasang tanda akan disewakan. Ini pernah menjadi bagian dari pusat pelacuran terbesar di dunia, di Hamburg, Jerman. Alasannya ditutup?

Sama dengan alasan ditinggalkannya berbagai tempat pertemuan kaum homoseks yang populer di San Francisco. Di seluruh Amerika Serikat banyak klab dan sauna (tempat mandi uap) bagi para homoseks satu per satu menutup pintu mereka.

Apa penyebab utama dari perubahan ini? Menyebarnya AIDS, virus memautkan yang telah menjadi salah satu wabah yang paling buruk pada abad ke-20.

AIDS telah merenggut jiwa puluhan ribu orang. Dan jika perkiraan yang ada saat ini terbukti benar, wabah ini dapat menelan jutaan kehidupan lagi dalam waktu dekat.

Kembali kepada Norma-Norma Moral?

Pada tahun 1960-an dan 70-an, revolusi seks melanda banyak negara Barat. Cinta bebas, dengan siapa saja, diterima di mana-mana. Jumlah kelahiran di luar perkawinan meningkat. Secara mencolok jelas bahwa mereka yang untuk pertama kali melakukan hubungan seks sekarang berusia lebih muda daripada yang sudah-sudah. Norma-norma tradisional terkikis dalam kehidupan jutaan orang, dan jumlah mereka bertambah dengan cepat.

Ketika membicarakan tentang semangat yang ada pada waktu itu, majalah Kanada L’Actualité menyatakan, ”Kegiatan seks telah menjadi semacam permainan yang tidak berbahaya.” Pada waktu yang sama, dengan munculnya gerakan-gerakan yang memperjuangkan ”hak-hak” kaum homoseks, homoseksualitas menjadi masalah yang menonjol, dan banyak perubahan dibuat dalam undang-undang yang tadinya melarang hubungan homoseksual.

Kemudian AIDS muncul di panggung dunia. Seraya kematian akibat wabah modern ini bertambah dan obat untuk menyembuhkan ini tidak diketemukan, sikap orang terhadap seks berubah secara drastis. Sebagaimana dijelaskan L’Actualité, ”Dengan AIDS, permainan cinta menjadi luar biasa berbahaya.” Jurnalis Amerika, Ellen Goodman, mengomentari perubahan sikap yang terjadi karena hal ini, ”Seraya—bukan andaikan tetapi seraya—AIDS meluas di kalangan penduduk, ’tidak’, akan menjadi jawaban yang semakin lebih umum untuk seks.”

Praktiknya yang Telah Berubah—Bukan Moralnya

Apakah ini berarti bahwa kita sedang menyaksikan semacam kesadaran yang membuat orang kembali kepada moral yang baik? Sebagaimana kadang-kadang dinyatakan dalam media, apakah itu merupakan ”kebangkitan kembali dari konservatisme” atau ”puritanisme”?

Beberapa praktik telah berubah semata-mata karena kebutuhan, namun tidak berarti bahwa pemikiran dasarnya mengalami hal yang sama. Misalnya, kaum homoseks yang telah meninggalkan seks dengan banyak pasangan dan membatasi diri kepada persatuan ”monogami” sudah pasti tidak dapat dikatakan kembali kepada moralitas. Terlebih pula, apa yang akan terjadi andai kata vaksin AIDS ditemukan? Ada alasan untuk percaya bahwa banyak yang akan kembali kepada praktik-praktik mereka yang semula dan tempat-tempat khusus tersebut akan kembali membuka pintu.

Dalam dunia heteroseksual perubahan dalam perilaku, namun tidak dalam pemikiran dasar, juga tampak. Felice, seorang mahasiswi di University of California di Los Angeles, A.S., menyesal karena tidak mengalami kebebasan seks yang pernah ada di kampus tersebut. Ia berkata, ”Benar-benar memuakkan . . . Saya berharap bahwa saya bisa memperoleh kebebasan untuk membuat keputusan sendiri.” Dan seorang jurnalis Amerika menerangkan bahwa standar-standar moral yang dahulu tidak akan kembali, dengan mengatakan, ”Walaupun revolusi seks mungkin mereda, tidak ada gerak balik secara besar-besaran kepada mentalitas ’menikah sebelum hubungan seks’ dari tahun 1940-an dan 50-an.”

Di Kanada, misalnya, majalah Maclean’s melaporkan hal berikut mengenai survai yang dibiayai pemerintah federal atas siswa-siswa perguruan tinggi, ”Orang-orang muda ini cukup mengetahui mengenai penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, termasuk AIDS, sifilis dan gonore. Tetapi pengetahuan itu tidak membuat mereka lebih berhati-hati. Kebanyakan siswa yang disurvai mengatakan bahwa mereka melakukan hubungan seksual, namun mengakui bahwa mereka lalai mengambil tindakan pencegahan yang penting selama berhubungan seksual yang akan membantu menghindari penyakit: menggunakan kondom.”

Laporan ini juga mengatakan, ”Banyak pakar kesehatan menyatakan keprihatinan bahwa, sekalipun banyak publisitas menyarankan hubungan seksual yang aman, pesan itu tidak mempengaruhi sektor penduduk yang aktif secara seksual.” Dr. Noni MacDonald, spesialis penyakit menular di Ottawa, mengatakan, ”Kebanyakan kampanye pendidikan dan media untuk meningkatkan penggunaan kondom telah gagal sama sekali.”

Maclean’s menambahkan, ”Menurut survai di 54 kampus ada tiga perempat dari para mahasiswa telah melakukan hubungan seks. Kira-kira separuh dari kaum pria menyatakan melakukannya dengan lima pasangan atau lebih, dan seperempat mengakui dengan 10 atau lebih. Dari hasil pengumpulan pendapat di kalangan wanita di perguruan tinggi, 30 persen mengatakan bahwa mereka paling sedikit telah melakukannya dengan lima pasangan seks; 12 persen dengan paling sedikit 10 pria. Tetapi, kondom tidak begitu populer. . . . Justru mereka yang berisiko tinggi yang paling sedikit menggunakan kondom.”

Apakah Pelajaran Moral Telah Diperoleh?

Banyak yang tidak mau mengambil pelajaran moral dari apa yang sedang terjadi. Beberapa dokter menganjurkan perubahan dalam kebiasaan, menasihati agar hanya memiliki satu pasangan seksual dan menggunakan kondom untuk menghindari AIDS. Namun mereka tidak mau mengutuk perbuatan yang tidak senonoh. Alan Dershowitz, profesor ilmu hukum di Harvard, adalah contoh dari kecenderungan ini ketika ia menyarankan agar mereka yang membuat riset tidak mempertanyakan aspek moral dari perilaku seksual yang menularkan AIDS. Ia menyatakan, ”Para ilmuwan harus menganggap seakan-akan penyakit ini ditularkan melalui kelakuan yang netral.”

Tetapi, majalah berita Perancis Le spectacle du monde berpendapat bahwa itu tidak cukup. Majalah itu mengatakan, ”Kebijaksanaan apapun dalam perjuangan melawan AIDS tidak akan ada hasilnya jika tidak disertai dengan berbalik kepada bentuk norma moral yang unggul, secara cepat, global, dan sukarela. (Tidak boleh dilupakan bahwa sikap serba boleh dalam hal seksualitas, pelacuran, dan kecanduan obat bius adalah pola-pola utama dari perilaku sosial yang bertanggung jawab atas menyebarnya penyakit ini.) Langkah kembali kepada moral yang baik hanya dapat terjadi jika ada suatu konteks kultural yang baru. . . . Norma-norma moral bukanlah hasil dari sembarang ideologi partisan. Dalam menghadapi ancaman AIDS, norma-norma itu harus diartikan sebagai kebutuhan biologis yang mendesak yang padanya kelangsungan hidup umat manusia sangat bergantung.”

Apakah norma-norma moral patut dianggap sebagai ”kebutuhan biologis”? Apakah penerapan suatu sistem norma moral harus ditentukan oleh situasi saja? Apakah semua kaidah etika mempunyai nilai yang sama? Mari kita lihat pelajaran apa yang diberikan oleh sejarah kepada kita.

[Blurb di hlm. 5]

”TIDAK ADA GERAK BALIK SECARA BESAR-BESARAN KEPADA MENTALITAS ’MENIKAH SEBELUM HUBUNGAN SEKS’ DARI TAHUN 1940-AN DAN 50-AN”

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan