PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g97 8/7 hlm. 3-4
  • Margasatwa Bumi yang Mulai Lenyap

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Margasatwa Bumi yang Mulai Lenyap
  • Sedarlah!—1997
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Siapa yang Harus Dipersalahkan?
  • Spesies yang Terancam Punah​—Ruang Lingkup Problemnya
    Sedarlah!—1996
  • Manusia versus Alam
    Sedarlah!—2001
  • Jaring Kehidupan yang Pelik
    Sedarlah!—2001
  • Kebun Binatang—Harapan Terakhir Margasatwa?
    Sedarlah!—1997
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1997
g97 8/7 hlm. 3-4

Margasatwa Bumi yang Mulai Lenyap

OLEH KORESPONDEN SEDARLAH! DI AUSTRALIA

TIDAKKAH Anda merasa tergetar sewaktu menyaksikan dan mendengar secara langsung satwa-satwa liar​—harimau, ikan paus, atau gorila? Menimang koala? Merasakan bumi bergemuruh oleh derap langkah kumpulan satwa pengelana yang membentang sejauh mata memandang? Akan tetapi, sungguh disayangkan, banyak orang boleh jadi tidak pernah menikmati petualangan semacam itu​—kecuali melalui museum, buku, atau layar komputer. Mengapa demikian?

Karena seraya Anda membaca artikel ini, ribuan jenis flora dan fauna tanpa terelakkan sedang digiring menuju kepunahan. Dr. Edward O. Wilson, seorang biolog di Harvard University, memperkirakan bahwa 27.000 spesies per tahun, atau tiga spesies per jam, sedang menuju kepunahan. Pada tingkat ini, hingga 20 persen dari spesies di bumi akan punah dalam waktu 30 tahun. Tetapi tingkat kepunahan tidak konstan, melainkan meningkat. Diperkirakan bahwa menjelang awal abad berikutnya, ratusan spesies akan lenyap setiap hari!

Yang sedang berada di ambang kepunahan adalah badak hitam Afrika. Perburuan gelap mengakibatkan jumlahnya menurun dari 65.000 ekor menjadi 2.500 ekor dalam waktu kurang dari 20 tahun. Jumlah orang utan yang masih ada di hutan Kalimantan dan Sumatra yang terus menyusut tidak lebih dari 5.000 ekor. Daerah perairan bumi juga tidak luput dari perusakan. Salah satu korbannya adalah lumba-lumba baiji yang anggun di Sungai Yangtze di Cina. Polusi dan penangkapan ikan secara sembrono mengakibatkan jumlahnya tinggal seratus ekor saja, dan kemungkinan mereka akan punah dalam satu dekade.

”Para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu tidak sependapat akan banyak hal,” kata Linda Koebner dalam Zoo Book, ”tetapi berkenaan mendesaknya tindakan penyelamatan spesies-spesies dan berkenaan kesehatan biologis planet ini, mereka sepakat: Lima puluh tahun berikutnya adalah kritis.”

Siapa yang Harus Dipersalahkan?

Bertambahnya populasi manusia telah mempercepat tingkat kepunahan, tetapi tekanan akibat populasi tidak dapat sepenuhnya dipersalahkan. Banyak makhluk​—Ectopistes migratorius (sejenis burung dara), burung moa, Pinguinus impennis (sejenis burung laut yang tidak dapat terbang) dan harimau Tasmania, misalnya​—telah lenyap jauh sebelum populasi manusia itu sendiri menjadi ancaman. Dr. J. D. Kelly, direktur dari Dewan Kebun Binatang New South Wales, Australia, mengatakan sehubungan dengan riwayat negara itu, ”Hilangnya keanekaragaman hayati sejak pendudukan pada tahun 1788 merupakan aib nasional.” Tidak diragukan, pengamatan ini berlaku juga di banyak negeri lain. Hal ini juga mengisyaratkan penyebab-penyebab kepunahan yang lebih menyeramkan​—kurangnya pengetahuan dan ketamakan.

Karena krisis kepunahan global ini, tampillah sekutu baru yang tidak disangka-sangka yang berpihak kepada satwa-satwa yang dipermasalahkan​—kebun-kebun binatang. Semakin banyak areal dalam perkotaan ini yang menjadi tempat perlindungan bagi banyak spesies. Tetapi kebun binatang memiliki ruang yang terbatas, dan memelihara satwa liar tidaklah mudah serta membutuhkan biaya yang besar. Terdapat juga aspek etika karena memelihara mereka dalam kurungan, meskipun ini dilakukan secara manusiawi. Lagi pula, dalam kebun binatang, satwa-satwa sepenuhnya bergantung pada kemurahan hati manusia secara finansial, berikut sistem politik serta ekonominya yang lemah dan tidak menentu. Jadi, seberapa amankah sebenarnya para pengungsi dari alam bebas ini?

[Kotak di hlm. 3]

Apakah Kepunahan Bersifat Alami?

”Bukankah kepunahan merupakan bagian dari hukum alam? Jawabannya adalah tidak, setidaknya bukan dalam skala yang telah terjadi belum lama ini. Selama lebih dari 300 tahun terakhir, tingkat kepunahan spesies mencapai kira-kira satu spesies per tahun. Sekarang, tingkat kepunahan spesies yang diakibatkan oleh manusia sekurang-kurangnya mencapai seribu kali lipat. . . . Penyebab kenaikan yang pesat dalam tingkat kepunahan ini adalah aktivitas manusia.”​—The New York Public Library Desk Reference.

”Saya terpana akan begitu banyak makhluk yang luar biasa yang telah lenyap ini, dan merasa sedih, sering kali marah, karena kepunahan mereka. Karena dalam kebanyakan kasus, Manusialah dengan ketamakan dan kekejamannya, kesembronoan atau ketidakacuhannya, yang secara langsung atau tidak langsung, telah menjadi penyebab kepunahan ini.”​—David Day, The Doomsday Book of Animals.

”Aktivitas manusia menyebabkan kepunahan spesies sebelum mereka dikenali.”​—Biological Conservation.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan