PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • yb96 hlm. 116-185
  • Mozambik

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Mozambik
  • Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 1996
  • Subjudul
  • Keindahan dan Kekhasannya
  • Benih-Benih Kebenaran Mulai Berakar
  • Ladang Orang-Orang Eropa Mulai Mendapat Perhatian
  • Menghadapi Ujian Berat
  • ”Saya Ingin Menjadi Seorang Gembala Kawanan Allah”
  • ’Zunguza, . . . Kembalilah ke Negerimu’
  • Upaya-Upaya untuk Memperoleh Pengakuan Resmi
  • Saudara-Saudara yang Diasingkan Telah Kembali
  • Memberi Kesaksian sepanjang Malam
  • Pembaptisan di Lourenço Marques
  • Kunjungan-Kunjungan Tepat Waktu Menyediakan Anjuran
  • Dengan Berani Memberitakan Kabar Baik
  • Kartunya yang Pertama dari PIDE
  • Peristiwa-Peristiwa di Malawi Membawa Manfaat kepada Pekerjaan di Utara
  • Pemberitahuan yang Kontroversial Menyebabkan Perpecahan
  • PIDE Melancarkan Pukulan yang Keras
  • Pekerjaan Pengabaran Berlanjut
  • Pengabaran dan Perhimpunan di Dalam Penjara
  • Bergairah Membagikan Kebenaran di Inhambane
  • PIDE Memburu Seorang Pemberita-Tukang Bangunan
  • Perubahan Politik Mendatangkan Kelegaan Sementara
  • Perintah Penangkapan
  • Pendeportasian Massal—Ke Mana?
  • Tempat Tujuan—Carico, Distrik Milange
  • Dukungan yang Pengasih dari Persaudaraan Internasional
  • Tantangan dari Kehidupan yang Baru
  • Mengapa Balai-Balai Rubuh
  • Organisasi di Kampung-Kampung
  • Zaman Chingo—Suatu Zaman yang Sukar
  • ”Seminar Lima Hari”
  • Orang-Orang yang Tetap Tinggal di Kota
  • Bantuan di Penjara Pusat
  • Panitia ”O.N.” Mengawasi Kamp-Kamp
  • Mengabar dan Menjadikan Murid di Kamp-Kamp
  • ”Pusat Produksi Zambézia”
  • Pertukaran Budaya
  • Bagaimana Makanan Rohani Sampai ke Kamp-Kamp?
  • Kebaktian—Bagaimana Diorganisasi
  • Kemurtadan dan Kampung No. 10
  • ”Kamp Adalah Penjara Kami, dan Rumah Adalah Sel Kami”
  • Penyerbuan Bersenjata Mendatangkan Kepanikan dan Kematian
  • Dibebaskan dari Perapian yang Bernyala-nyala
  • Pembantaian di Kampung No. 7
  • Pembubaran Dimulai
  • Pergi? Bagaimana? Dan ke Mana?
  • Eksodus secara Massal
  • Orang-Orang yang Tetap Tinggal
  • Kamp-Kamp Pengungsi di Malawi dan Zambia
  • Kembali ke Mozambik
  • Akhirnya, Transportasi ke Maputo
  • ’Yehuwa Itu Hebat, Yehuwa Itu Hebat!’
  • Kembali kepada Kehidupan di Kota-Kota
  • Panitia-Panitia Khusus—Pengakuan secara Resmi
  • Para Utusan Injil Mendatangkan Sukacita bagi Saudara-Saudara Mereka
  • Lingkungan Carico Terbuka
  • ”Saul” dari Carico
  • Sebuah Kantor Cabang di Maputo
  • ”Teruslah Anggap Orang semacam Itu Berharga”
  • Bergerak Maju dengan Gairah yang Saleh
Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 1996
yb96 hlm. 116-185

Mozambik

”CAMKAN baik-baik, Chilaule: Ini Mozambik, dan sampai kapan pun kalian tidak akan pernah disahkan di negara ini. . . . Lupakan saja niat kalian!” Ketika agen-agen Kepolisian untuk Investigasi dan Pembelaan Negara (PIDE) yang kini tidak lagi berfungsi mengatakan hal itu dengan marah kepada salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa, kala itu adalah puncak pemerintahan kolonial Portugis di Mozambik. Dominasi dari Gereja Katolik Roma tidak dapat diganggu gugat.

Namun, Saksi-Saksi Yehuwa tidak berhenti menyuarakan pernyataan iman mereka kepada Yehuwa di hadapan umum, mereka juga tidak berhenti memberi tahu orang-orang lain tentang maksud-tujuan-Nya yang pengasih. Sejarah mereka di Mozambik memberikan bukti yang mengesankan tentang mutu pengabdian mereka kepada Yehuwa. Mereka dikuatkan oleh keyakinan mereka akan kasih Allah dan Putra-Nya, jenis kasih yang dilukiskan oleh rasul Paulus ketika ia menulis, ”Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Apakah kesengsaraan atau penderitaan atau penganiayaan atau kelaparan atau keadaan telanjang atau bahaya atau pedang? Sebagaimana ada tertulis, ’Demi kamu kami diserahkan kepada kematian sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba untuk pembantaian.’ . . . Aku yakin bahwa baik kematian atau kehidupan . . . atau pemerintah-pemerintah atau perkara-perkara yang ada sekarang atau perkara-perkara yang akan datang . . . atau ketinggian atau kedalaman atau ciptaan lain apa pun tidak ada yang akan sanggup memisahkan kita dari kasih Allah yang ada dalam Kristus Yesus Tuan kita.”—Roma 8:35-39.

Sejarah hamba-hamba Yehuwa di Mozambik merupakan catatan tentang orang-orang yang, bahkan ketika seluruh harta materi mereka dilucuti, mereka tetap kaya karena iman mereka yang berurat-berakar. Mereka melihat bukti dari kasih Allah kepada mereka, dan mereka memiliki kasih yang sangat kuat terhadap satu sama lain. Tetapi sebelum kita memeriksa sejarah tersebut, mari kita menengok negeri itu sendiri.

Keindahan dan Kekhasannya

Mozambik, yang penduduknya berjumlah kira-kira 17.400.000 orang, membentang kira-kira 2.500 kilometer di sepanjang pantai di sebelah tenggara Afrika. Iklim negeri ini pada umumnya tropis, dan hasil buminya pun bersifat tropis—kelapa, nanas, kacang mede, singkong, dan gula tebu. Makanan laut juga merupakan makanan yang menonjol.

Orang-orang Mozambik, pada umumnya, adalah masyarakat yang gembira dan periang yang mencintai kehidupan. Dari antara mereka muncul atlet-atlet yang termasyhur di dunia. Tentu saja, jumlahnya tidak banyak. Tetapi terdapat lebih dari 19.000 orang yang tampil sebagai pemenang dalam perlombaan sehubungan dengan nilai-nilai yang lain. Mereka adalah Saksi-Saksi Yehuwa, yang riwayatnya di Mozambik berawal dari tahun 1925.

Benih-Benih Kebenaran Mulai Berakar

Pada tahun itulah Albino Mhelembe, seorang Mozambik yang bekerja di pertambangan Johannesburg, Afrika Selatan, mendengar kabar baik Kerajaan Allah. Benih-benih kebenaran Kerajaan mulai berakar di dalam hatinya dan segera ia dibaptis. Sepulangnya ke rumah, ia mulai mengabar kepada para anggota bekas gerejanya, Swiss Mission, di Vila Luísa (sekarang Marracuene), di propinsi paling selatan Mozambik. Orang-orang Afrika yang baru berminat ini sangat bergairah dan sering menempuh perjalanan sejauh 30 kilometer untuk menghadiri perhimpunan. Kelompok-kelompok baru pun dibentuk, salah satunya di Lourenço Marques, sekarang Maputo.

Kira-kira pada waktu yang bersamaan, pekerjaan pengabaran berita Alkitab dimulai di daerah-daerah yang lebih jauh ke utara. Gresham Kwazizirah, seorang Afrika di Nyasaland (sekarang ini Malawi), telah mempelajari buku The Harp of God (Harpa Allah) dengan bantuan John dan Esther Hudson, dari Afrika Selatan. Pada tahun 1927, Gresham, ditemani oleh Biliyati Kapacika, pindah ke Mozambik untuk mencari pekerjaan. Mereka masuk ke negeri tersebut melalui daerah Milange dan terus ke selatan ke Inhaminga, Sofala. Di sana mereka berdua mendapat pekerjaan di Jawatan Kereta Api Trans-Zambézia.

Di Inhaminga mereka juga menemukan sebuah sidang dari apa yang dinamakan suatu gerakan Menara Pengawal dan pastornya, Robinson Kalitera. Sewaktu Kalitera mendengar pengajaran-pengajaran berdasarkan Alkitab yang dikemukakan dalam buku The Harp of God, matanya terbuka. Menyadari bahwa ia telah salah jalan, ia dan seluruh anggota jemaatnya mulai bergabung dengan organisasi Yehuwa.

Ladang Orang-Orang Eropa Mulai Mendapat Perhatian

Pada tahun 1929 Saksi-Saksi asal Eropa yang pertama, Henry dan Edith Myrdal, tiba di Lourenço Marques dari Afrika Selatan dan mulai memberikan kesaksian kepada penduduk Portugis. Empat tahun kemudian mereka bergabung dengan suami-istri de Jager. Banyak benih kebenaran Alkitab tersebar sebagai hasil perpindahan mereka.

Kemudian pada tahun 1935, dua orang perintis lagi, Fred Ludick dan David Norman, berkunjung ke Lourenço Marques. Mereka menginap di keluarga Myrdal. Akan tetapi, setelah berdinas lima hari, sekonyong-konyong mereka diciduk di tempat tinggal Myrdal oleh polisi rahasia, dijebloskan ke dalam Black Maria (sebuah van yang digunakan untuk mengangkut penjahat), dan dibawa menghadap pejabat tinggi, Tn. Teixeira. Sewaktu David dengan berani menyatakan bahwa ia mengetahui bahwa uskup berada di belakang seluruh persekongkolan tersebut, Tn. Teixeira terlonjak dan berteriak, ”Seandainya kalian adalah warga sini, saya akan membuang kalian ke Pulau Madeira sekarang juga, tetapi karena kalian warga Afrika Selatan, saya akan mendeportasi kalian saat ini juga!” Pada hari itu juga mereka dikawal ke perbatasan oleh dua mobil penuh polisi bersenjata berat. Akan tetapi, dalam perjalanan ke perbatasan, saudara-saudara memberi kesaksian kepada para polisi yang mengawal mereka, menempatkan lektur kepada mereka, dan menyalami semuanya sebelum melanjutkan perjalanan mereka.

Menghadapi Ujian Berat

Janeiro Jone Dede, seorang petani Afrika yang rendah hati, belajar kebenaran pada tahun 1939 di Inhaminga. Sekembalinya ke Mutarara, ia membagikan kebenaran kepada sanak saudaranya, yang adalah anggota kelompok agama yang mempraktekkan poligami. Ia menjadi perintis istimewa, dan dua saudara kandungnya, Antonio dan João menjadi perintis biasa. Akan tetapi, pada tahun 1946, Janeiro ditangkap dan dikirim ke Tete, tempat ia disuruh membersihkan toilet untuk orang-orang Eropa selama empat tahun. Kemudian ia dipindahkan ke penjara pusat di Beira, dan dari sana ia dipindahkan ke Lourenço Marques dengan perlakuan yang ganjil dan juga tidak manusiawi. Ia dikirim dengan kapal dan ia dimasukkan dalam sebuah kotak berisi air laut, dan kepalanya saja yang muncul. Setibanya di Lourenço Marques, ia keluar dalam keadaan telanjang; pakaiannya telah hancur. Ia diberikan sebuah karung untuk menutupi dirinya. Dalam persidangan ia diperintahkan untuk meninggalkan agamanya dan Allahnya, namun dengan cara serupa dengan rasul dari Yesus Kristus, ia menjawab, ”Apa pun yang terjadi, saya akan menaati Allah sebaliknya daripada manusia.”—Kis. 5:29.

Setelah persidangan, Janeiro dijebloskan dalam sebuah sel terisolasi dan ke dalam sebuah kotak kecil terbuat dari kayu, dengan jendela berukuran kecil yang melaluinya beberapa potong buah-buahan dimasukkan setiap hari. Ketika ia dikeluarkan satu minggu kemudian, praktis ia tidak dapat berdiri. Bersama saudara kandungnya, Antonio dan João, ia dideportasi ke São Tomé e Príncipe untuk menjalani hukuman selama tujuh tahun. Selama jangka waktu ini Dede bersaudara membantu terbentuknya sebuah sidang di pulau penjara tersebut. Sewaktu Portugal Dede, yang berada di Afrika Selatan, mengetahui bahwa saudara-saudaranya dideportasi, ia kembali ke Mutarara untuk mengurus sidang tersebut sampai mereka dibebaskan dari penjara pembuangan.

Dan bagaimana dengan Saksi-Saksi di sebelah selatan? Di bawah penganiayaan yang kejam mereka pun terbukti sebagai Saksi-Saksi yang loyal. Salah satunya adalah Albino Mhelembe, yang ketika itu telah berusia lanjut. Pada tahun 1957 ia dan saudara-saudara lainnya dari Lourenço Marques juga dideportasikan ke São Tomé, tetapi mereka terus memberi kesaksian. Sional Tomo, meskipun dibebaskan dari São Tomé setelah dua tahun, dibuang lagi, kali ini ke Meconta, di Propinsi Nampula. Ia meninggal di sana, tetapi ia meninggalkan sebuah sidang yang merupakan bukti dari pelayanannya.

”Saya Ingin Menjadi Seorang Gembala Kawanan Allah”

Itulah jawaban Calvino Machiana ketika gurunya bertanya kepada kelas, apa cita-cita mereka bila mereka besar nanti. Kemudian di Johannesburg, bekas teman sekolahnya memberi kesaksian kepadanya. Akan tetapi, baru setelah ia pulang ke Lourenço Marques pada tahun 1950, ia akhirnya memutuskan segala hubungan dengan Gereja Swiss Mission. Sewaktu polisi kolonial, PIDE, menangkap dan mendeportasi saudara-saudara yang lebih berpengalaman dari kelompok itu, orang-orang yang ditinggalkan kurang pengawasan.

Untunglah, Nelli Muhlongo, seorang wanita Afrika Selatan, datang mengunjungi sanak saudaranya di daerah tempat Machiana berada. Machiana mengetahui bahwa dia adalah salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa dan memberi tahunya tentang orang-orang yang berminat di daerah tersebut. Saudari ini mengumpulkan mereka semua dan memulai suatu kelompok pelajaran Alkitab. Ada enam orang yang ikut dalam kelompok ini. Saudari Muhlongo meminta Machiana untuk memimpin, tetapi ia menolak, dengan mengatakan, ”Saya belum dibaptis.” Saudari ini menjawab, ”Saya di sini hanya berkunjung. Apabila saya pergi, kamu yang harus mengambil pimpinan.” Dengan demikian, Machiana menjadi ”seorang gembala kawanan Allah” lebih awal daripada yang ia harapkan.

’Zunguza, . . . Kembalilah ke Negerimu’

Pada tahun 1953, seorang pemuda bernama Francisco Zunguza meninggalkan Beira menuju Cape Town, Afrika Selatan. Tujuannya adalah untuk mendapat beasiswa untuk mempelajari ilmu kedokteran di London. Dalam kopornya juga terdapat buku Children, yang diberikan seorang teman kepadanya sebagai hadiah. Ia tinggal di Pretoria di satu keluarga beragama Anglikan, yang pada suatu hari melihatnya membaca buku tersebut dan bertanya apakah ia salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa. Ia menjawab bahwa ia bukan Saksi-Saksi Yehuwa tetapi hanya membaca buku tersebut. Akan tetapi, keluarga tersebut dengan senang hati memperkenalkannya kepada salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa, yang kemudian memulai pengajaran bersamanya. Dua tahun setelah ia tiba di Afrika Selatan, ia dibaptis.

Saudara Zunguza ingat sewaktu menerima nasihat berikut dari saudara-saudara yang matang di sidang, ”Zunguza, yang paling baik adalah kamu kembali ke negerimu, Mozambik, dan bekerja di sana. Kini kamu telah dibaptis. Untuk apa mengejar perkara-perkara lain? Itu tidak ada artinya.” (Bandingkan Roma 11:13; Filipi 3:7, 8; 1 Yohanes 2:15-17.) Saudara Zunguza menerima nasihat ini dan tanpa ragu-ragu kembali ke Lourenço Marques, tempat ia bergabung dengan kelompok kecil yang terdapat di sana. Pada waktunya, ia menikah dan bersama istrinya, Paulina, digunakan secara luas oleh organisasi Yehuwa dalam pekerjaan keliling di seluruh Mozambik. Kasihnya kepada Allah telah mengalami beberapa ujian ketekunan yang berat. Meskipun kira-kira selama 14 tahun mendekam dalam penjara, di kamp-kamp konsentrasi, dan di bawah pembatasan pemerintah, ia tetap setia. Dapatlah dimengerti, ia dikasihi dan sangat dihargai oleh saudara-saudara Mozambiknya. Seperti Saudara Zunguza sendiri katakan, ”yang paling baik adalah saya kembali ke negeri saya sendiri”.

Upaya-Upaya untuk Memperoleh Pengakuan Resmi

Karena prihatin akan penganiayaan dan pendeportasian oleh pemerintah kolonial, kantor cabang Afrika Selatan mengirim Milton Bartlett, seorang lulusan Sekolah Alkitab Gilead Menara Pengawal, ke Mozambik pada tahun 1954. Dalam waktu beberapa hari saja setelah ia tiba, ia berhasil menghadap konsul kedutaan Amerika dan pejabat-pejabat teras Portugis, yang mengusulkan agar ia mengajukan permohonan kepada gubernur-jenderal agar memperoleh pengakuan resmi. Akan tetapi, pejabat tersebut mengatakan bahwa karena pemerintah telah membuat konkordat dengan Vatikan, meskipun taraf kebebasan tertentu mungkin diberikan, Saksi-Saksi Yehuwa tidak akan pernah memperoleh kebebasan seperti yang dinikmati Gereja Katolik Roma.

Tindak lanjut atas kunjungan tersebut diadakan tahun berikutnya sewaktu John Cooke, seorang lulusan Gilead lainnya, mengunjungi konsul kedutaan Inggris di Mozambik. Meskipun konsul tersebut bersikap ramah, ia menyebutkan bahwa kardinal Katolik baru-baru ini melancarkan serangan verbal melalui pers untuk menentang segala bentuk Protestanisme. Sang konsul juga menambahkan bahwa polisi keamanan menganggap Saksi-Saksi Yehuwa berbahaya. Sebagai kesimpulan, ia menyatakan pendapatnya bahwa dari antara semua ”sekte”, menurut istilah yang digunakannya, Saksi-Saksi memiliki kesempatan yang paling kecil untuk memperoleh pengakuan resmi.

Meskipun demikian, kunjungan Saudara Cooke benar-benar membuahkan hasil-hasil yang bagus. Ia dapat mengadakan kunjungan kembali kepada seorang pemuda Portugis yang berminat bernama Pascoal Oliveira. Pascoal telah mengenal kebenaran beberapa tahun sebelumnya di Lisbon. Suatu pengajaran diatur bersamanya dan orang-tuanya. Pascoal belakangan membaktikan dirinya kepada Yehuwa.

Pada tahun 1956, kantor cabang Nyasaland, yang pada waktu itu menangani pekerjaan di Mozambik, mulai mengutus perintis istimewa menyeberang perbatasan untuk mengabar di desa-desa di daerah bagian utara. Orang-orang lain juga datang untuk melayani di tempat yang membutuhkan di Mozambik, dan pengaruh mereka khusus dirasakan di daerah-daerah perbatasan.

Saudara-Saudara yang Diasingkan Telah Kembali

Pada waktunya, Janeiro Dede dan saudara-saudaranya kembali dari São Tomé. Di São Tomé mereka dapat mengabar dengan bebas, tetapi pada waktu mereka pulang, mereka dicambuk dan diperintahkan untuk menghentikan seluruh kegiatan pengabaran atau mereka akan dideportasikan lagi, dan tidak akan pernah kembali. Sungguh serupa perlakuan ini dengan yang ditimpakan ke atas rasul-rasul dari Yesus Kristus oleh Sanhedrin Yahudi!—Kis. 5:40-42.

Janeiro dan saudara-saudaranya tidak membiarkan ancaman ini membuat mereka berhenti melayani Yehuwa. Pada bulan Maret 1957, Janeiro dilantik sebagai perintis istimewa, dan belakangan, selama lebih dari sepuluh tahun, ia melayani sebagai pengawas wilayah di hampir seluruh negeri tersebut.

Memberi Kesaksian sepanjang Malam

Orang-orang yang baru berminat terus bergabung dengan kelompok di Lourenço Marques. Salah satu rumah tempat pembahasan diadakan adalah rumah milik Ernesto Chilaule, seorang Mozambik. Antonio Langa juga tinggal di situ. Karena berlatar belakang Katolik, Langa bertanya tentang pokok-pokok doktrin dan meminta bukti, khususnya berkenaan dengan Tritunggal. Kelompok tersebut merasa takut kalau ia akan melaporkan mereka kepada PIDE (Polícia de Investigação e Defesa do Estado). Akan tetapi, Langa, memiliki minat yang tulus akan kebenaran dan terus mendengarkan pembahasan dari luar rumah, bersembunyi di tangga rumah. Berdasarkan apa yang ia dengar, ia menyimpulkan bahwa ini adalah kebenaran.

Suatu hari seorang saudara memberi Langa buku ”Karena Allah Itu Benar Adanya” sebagai hadiah. Ketika pulang dari kerja keesokan harinya, Langa mulai membaca buku tersebut pada pukul dua siang dan ia tidak berhenti membaca sampai ia menyelesaikannya, pada pukul dua dini hari! Setelah itu ia mulai menghadiri perhimpunan secara tetap tentu dan mendesak agar temannya Chilaule juga membaca buku tersebut supaya mereka dapat mulai mengabar.

Mereka memilih sebagai daerah mereka kelompok-kelompok Zionist (Mazione) yang animis di daerah-daerah yang jauh dari Lourenço Marques. Pada malam hari, ketika kelompok-kelompok ini berkumpul untuk upacara-upacara mereka saat dibunyikannya genderang, disertai tarian, minuman, dan musik, kedua saudara itu akan mendekati mereka dan setelah mendapatkan izin dari pemimpin kelompok, mereka menyampaikan khotbah singkat. Sering kali baru menjelang fajar mereka pulang ke rumah. Sungguh bergairah dalam menyebarkan kepercayaan yang mereka baru temukan!

Pembaptisan di Lourenço Marques

Sewaktu laporan dinas pengabaran kelompok tersebut telah mencapai 25 orang, sepucuk surat ditulis ke kantor cabang Afrika Selatan meminta seorang wakil untuk datang membaptis orang-orang yang baru. Jawaban yang diterima menunjuk agar Saudara Zunguza sendiri yang mengurus hal ini. Pada tanggal 24 Agustus 1958, di perhimpunan yang diadakan di sebuah lokasi yang tidak mencolok, 13 orang dibaptis—yang pertama di Lourenço Marques. Di antara kelompok ini adalah Calvino Machiana, Ernesto Chilaule, dan Antonio Langa, bersama dengan istri mereka masing-masing, juga Paulina Zunguza.

Pada tahun 1959, setelah Saudara Zunguza pindah ke Beira, Saudara Chilaule dipanggil oleh PIDE. Mereka telah menahan suratnya dan membacanya. Ia diinterogasi sepanjang pagi. Pada sore harinya, agen-agen PIDE pergi ke rumahnya dan menyita semua lektur. Saudara-saudara dan orang-orang yang berminat yang melihat mobil Land-Rover milik polisi di rumah Chilaule merasa takut kalau-kalau mereka semua akan ditangkap. Yang sangat mengherankan, satu minggu kemudian semua buku dikembalikan. Itu merupakan anjuran yang dibutuhkan kelompok tersebut.

Kunjungan-Kunjungan Tepat Waktu Menyediakan Anjuran

Sementara itu, Pascoal Oliveira dan kelompok kecil orang-orang Eropa di Lourenço Marques menerima kunjungan-kunjungan yang membina dari Halliday dan Joyce Bentley, pasangan utusan injil yang dikirim oleh kantor cabang Nyasaland. Kunjungan mereka, yang diadakan dua kali setahun, meliputi Beira, kira-kira 720 kilometer sebelah utara ibu kota, juga kota-kota lain. Belakangan, Milton Henschel, dari kantor pusat sedunia, juga mengunjungi mereka dan menganjurkan mereka untuk terus membangun bersama organisasi Yehuwa.

Sidang pertama dari Saksi-Saksi Mozambik telah dioperasikan di ibu kota selama bertahun-tahun ketika, pada tahun 1963, sebuah sidang dibentuk untuk para penyiar asal Eropa di sana.

Dengan Berani Memberitakan Kabar Baik

Setelah kepolisian kolonial, PIDE, mengembalikan lektur milik Ernesto Chilaule, kelompok yang terdiri dari orang-orang Afrika di Lourenço Marques menjadi berani. Pada hari Minggu mereka berkumpul dekat pasar Xipamanine yang hiruk pikuk, di bawah naungan sebuah pohon. Dengan menggunakan alat pengeras suara, mereka akan membahas ayat harian. Kelompok tersebut kemudian akan pergi berdua-dua mengunjungi rumah-rumah dan tempat-tempat usaha di sekitar pasar. Pada pukul 11.30 mereka kembali ke tempat pertemuan semula untuk makan pagi sebelum ceramah umum yang telah mereka umumkan secara luas dimulai pada siang hari. Sering kali, apabila beberapa penyiar terlambat kembali dari pelayanan mereka, mereka akan dipanggil melalui pengeras suara: ”Ayo . . . Ayo . . . Lekas kembali karena sudah waktunya . . .”

Kumpulan orang yang besar jumlahnya mulai berkumpul. Selain orang-orang yang secara pribadi diundang dan saudara-saudara sendiri, banyak pengamat yang ingin tahu datang berkumpul karena pengeras suara. Mereka membentuk lingkaran besar di daerah yang hiruk pikuk tersebut, dan kemudian ceramah dimulai. Para penghuni rumah di daerah tersebut keluar di beranda mereka untuk mendengarkan, banyak yang membawa serta Alkitab mereka untuk mengikuti seraya ayat-ayat dibacakan. Saudara-saudara melanjutkan pengaturan ini selama beberapa tahun, bergantian antara pasar Xipamanine dan pasar Chamanculo serta Craveiro Lopes Avenue (sekarang Avenida Acordo de Lusaka). Ini menyumbang kepada pertumbuhan pada tahun 1960-an—dari satu sidang menjadi empat.

Kartunya yang Pertama dari PIDE

Seseorang yang dihubungi dengan cara ini adalah Micas Mbuluane. Sewaktu ia menerima buku ”Karena Allah Itu Benar Adanya” dan meminta pengajaran Alkitab, ia bertanya, ”Berapa saya harus bayar untuk ini?” Tidak pernah dipungut bayaran untuk pengajaran-pengajaran demikian, tetapi saudara-saudara menyarankan agar ia menyiapkan rumahnya pada hari Minggu berikutnya untuk suatu ceramah. Tanpa ragu ia menyetujui. Pembicaranya adalah Ernesto Chilaule, dan ada kira-kira 400 orang yang hadir. Seorang informan dari PIDE melaporkan pertemuan ini kepada polisi. Kepala polisi memanggil Micas ke kantornya. Micas merasa khawatir. Dengan kata-katanya, ”Inilah saya seorang Kafir ganda, yang menghadiri perhimpunan hanya satu kali. Apa yang akan saya katakan?” (Di tempat itu, ”Kafir” berarti orang yang tidak beriman; ”Kafir ganda” menekankan perasaan tidak berharga yang ia rasakan.) Ia segera memanggil saudara yang memberikan pengajaran kepadanya supaya dapat menerima pelatihan dalam beberapa menit yang ia miliki sebelum menjawab panggilan tersebut.

Setibanya di kantor polisi, Micas ditanya apa agamanya. Ia menjawab tanpa ragu-ragu, ”Saksi-Saksi Yehuwa.” Kemudian Mario Figueira, kepala polisi tersebut, melanjutkan dengan interogasi, ”Jadi ada pertemuan besar diadakan di rumah Anda, dengan pengaruh asing, di balik pintu gerbang yang tertutup, dan polisi tidak bisa masuk. Ini pasti ada hubungannya dengan Frelimo.” Ia menunjuk kepada Front Pembebasan Mozambik (Frente da Libertação de Moçambique), gerakan yang pada waktu itu sedang memperjuangkan kemerdekaan Mozambik. Micas bertanya-tanya bagaimana ia harus menanggapi; ini tidak dibahas dalam ”pelatihan”-nya. Ia mencoba menjelaskan secara diplomatis seluruh pengaturan yang telah ia lihat dan ikut serta untuk pertama kali.

”Baiklah, Micas, cukup,” Tn. Figueira menyela. Sambil merangkul Micas, ia melanjutkan, ”Apa yang Anda bicarakan adalah kebenaran. Dari permulaan sejarah, hamba-hamba Allah telah dianiaya karena berbicara kebenaran, seperti yang Anda lakukan. Saya hanya meminta satu hal: Kali berikut Anda mengadakan pertemuan besar seperti itu, beri tahu kami agar menghindari kontroversi apa pun. Pergilah dengan damai. Tetapi besok kembali ke sini, dan bawa dua pasfoto supaya kami dapat mengeluarkan sebuah kartu Saksi-Saksi Yehuwa untuk Anda.” (Pada waktu itu semua orang yang bertanggung jawab di dalam sidang memiliki sebuah kartu yang diarsip PIDE.) Micas mengatakan dengan tertawa kecil, ”Saya, seorang Kafir ganda, saya memiliki sebuah kartu dari PIDE sebelum saya memiliki satu dari sidang!” Sayangnya perlakuan yang simpatik dari agen-agen kepolisian tidak lazim.

Peristiwa-Peristiwa di Malawi Membawa Manfaat kepada Pekerjaan di Utara

Tiga dari antara Kebaktian Distrik ”Menjadikan Murid” yang berlangsung di Malawi pada tahun 1967 diadakan dekat perbatasan Mozambik, maka memudahkan bagi beberapa saudara Mozambik untuk hadir. Tetapi pada bulan Oktober, Presiden H. Kamuzu Banda mengumumkan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa suatu masyarakat terlarang di Malawi. Terjadilah penganiayaan yang kejam atas mereka. Di seluruh negeri, harta milik mereka dihancurkan, mereka dipukuli, beberapa orang dibunuh, lebih dari seribu wanita Kristen diperkosa. Dengan putus asa, banyak yang selamat mencari perlindungan di Mozambik. Bertentangan dengan apa yang mungkin diharapkan, pemerintah Portugis menerima mereka dengan ramah. Makanan disediakan bagi mereka di dua kamp besar dekat Mocuba, di Propinsi Zambézia. Di salah satu kamp ini saja, ada 2.234 saudara kita. Kehadiran mereka menyumbang kepada penyebaran berita Kerajaan di utara.

Di Beira, kota terbesar kedua di negeri tersebut, Saksi-Saksi berkebangsaan Mozambik menikmati kebebasan yang lebih besar selama waktu ini daripada mereka yang berada di ibu kota. Mereka dapat mengadakan perhimpunan mereka tetapi dibatasi sehubungan dengan pengabaran dari rumah ke rumah, khususnya di daerah-daerah pemukiman orang Eropa.

Pemberitahuan yang Kontroversial Menyebabkan Perpecahan

Pada tahun 1968, para penatua di Lourenço Marques menerima panggilan dari PIDE. Mereka diberikan suatu ”Pemberitahuan” yang menyatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa dilarang karena proselitisme dan bahwa mereka hendaknya hanya menemui orang-orang dari keluarga mereka sendiri. ”Pemberitahuan” ini harus ditandatangani sebagai penegasan bahwa para penatua telah menerimanya.

Karena mengerti bahwa ini sama sekali bukan merupakan penyangkalan akan iman mereka tetapi semata-mata suatu tanda terima dari pemberitahuan tersebut, para penatua menandatangani. Akan tetapi, mereka memutuskan untuk terus menaati perintah-perintah yang berdasarkan Alkitab untuk berhimpun bersama dan untuk mengabar meskipun melakukannya secara diam-diam dan dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil. (Mat. 10:16; 24:14; 28:18-20; Ibr. 10:24, 25) Tidak soal apa maksud mereka, perpecahan terjadi di antara saudara-saudara. Beberapa orang percaya bahwa para penatua telah berkompromi dengan menandatangani dokumen ini.

Sebagai upaya untuk membuktikan kepada kelompok yang tidak setuju bahwa mereka tidak bertindak karena merasa takut dan bahwa tidak ada kompromi yang telah dibuat, para penatua membentuk suatu panitia yang diketuai oleh Ernesto Chilaule. Mereka mendekati yang berwenang di PIDE untuk menanyakan alasan pelarangan. ”Apa yang salah dengan Saksi-Saksi Yehuwa?” tanya mereka. Mereka diberi tahu, ”Kami tidak memiliki problem dengan kalian, tetapi agama ini dilarang di Mozambik. Bahkan jika kalian tidak melakukan apa pun yang salah, pemerintah tidak mengesahkan agama ini.” Para pejabat menambahkan bahwa jika seseorang ingin mempraktekkan agama ini, ia harus pergi ke negara lain.

Tanggapan yang diberikan oleh Saudara Chilaule dan rekannya tegas, ”Jika pemerintah memutuskan bahwa mengajar orang-orang agar tidak mencuri, agar tidak membunuh, dan agar tidak melakukan apa pun yang buruk adalah salah, maka biarlah kita semua ditangkap. Kami akan terus mengajarkan kebenaran, dan itulah tepatnya yang kami akan lakukan bila kami keluar dari sini.” Pernyataan-pernyataan ini mengingatkan kita akan rasul-rasul Yesus di hadapan Sanhedrin.—Kis. 4:19, 20.

Apakah tindakan yang berani ini mendamaikan kelompok-kelompok yang tidak setuju? Sayang sekali, tidak. Meskipun semua bantuan diberikan kepada mereka, termasuk kunjungan yang berulang-kali oleh seorang wakil khusus dari kantor cabang Afrika Selatan, mereka terus mengejar haluan yang independen, menyebut diri mereka ”Saksi-Saksi Yehuwa yang Bebas”. Mereka harus dipecat karena kemurtadan. Lembaga belakangan menulis bahwa mengambil haluan tindakan yang berhati-hati dalam menghadapi penganiayaan bukanlah tanda dari rasa takut tetapi adalah selaras dengan nasihat Yesus di Matius 10:16.

PIDE Melancarkan Pukulan yang Keras

Kurang dari satu tahun setelah pemberontakan itu, PIDE menangkap 16 saudara yang berada dalam kedudukan yang bertanggung jawab. Di antara mereka adalah Ernesto Chilaule, Francisco Zunguza, dan Calvino Machiana. Pada peristiwa inilah agen-agen PIDE menujukan kepada Saudara Chilaule kata-kata pada awal cerita ini.

Lebih banyak penangkapan terjadi. Bagaimana PIDE memperoleh nama dan alamat dari hamba-hamba yang terlantik? Pada waktu penggerebekan atas rumah Saudara Chilaule, mereka menemukan sebuah berkas di atas meja berisi surat Lembaga dengan nama dari hamba-hamba yang terlantik, juga buku petunjuk Preaching Together in Unity (Mengabar Bersama Dalam Persatuan). Dengan memiliki informasi ini, mereka secara spesifik mencari hamba sidang, pembantu hamba sidang, pemimpin Pelajaran Menara Pengawal, pemimpin Pelajaran Buku Sidang, dan lain-lain. Mereka dijebloskan ke dalam penjara Machava tanpa persidangan—dihukum dua tahun penjara.

Kantor cabang Afrika Selatan menganjurkan saudara-saudara di penjara dan menyediakan bantuan bagi keluarga yang menjadi tanggungan mereka. Amnesti Internasional membuat upaya-upaya untuk membebaskan saudara-saudara dan juga menyediakan sedikit bantuan bagi keluarga-keluarga yang menjadi tanggungan mereka. Saudara-saudara di Mozambik yang tidak dipenjara mengatur untuk menyediakan makanan bagi orang-orang yang membutuhkan. Alita, putri Saudara Chilaule, mengatakan sehubungan dengan pengaturan ini, ”Kami tidak pernah kekurangan makanan sehari-hari. Kadang-kadang bahkan dengan mutu yang lebih baik daripada apa yang biasa kami makan.”

Pekerjaan Pengabaran Berlanjut

Meskipun mengalami ”musim yang susah”, umat Yehuwa tidak dapat menghentikan pekerjaan mereka untuk mengabarkan kabar baik Kerajaan yang memberikan kehidupan. (2 Tim. 4:1, 2) Fernando Muthemba, yang menjadi salah seorang pilar dari pekerjaan tersebut di negeri ini, mengenang bahwa di sidangnya hamba sidang maupun pembantu hamba sidang ditangkap. Karena ia adalah hamba pelajaran Alkitab, menjadi perlu agar ia yang mengambil pimpinan. Lembaga menginstruksikan agar rangkaian ceramah diberikan berdasarkan buku Kebenaran yang Membimbing kepada Hidup yang Kekal. Dengan sikap berhati-hati yang sepatutnya, ia mengatur agar ini diberikan pada malam hari, pada kelompok-kelompok PBS. Setiap pembicara akan memberikan ceramahnya kepada dua kelompok setiap malam. Dengan demikian banyak orang yang diundang menerima makanan rohani ini, dan penghargaan mereka akan kebenaran meningkat.

Pelatihan yang intensif diberikan kepada orang-orang baru sehingga mereka menjadi efektif dalam pelayanan mereka dan berani dalam menghadapi penganiayaan. Filipe Matola melukiskan bagaimana ia memperoleh manfaat dari pelatihan yang mula-mula, ”Kami dilatih untuk membagikan kepada orang-orang lain apa yang sedang kami pelajari, dengan mahir membuktikan dari Alkitab segala sesuatu yang kami ajarkan. Setelah belajar dua minggu, kami mulai mengabar secara tidak resmi. Pada minggu ketiga, kami mulai mengajak orang-orang yang berminat lainnya ambil bagian dalam pelajaran. Pada minggu keempat, kami mulai mengabar dari rumah ke rumah. Orang-orang baru dianjurkan untuk bertekun di bawah ujian-ujian serta pemenjaraan dan untuk menjadi berani. Hanya satu saudara dalam kedudukan bertanggung jawab di dalam sidang yang bebas, dan ia mengatakan, ’Saya tidak tahu kapan saya akan dipenjarakan. Itulah sebabnya kalian semua hendaknya belajar bagaimana cara mengurus sidang.’” Sewaktu Saudara Matola juga dijebloskan ke penjara Machava, gairahnya tidak menjadi dingin.

Pengabaran dan Perhimpunan di Dalam Penjara

Sesegera mungkin, kelompok di penjara Machava mengorganisasi semua perhimpunan, dengan maksud menjaga agar tetap kuat secara rohani. Bagaimana mereka dapat melakukan hal ini, padahal mereka berada di bawah pengawasan? Halnya seperti ini, kata Filipe Matola, ”Kami memanfaatkan kesempatan pada waktu kami mendapat izin untuk ke halaman penjara. Saudara yang ditugaskan untuk memberikan khotbah dalam Sekolah Pelayanan Teokratis akan berjalan keliling bersama empat orang lainnya, seolah-olah mereka sedang jalan-jalan dan mengadakan percakapan. Kemudian ia akan meninggalkan kelompok ini dan melakukan hal yang sama pada kelompok yang kedua, dan seterusnya, sampai ia selesai memberikan khotbah kepada masing-masing kelompok.”

Mula-mula mereka mencoba mengadakan pelajaran buku sidang di sel dengan bantuan sebuah publikasi, tetapi pelajaran mereka diketahui, dan mereka dilarang untuk meneruskan. Mereka mengubah cara mereka. Luis Bila, salah seorang tahanan lainnya, mengenang, ”Kami masing-masing akan mempersiapkan, dan kemudian pada hari dan jam yang telah diatur sebelumnya dan tanpa publikasi di tangan, kami akan berjalan keliling menggunakan cara yang sama seperti untuk Sekolah Pelayanan Teokratis, setiap orang menyampaikan pokok-pokok utama dari bahan tersebut. Metode ini sangat bermanfaat karena kami harus menghafal bahan, sehingga kami tidak akan pernah melupakannya.”

Anggota-anggota keluarga yang bebas membantu dengan menyembunyikan lektur di bawah makanan dan menyelundupkannya ke dalam penjara kapan pun mereka datang berkunjung. Dengan cara ini saudara-saudara diberi makan secara jasmani maupun rohani.

Ada juga peristiwa manakala tahanan-tahanan lainnya dapat memperoleh manfaat dari perhimpunan. Pada satu peristiwa ketika 3 saudara tinggal di salah satu sayap bangunan penjara bersama 70 tahanan lainnya, sebuah ceramah umum diberikan. Seorang saudara melayani sebagai ketua, dan saudara yang kedua memanjatkan doa. Kemudian yang ketiga bernyanyi, dan ceramah disampaikan. Total hadirin 73 orang.

Ernesto Chilaule menempati selnya bersama seorang anggota dari Frelimo yang telah ditangkap oleh PIDE karena memperjuangkan kemerdekaan. Percakapan dan kesaksian yang ramah tentang harapan Kerajaan Allah diberikan. Mereka bertemu lagi belakangan di bawah keadaan-keadaan yang berbeda.

Bergairah Membagikan Kebenaran di Inhambane

Inhambane, salah satu propinsi di bagian selatan, menjadi latar bagi kegiatan yang intensif yang dilakukan oleh seorang tukang batu yang rendah hati. Pria ini, Arão Francisco, setelah mendengar ceramah pada tahun 1967 di Lourenço Marques, tidak merasa ragu bahwa ia telah menemukan kebenaran. Ia merasa terdorong untuk membagikan kepada orang-orang di daerahnya apa yang telah ia dengar. Hal ini ia lakukan. Setelah kembali ke Lourenço Marques, ia dibaptis pada saat bersamaan dengan ditangkapnya sekelompok besar penatua oleh PIDE. Arão merasa bertanggung jawab atas minat yang ia bangkitkan di antara orang-orangnya sendiri dan merasa takut kalau-kalau ia akan dipenjarakan sebelum ia dapat membantu mereka lebih lanjut. Beberapa saudara berupaya menghalanginya, dengan mengatakan bahwa ia masih terlalu baru dalam kebenaran untuk memberikan kesaksian tanpa bantuan. Ia menunggu selama beberapa bulan namun tidak dapat lagi menahan keinginan yang mendesak untuk memberi kesaksian kepada orang-orang di daerahnya. Ia mengumpulkan istri dan dua orang anaknya, dan mereka berangkat pulang ke Inhambane. Dimulai hanya dengan keluarganya, ia mengadakan semua perhimpunan.

Ia menyebarkan benih-benih kebenaran di kota Inhambane, di Maxixe, dan di kota-kota lainnya di daerah tersebut, meletakkan dasar bagi sidang-sidang yang terdapat di sana dewasa ini. Sewaktu seorang imam Katolik berupaya menghalangi, dengan mengatakan, ”Anda tidak boleh membentuk kelompok apa pun di sini,” Arão dengan berani menanggapi, ”Tidak ada batas-batas untuk kabar baik yang saya bawa. Kabar ini dapat pergi ke mana saja.” Dan, memang, seperti diperlihatkan di Kisah 1:8, apa yang dikatakan Yesus akan terjadi.

Imam setempat mengadakan pertemuan untuk memutuskan apakah Arão harus diusir dari daerah tersebut. Arão menegaskan bahwa ia tidak akan pindah. Tidak heran, sang imam memanggil sekutu favoritnya, PIDE.

PIDE Memburu Seorang Pemberita-Tukang Bangunan

Suatu hari Minggu, ketika Arão sedang mengunjungi kelompok-kelompok lain yang lebih jauh, empat agen PIDE menghadiri perhimpunan di Inhambane. Mereka mengaku sebagai Saksi-Saksi Yehuwa yang sedang berkunjung. Akan tetapi, pada akhir perhimpunan, mereka memperkenalkan diri dan minta bertemu dengan Arão. Karena tidak menemukannya, mereka menangkap delapan saudara yang hadir.

Karena Arão sedang membangun rumah untuk pengurus desa Ngweni, agen-agen tersebut pergi mencarinya ke sana. Arão mendengar pengurus tersebut mengatakan kepada mereka, ”Saya tidak dapat membiarkannya pergi karena agama. Pembangunan rumah saya harus ia selesaikan dulu.” Agen-agen tersebut kemudian bertanya, ”Anda maksud ia yang membangun rumah ini?” ”Ya,” jawab sang pengurus, ”dan ia juga membangun rumah di Maxixe dan di banyak tempat lain. Tak seorang pun di sekitar sini yang mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan atas rumah saya ini. Ia membangun kantor registrasi di Maxixe, dan masih harus membangun penginapan para wisatawan.” Setelah mendengar penjelasan singkat demikian, agen-agen tersebut mengatakan, ”Kami akan kembali untuk menyuruh Arão membangun rumah bagi pengurus pekerjaan umum.”

Arão ditangkap dan dipekerjakan untuk pembangunan berbagai proyek pemerintah. Tetapi bahkan sebagai tahanan penjara, ia memiliki banyak kesempatan untuk memberi kesaksian.

Seorang pejabat dari PIDE memanggil Arão ke kantornya pada malam hari agar membantunya mempelajari buku Kebenaran. Bila orang-orang lain datang, sang pejabat, Tn. Neves, dengan segera mengambil beberapa dokumen dan berpura-pura sedang mengadakan interogasi. Suatu hari ia mengatakan, ”Arão, karena apa yang Anda telah ajarkan kepada saya, saya menjadi percaya. Sepanjang kehidupan saya, sejak berada di Lisbon hingga sekarang, saya telah berbicara dengan Saksi-Saksi Yehuwa. Sekarang apabila saya pensiun tidak lama lagi, saya akan menjadi salah seorang dari antara mereka. Tetapi sebelum saya pergi saya harus membebaskan Anda. Selesaikan pekerjaan Anda yang sekarang, dan saya akan berbicara kepada inspektur jenderal untuk mencari tukang batu lain. Untuk menghindari problem apa pun, saya tidak akan kembali ke Lisbon, tetapi saya akan menjual segala yang saya miliki dan pergi ke Amerika. Anda dengar saya, Arão? Jangan ceritakan kepada siapa pun.”

Tn. Neves sungguh-sungguh bermaksud memegang janji dan bahkan membebaskan saudara-saudara yang dipenjarakan di Inhambane. Akan tetapi, membebaskan Arão bukanlah tugas yang mudah. PIDE sudah menganggapnya sebagai tukang bangunan mereka. Tn. Neves, pada waktu itu telah pensiun namun setiap hari ia pergi menjenguk temannya dan meminta kepada inspektur jenderal untuk membebaskan Arão. Seperti telah dijanjikannya, baru setelah Arão dibebaskan Tn. Neves melanjutkan perjalanannya. Kami bertanya-tanya di mana Tn. Neves sekarang. Apakah ia berpegang pada selebihnya dari janjinya? Kami sungguh-sungguh berharap demikian.

Perubahan Politik Mendatangkan Kelegaan Sementara

Pada tanggal 1 Mei 1974, suatu seruan gembira terdengar di seluruh penjara Machava. ”Revolusi Carnation” (Revolução dos Cravos) pada tanggal 25 April telah mengakhiri kediktatoran di Portugal, mendatangkan perubahan yang dramatis di koloni-koloninya yang ada di luar negeri. Pada tanggal 1 Mei, amnesti diberikan kepada semua tahanan politik penjara. Saksi-Saksi Yehuwa, yang dipenjarakan karena kenetralan politik mereka, termasuk dalam amnesti ini. Mozambik kini siap menjadi suatu bangsa yang merdeka.

Setelah dibebaskan, saudara-saudara merasa dianjurkan dengan melihat pertambahan dalam jumlah hamba-hamba Yehuwa. Mereka juga senang menyaksikan betapa kuat secara rohani orang-orang yang tetap bebas. (Bandingkan Filipi 1:13, 14.) Dengan memanfaatkan kebebasan mereka yang baru, mereka mengadakan kebaktian wilayah secara besar-besaran. Yang menambah kegembiraan mereka adalah hadirnya dua saudara dari Afrika Selatan yang mereka kasihi—Frans Muller, koordinator Panitia Cabang Afrika Selatan, yang telah memperlihatkan minat yang sungguh terhadap kesejahteraan saudara-saudara di Mozambik, dan Elias Mahenye, yang telah melayani selama bertahun-tahun sebagai pengawas wilayah di Mozambik bagian selatan.

Di kebaktian ini orang-orang yang telah dipenjarakan dianjurkan untuk bekerja dalam persatuan dengan organisasi Yehuwa yang maju dengan pesat. Saudara Mahenye mengingatkan saudara-saudara, ”PIDE telah lenyap, tetapi kakeknya, Setan si Iblis, masih berkeliaran. Kuatkan diri saudara dan bina keberanian.” Ia meminta orang-orang yang telah dipenjarakan untuk berdiri. Ada puluhan saudara. Kemudian ia meminta orang-orang yang telah masuk ke dalam kebenaran selama periode pemenjaraan saudara-saudara tersebut untuk berdiri. Maka berdirilah setengah dari hadirin yang berjumlah kira-kira 2.000 orang. Saudara Mahenye menyimpulkan, ”Tidak ada alasan bagi kalian untuk merasa takut.”

Ini adalah kata-kata anjuran yang tepat waktu. Awan-awan kelam sedang terbentuk di cakrawala, dan ujian terbesar akan kasih kepada Allah menanti semua umat Yehuwa di Mozambik.

Tahun 1974 berlalu dengan cepat. Selama tahun itu, 1.209 dibaptis; 2.303 pada tahun 1975. Banyak yang adalah para penatua dewasa ini dibaptis pada waktu itu.

Akan tetapi, semangat revolusioner sedang menguasai negeri. Slogan ”Viva Frelimo” (Hidup Frelimo) menjadi simbol dari perjuangan selama sepuluh tahun untuk kebebasan dan kemerdekaan. Ada euforia nasional, dan bagi mayoritas, tampaknya tidak terbayangkan jika seseorang tidak ikut ambil bagian. Sentimen yang umum di mana-mana akan menurunkan tirai yang mengakhiri kebebasan yang singkat dari saudara-saudara, dan itu ternyata tirai besi.

Perintah Penangkapan

Seraya persiapan-persiapan untuk hari kemerdekaan, tanggal 25 Juni 1975, mulai rampung, pendirian yang netral dari Saksi-Saksi Yehuwa sesungguhnya menjadi lebih nyata lagi. Saudara-saudara yang bertanggung jawab berupaya berdialog dengan pemerintah yang baru, tetapi tidak berhasil. Presiden yang baru dilantik sebenarnya memberikan suatu perintah sewaktu ia berseru selama sebuah pidato di radio, ”Kami akan menghabisi Saksi-Saksi Yehuwa ini . . . Kami percaya bahwa mereka adalah agen-agen yang tertinggal dari kolonialisme bangsa Portugis; mereka adalah bekas PIDE . . . Oleh karena itu, kami menganjurkan agar rakyat segera menangkap mereka.”

Terjadilah badai penganiayaan. Yang disebut kelompok-kelompok penggerak dikerahkan di lingkungan tetangga, dengan satu tujuan yang sama, untuk menangkap semua Saksi-Saksi Yehuwa—di tempat kerja, di rumah, di jalan, kapan saja siang atau malam, di seluruh negeri. Setiap orang dipaksa untuk hadir di pertemuan lingkungan tetangga yang diadakan di tempat-tempat kerja dan di tempat-tempat umum, dan setiap orang yang tidak bergabung dengan kerumunan orang yang berteriak ”Viva Frelimo” diidentifikasi sebagai musuh. Demikianlah semangat yang umum sewaktu gairah nasionalistis memuncak.

Namun, sudah dikenal dengan baik bahwa Saksi-Saksi Yehuwa, meskipun netral sehubungan dengan urusan-urusan politik, berpegang pada hukum dan peraturan, memperlakukan para pejabat dengan respek, bersifat jujur, dan memiliki kesadaran berkenaan dengan pembayaran pajak. Selama bertahun-tahun, pemerintah Mozambik menegaskan fakta ini. Akan tetapi, pada waktu itu, situasi Saksi-Saksi Yehuwa di Mozambik terbukti menjadi seperti yang dialami orang-orang Kristen masa awal yang dihukum mati di arena-arena orang Romawi karena menolak membakar dupa bagi kaisar, dan seperti saudara-saudara mereka di Jerman yang dijebloskan ke dalam kamp-kamp konsentrasi karena menolak meneriakkan ”Heil Hitler”. Di seluruh dunia, Saksi-Saksi Yehuwa dikenal karena penolakan mereka untuk mengkompromikan ketaatan mereka kepada Yehuwa dan kepada Yesus Kristus, yang mengatakan mengenai para pengikutnya, ”Mereka bukan bagian dari dunia, sebagaimana aku bukan bagian dari dunia.”—Yoh. 17:16.

Pendeportasian Massal—Ke Mana?

Dalam waktu singkat penjara-penjara di Mozambik menjadi terlalu sesak dengan ribuan Saksi-Saksi Yehuwa. Banyak anggota keluarga menjadi terpisah. Propaganda yang hebat membangkitkan permusuhan demikian terhadap Saksi-Saksi sehingga, meskipun para penatua tidak menganjurkannya, banyak yang lebih suka menyerahkan diri, merasa lebih aman bersama saudara-saudara dan sanak saudara mereka yang telah berada di penjara.

Sejak bulan Oktober 1975, kantor-kantor cabang di Zimbabwe (dahulu Rhodesia) dan Afrika Selatan menerima laporan-laporan yang membanjir dari para pengawas wilayah, berbagai panitia yang bertanggung jawab, dan saudara-saudara secara perseorangan, menyampaikan gambaran yang suram. Pada waktunya, hal ini disampaikan kepada Badan Pimpinan dari Saksi-Saksi Yehuwa. Segera setelah persaudaraan seluas dunia menerima kabar tentang situasi yang suram dari saudara-saudara di Mozambik, doa yang terus-menerus demi kepentingan saudara-saudara yang dianiaya ini membubung ke surga dari semua bagian bumi, selaras dengan nasihat di Ibrani 13:3. Hanya Yehuwa yang dapat memelihara mereka, dan Ia melakukannya dengan cara-Nya sendiri.

Kemungkinan besar bukanlah maksud dari pihak pemerintah yang berwenang yang lebih tinggi untuk menimpakan perlakuan yang brutal semacam itu atas Saksi-Saksi Yehuwa yang sungguh-sungguh dialami. Akan tetapi, beberapa dari pihak berwenang yang lebih rendah, dalam upaya yang penuh tekad untuk mengubah pendirian yang berurat-berakar dan didasarkan atas hati nurani, mencoba dengan cara-cara kekerasan memaksa orang berseru ”Viva”. Salah satu dari banyak contoh adalah yang dialami Julião Cossa dari kota Vilanculos, yang dipukuli selama tiga jam dalam upaya membuatnya mengkompromikan imannya, tetapi tanpa hasil. Apabila para penyiksa ini kadang-kadang berhasil memaksa seseorang berseru ”Viva”, mereka masih belum puas. Mereka akan menuntut agar Saksi tersebut juga berseru ”Enyahkan Yehuwa” dan ”Enyahkan Yesus Kristus”. Kekejaman yang diderita oleh saudara-saudara kita terlalu banyak untuk diceritakan dan terlalu mengerikan untuk dilukiskan. (Lihat Awake!, 8 Januari 1976, halaman 16-26.) Akan tetapi, mereka mengetahui bahwa, seperti rasul Paulus menulis kepada orang-orang Kristen di Filipi pada abad pertama, pendirian mereka yang berani dalam menghadapi kesengsaraan dan penganiayaan merupakan bukti akan dalamnya kasih mereka kepada Allah dan memberikan jaminan bahwa Ia akan memberi mereka imbalan berupa keselamatan.—Flp. 1:15-29.

Kondisi yang menyesakkan akibat penjara yang terlalu padat, yang diperburuk oleh keadaan yang kotor dan kekurangan makanan, menyebabkan kematian lebih dari 60 anak selama periode empat bulan di penjara Maputo (sebelumnya Lourenço Marques). Saudara-saudara yang masih bebas, melakukan sebisa-bisanya dalam upaya memelihara saudara-saudara mereka di penjara. Pada bulan-bulan terakhir tahun 1975, beberapa Saksi menjual barang-barang milik mereka dengan maksud terus menyediakan makanan bagi saudara-saudara mereka yang dipenjara. Namun, memperkenalkan diri mereka kepada orang-orang di penjara berarti mempertaruhkan kebebasan mereka sendiri, dan banyak yang ditangkap sewaktu memenuhi kebutuhan saudara-saudara mereka. Ini adalah jenis kasih yang Yesus katakan harus diperlihatkan para pengikutnya yang sejati kepada satu sama lain.—Yoh. 13:34, 35; 15:12, 13.

Sebaliknya, selama periode yang sama ini, beberapa Saksi di Propinsi Sofala diperlakukan sama sekali berbeda. Setelah ditangkap mereka dibawa ke Hotel Grande yang mewah di kota Beira dan diberikan makanan sewaktu menunggu untuk dibawa ke tujuan akhir mereka.

Ke mana tujuan mereka? Ini adalah suatu misteri, bahkan bagi para pengemudi dari banyak bis dan truk yang akan mengangkut mereka.

Tempat Tujuan—Carico, Distrik Milange

Antara bulan September 1975 dan Februari 1976, semua Saksi-Saksi Yehuwa yang ditahan, tidak soal di penjara atau di tanah lapang, dipindahkan. Tujuan yang tidak diberitahukan juga merupakan senjata lain lagi yang digunakan oleh polisi dan pihak berwenang setempat untuk mencoba mengintimidasi saudara-saudara. ”Kalian akan dimakan oleh binatang buas,” mereka diberi tahu. ”Itu adalah tempat yang tidak diketahui di utara, dan kalian tidak akan pernah kembali.” Anggota-anggota keluarga yang tidak seiman bersama-sama menangis dan meratap, mendesak agar mereka menyerah. Akan tetapi, sangat sedikit yang berkompromi. Bahkan orang-orang berminat yang masih baru dengan berani mempertaruhkan nasib mereka bersama Saksi-Saksi Yehuwa. Seperti kasus Eugênio Macitela, seorang pendukung cita-cita politik yang bergairah. Minatnya timbul ketika mendengar bahwa penjara-penjara dipenuhi oleh Saksi-Saksi Yehuwa. Untuk mengetahui siapa mereka, ia meminta suatu pengajaran Alkitab, semata-mata untuk ditangkap dan dideportasi satu minggu kemudian. Ia ada di antara orang-orang pertama yang dibaptis di kamp-kamp konsentrasi, dan dewasa ini ia melayani sebagai pengawas wilayah.

Saksi-Saksi tidak menunjukkan rasa takut atau kegelisahan sewaktu mereka dibawa dari penjara dan dimuat ke dalam bis-bis, truk, dan bahkan pesawat terbang. Salah satu dari iring-iringan yang mengesankan meninggalkan Maputo pada tanggal 13 November 1975. Ada 14 bis, atau machibombos sebagaimana mereka menyebutnya di sini. Kegembiraan saudara-saudara yang tampaknya tak terlukiskan, mendorong tentara-tentara yang bertugas untuk bertanya, ”Bagaimana mungkin kalian begitu gembira sedangkan kalian bahkan tidak tahu ke mana kalian akan pergi? Tempat ke mana kalian akan pergi sama sekali tidak menyenangkan.” Tetapi sukacita saudara-saudara tidak berkurang. Sementara sanak saudara yang tidak seiman menangis, merasa khawatir akan masa depan orang-orang yang mereka kasihi, Saksi-Saksi menyanyikan lagu-lagu Kerajaan, seperti lagu yang berjudul ”Dengan Berani Maju Terus”.

Di setiap kota sepanjang jalan, para pengemudi menelepon atasan mereka untuk mencari tahu tujuan mereka, dan mereka diperintahkan untuk melanjutkan ke pemberhentian berikutnya. Beberapa pengemudi tersesat. Namun, akhirnya mereka sampai di Milange, sebuah kota dan distrik yang terletak di Propinsi Zambézia, 1.800 kilometer dari Maputo. Di sana saudara-saudara diterima oleh pengurus dengan ”sambutan selamat datang”, suatu pidato berisi kecaman-kecaman pedas dan penuh ancaman.

Kemudian mereka dibawa 30 kilometer ke arah timur, ke suatu tempat di tepi Sungai Munduzi, daerah yang dikenal sebagai Carico, masih termasuk distrik Milange. Ribuan Saksi-Saksi Yehuwa dari Malawi, yang telah melarikan diri dari gelombang penganiayaan di negeri mereka sendiri, telah tinggal di sana sebagai pengungsi sejak tahun 1972. Kedatangan yang tidak disangka-sangka dari saudara-saudara Mozambik merupakan kejutan bagi Saksi-Saksi Malawi. Dan suatu kejutan bagi Saksi-Saksi Mozambik untuk diterima oleh saudara-saudara yang berbicara dalam bahasa asing. Akan tetapi, itu adalah kejutan yang paling menyenangkan, dan saudara-saudara Malawi menerima Saksi-Saksi Mozambik dengan sangat hangat dan ramah sehingga para pengemudi terkesan.—Bandingkan Ibrani 13:1, 2.

Pengurus distrik tersebut adalah pria yang telah berada di penjara Machava bersama dengan saudara-saudara bertahun-tahun sebelumnya. Sewaktu menerima masing-masing kelompok, ia bertanya, ”Di mana Chilaule dan Zunguza? Saya tahu mereka akan tiba.” Sewaktu Saudara Chilaule akhirnya tiba, pengurus tersebut mengatakan kepadanya, ”Chilaule, saya benar-benar tidak tahu bagaimana menerima Anda. Kita berada di pihak yang berbeda sekarang.” Ia berpegang pada ideologi-ideologinya dan tidak membuat persoalan lebih mudah untuk bekas teman-teman satu selnya. Ia adalah, seperti yang ia katakan tentang dirinya, ”seekor kambing yang memerintah di antara domba-domba”.

Dukungan yang Pengasih dari Persaudaraan Internasional

Persaudaraan internasional dari Saksi-Saksi Yehuwa menyatakan keprihatinan mereka yang pengasih kepada saudara-saudara di Mozambik. Mereka membanjiri kantor-kantor pos negeri tersebut dengan pesan-pesan berisi permohonan kepada pemerintah Mozambik. Rekan-rekan sekerja di perusahaan telekomunikasi sering mengejek Augusto Novela, seorang Saksi, dan mengatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa hanya sebuah sekte setempat. Tetapi mereka dibungkamkan sewaktu mesin teleks mulai menerima pesan-pesan dari seluruh dunia. Tanggapan yang membanjir membuktikan bahwa umat Yehuwa benar-benar dipersatukan oleh kasih.

Setelah kira-kira sepuluh bulan, seorang menteri pemerintah, mengadakan kunjungan untuk memeriksa kamp tersebut, mengakui bahwa saudara-saudara dipenjarakan karena tuduhan-tuduhan palsu. Akan tetapi, masih terlalu awal untuk mengharapkan kebebasan.

Tantangan dari Kehidupan yang Baru

Pasal yang baru telah dibuka dalam sejarah umat Yehuwa di Mozambik. Saudara-saudara Malawi di daerah tersebut telah mengorganisasi diri mereka menjadi delapan kampung. Mereka telah memperoleh banyak pengalaman selama menyesuaikan diri dengan gaya hidup yang baru di daerah semak belukar dan telah mengembangkan keterampilan mereka dalam membangun rumah-rumah, Balai-Balai Kerajaan, dan bahkan Balai-Balai Kebaktian. Mereka yang sebelumnya tidak memiliki pengalaman dalam pertanian juga belajar banyak tentang jenis pekerjaan ini. Banyak orang Mozambik, yang tidak pernah menggarap machamba (ladang yang ditanami), untuk pertama kali akan mengalami bekerja keras di ladang. Selama beberapa bulan pertama, pendatang-pendatang yang baru mendapat manfaat dari keramahtamahan yang pengasih dari saudara-saudara Malawi mereka, yang menerima mereka di rumah dan membagi makanan kepada mereka. Tetapi kini waktunya bagi saudara-saudara Mozambik untuk membangun kampung-kampung mereka sendiri.

Ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Musim hujan telah mulai dan daerah tersebut dengan limpah dicurahi air dari langit yang belum pernah terjadi. Akan tetapi, sewaktu Sungai Munduzi, yang mengalir melewati tengah kamp tersebut, meluap di daerah yang biasanya dilanda kekeringan, saudara-saudara melihat ini sebagai tanda dari cara Yehuwa memelihara mereka. Sungguh, selama 12 tahun berikutnya, sungai tersebut tidak pernah sekali pun kering seperti yang sudah-sudah. Di lain pihak, ”tanah berlumpur dan licin, yang biasanya disebabkan oleh cuaca hujan, membuat tantangan tambahan bagi bekas para penghuni kota”, kenang Saudara Muthemba. Lagi pula, tidak mudah bagi kaum wanita untuk menyeberangi sungai sementara menyeimbangkan diri mereka di jembatan-jembatan yang dibuat seadanya, yang tidak lebih daripada batang pohon. ”Bagi pria-pria yang biasa ke kantor, tantangan kami adalah pergi ke hutan-hutan rimba dan menebang pohon untuk membangun rumah-rumah kami,” kenang Xavier Dengo. Keadaan-keadaan ini ternyata menjadi ujian bagi beberapa orang yang tidak siap.

Kami mengingat bahwa pada zaman Musa, bersungut-sungut mulai timbul di antara ”orang-orang bajingan” yang menyertai orang-orang Israel keluar dari Mesir dan menuju padang belantara dan bahwa itu kemudian meluas kepada orang-orang Israel sendiri. (Bil. 11:4) Demikian pula, di antara orang-orang yang adalah Saksi-Saksi belum terbaptis, sekelompok orang yang bersungut-sungut mempertunjukkan diri mereka yang sebenarnya sejak permulaan, dan beberapa orang yang terbaptis bergabung dengan mereka. Mereka mendekati pengurus dan memberitahunya bahwa mereka bersedia membayar berapa pun agar dipulangkan kembali sesegera mungkin. Tetapi ini tidak menghasilkan perjalanan pulang sesegera apa pun seperti yang mereka harapkan. Mereka tetap di Milange, dan banyak dari antara mereka menjadi seperti kerikil di dalam sepatu bagi orang-orang yang setia. Mereka dikenal sebagai ”para pemberontak”. Mereka tinggal di antara saudara-saudara yang setia tetapi selalu siap mengkhianati mereka. Kasih mereka kepada Allah tidak bertahan di bawah ujian.

Mengapa Balai-Balai Rubuh

Saudara-saudara Malawi di kamp-kamp menikmati cukup banyak kebebasan beribadat. Sewaktu saudara-saudara Mozambik tiba, mereka pada awalnya memperoleh manfaat dari hal ini. Setiap hari, mereka berkumpul di salah satu Balai Kebaktian yang besar untuk membahas ayat harian. Sering kali seorang pengawas wilayah Malawi yang memimpin. ”Sungguh menguatkan,” kenang Filipe Matola, ”setelah berbulan-bulan dipenjarakan dan bepergian, untuk mendengarkan nasihat-nasihat rohani dalam kumpulan begitu banyak saudara.” Akan tetapi, kebebasan yang relatif ini tidak berlangsung lama.

Pada tanggal 28 Januari 1976, para pejabat pemerintah, disertai tentara-tentara, pergi ke kampung-kampung dan mengumumkan, ”Kalian dilarang beribadat dan berdoa di balai-balai ini atau di mana saja di kampung-kampung ini. Balai tersebut akan dinasionalisasi dan digunakan oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhannya.” Mereka memerintahkan saudara-saudara untuk mengeluarkan semua buku mereka, dan kemudian mereka menyita buku-buku ini. Tentu saja, saudara-saudara menyembunyikannya sedapat mungkin. Menyusul hal ini, bendera dinaikkan di depan setiap balai, dan tentara-tentara ditempatkan sebagai penjaga untuk memastikan dipenuhinya ketetapan tersebut.

Meskipun balai-balai dibangun dari tonggak-tonggak kayu dan kelihatan sederhana, balai-balai tersebut cukup kuat. Namun, dalam waktu singkat, semuanya mulai hancur. Xavier Dengo mengingat bahwa pada satu kesempatan ia dan pengurus tersebut baru saja tiba di salah satu kampung sewaktu balai tersebut benar-benar mulai rubuh, bahkan meskipun tidak sedang hujan dan juga tidak ada angin bertiup. Sang pengurus menyatakan, ”Apa yang terjadi? Kalian adalah orang-orang jahat. Setelah dinasionalisasi, semua balai rubuh!” Pada peristiwa berikutnya, pengurus mengatakan kepada salah seorang penatua, ”Kalian pasti telah berdoa agar balai-balai tersebut rubuh, . . . dan Allah kalian membuatnya rubuh.”

Organisasi di Kampung-Kampung

Sembilan kampung Mozambik bermunculan berjajar dan berhadapan dengan delapan kampung Malawi yang telah berdiri. Dua kelompok ini, yang dipersatukan oleh ”bahasa yang murni”, tinggal bersama selama 12 tahun berikutnya. (Zef. 3:9) Daerah dari masing-masing kampung tersebut dibagi menjadi blok-blok, dibatasi oleh jalan-jalan yang terpelihara dengan baik, setiap blok mencakup delapan kapling seluas kira-kira 25 kali 35 meter. Sidang-sidang dikelompokkan menurut blok-blok. Setelah pelarangan diumumkan di kamp-kamp, mereka tidak dapat membangun Balai-Balai Kerajaan yang mencolok. Maka, sebagai gantinya, mereka membangun rumah khusus berbentuk L untuk memenuhi tujuan tersebut. Seorang janda atau seorang lajang tinggal di sini untuk memberi kesan bahwa mereka adalah penghuninya. Kemudian, pada waktu perhimpunan diadakan, pembicara akan berdiri di sudut dari ”L” tersebut dan dengan demikian dapat memandang wajah para hadirin di tiap sisi.

Sekeliling batas masing-masing kampung terdapat machamba kampung tersebut. Setiap sidang juga mengurus sebuah ”machamba sidang”, dan semua ambil bagian dengan menanami sebagai sumbangan mereka untuk kebutuhan sidang.

Ukuran masing-masing kampung bervariasi menurut populasi. Suatu sensus pada tahun 1979 memperlihatkan bahwa Kampung Mozambik No. 7 adalah yang terkecil, hanya dengan 122 penyiar dan 2 sidang, sementara Kampung No. 9, merupakan yang terbesar dan paling jauh, memiliki 1.228 penyiar dan 34 sidang. Seluruh kamp memiliki 11 wilayah. Seluruh kamp ini, terdiri dari kampung-kampung Malawi dan Mozambik serta daerah-daerah yang berdiri sendiri, menjadi dikenal oleh saudara-saudara sebagai Lingkungan Carico. Sensus terakhir yang kami miliki dalam catatan adalah pada tahun 1981, sewaktu populasi di seluruh Lingkungan Carico adalah 22.529, yang dari antaranya 9.000 orang adalah penyiar yang aktif. Belakangan ada pertumbuhan lebih jauh. (Samora Machel, yang belakangan menjadi presiden, mengumumkan populasi menjadi 40.000, menurut brosur Consolidemos Aquilo Que nos Une [Penggabungan yang Menyatukan Kita], halaman 38-9.)

Zaman Chingo—Suatu Zaman yang Sukar

Tentu saja, Saksi-Saksi Yehuwa tidak dibawa ke Milange semata-mata untuk menjadi masyarakat petani. Bukanlah tanpa alasan bahwa pemerintah menyebut kamp itu Pusat Pendidikan Ulang Carico, seperti terbukti dengan adanya pusat administratif di tengah-tengah Kamp Malawi No. 4, dilayani oleh staf pemerintah, dengan perkantoran dan pemukiman. Juga terdapat satu kamp komandan, tentaranya, dan penjara tempat banyak saudara kita ditahan selama periode-periode yang berbeda, sesuai keputusan dari komandan.

Komandan yang paling terkenal buruk dari antara semua adalah Chingo. Periodenya selama dua tahun sebagai komandan dikenal sebagai zaman Chingo. Bertekad untuk mematahkan pendirian yang tak kenal kompromi dari Saksi-Saksi Yehuwa dan ”mendidik ulang” mereka, ia menggunakan setiap taktik psikologis yang ia ketahui, juga kekerasan, untuk dapat mencapai maksudnya. Meskipun sebenarnya tidak mengenyam pendidikan formal, ia seorang pembicara yang fasih dan meyakinkan, dengan kegemarannya menggunakan perumpamaan. Ia menggunakan kecakapannya untuk mencoba mengindoktrinasi saudara-saudara dengan filsafat politiknya dan melemahkan kasih mereka kepada Allah. Salah satu rancangannya adalah ”seminar lima hari”.

”Seminar Lima Hari”

Sang komandan mengumumkan bahwa ”seminar lima hari” telah dijadwalkan dan bahwa Saksi-Saksi hendaknya memilih pria-pria yang paling cakap dari kampung-kampung, orang-orang yang dapat meneruskan informasi demi kepentingan pemerintah. Orang-orang ini akan dikirim ke seminar yang akan diadakan di suatu lokasi yang jauh. Saudara-saudara menolak, meragukan maksud-maksudnya. Akan tetapi, ”para pemberontak” yang hadir menunjuk saudara-saudara yang berada dalam kedudukan yang bertanggung jawab termasuk para pengawas wilayah. Di antaranya adalah Francisco Zunguza, Xavier Dengo, dan Luis Bila. Sebuah truk membawa pergi 21 pria dan 5 wanita. Mereka mengadakan perjalanan ratusan kilometer ke sebelah utara, ke daerah sebelah utara Lichinga, di Propinsi Niassa. Di sana pria-pria dijebloskan ke dalam ”kamp pendidikan ulang” bersama para kriminal, sementara para wanita dibawa ke sebuah kamp pelacuran.

Di sini mereka mengalami penyiksaan yang hebat, termasuk apa yang para penyiksa mereka sebut ”gaya Kristus”. Lengan korban ditarik lurus ke kedua sisi, seolah-olah di atas sebuah salib, dan kemudian sebilah kayu ditaruh sejajar dengan lengan. Tali nilon dililitkan dengan kuat mengelilingi lengan dan kayu sepanjang kedua lengan, dari ujung jari yang satu ke ujung jari yang lain. Dengan terhentinya peredaran darah sama sekali pada tangan, lengan, dan bahu, ia dibiarkan dalam posisi ini selama jangka waktu yang panjang sekali, dalam upaya yang sia-sia untuk memaksanya berseru ”Viva Frelimo”. Karena perlakuan yang tidak manusiawi dan kejam ini, Luis Bila, seorang penatua yang setia, mendapat serangan jantung dan meninggal.

Saudari-saudari menjadi sasaran perlakuan berupa ”pelatihan”, yang mengharuskan mereka berlari hampir tak ada habis-habisnya, kadang-kadang masuk dan keluar air; berjungkir balik, naik dan turun gunung-gunung tanpa henti; dan dijadikan sasaran penghinaan lain yang tak terhitung. Seminar macam apa! ”Pendidikan ulang” macam apa!

Meskipun mendapat perlakuan kejam seperti ini, mayoritas saudara ini tetap menjaga integritas mereka; hanya dua orang yang berkompromi. Salah seorang saudara berhasil mengirim surat kepada Menteri Dalam Negeri di Maputo, mengungkapkan perlakuan ini. Hal ini ada pengaruhnya. Gubernur Niassa datang sendiri dengan helikopter. Ia segera mencopot sang komandan dan para pembantunya dari semua wewenang serta mengumumkan, ”Ini dapat menyebabkan mereka sendiri ditangkap karena melakukan tindakan yang Frelimo tidak pernah maksudkan.” Sewaktu para tahanan lainnya yang mengalami perlakuan serupa mendengar hal ini, mereka berteriak karena gembira, dengan mengatakan, ”Terima kasih kepada kalian, kami telah dibebaskan.” Saudara-saudara menjawab, ”Panjatkan syukur kepada Yehuwa.”

Setelah beberapa waktu mereka dipindahkan ke kamp-kamp lain, tempat perlakuan yang diberikan hanya berupa bekerja paksa. Seluruhnya, hampir dua tahun berlalu sebelum mereka dikembalikan ke Carico—dan Chingo ada di sana menerima mereka. Ia terus membuat upaya yang sia-sia untuk melemahkan loyalitas mereka kepada Yehuwa dengan mengadakan ”seminar-seminar” serupa. Akhirnya, ketika sudah akan meninggalkan Carico, ia memberikan nasihat dengan gaya perumpamaannya yang khas. Sewaktu mengakui kekalahannya, ia mengatakan, ”Seorang pria mengerahkan banyak pukulan ke sebuah pohon, dan tidak perlu banyak pukulan lagi untuk merobohkannya, ia digantikan oleh yang lainnya yang, dengan hanya satu pukulan, selesailah pekerjaan tersebut. Saya mengerahkan banyak pukulan tetapi gagal menyelesaikannya. Yang lainnya akan datang setelah saya. Mereka akan menggunakan metode-metode lain. Jangan menyerah. . . . Terus kukuhkan pendirian kalian. . . . Jika tidak, mereka akan menerima semua kemuliaan.” Akan tetapi, karena menjaga kasih mereka kepada Yehuwa kuat, saudara-saudara berupaya keras memastikan bahwa hanya Yehuwa yang layak menerima kemuliaan.—Pny. 4:11.

Orang-Orang yang Tetap Tinggal di Kota

Apakah semua Saksi-Saksi Mozambik berada dalam penjara atau dalam kamp-kamp penahanan pada waktu itu? Meskipun musuh-musuh mencari mereka dengan teliti sekali di tempat-tempat kerja dan sebenarnya di setiap lingkungan tetangga, ada beberapa orang yang luput. Tidak setiap orang bergairah menangkap mereka untuk dijebloskan ke dalam penjara ataupun untuk dihukum. Tetapi Saksi-Saksi terus-menerus berada dalam bahaya ditahan. Kegiatan sehari-hari seperti membeli bahan-bahan makanan atau mengambil air di keran umum mengandung risiko.

Lisete Maienda, yang tetap tinggal di Beira mengenang, ”Saya tidak diberi kartu yang diperlukan untuk membeli makanan karena saya tidak pergi ke pertemuan-pertemuan politik yang diwajibkan. Untunglah, seorang penjaga toko yang ramah memanggil saya secara diam-diam dan menjual beberapa kilogram tepung kepada saya.” (Bandingkan Penyingkapan 13:16, 17.) Saudara Maienda diberhentikan dari pekerjaannya di pelabuhan Beira sebanyak enam kali, tetapi setiap kali, majikannya mencari dia kembali karena keterampilan khususnya sangat berguna bagi perusahaannya.

Meskipun memberi kesaksian dan berhimpun bersama merupakan kegiatan yang berisiko tinggi, terang tidak sirna dari kota-kota utama mana pun di negeri tersebut. Keluarga Maienda di Beira bergabung dengan kelompok anak muda yang berani dan haus akan kebenaran di daerah sekitar Esturro. Bersama-sama mereka menjaga agar terang bersinar di ibu kota Propinsi Sofala. Gairah dari kelompok di Beira sangat besar sehingga, meskipun menghadapi bahaya, mereka menyeberangi perbatasan ke Rhodesia (sekarang Zimbabwe) agar dapat memperoleh makanan rohani.

Kantor cabang di Salisbury (sekarang Harare) bekerja dengan berani dan tanpa lelah untuk mengurus semua saudara yang tersebar di sekitar daerah bagian utara. Dengan demikian, sewaktu kabar sampai ke kantor bahwa sebuah kelompok masih berhimpun di kota Tete, kantor cabang mengutus dua saudara untuk memberi perhatian kepada kebutuhan kelompok tersebut, karena, seperti Epafroditus, seorang rekan sekerja rasul Paulus, mereka rindu untuk melihat saudara-saudara. (Flp. 2:25-30) Salah seorang dari saudara-saudara ini adalah Redson Zulu yang sangat dikasihi, dikenal di seluruh daerah utara karena khotbahnya yang menggugah dalam bahasa Chichewa. Dengan risiko besar ia dan rekannya mengadakan perjalanan menerobos hutan belantara dengan sepeda untuk melayani saudara-saudara Mozambik mereka yang terpencil.

Demikian pula, terang kebenaran terus bernyala di Propinsi Nampula. Sekelompok orang yang belum dibaptis tinggal di sana dan, dengan cara mereka sendiri, terus mengadakan perhimpunan. Mulanya, hadirin berjumlah 8 orang, tetapi jumlah ini segera bertumbuh menjadi 50. Sewaktu seorang saudara dikirim dari Carico untuk dirawat di rumah sakit di Nampula, ia berhasil menghubungi salah seorang anggota dari kelompok yang belum terbaptis tersebut, seseorang yang bekerja di rumah sakit. Saudara itu mengirim kabar ke Lembaga, dan kantor cabang menyuruhnya mengadakan pembahasan dengan kelompok tersebut agar mempersiapkan orang-orang yang sudah siap untuk pembaptisan. Lima orang dibaptis. Mereka menerima bantuan lebih lanjut sewaktu seorang Saksi dari Belanda yang berada di Nampula untuk bekerja duniawi menyediakan rumahnya untuk perhimpunan. Pada waktunya, beberapa orang dari kelompok tersebut memenuhi syarat untuk memikul tanggung jawab sebagai penatua.

Bantuan di Penjara Pusat

Pada tahun 1975, sekelompok demi sekelompok tahanan dikirim ke utara dari penjara Maputo, sementara yang lainnya terus berdatangan menggantikan tempat mereka. Kemudian, kira-kira pada akhir bulan Februari 1976, pemerintah memutuskan untuk berhenti mengangkut tahanan Saksi-Saksi yang tidak ada hentinya.

Beberapa bulan kemudian, Presiden Samora Machel mengadakan kunjungan ke penjara pusat Maputo. Saudari Celeste Muthemba, salah seorang tahanan, menggunakan kesempatan untuk memberikan kesaksian kepada presiden. Ia mendengarkan dengan sikap yang ramah, tetapi setelah ia pergi, saudari tersebut ditegur dengan keras oleh kalangan yang berwenang di penjara. Akan tetapi, satu minggu kemudian suatu perintah diberikan untuk membebaskannya, beserta dengan dokumen yang menjamin perlindungannya terhadap pelecehan lebih lanjut karena alasan-alasan politik dan hak untuk memperoleh pekerjaannya kembali di rumah sakit pusat. Selain itu, kuasa diberikan untuk pembebasan semua Saksi-Saksi Yehuwa dari penjara.

Mereka yang berada di Maputo mengorganisasi diri mereka menjadi sidang-sidang. Tidak lama kemudian, 24 sidang dibentuk menjadi satu wilayah yang terbentang dari bagian timur laut Maputo sampai Inhambane. Fidelino Dengo ditugaskan untuk mengunjungi mereka. Selain itu, kantor cabang Afrika Selatan membentuk suatu panitia yang terdiri dari penatua-penatua untuk mengurus kebutuhan rohani dari kelompok-kelompok ini. Mereka mengembangkan metode pengabaran tidak resmi yang berhati-hati. Mereka membuat pengaturan bagi saudara-saudara untuk menghadiri kebaktian-kebaktian di negeri tetangga Swaziland. Dan tepat di Mozambik, sewaktu beberapa kembali dari Carico, saudara-saudara mengadakan kebaktian-kebaktian yang disamakan sebagai pesta ”selamat datang”.

Dan di Carico? Apa pengaturannya sehubungan dengan kegiatan rohani di sana?

Panitia ”O.N.” Mengawasi Kamp-Kamp

Saudara-saudara Malawi, di bawah pengawasan kantor cabang Zimbabwe, telah membentuk suatu panitia khusus untuk mengurus kebutuhan-kebutuhan rohani di kamp-kamp. Sewaktu saudara-saudara dari bagian selatan Mozambik dibawa ke Carico, mereka juga memperoleh manfaat dari pengaturan yang sudah berfungsi di sini. Dua saudara dari selatan, Fernando Muthemba dan Filipe Matola, ditambahkan kepada panitia tersebut.

Panitia O.N. (Ofisi ya Ntchito: Kantor Dinas, dalam bahasa Chichewa) mengadakan surat-menyurat dengan Lembaga dan mengorganisasi kebaktian wilayah dan kebaktian distrik. Mereka mengumpulkan laporan dari seluruh kamp dan secara periodik bertemu dengan para penatua di kampung-kampung. Mereka juga mengawasi pekerjaan dari 11 wilayah. Tanggung jawab mereka berat, khususnya demikian karena hubungan yang genting antara saudara-saudara dengan para pejabat pemerintah.

Mengabar dan Menjadikan Murid di Kamp-Kamp

Sejumlah besar orang yang berminat dan siswa-siswa Alkitab yang menyertai saudara-saudara di Milange pada tahun 1975 dibaptis pada bulan November 1976.

Banyak saudara yang sebelumnya adalah perintis biasa terus mengabar sampai mereka dipenjarakan dan dipindahkan ke kamp-kamp. Tetapi kepada siapa mereka mengabar? Pada mulanya mereka belajar bersama orang-orang yang belum dibaptis, termasuk anak-anak dari saudara-saudara. Suatu keluarga dengan banyak anak dianggap sebagai ”daerah yang bagus”. Orang-tua belajar dengan beberapa anak, dan selebihnya dibagi di antara para penyiar lajang. Dengan cara ini banyak yang tetap aktif dalam pekerjaan menjadikan murid.

Akan tetapi, ini tidaklah cukup bagi orang-orang yang benar-benar memiliki semangat menginjil. Seorang perintis yang bergairah mulai menjajaki wilayah di luar kamp-kamp. Tentu saja, ada risikonya karena pembatasan yang diberlakukan oleh kalangan berwenang di kamp. Ia menyadari bahwa ia harus mempersiapkan beberapa dalih untuk meninggalkan kamp. Apa yang dapat ia gunakan? Dengan berdoa memohon petunjuk Yehuwa, ia memutuskan untuk menjual garam dan barang-barang konsumen lainnya kepada orang-orang di luar kamp. Ia meminta harga yang tinggi untuk menghindari transaksi yang sesungguhnya, sementara menciptakan kesempatan untuk memberi kesaksian. Cara ini menjadi terkenal. Pada waktunya banyak dari antara ”penjaja” ini dapat terlihat menawarkan barang-barang mereka di luar kamp. Menjangkau wilayah yang tersebar mencakup menempuh perjalanan jarak jauh, pergi pada waktu fajar dan kembali pada malam hari. Hanya ada sedikit ”tumbuh-tumbuhan” untuk begitu banyak ”belalang”. Tetapi dengan cara ini, banyak orang yang tinggal di daerah tersebut belajar kebenaran.

”Pusat Produksi Zambézia”

Karena pekerjaan yang tekun dari ”siswa-siswa pendidikan ulang” yang rajin ini dan hujan yang limpah membasahi daerah tersebut, hasil pertanian berlimpah ruah. Saksi-Saksi di kamp mendapat panen jagung, beras, singkong, padi-padian, ubi jalar, tebu, buncis, dan buah-buah setempat seperti mafura (sebuah pohon yang menghasilkan buah yang menyerupai kapsul yang bijinya menghasilkan bahan yang berlemak mirip mentega coklat yang digunakan untuk sabun dan lilin) yang berlimpah-limpah. Lumbung milik Lingkungan Carico melimpah. Unggas dan binatang kecil yang dipelihara seperti ayam, bebek, burung merpati, kelinci, dan babi memperkaya makanan mereka dengan protein. Kelaparan yang pernah mereka alami pada mulanya menjadi bagian dari masa lalu. Sebaliknya, selebihnya dari negeri itu mengalami kekurangan makanan yang paling hebat dalam sejarah.—Bandingkan Amos 4:7.

Mengakui cerita keberhasilan pertanian ini, gubernur menyebut daerah kamp ini ”Pusat Produksi Zambézia”. Dengan pendapatan yang diperoleh dari menjual kelebihan hasil bumi, saudara-saudara dapat memperoleh pakaian dan bahkan beberapa radio dan sepeda. Meskipun sebagai tahanan, mereka diperlengkapi dengan baik karena kerajinan mereka. Mereka dengan teliti memenuhi hukum pajak pemerintah; sesungguhnya, mereka berada di antara pembayar pajak terbesar di daerah tersebut. Selaras dengan standar-standar Alkitab, kesadaran membayar pajak, bahkan di bawah keadaan-keadaan ini, merupakan salah satu persyaratan bagi seseorang yang dipertimbangkan untuk hak istimewa apa pun di dalam sidang.—Rm. 13:7; 1 Tim. 3:1, 8, 9.

Pertukaran Budaya

Di Carico telah terjadi pertukaran timbal balik sehubungan dengan keterampilan dan kebudayaan. Banyak yang belajar keterampilan baru, seperti menembok, pekerjaan kayu, dan memahat kayu. Bersama-sama mereka mengembangkan kecakapan dalam membuat perkakas, bekerja di pengecoran besi, membuat mebel yang bermutu, dan sebagainya. Selain memperoleh keuntungan secara pribadi karena keterampilan yang dipelajari atau diperhalus, mereka menciptakan sumber pendapatan yang lain lagi.

Tantangan terbesar dalam pertukaran budaya mencakup bahasa. Orang-orang Mozambik belajar bahasa Chichewa, yang digunakan oleh orang-orang Malawi. Ini menjadi bahasa utama yang digunakan di kamp, dan kebanyakan lektur yang tersedia adalah dalam bahasa Chichewa. Secara perlahan dan menyenangkan, orang-orang Malawi juga belajar bahasa Tsonga dan variasinya, yang digunakan di sebelah selatan Mozambik. Banyak juga yang belajar bahasa Inggris dan Portugis, yang ternyata berharga bagi mereka di kemudian hari dalam hak istimewa dinas yang khusus. Seorang penatua mengenang, ”Kami bisa saja bertemu dengan seorang saudara atau saudari yang berbicara dalam bahasa kami dengan fasih, tanpa mengetahui apakah ia orang Mozambik atau orang Malawi.”

Bagaimana Makanan Rohani Sampai ke Kamp-Kamp?

Ini datang dari Zambia melalui Malawi. Dengan cara bagaimana? Seorang pengawas wilayah menjawab, ”Hanya Yehuwa yang tahu.” Di kamp-kamp, Panitia O.N. menugaskan seorang Malawi yang masih muda, banyak dari antara mereka adalah perintis, untuk menyeberangi perbatasan dengan sepeda dan, di lokasi yang ditentukan, bertemu dengan orang yang telah diutus untuk menyampaikan surat-surat dan lektur. Dengan cara ini sidang-sidang dibekali dengan makanan rohani yang tepat waktu.

Selain itu, anggota Panitia O.N. akan menyeberangi perbatasan dan mengadakan perjalanan ke Zambia atau Zimbabwe untuk memperoleh manfaat dari kunjungan tahunan pengawas zona yang diutus oleh Badan Pimpinan. Dengan cara ini dan cara-cara lain, saudara-saudara di Carico memelihara ikatan yang kuat dengan organisasi Yehuwa yang kelihatan dan kemudian tetap bersatu dalam ibadat-Nya.

Perhimpunan-perhimpunan sidang membutuhkan pengaturan khusus. Karena saudara-saudara terus-menerus diawasi, banyak perhimpunan diadakan pada waktu subuh atau lebih awal. Mereka yang hadir berkumpul di luar, seolah-olah sedang makan bubur di halaman, sementara sang pembicara berada di dalam rumah. Beberapa perhimpunan diadakan di palung sungai atau di dalam gua alam. Akan tetapi, persiapan untuk suatu kebaktian mencakup lebih banyak pekerjaan.

Kebaktian—Bagaimana Diorganisasi

Setelah menerima dari Lembaga semua bahan untuk acara, Panitia O.N. akan menarik diri ke Kampung No. 9 selama beberapa minggu. Di tempat yang relatif terpencil ini, mereka bekerja sepanjang malam di bawah sinar lentera, menerjemahkan rangka khotbah, merekam drama, dan menentukan para pembicara. Yang khususnya berguna adalah mesin penggandaan manual yang mereka terima dari Zimbabwe. Pekerjaan mereka tidak akan berhenti sampai seluruh acara untuk rangkaian enam kebaktian selesai.

Selain itu, satu tim ditugaskan untuk mendapatkan dan menyiapkan lokasi yang cocok untuk digunakan sebagai tempat kebaktian. Ini mungkin terletak di lereng gunung atau di dalam hutan, tetapi tidak kurang dari sepuluh kilometer jauhnya dari kamp. Segala sesuatu harus dilakukan tanpa sepengetahuan pihak yang berwenang atau ”para pemberontak”. Radio portabel yang kecil dipinjam, dan dengan radio ini tata suara dipersiapkan untuk hadirin sejumlah lebih dari 3.000 orang. Selalu ada sebuah sungai kecil di dekat situ, untuk kolam pembaptisan yang dipersiapkan dengan membuat bendungan. Panggung, ruangan, pembersihan, pemeliharaan, semuanya diurus sebelumnya. Akhirnya, tempat kebaktian tersedia—di lokasi yang berbeda setiap tahunnya.

Suatu pengaturan dilakukan sehingga memungkinkan semua orang di kampung-kampung dapat hadir. Ini berfungsi dengan baik karena saudara-saudara mempertunjukkan semangat kerja sama yang sangat bagus. Tidak semua dari antara mereka dapat hadir pada waktu bersamaan; kampung yang sunyi sepi akan menarik perhatian pihak yang berwenang. Oleh karena itu, tetangga bergiliran—satu keluarga hadir dalam satu hari, sementara keluarga lainnya hadir pada hari berikutnya. Keluarga yang tinggal akan berjalan-jalan di rumah tetangga; dengan demikian, tidak ada orang yang memperhatikan bahwa keluarga tersebut sedang pergi. Apakah ini berarti bahwa beberapa orang kehilangan bagian-bagian kebaktian? Tidak, karena acara setiap hari kebaktian dipersembahkan dua kali. Maka, kebaktian distrik tiga hari akan berlangsung selama enam hari; dan kebaktian wilayah dua hari, berlangsung empat hari.

Suatu jaringan petugas tata tertib yang waspada memungkinkan suatu rantai komunikasi. Jangkauannya mulai dari pusat administrasi kamp sampai ke tempat kebaktian, dengan menempatkan seorang pria di setiap 500 meter. Gerakan apa pun yang mencurigakan yang mungkin dapat merupakan ancaman terhadap kebaktian membuat jalur komunikasi ini bereaksi, menyampaikan pesan 30 atau 40 kilometer hanya dalam waktu 30 menit. Ini meluangkan cukup waktu bagi pengurus kebaktian tersebut untuk mengambil keputusan. Ini dapat berarti berakhirnya kebaktian dan bersembunyi di hutan.

José Bana, seorang penatua dari Beira, mengenang, ”Pada suatu peristiwa seorang polisi memperingatkan kami malam sebelumnya bahwa mereka sudah mengetahui tentang kebaktian kami dan berniat membubarkannya. Masalah ini dibawa kepada saudara-saudara yang bertanggung jawab. Haruskah mereka membatalkan kebaktian? Mereka berdoa kepada Yehuwa dan memutuskan untuk menunggu sampai pagi berikutnya. Jawabannya tiba—hujan sangat lebat sepanjang malam menyebabkan meluapnya Sungai Munduzi, mengubahnya menjadi lautan. Karena polisi berada di sisi seberang sungai, setiap orang dapat menghadiri kebaktian, tanpa perlu seorang pun tertinggal dan tanpa perlu rantai komunikasi manusia. Kami menyanyikan lagu-lagu Kerajaan sepuas-puasnya.”

Kemurtadan dan Kampung No. 10

Suatu gerakan yang membangkitkan banyak kesulitan dimulai oleh suatu kelompok yang murtad yang menyebut diri mereka ”yang terurap”. Bersumber terutama dari kampung-kampung Malawi, kelompok ini menyatakan bahwa ”zaman para penatua” telah berakhir pada tahun 1975 dan bahwa mereka, sebagai ”yang terurap”, harus menjadi orang-orang yang mengambil pimpinan. Bahan dalam buku Lembaga, Life Everlasting—In Freedom of the Sons of God (Kehidupan Abadi—Dalam Kemerdekaan Putra-Putra Allah) sangat membantu beberapa orang yang ragu-ragu untuk memahami apa yang tercakup dalam pengurapan yang sejati. Tetapi pengaruh kemurtadan menyebar, dan banyak yang mendengarkan mereka disesatkan. Sebagai bagian dari doktrin mereka, mereka mengatakan bahwa tidak perlu mengirim laporan-laporan ke Lembaga. Mereka sekadar melemparkan ini ke udara setelah memanjatkan doa.

Diperkirakan sekitar 500 orang dipecat sebagai hasil dari pengaruh kemurtadan ini. Mereka memutuskan menurut kemauan mereka sendiri, dan dengan izin dari pihak yang berwenang, untuk membangun kampung mereka sendiri. Ini menjadi Kampung No. 10. Belakangan, pemimpin gerakan tersebut dilayani oleh rombongan wanita muda, yang banyak dari antara mereka melahirkan anak-anak baginya.

Kampung No. 10 dan kelompoknya terus ada sepanjang sisa periode kehidupan di kamp tersebut. Mereka menyebabkan banyak kesukaran bagi saudara-saudara yang setia. Beberapa yang pada mulanya terpengaruh untuk bergabung dengan kelompok tersebut belakangan bertobat dan kembali ke organisasi Yehuwa. Masyarakat yang murtad akhirnya dibubarkan sewaktu kehidupan di kamp-kamp diakhiri.

”Kamp Adalah Penjara Kami, dan Rumah Adalah Sel Kami”

Sampai permulaan tahun 1983, kehidupan di kamp-kamp memiliki persamaan tertentu dengan kehidupan normal. Akan tetapi, saudara-saudara kita tidak melupakan bahwa mereka adalah tahanan. Memang benar bahwa beberapa, dengan cara mereka sendiri, mengatur untuk kembali ke kota-kota mereka. Yang lainnya datang dan pergi. Akan tetapi, masyarakat itu secara keseluruhan tetap tinggal. Sudah sewajarnya bahwa mereka merindukan rumah tempat tinggal mereka sebelumnya. Mereka saling berkiriman surat melalui kantor pos atau dengan perantaraan beberapa saudara yang dengan berani mengunjungi kamp untuk bertemu sanak saudara dan teman-teman lama—meskipun beberapa dari saudara-saudara ini tertangkap dan dipenjarakan.

Xavier Dengo biasa merenung, ”Kalian orang-orang Malawi adalah pengungsi, tetapi kami adalah tahanan. Kamp adalah penjara kami, dan rumah adalah sel kami.” Akan tetapi, sebenarnya situasi saudara-saudara Malawi kita sangat mirip. Kehidupan normal apa pun yang tampaknya dijalani di kampung-kampung tersebut segera akan berakhir dengan tiba-tiba.

Penyerbuan Bersenjata Mendatangkan Kepanikan dan Kematian

Pada permulaan tahun 1983, anggota bersenjata dari gerakan pertahanan mulai menyerbu wilayah Carico, memaksa komandan dari pusat administrasi mencari perlindungan ke distrik yang terletak di Milange, 30 kilometer jauhnya. Selama periode yang relatif singkat, saudara-saudara tampaknya dapat bernapas lega, meskipun mereka masih berada di bawah pengawasan pihak yang berwenang.

Akan tetapi, tragedi menghantam pada tanggal 7 Oktober 1984, sementara persiapan untuk kebaktian distrik sedang dituntaskan. Gerombolan bersenjata mendekat dari arah timur. Sewaktu mereka berjalan melalui Kampung No. 9, mereka meninggalkan bekas jejak mereka berupa kepanikan, darah, dan kematian. Setelah membunuh Saudara Mutola di Kampung Malawi No. 7, mereka membunuh Augusto Novela di Kampung Mozambik No. 4. Di Kampung Mozambik No. 5, Saudara Muthemba dikejutkan oleh bunyi senjata api. Sewaktu ia melihat mayat seorang saudara di tanah, ia berteriak kepada Yehuwa memohon bantuan. Orang-orang bersenjata membakar dan merampok rumah-rumah. Pria, wanita, dan anak-anak lari berhamburan ke segala arah, dengan putus asa mencari perlindungan. Serangan kekerasan ini hanya merupakan pendahuluan dari lebih banyak yang akan terjadi. Setelah melintasi seluruh kamp, gerombolan tersebut memilih daerah tepat di sebelah utara Kampung No. 1 untuk mendirikan markas mereka.

Pada hari-hari berikutnya mereka mengadakan serangan setiap hari ke kamp-kamp—merampok, membakar rumah-rumah, dan membunuh. Pada salah satu peristiwa ini, mereka membunuh enam orang Saksi-Saksi Malawi, termasuk istri dari Fideli Ndalama, seorang pengawas wilayah.

Yang lainnya dipenjarakan di markas gerombolan tersebut. Pemuda-pemuda khususnya menjadi sasaran upaya pengerahan secara paksa ke dalam gerakan militer mereka. Banyak pemuda melarikan diri dari kampung dan bersembunyi di machamba (ladang yang mereka garap), dan anggota-anggota keluarga membawakan mereka makanan. Wanita-wanita muda dikerahkan sebagai tukang masak, tetapi kemudian para penyerbu berupaya memaksa wanita-wanita ini melayani mereka sebagai ”gula-gula”. Hilda Banze adalah salah seorang yang menolak paksaan demikian, dan akibatnya, ia dipukuli dengan begitu kejam lalu ia dibiarkan agar meninggal. Syukurlah, ia sembuh.

Gerombolan bersenjata menuntut agar penduduk menyediakan kebutuhan mereka dan membawakan peralatan mereka. Saudara-saudara mendapati permintaan ini bertentangan dengan kedudukan mereka dalam kenetralan Kristen dan karena itu mereka menolak. Penolakan mereka ditanggapi dengan amukan. Kenetralan dan hak-hak asasi tidak mendapat tempat di dunia yang terpencil tempat pemukulan dan senjata merupakan satu-satunya hukum yang berlaku. Kira-kira 30 saudara tewas selama periode yang bergolak ini. Salah satu dari antaranya adalah Alberto Chissano, yang menolak memberikan dukungan apa pun dan berupaya menjelaskan, ”Saya tidak ambil bagian dalam politik, dan itulah alasannya mengapa saya dibawa ke sini dari Maputo. Saya menolak sebelumnya, dan ini tidak akan berubah sedikit pun sekarang.” (Bandingkan Yohanes 18:36.) Hal ini sangat tidak menyenangkan bagi para penindas, yang dengan marah sekali menyeretnya pergi. Mengetahui apa yang pasti akan terjadi, Saudara Chissano mengucapkan selamat tinggal kepada saudara-saudara dengan air muka dari iman yang teguh. ”Sampai dunia baru” adalah kata-katanya yang terakhir sebelum dipukuli secara kejam dan dilukai sampai mati. Saudara-saudara dalam tim medis berupaya menyelamatkannya, tetapi sia-sia. Benar-benar ”sampai dunia baru”, karena bahkan ancaman kematian tidak dapat mematahkan imannya.—Kis. 24:15.

Dibebaskan dari Perapian yang Bernyala-nyala

Sesuatu harus dilakukan untuk meredakan ketegangan yang tak tertahankan. Panitia O.N. bertemu dengan para penatua dan pelayan sidang untuk membahas caranya mencoba berdialog dengan gerakan pertahanan. Akan tetapi, pria-pria dari gerakan pertahanan sudah mengirim suatu undangan kepada semua orang di daerah tersebut untuk datang ke markas mereka. Para penatua memutuskan untuk pergi bersama sekelompok besar Saksi yang secara sukarela menemani mereka. Dua saudara ditunjuk untuk berbicara atas nama seluruh kampung. Isaque Maruli, salah seorang pembicara yang ditunjuk, singgah ke rumahnya untuk memberi tahu istrinya yang masih muda dan untuk berpamitan. Khawatir dengan apa yang mungkin terjadi, sang istri berupaya mencegahnya. Ia berbicara dengan nada menghibur dan menanyakan, ”Apakah sangkamu kita bisa bertahan sampai sekarang karena kecerdikan di pihak kita? Dan apakah kaupikir kita lebih penting daripada saudara-saudara kita yang lain?” Istrinya diam-diam menunjukkan persetujuannya. Mereka berdoa bersama dan kemudian mengucapkan selamat berpisah.

Yang hadir di pertemuan itu tidak hanya Saksi-Saksi tetapi juga yang bukan Saksi yang rela mendukung gerakan bersenjata. Akan tetapi, saudara-saudara berjumlah kira-kira 300 orang, melebihi yang lainnya. Itu merupakan pertemuan yang panas, karena orang-orang meneriakkan slogan-slogan politik dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Suatu pengumuman dibuat, ”Hari ini kita akan meneriakkan ’Viva Renamo’ [Resistência Nacional de Moçambique (Pertahanan Nasional Mozambik), gerakan yang berjuang melawan pemerintah Frelimo] sampai daun-daun berguguran dari pohon-pohon ini.” Sang komandan, para tentara dan orang-orang yang bukan Saksi menjadi tidak sabar karena saudara-saudara tetap diam. Seorang komisaris politik yang memimpin jalannya pertemuan tersebut menjelaskan ideologi dari gerakannya. Ia memberi tahu tentang keputusan dari komando tertinggi untuk membongkar kampung-kampung dan memerintahkan setiap orang untuk berpencar dan tinggal di antara machamba. Kemudian ia memberikan kesempatan kepada mereka yang hadir untuk menyatakan diri. Saudara-saudara kita menjelaskan posisi mereka yang netral. Mereka berharap agar alasan mereka untuk tidak ambil bagian dalam menyediakan makanan, membawakan peralatan, dan lain sebagainya, dapat dimengerti. Mengenai dibubarkannya kampung-kampung tersebut, mereka telah dipaksa melakukan ini.

Sang komandan sama sekali tidak menyukai tanggapan yang berani dari saudara-saudara, tetapi untunglah, komisaris lebih memahami. Ia menenangkan komandan dan menyuruh saudara-saudara pergi dengan tenang. Dengan demikian mereka keluar hidup-hidup dari apa yang mereka lukiskan sebagai ”perapian yang bernyala-nyala”. (Bandingkan Daniel 3:26, 27.) Namun kedamaian tidak dijamin. Satu-satunya peristiwa yang sangat mengguncangkan terjadi beberapa hari kemudian.

Pembantaian di Kampung No. 7

Meskipun matahari bersinar, hari Minggu, 14 Oktober 1984, berubah menjadi hari yang suram di Carico. Pagi-pagi sekali, saudara-saudara mengadakan perhimpunan sidang mereka, setelah itu beberapa orang mendatangi kampung-kampung untuk mengambil perbekalan yang tertinggal sebelum dengan cepat kembali ke rumah mereka yang baru di ladang. Tanpa peringatan, suatu kelompok bersenjata meninggalkan markas mereka dan berjalan ke arah Kampung Mozambik No. 7. Mereka menangkap seorang saudara yang berada di daerah pinggiran Kampung No. 5 dan menuntut, ”Tunjukkan kepada kami jalan ke Kampung No. 7; kamu akan menyaksikan seperti apakah perang itu.” Setibanya di kampung tersebut, mereka mengumpulkan semua orang yang ada di sana. Mereka menyuruh orang-orang duduk dalam lingkaran, menurut urutan nomor kampung mereka. Kemudian interogasi dimulai.

”Siapa yang memukul dan merampok mudjiba [seorang pengintai tak bersenjata atau informan] kami?” tuntut mereka. Saudara-saudara, yang tidak mengerti apa yang pria-pria tersebut bicarakan, menjawab bahwa mereka tidak tahu. ”Baik, jika tak seorang pun yang mau bicara, kami akan memberi contoh dari pria ini yang duduk di depan.” Dan mereka menembak seorang saudara di kening dari jarak dekat. Setiap orang gemetar. Pertanyaan tersebut diulangi berkali-kali, setiap kali dengan korban baru yang menunggu ditembak. Para wanita, yang menggendong bayi mereka, dipaksa untuk menyaksikan eksekusi yang kejam sekali terhadap suami mereka, seperti Saudari Salomina, yang menyaksikan suaminya, Bernardino, meninggal. Wanita-wanita juga dibunuh. Leia Bila, istri dari Luis Bila, yang telah meninggal karena serangan jantung di kamp dekat Lichinga, adalah salah seorang dari antara mereka, dan demikianlah anak-anaknya yang masih kecil menjadi yatim piatu. Orang-orang muda juga tidak dikecualikan dari eksekusi tersebut, seperti Fernando Timbane, yang bahkan setelah ditembak, berdoa kepada Yehuwa dan berupaya menganjurkan yang lainnya.

Ketika sepuluh korban secara brutal telah dieksekusi, suatu perselisihan muncul di antara para eksekutor, yang mengakhiri mimpi buruk. Atas perintah mereka, Saudara Nguenha, yang mestinya menjadi korban ke-11, bangkit dari ”kursi maut”. Ia menceritakan kembali, ”Saya berdoa kepada Yehuwa agar memelihara keluarga saya yang masih hidup, karena hari-hari saya akan berakhir. Kemudian saya berdiri dan merasakan keberanian yang luar biasa. Baru belakangan saya merasakan guncangan secara emosi.”

Mereka yang masih hidup kemudian dipaksa untuk membakar rumah-rumah yang masih ada di kampung. Sebelum pergi, pria-pria yang bersenjata memperingatkan, ”Kami datang dengan perintah untuk membunuh 50 orang dari antara kalian, tetapi ini sudah cukup. Mereka tidak boleh dikubur. Kami akan terus mengawasi, dan jika ada mayat yang hilang, sepuluh lagi akan mati sebagai pengganti tiap-tiap mayat yang hilang.” Sungguh perintah yang ganjil dan mengerikan!

Dengan bunyi tembakan yang menggema di daerah tersebut, dan seraya kabar-kabar menyebar kepada orang-orang yang berhasil selamat, suatu gelombang kepanikan baru melanda kampung-kampung. Dengan putus asa saudara-saudara melarikan diri ke hutan dan gunung-gunung. Baru belakangan diketahui bahwa pertanyaan-pertanyaan menuduh yang telah memicu pembantaian ditimbulkan oleh seseorang yang dipecat yang ingin bergabung dengan gerakan pertahanan. Ia juga menjadi pencuri. Ia membuat tuduhan-tuduhan palsu terhadap saudara-saudara di kampungnya sendiri dalam upaya mencari perkenan dan kepercayaan dari kelompok tersebut. Belakangan, sewaktu kelompok tersebut mengetahui bahwa mereka telah dikelabui, mereka menahan otak penipuan ini dan membunuhnya dengan cara yang sangat kejam.

Pembubaran Dimulai

Seluruh Lingkungan Carico sedang berdukacita dan bingung. Para penatua, juga dengan air mata, mencoba menghibur keluarga-keluarga yang sedang berkabung karena kehilangan orang-orang yang dikasihi pada waktu pembantaian. Gagasan untuk tetap tinggal di daerah itu tak dapat dipertahankan. Oleh karena itu, pembubaran secara wajar, mulai terjadi. Sidang-sidang secara terpadu mencari tempat-tempat yang cukup jauh, hingga 30 kilometer jauhnya, tempat mereka dapat merasa lebih aman. Beberapa memutuskan untuk tetap tinggal di sekitar machamba. Maka, pekerjaan para penatua yang tergabung dalam Panitia O.N. menjadi dobel. Mereka harus berjalan berkilo-kilometer untuk memastikan persatuan serta keamanan rohani dan jasmani dari kawanan di semua sidang yang sangat terpencar.

Kabar-kabar mengenai keadaan berbahaya yang menyedihkan ini sampai ke kantor cabang Zimbabwe, yang kemudian mengatur agar anggota-anggota kantor cabang mengunjungi saudara-saudara dan membina mereka. Mereka juga berkonsultasi dengan Badan Pimpinan di Brooklyn mengenai kebutuhan akan makanan, pakaian, dan obat-obatan di kamp-kamp di Milange. Karena sangat prihatin akan kesejahteraan saudara-saudara, Badan Pimpinan memberikan instruksi agar menggunakan sumber-sumber finansial yang tersedia untuk mengurus kebutuhan mereka, termasuk, jika dianggap bijaksana, untuk membuat penyediaan bagi mereka untuk meninggalkan daerah Milange dan kembali ke kampung halaman mereka. Pilihan tersebut tampaknya benar-benar bijaksana.

Mendekati awal tahun 1985, para anggota Panitia O.N., sebagaimana mereka lakukan setiap tahun, meninggalkan Milange untuk bertemu dengan pengawas zona yang telah diutus oleh Badan Pimpinan. Don Adams berada di sana dari Brooklyn. Dalam pertemuan yang melibatkan Panitia Kantor Cabang Zambia dan Kantor Cabang Zimbabwe, para anggota Panitia O.N. mengemukakan keprihatinan mereka sehubungan dengan Lingkungan Carico. Mereka dinasihati untuk mempertimbangkan apakah bijaksana untuk tetap tinggal di Carico. Perhatian ditarik kepada prinsip Alkitab yang terdapat di Amsal 22:3, ”Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia.” Dengan prinsip ini dalam pikiran, mereka kembali ke kamp.

Pergi? Bagaimana? Dan ke Mana?

Nasihat tersebut segera disampaikan kepada sidang-sidang. Beberapa orang cepat bertindak menurut nasihat ini, seperti kasus João José, seorang saudara lajang yang belakangan ikut ambil bagian dalam pembangunan fasilitas kantor cabang Zambia dan kantor cabang Mozambik. Bersama kelompok saudara lain, ia menyeberang perbatasan ke Malawi dan kemudian ke Zambia tanpa kesulitan berarti.

Akan tetapi, situasi tidaklah mudah bagi yang lainnya. Banyak keluarga memiliki anak-anak kecil untuk dipertimbangkan. Para anggota gerakan pertahanan terus-menerus mengawasi jalan-jalan, dan siapa pun yang bepergian di jalan itu menjadi sasaran serangan. Perbatasan dengan Malawi memiliki tantangan lainnya, khususnya bagi saudara-saudara Malawi, karena Saksi-Saksi Yehuwa masih dianggap hina dan dicari-cari di sana. Karena itu, pertanyaan yang meresahkan adalah: Bagaimana mereka akan pergi? Ke mana mereka akan pergi? Selama bertahun-tahun mereka tinggal di hutan dan tanpa dokumen apa pun, bagaimana mereka dapat menyeberangi perbatasan? ”Kami juga tidak tahu,” adalah tanggapan anggota-anggota dari Panitia O.N., dalam pertemuan yang menjadi sangat menegangkan bagi semua penatua. ”Satu hal yang pasti—kita harus berpencar,” mereka menegaskan. Mereka menyimpulkan, ”Setiap orang hendaknya memanjatkan doa, membuat rencana, dan bertindak.”—Bandingkan 2 Tawarikh 20:12.

Selama bulan-bulan berikutnya, ini menjadi tema utama dari perhimpunan-perhimpunan. Mayoritas penatua mendukung gagasan untuk pergi dan menganjurkan saudara-saudara untuk melaksanakannya. Yang lainnya memutuskan untuk tinggal. Akhirnya, suatu eksodus secara terpencar-pencar dimulai. Saudara-saudara Malawi yang membuat upaya untuk pulang ke rumah dihalangi di perbatasan karena alasan-alasan lama dan harus kembali. Ini mengecilkan antusiasme orang-orang yang memutuskan untuk pergi dan menguatkan argumen dari orang-orang yang memilih untuk tinggal. Suatu ”undangan” untuk ”pertemuan penting” lainnya di markas militer terbukti menjadi faktor yang menentukan bagi semua.

Eksodus secara Massal

Pada tanggal 13 September 1985, hanya dua hari sebelum pertemuan diumumkan, Saudara Muthemba, Saudara Matola, dan Saudara Chicomo, tiga anggota yang masih ada dari Panitia O.N. bertemu sekali lagi. Apa yang hendak mereka sarankan kepada saudara-saudara berkenaan dengan ”undangan” tersebut? Pertemuan tersebut berlangsung sepanjang malam. Setelah banyak berdoa dan berpikir secara mendalam, mereka memutuskan, ”Kita harus melarikan diri besok malam.” Segera, sejauh mungkin, mereka menyebarkan berita tentang keputusan dan juga tentang waktu dan tempat untuk bertemu. Sidang-sidang yang setuju untuk pergi tiba. Inilah tindakan terakhir dari Panitia O.N. di kamp-kamp.

Dimulai pada pukul 8.30 malam, setelah memanjatkan doa, saudara-saudara mengadakan eksodus yang sudah ditentukan. Kepergian mereka dirahasiakan dengan baik terhadap para tentara dan ”para pemberontak”. Tertangkap berarti malapetaka. Diselimuti kegelapan malam, setiap sidang menghabiskan waktu selama 15 menit untuk keluar, setiap keluarga diberikan waktu selama 2 menit. Satu lapis barisan yang panjang bergerak secara senyap menerobos hutan, tanpa seorang pun tahu apa yang akan terjadi pada waktu fajar di perbatasan dengan Malawi, jika mereka memang berhasil mencapainya. Gembala-gembala rohani dari Panitia O.N. adalah yang terakhir pergi, pada pukul 1.00 dini hari.—Kis. 20:28.

Setelah berjalan kira-kira 40 kilometer, Filipe Matola tidak berdaya karena kelelahan akibat tidak tidur selama dua hari. Ia tidur sejenak di samping jalan kecil sementara menunggu orang-orang lanjut usia yang terakhir lewat. Kita hanya dapat membayangkan betapa sukacitanya ia sewaktu ”keponakan”-nya, Ernesto Muchanga, lari dari barisan depan, dengan kabar baik, ”’Paman’, saudara-saudara diterima masuk ke Malawi!” ”Ini suatu contoh,” Matola menjelaskan, ”tentang bagaimana Yehuwa membuka jalan, sewaktu tampaknya tidak ada jalan keluar, seperti di Laut Merah.”—Kel. 14:21, 22; lihat Mazmur 31:22-25.

Selama beberapa bulan kemudian, mereka mengalami bagaimana rasanya tinggal di kamp-kamp pengungsi di Malawi dan Zambia, sebelum kembali ke Mozambik dan pulang ke kota-kota mereka sendiri. Tetapi apa yang terjadi dengan orang-orang yang tetap berada di daerah Carico?

Orang-Orang yang Tetap Tinggal

Keputusan dari Panitia O.N. tidak mencapai semua sidang yang tersebar sebelum eksodus dimulai. Beberapa orang yang mendengar pengumuman tersebut memutuskan untuk tinggal dan pergi ke pertemuan di markas militer. Sidang Maxaquene, bersama dengan orang-orang lain, tidak mendengar pengumuman tersebut tetapi sudah memutuskan untuk melarikan diri. Sebelum pergi ke pertemuan tersebut, saudara-saudara ini meninggalkan keluarga-keluarga mereka dalam keadaan siap untuk melarikan diri. Sekitar 500 saudara datang ke pertemuan tersebut. Pertemuan itu singkat dan langsung ke intinya. Sang komandan mengatakan, ”Telah diputuskan oleh atasan kami bahwa semua yang hadir harus datang ke markas utama daerah kami. Itu adalah perjalanan yang jauh. Kalian akan menetap di sana selama tiga bulan.” Dan perjalanan dimulai pada saat itu juga.

Mengambil kesempatan dari kurang waspadanya para tentara, saudara-saudara yang telah memutuskan untuk melarikan diri menyelinap lalu kabur. Mereka mengumpulkan keluarga-keluarga mereka dan melarikan diri melalui jalan mana pun yang mereka dapat lalui ke perbatasan Malawi. Yang lainnya, entah karena tunduk kepada perintah-perintah dari gerakan bersenjata atau karena kurangnya kesempatan, memulai perjalanan ke arah barat daya ke markas di Morrumbala, tiba di sana beberapa hari kemudian. Sekali di sana, mereka berada di bawah tekanan lebih lanjut untuk mendukung gerakan. Penolakan mereka menyebabkan beberapa penganiayaan dan pemukulan yang tak terhitung banyaknya, selama waktu itu setidaknya satu saudara tewas. Tiga bulan kemudian mereka akhirnya diizinkan kembali ke rumah mereka.

Banyak yang terus tinggal di daerah Carico, sepenuhnya berada di bawah pengawasan gerakan pertahanan. Mereka mendapati diri mereka terasing dari sisa organisasi Yehuwa selama tujuh tahun berikutnya. Kelompok mereka cukup besar, terdiri dari kira-kira 40 sidang. Apakah mereka tetap bertahan secara rohani? Apakah kasih mereka akan Allah cukup kuat untuk menjaga mereka agar tidak mengalah kepada perasaan putus asa? Kita akan kembali kepada mereka nanti.

Kamp-Kamp Pengungsi di Malawi dan Zambia

Tidak semua yang melarikan diri dari Carico dengan segera diterima di Malawi. Sidang Maxaquene, setelah menyeberangi perbatasan dan sewaktu sedang beristirahat, kedapatan oleh polisi-polisi Malawi dan diperintahkan untuk kembali. Saudara-saudara memohon kepada polisi, menjelaskan bahwa mereka melarikan diri dari peperangan di daerah tempat mereka tinggal. Polisi tidak merasa simpatik. Karena tampaknya tidak ada pilihan lain dan karena perasaan putus asa, seseorang berteriak, ”Ayo kita menangis, Saudara-Saudara!” Itulah tepatnya yang mereka lakukan, dan begitu kerasnya sehingga menarik perhatian orang-orang di sekitar mereka. Polisi itu merasa malu dan meminta agar mereka berhenti. Seorang saudari memohon, ”Paling tidak biarkan kami menyiapkan sedikit makanan untuk anak-anak.” Polisi menyerah kepada permintaannya, mengatakan bahwa mereka akan kembali kemudian. Syukurlah, mereka tidak pernah kembali. Belakangan, seseorang dari pihak yang berwenang datang membantu Saksi-Saksi, membawakan makanan dan mengantar mereka ke kamp pengungsi tempat saudara-saudara lainnya berada.

Saksi-Saksi Yehuwa Mozambik kini membanjiri kamp-kamp pengungsi di Malawi. Pemerintah Malawi menerima mereka sebagai pengungsi perang. Palang Merah Internasional menyediakan bantuan, membawa persediaan untuk membebaskan keadaan tak enak dan kesulitan yang disebabkan oleh keadaan buruk dari kamp-kamp yang terbuka. Beberapa orang pergi ke Zambia, tempat mereka dibawa ke kamp pengungsi lainnya. Filipe Matola dan Fernando Muthemba kini bekerja bersama para anggota Panitia Negeri Malawi, mencari saudara-saudara Mozambik di kamp-kamp ini untuk menyediakan bagi mereka penghiburan rohani dan bantuan finansial yang telah diatur oleh Badan Pimpinan.

Pada tanggal 12 Januari 1986, A. D. Schroeder, seorang anggota Badan Pimpinan, memberikan anjuran secara rohani dan juga pernyataan kasih yang hangat dari Badan Pimpinan kepada saudara-saudara tersebut. Meskipun tidak dapat memasuki kamp, ia menyampaikan ceramah di Zambia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Chichewa, direkam, dan kemudian dibawa ke kamp-kamp di mana saudara-saudara Mozambik ditempatkan.

Secara bertahap para pengungsi ini dibantu untuk memperoleh tempat perhentian mereka yang berikutnya—di Mozambik. Bagi banyak saudara perhentian ini adalah Moatize, di Propinsi Tete. Ya, di Mozambik suatu perubahan terjadi sehubungan dengan sikap pemerintah terhadap Saksi-Saksi Yehuwa, meskipun tidak semua pejabat setempat memberikan buktinya.

Kembali ke Mozambik

Rombongan demi rombongan secara perlahan mulai mengalir ke kota praja ke sebelah timur kota Tete. Kendaraan-kendaraan gandeng yang ditinggalkan yang sebelumnya digunakan sebagai toilet umum, digunakan untuk tempat tinggal mereka. Setelah dibersihkan, banyak dari antaranya digunakan untuk Peringatan kematian Kristus pada tanggal 24 Maret 1986.

Saudara-saudara dari seluruh Mozambik menunggu di sana selama berbulan-bulan tanpa mengetahui bagaimana mereka akan diangkut kembali ke tempat-tempat asal mereka. Penantian ini memiliki kesengsaraannya sendiri. Mereka berupaya untuk merancang beberapa bentuk pekerjaan untuk menyokong diri mereka sendiri atau untuk menabung uang untuk membeli tiket pesawat, tetapi tanpa banyak hasil. Karena perang, perjalanan melalui jalan darat tidaklah mungkin. Mereka tidak selalu diperlakukan dengan baik oleh pihak berwenang setempat, yang masih berupaya mendesak mereka untuk ikut meneriakkan slogan-slogan politik. Terhadap upaya ini saudara-saudara dengan berani menjawab, ”Kami dibawa ke Carico karena masalah ini. Di sana kami menjalani masa hukuman kami dan diserahkan kepada belas kasihan dari para penyerang yang bersenjata. Kami melarikan diri dengan cara kami sendiri. Apa lagi yang kalian inginkan dari kami?” Mendapat tanggapan ini mereka dibiarkan. Akan tetapi, orang-orang muda terus dianiaya dan dipenjarakan dalam upaya mengerahkan mereka ke dalam pasukan pemerintah untuk memerangi pemberontakan bersenjata yang berkelanjutan di daerah tersebut. Banyak saudara muda menggunakan cara-cara cerdik apa pun untuk dapat melarikan diri dan bersembunyi.

Panitia di Malawi memutuskan bahwa Fernando Muthemba harus pergi ke Tete untuk menyediakan bantuan bagi saudara-saudara di sana. Sewaktu Saudara Muthemba tiba di Moatize, pihak yang berwenang memutuskan untuk memeriksa kopornya. Tepat pada waktunya, saudara-saudara dapat menyelamatkan lektur-lektur yang dimilikinya. Maka sewaktu polisi menggeledah tas-tasnya, apa yang mereka temukan? ”Hanya rombengan,” katanya. Polisi yang kecewa bertanya, ”Cuma ini?” Ya, cuma itu. Itulah seluruh bawaan seorang pria yang memikul tanggung jawab yang demikian berat di kamp. Seperti setiap orang lainnya, ia telah kembali dilucuti dari semua barang yang ia miliki. Sebenarnya, pada waktu itu, penampilan fisik saudara-saudara sama sekali tidak menyenangkan—kotor, berpakaian compang-camping, kelaparan, dan jelas-jelas mengalami perlakuan kejam. Mereka cocok benar dengan gambaran yang diilhamkan sehubungan dengan banyak hamba Allah masa lalu, ”Mereka mengembara dengan kulit domba, dengan kulit kambing, sementara mereka dalam keadaan kekurangan, . . . di bawah perlakuan kejam; dan dunia tidak layak akan mereka. Mereka mengembara di gurun-gurun . . . dan gua-gua dan liang-liang di bumi!”—Ibr. 11:37, 38.

Akhirnya, Transportasi ke Maputo

Di Maputo sebuah panitia yang ditunjuk oleh Lembaga mulai menghubungi berbagai pemerintah dan badan-badan nonpemerintah, berupaya untuk mendapatkan transportasi bagi saudara-saudara di Tete dan di Zambia. Sungguh bahagia Isaque Malate dan Francisco Zunguza sewaktu, sedang dalam perjalanan ke Komisaris Agung Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi, mereka diberi tahu, ”Lebih dari 50 penerbangan telah disetujui untuk membawa pulang Saksi-Saksi Yehuwa”! Mereka berterima kasih bahwa pemerintah telah memberikan hak itu.

Tanpa mengetahui pengaturan ini, saudara-saudara di Tete, yang semua berada di kamp-kamp dekat bandar udara, pergi setiap hari ke bandar udara dengan harapan bahwa beberapa pesawat barang akan membawa sedikitnya beberapa dari antara mereka. Penuh dengan emosi, Fernando Muthemba berbicara tentang tanggal 16 Mei 1987, ”Ketika itu pukul 7.30 pagi. Sewaktu saya memandang di bandar udara, saya melihat dua pesawat Boeing besar yang akan mulai mengadakan penerbangan ’sambungan’ untuk mengevakuasi semua Saksi-Saksi Yehuwa ke Maputo.” Benar-benar suatu prospek yang menggetarkan! Setelah 12 tahun—kembali ke kota-kota mereka!

Sayangnya, penampilan mereka jauh dari rapi. Emídio Mathe, seorang penatua di Sidang Maxaquene, meminjam sebuah celana panjang dari seseorang yang memiliki lebih dari satu sehingga ia dapat tiba di Maputo dengan berpakaian sepatutnya. Saudara-saudara yang menanti kedatangan mereka di Maputo juga membawa pakaian-pakaian ke pesawat supaya para pengungsi dapat turun dari pesawat dengan terhormat. Apakah mereka merasa malu? ”Tidak,” jawab Emídio, ”meskipun kami dilucuti secara materi, kami memiliki harapan bahwa Yehuwa suatu hari akan menggunakan kami untuk meninggikan nama-Nya. Kami tidak peduli dengan perkara-perkara materi; kami tidak merasa malu. Kami pergi ke sana-sini dengan pakaian compang-camping, tetapi iman kami kepada Yehuwa tak terkalahkan.” Saudara-saudara di Afrika Selatan dan Zimbabwe dengan gembira menyumbang berton-ton makanan dan pakaian kepada saudara-saudara Mozambik mereka yang kembali.

Transportasi tambahan disediakan oleh pemerintah bagi Saksi-Saksi yang kembali ke propinsi-propinsi lain. Namun, bagi mereka yang kembali ke Propinsi Sofala, ke daerah yang dikenal sebagai Koridor Beira (karena perlindungan yang disediakan oleh tentara-tentara Zimbabwe), kesulitan masih akan terjadi. Delapan belas dari antara mereka, termasuk seorang penatua, ditangkap dan dibawa ke markas gerakan pertahanan mereka.

’Yehuwa Itu Hebat, Yehuwa Itu Hebat!’

Setelah menginterogasi mereka dan menyadari bahwa mereka adalah Saksi-Saksi Yehuwa, komandan dari markas tersebut memanggil seorang agamawan yang memimpin sebuah gereja di daerah yang berada di bawah pengawasan gerakan pertahanan. Ia mengatakan kepada pria ini, ”Mereka ini adalah Saksi-Saksi Yehuwa, dan sekarang mereka akan beribadat bersama kalian. Perlakukan mereka dengan baik.” Yang mengejutkan saudara-saudara, pastor ini (yang beberapa waktu sebelumnya memperoleh beberapa publikasi Menara Pengawal sewaktu berada di Zimbabwe) menggeleng-gelengkan kepalanya dan menyatakan, ”Yehuwa itu hebat . . . Yehuwa itu hebat!” Ia melanjutkan, ”Kami telah berdoa kepada Yehuwa untuk mengutus setidaknya satu orang untuk mengajar kami.”

Hari berikutnya ia mengumpulkan di gerejanya 62 orang anggota dan meminta penatua tersebut untuk berkhotbah bagi mereka. Saudara tersebut mulai dengan mengatakan bahwa semua patung mereka perlu disingkirkan. (Ul. 7:25; 1 Yoh. 5:21) Mereka dengan segera menyanggupinya. Ia juga memperlihatkan bahwa Yehuwa tidak menyetujui, juga tidak memberi kuasa untuk mengusir hantu-hantu melalui hamba-hamba-Nya dewasa ini dan bahwa pemukulan genderang menurut tata cara keagamaan bukanlah bagian dari ibadat yang sejati sebagaimana digariskan dalam Alkitab. (Mat. 7:22, 23; 1 Kor. 13:8-13) Pada penutup, pemimpin kelompok tersebut berdiri dan mengatakan, ”Mulai hari ini, saya dan keluarga saya adalah Saksi-Saksi Yehuwa.” Seluruh jemaat, kecuali sepasang suami-istri, menyatakan keinginan yang sama.

Selama empat bulan sewaktu saudara-saudara tinggal di sana, mereka mengadakan perhimpunan secara tetap tentu. Sewaktu tiba waktunya bagi mereka untuk pergi, mereka membawa serta jumlah yang besar dari kelompok ini, yang banyak dari antara mereka sebelumnya adalah anggota-anggota aktif dari faksi-faksi yang bertengkar.

Banyak yang bergabung dengan umat Yehuwa selama periode ini, karena meskipun kondisi kehidupan mereka sulit, saudara-saudara tidak pernah berhenti memberitakan kabar baik Kerajaan Allah dan menjadikan murid.—Mat. 24:14; 28:19, 20.

Kembali kepada Kehidupan di Kota-Kota

Saudara-saudara berterima kasih dapat kembali ke kota-kota. Tetapi, tanpa dokumen, tempat untuk tinggal, atau pekerjaan duniawi, kehidupan tetap sulit bagi mereka. Ini merupakan tahap yang baru dalam kehidupan mereka yang penuh tantangan. Bangsa itu sendiri sedang mengalami guncangan-guncangan, bencana karena perang sipil, kelaparan, kekeringan, dan pengangguran. Dapatkah umat Yehuwa menegakkan diri mereka di tengah-tengah kesukaran yang mengerikan demikian?

Pemerintah mengulurkan bantuan kepada mereka, membuat Departemen Reintegrasi Sosial. Banyak Saksi dipulihkan ke pekerjaan mereka yang semula, menempati kedudukan penting dalam perusahaan-perusahaan di sektor masyarakat atau pribadi. Yang lainnya menjadi pengusaha.

Banyak yang dapat kembali ke tempat tinggal mereka semula, karena sanak saudara masih menempatinya. Akan tetapi, bagi yang lainnya, situasi tidaklah mudah. Rumah-rumah mereka telah diambil alih oleh orang-orang yang tidak dikenal atau oleh sanak saudara yang tidak bersahabat atau telah dinasionalisasikan oleh Negara. Dengan memperlihatkan kelembutan hati, Saksi-Saksi yang kembali memilih untuk tidak menyebabkan gangguan apa pun, bertentangan dengan apa yang pemerintah mungkin khawatirkan. Saksi-Saksi yang tidak dikirim ke kamp membuka rumah mereka untuk menampung saudara-saudara mereka yang tidak mempunyai tempat tinggal. Secara bertahap mereka menemukan atau membangun tempat-tempat untuk tinggal. Dengan berkat Yehuwa atas kerajinan mereka, banyak yang dewasa ini telah memiliki rumah yang bagus, sehingga orang-orang yang telah mengamati keadaan yang mengenaskan sewaktu mereka kembali merasa heran. Hal yang menonjol adalah bahwa di tengah-tengah kemiskinan yang menyebar luas, tak seorang pun dari Saksi-Saksi Yehuwa yang terpaksa mengemis. Setelah beberapa tahun, sewaktu jalan terbuka bagi orang-orang untuk memiliki rumah mereka sendiri dengan cara membelinya dari Negara, orang pertama dari seluruh negeri yang melakukannya adalah salah seorang dari Saksi-Saksi Yehuwa yang pernah berada di Carico. Depot lektur di Maputo sekarang beroperasi dari lokasi ini.

Akan tetapi, memperoleh sebuah rumah atau mendapatkan keuntungan materi lain apa pun bukanlah perhatian utama dari saudara-saudara. Menemukan tempat-tempat untuk mengadakan pertemuan ibadat lebih penting. Bagaimanapun juga, bukankah itu merupakan alasan utama mengapa Yehuwa membawa mereka pulang dengan selamat? Itulah yang saudara-saudara percayai dengan teguh. (Bandingkan Hagai 1:8.) Mereka segera menjadikan sebagai Balai Kerajaan berbagai macam ruangan yang ada—di halaman belakang, di ruang tamu dan dapur, di pondok-pondok seng dan jerami; kadang-kadang—sebuah tempat yang mewah—mereka berhimpun di ruangan sekolah atau auditorium rumah sakit yang mereka sewa. Hampir semua dari 438 sidang di Mozambik berhimpun bahkan sekarang di Balai Kerajaan sementara. Jarang ada pengecualian. Salah satunya adalah di Beira, yang dengan bantuan kantor cabang Zimbabwe dan tim konstruksi mereka yang berani, saudara-saudara mengatasi banyak rintangan dan akhirnya pada tanggal 19 Februari 1994, menahbiskan dua bangunan Balai Kerajaan pertama di Mozambik.

Panitia-Panitia Khusus—Pengakuan secara Resmi

Untuk mengurus kebutuhan jasmani dan rohani saudara-saudara seraya mereka mengorganisasi kembali kehidupan mereka, Badan Pimpinan menunjuk panitia khusus di Tete, Beira, dan Maputo, untuk diawasi oleh kantor-kantor cabang di Zimbabwe dan Afrika Selatan. Di bawah pengaturan ini sidang-sidang dapat menerima perhatian yang lebih dekat. Untuk menyediakan banyak kebutuhan akan lektur Alkitab, depot-depot disiapkan di kota-kota ini. Depot-depot ini juga melayani sebagai pusat penyebaran untuk penyediaan bantuan kemanusiaan berupa makanan dan pakaian. Kebaktian wilayah dan istimewa serta kebaktian distrik diorganisasi, meskipun beberapa rintangan masih harus dihadapi sebelum ini dapat diadakan secara terang-terangan.

Kemudian pada tanggal 11 Februari 1991, berita-berita yang menggetarkan bergema di seluruh negeri, yang menggembirakan umat Yehuwa di seluruh dunia. Pemerintah Mozambik telah memberikan pengakuan resmi kepada Associação das Testemunhas de Jeová de Moçambique (Lembaga Saksi-Saksi Yehuwa Mozambik). Fernando Muthemba, yang dengan loyal membantu mengurus saudara-saudara di Carico, melayani sebagai presidennya yang pertama. Umat Yehuwa di Mozambik juga bersukacita karena di antara mereka ada para utusan injil lulusan Gilead mereka yang pertama. Mereka ini ada di rumah utusan injil di Maputo dan di Beira. Namun rumah lainnya sedang dipersiapkan di Tete untuk menerima lebih banyak utusan injil yang akan tiba tidak lama lagi.

Para Utusan Injil Mendatangkan Sukacita bagi Saudara-Saudara Mereka

Ladang utusan injil yang sejati terbuka di Mozambik. Dengan kerelaan berkorban dan keinginan untuk ambil bagian dalam pekerjaan pembinaan secara rohani dan pekerjaan panen di Mozambik, para lulusan Gilead dan para perintis istimewa yang berpengalaman yang telah melayani di ladang-ladang lain dengan bergairah menerima undangan untuk melayani di sini. Mereka datang dari lima benua, banyak dari antara mereka dari negeri-negeri berbahasa Portugis seperti Brasil dan Portugal. Penugasan baru mereka bukannya tanpa tantangan, karena pada tahun 1990 dan 1991, negeri tersebut baru mulai bangkit dari keadaan sulit secara ekonomi yang disebabkan oleh perang dan kekeringan. Hans Jespersen, seorang utusan injil Denmark yang melayani di Brasil dan yang kini melayani sebagai pengawas distrik, mengenang, ”Praktis tidak ada apa-apa di toko, dan tanda-tanda perang serta akibatnya tampak jelas.” Akan tetapi, kemantapan ekonomi yang membaik sudah terlihat. Meskipun demikian, banyak dari antara saudara-saudara kita di daerah-daerah bagian utara dan pedesaan terus hidup di bawah kondisi yang sangat sulit.

Para utusan injil menghadapi banyak hal yang baru bagi mereka. Misalnya, sebelum penandatanganan perjanjian perdamaian antara pemerintah Frelimo dan Renamo, penugasan dari para utusan injil kadang-kadang mengharuskan mereka mengadakan perjalanan dengan colunas (konvoi kendaraan yang panjang yang dikawal oleh angkatan bersenjata pemerintah), dan kadang-kadang ini menjadi sasaran penyerangan. Tetapi mereka merasakan sukacita yang besar sewaktu berkenalan dengan saudara-saudara mereka; dan bagi banyak saudara ini, bertemu Saksi-Saksi dari ras dan bangsa lain merupakan impian yang menjadi kenyataan.

Di daerah terpencil di utara, seorang anak kecil berjalan seharian dengan ayahnya untuk melihat utusan injil dari Australia. Mengamati ekspresi keheranan pada wajah sang anak, sang ayah mengatakan, ”Bukankah telah Ayah katakan kepadamu bahwa kita memiliki saudara-saudara berkulit putih?” Banyak yang sewaktu memberikan salam kepada para utusan injil, menyatakan kegembiraan mereka, dengan mengatakan, ”Kami hanya mengetahui tentang kalian dari pengalaman-pengalaman di Buku Tahunan.” Saksi-Saksi Mozambik yang masih berada di kamp-kamp pengungsi di Zambia pada tahun 1993 mengatakan, ”Sewaktu kami mendengar di Zambia bahwa ada sebuah rumah utusan injil di Tete, kami melakukan apa saja yang dapat kami lakukan untuk kembali sehingga kami dapat melihat ini dengan mata kepala kami sendiri dan agar dapat meneruskan dinas kami di sini, 18 tahun setelah dibawa ke Carico.”

Tujuan utama dari para utusan injil di Mozambik adalah untuk memberitakan kabar baik tentang Kerajaan Allah. Melakukan hal ini sangat memberi kepuasan. Para utusan injil pertama di Maputo dan Beira mengenang, ”Kelaparan rohani sangat besar sehingga lektur-lektur dalam jumlah besar ditempatkan setiap hari.” Publikasi-publikasi empat warna Lembaga unik di negeri ini dan menarik banyak perhatian masyarakat. Rumah utusan injil sering digunakan sebagai markas pengajaran Alkitab diadakan, karena banyak siswa tampaknya lebih menyukai ini.

Sekarang, ada enam rumah utusan injil di seluruh negeri, dan ada 50 utusan injil melayani di berbagai penugasan. Beberapa utusan injil mengadakan perjalanan setiap bulan pada rute-rute yang ditetapkan oleh kantor cabang untuk mengumpulkan laporan dan menyampaikan surat-surat, majalah, dan lektur. Termasuk salah satu dari rute ini adalah bekas lokasi Lingkungan Carico di Milange.

Apa yang terjadi dengan Saksi-Saksi yang tetap tinggal di daerah ini dan menjadi terasing dari saudara-saudara mereka lainnya?

Lingkungan Carico Terbuka

Pada tanggal 4 Oktober 1992, Perjanjian Perdamaian Umum antara Frelimo dan Renamo ditandatangani di Roma, mengakhiri secara resmi 16 tahun perang sipil di Mozambik. Peristiwa yang dirayakan secara luas ini memungkinkan terangkatnya tirai yang telah menutup wilayah bekas Lingkungan Carico. Dan apa yang didapati? Lebih dari 50 sidang Saksi-Saksi Yehuwa, muncul dari suatu tempat yang terasing yang telah berlangsung selama tujuh tahun. Bagaimana mereka tetap bertahan secara rohani selama pengasingan yang hebat demikian?

Pada bulan Februari 1994 suatu wawancara diadakan di Milange terhadap 40 saudara yang bertanggung jawab. Juga hadir seribu orang lainnya yang telah berjalan lebih dari 30 kilometer hanya untuk melihat para utusan injil. Para penatua yang tetap tinggal setelah eksodus itu mengenang, ”Setelah banyak dari antara kami dipukuli di markas militer, kami diizinkan pulang, tinggal di machamba dari kampung-kampung yang musnah. Pada waktunya, Renamo mengizinkan kami membangun Balai-Balai Kerajaan dan mengadakan perhimpunan. Mereka berjanji—dan menepatinya—bahwa sementara kami berada di balai-balai kami atau sedang melangsungkan ibadat kami, kami tidak akan diganggu. Akan tetapi, mereka mengatakan bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi jika pada hari perhimpunan seseorang didapati berada di rumah atau bahkan di luar Balai Kerajaan.” Dan bagaimana dengan pengabaran? Jawaban mereka mengharukan, ”Tanpa pakaian dan barang-barang kami dilucuti, kami hidup bagaikan binatang, tetapi kami tidak melupakan bahwa kami adalah Saksi-Saksi Yehuwa dan bahwa kami memiliki kewajiban untuk memberitakan Kerajaan.” Sungguh pertunjukan yang mengesankan tentang penghargaan dan kasih akan Allah!

Pada tahun 1993 pengawas distrik dan istrinya menyaksikan suatu peristiwa yang tidak ada bandingannya di kebaktian wilayah yang diadakan di Milange, sesuatu yang menegaskan bahwa saudara-saudara ini sesungguhnya telah terus bekerja menjadikan murid. Sewaktu pembicara yang menyampaikan khotbah pembaptisan meminta para calon pembaptisan berdiri, 505 dari antara hadirin sejumlah 2.023 berdiri untuk mempersembahkan diri mereka untuk pembaptisan! Tetapi masih ada lagi.

”Saul” dari Carico

Saul dari Tarsus, seorang penganiaya yang berapi-api dari para pengikut Yesus Kristus pada abad pertama M, menjadi seorang hamba yang bergairah dari Yehuwa. Carico juga memiliki ”Saul”. Ia seorang pria dengan wajah yang tampan dan penampilan yang lembut, dan kini ia melayani sebagai pelayan sidang dan perintis biasa. Tampaknya tidak ada sesuatu pun yang membedakannya dari rekan-rekan sekerjanya sewaktu mereka berkeringat melakukan pekerjaan fisik yang berat agar tetap hidup. Namun dengarkanlah sewaktu ia berhenti dari pekerjaannya untuk menceritakan kisahnya:

”Pada bulan Juni 1981 daerah tempat saya tinggal diambil alih oleh gerakan pertahanan. Saya dibawa bersama pria-pria lainnya ke barak-barak mereka. Mereka menjelaskan kepada kami tujuan yang mulia dari perjuangan mereka dan pentingnya mendukung pembebasan masyarakat kami. Saya menerima pelatihan militer dan ambil bagian dalam pertempuran yang berhasil. Ini menjadi rutinitas dalam kehidupan saya selama tujuh tahun berikutnya. Karena loyalitas saya kepada gerakan tersebut, saya dipromosikan kepada kedudukan komandan. Saya mengepalai tujuh pasukan kecil. Banyak wilayah berada di bawah pengawasan kami, dan salah satunya adalah Carico. Saya mengirim pria-pria detasemen untuk menelusuri kampung-kampung tempat Saksi-Saksi Yehuwa berada, untuk memperoleh dukungan mereka. Saya memerintahkan pembakaran rumah-rumah mereka dan pembunuhan beberapa dari antara mereka. Komandan saya mengatakan kepada saya, ’Kita akan membunuh mereka semua, tetapi kita tidak akan pernah mengubah mereka.’ Pada waktunya saya dikirim ke markas-markas lain.”

Meskipun komandan ini tidak menyesal sehubungan dengan penganiayaan umat Yehuwa, Yehuwa, dengan belas kasihan-Nya, memberi dia kesempatan untuk berubah. Ia menjelaskan, ”Setelah tujuh tahun tidak berjumpa istri saya, saya meminta cuti untuk pergi mengunjunginya. Dan di kamp pengungsi di Malawi untuk pertama kali saya secara pribadi berhubungan dengan kebenaran. Mula-mula saya menolaknya. Belakangan, sewaktu saya mendengar tentang dunia baru, Kerajaan Allah, dan suatu dunia tanpa perang, saya bertanya kepada diri saya sendiri, ’Dapatkah seseorang yang telah melakukan begitu banyak perbuatan yang buruk memperoleh manfaat dari hal ini?’ Jawaban yang diberikan dari Alkitab adalah, ’Ya, dengan memiliki iman dan menaati Allah.’ Saya menerima pengajaran Alkitab, dan pada bulan Juni 1990, saya dibaptis. Sejak itu saya menjadi perintis, membantu banyak dari antara sesama bekas pejuang. Di satu kamp saja, saya membantu 14 orang untuk menjadi hamba-hamba Yehuwa. Saya telah melayani di tempat yang lebih banyak membutuhkan tenaga, dan saya turut merasakan penderitaan karena alasan kenetralan. Saya sangat bersyukur kepada Yehuwa karena belas kasihan-Nya dan karena melupakan masa kebodohan saya, mengampuni saya atas dasar korban Yesus Kristus.” (Kis. 17:30) Ini hanya satu dari banyak contoh yang memperlihatkan mengapa saudara-saudara Mozambik sering mengatakan, dengan penuh penghargaan, ”Yehuwa itu hebat.”—Mzm. 145:3, NW.

Sebuah Kantor Cabang di Maputo

Siapa sangka? Ini terjadi lebih cepat daripada yang diharapkan. Badan Pimpinan menyetujui pembukaan dari sebuah kantor cabang di Mozambik. Sejak tahun 1925, sewaktu buruh tambang Albino Mhelembe membawa kebenaran dari Johannesburg, pekerjaan di Mozambik telah diurus oleh kantor-kantor cabang Afrika Selatan, Malawi, dan Zimbabwe. Akhirnya, di Maputo, mulai tanggal 1 September 1992, di sebuah rumah besar yang diperoleh dan diperbarui oleh Lembaga, di sebuah daerah yang ada banyak kedutaan, kantor cabang Mozambik memulai pekerjaannya mengawasi ladang yang luas ini. Berawal dari sebuah keluarga kecil terdiri dari tujuh anggota, Panitia Cabang yang ditunjuk baru-baru ini memiliki pekerjaan yang menantang di hadapan mereka. Mereka harus mengorganisasi pekerjaan lapangan, mengurus kebutuhan rohani—dan bahkan materi—dari saudara-saudara, membantu pembangunan Balai Kerajaan, dan membangun fasilitas cabang yang baru. Benar-benar pekerjaan yang besar. Tetapi bantuan mulai tiba.

Tim-tim pekerja sukarela internasional yang telah datang dari berbagai bagian dunia kini bekerja bersama saudara-saudara Mozambik mereka untuk membangun fasilitas cabang yang baru di suatu lokasi yang menyenangkan sepanjang garis pantai. Keluarga Betel sendiri telah bertumbuh menjadi 26 anggota tetap. Saudara-saudara dan saudari-saudari dari daerah Maputo juga membantu. Sebagai kelompok yang bersatu, mereka semua bekerja untuk meninggikan ibadat dari Allah yang sejati, Yehuwa, di bagian bumi ini.—Yes. 2:2.

”Teruslah Anggap Orang semacam Itu Berharga”

Suatu pekerjaan yang menantang juga dilakukan di sini oleh para pengawas keliling. Ada pria-pria seperti Adson Mbendera, yang biasa mengunjungi sidang-sidang di utara dan yang belakangan melayani sebagai salah seorang anggota Panitia O.N. di kamp; Lameck Nyavicondo, yang diingat dengan penuh penghargaan oleh saudara-saudara di Sofala; Elias Mahenye, yang datang dari Afrika Selatan untuk melayani, mengalami kekejaman, dan pernah memperingati dahulu, ”PIDE [polisi kolonial] telah lenyap, tetapi kakeknya, Setan si Iblis, masih berkeliaran. Kuatkan diri saudara dan bina keberanian.” (1 Ptr. 5:8) Dengan tidak mengharapkan kenyamanan apa pun, mereka melepaskan kenyamanan apa pun yang mungkin mereka miliki agar dapat melayani saudara-saudara mereka.

Baru-baru ini saja di daerah Milange, yang dulunya tempat kampung-kampung ”penjara”, suatu wilayah dibentuk. Saudara-saudara yang tinggal di daerah itu khususnya sangat berterima kasih kepada Yehuwa karena dapat memperoleh manfaat lebih sepenuhnya dari pemeliharaan yang disediakan melalui organisasi-Nya yang kelihatan. Orlando Phenga dan istrinya telah menganggap sebagai hak istimewa untuk meninggalkan Maputo dan melayani di sana, tempat ia dan ribuan lainnya telah memainkan peranan di ”Panggung Carico”. Ke sebelah barat kota Tete, membantu untuk mempersatukan kembali orang-orang lain yang terasing selama bertahun-tahun karena perang, Benjamin Jeremaiah dan istrinya mengadakan perjalanan selama berhari-hari dengan berjalan kaki ke tempat-tempat yang banyak orang belum pernah melihat mobil. Raymond Phiri, seorang saudara lajang yang rela berkorban, harus tidur di sebuah puncak gunung, bersama dengan seluruh sidang yang sedang ia layani, untuk menghindari serangan-serangan yang mungkin terjadi, dan di sana ia mempersiapkan laporannya untuk kantor. Juga, Hans dan Anita Jespersen melayani di distrik seluruh negeri dan menjadi tahu tentang kemakmuran rohani maupun kemiskinan materi saudara-saudara mereka.

Semua saudara ini mempertunjukkan jenis semangat yang menggerakkan rasul Paulus untuk menulis berkenaan dengan Epafroditus, ”Teruslah anggap orang semacam itu berharga.”—Flp. 2:29.

Bergerak Maju dengan Gairah yang Saleh

Selain memelihara integritas melalui cobaan-cobaan yang berat, orang-orang yang setia di Mozambik telah memperlihatkan kasih mereka kepada Allah dan sesama dengan cara lain. Dalam pelayanan umum, mereka banyak sekali menggunakan kebebasan yang baru mereka dapatkan dan persediaan Yehuwa yang berlimpah melalui majalah-majalah dan lektur-lektur lainnya. Mereka terlihat sedang mengabar dengan bebas di jalan-jalan, di tempat-tempat umum, dan di pasar-pasar seperti di Xipamanine. Hasilnya nyata sewaktu jumlah pemuji Yehuwa bertumbuh dengan pesat.

Di samping penyiar-penyiar baru, penambahan telah ditingkatkan dengan kembalinya saudara-saudara dari kamp-kamp pengungsi di negeri-negeri tetangga. Wilayah-wilayah secara keseluruhan telah kembali. Dengan cepat mereka membangun Balai Kerajaan, menggunakan bahan-bahan bangunan apa pun yang tersedia. Mereka melakukan hal ini bahkan dalam masyarakat pengungsi sementara, seperti Zóbuè, di perbatasan Malawi, dan Caboa-2, di pinggiran Vila Ulongue. Tidak menunggu sampai masa yang lebih baik, banyak yang bergabung dengan barisan perintis. Kini terdapat lebih dari 1.900 yang ambil bagian dalam dinas sepenuh waktu demikian. Mereka menyatakan penghargaan yang besar atas pelatihan yang mereka terima di Sekolah Dinas Perintis, yang mulai berfungsi di sini pada tahun 1992.

Dapatkah saudara menerka siapa instruktur di sekolah baru-baru ini di Maputo, tempat hampir seluruh kelas terdiri dari orang-orang yang pernah berada di Lingkungan Carico? Francisco Zunguza, seorang Mozambik yang memegang rekor dipenjarakan berkali-kali karena imannya, dan Eugênio Macitela, yang ditangkap dan dikirim ke Milange setelah belajar hanya selama satu minggu. Mereka berdua kini melayani sebagai pengawas wilayah. Dan salah seorang siswanya adalah Ernesto Chilaule. Ia memiliki kenangan yang ia senang bagikan, ”Sewaktu saya melewati jalan tempat bangunan milik PIDE yang kini tidak lagi berfungsi, saya melihat ke jendela dan mengingat—di situlah ketika agen-agen tersebut mengatakan kepada saya, ’Camkan baik-baik, Chilaule: Ini Mozambik, dan sampai kapan pun kalian tidak akan pernah disahkan di negara ini.’ Dan lihat! Tepat di jalan ini ada kantor cabang kami yang resmi!”

Betapa Saudara Chilaule merasa diberkati karena putri ciliknya, Alita, yang dahulu mengambilkan makanan dari persediaan sidang sementara ayahnya berada di penjara Machava, sekarang adalah istri dari Francisco Coana, salah seorang anggota Panitia Cabang! Saudara Coana adalah perintis yang bergairah tersebut di Carico yang dengan banyak akal ”menjual” barang-barang kepada orang-orang di luar kamp agar dapat mengabar kepada mereka. Pastilah Yehuwa telah memberkati ribuan orang yang setia yang, jauh di utara di distrik Milange, di Lingkungan Carico, menyumbangkan pemberian yang indah dari kasih, iman, dan integritas demi kehormatan dan kemuliaan Yehuwa.—Ams. 27:11; Pny. 4:11.

Tetapi pertempuran belum berakhir. Ada bahaya-bahaya baru, bahaya-bahaya yang menantang. Semangat dunia yang serba boleh yang telah menyebar di seluruh bumi dapat meminta korban-korban di sini juga dan sudah terjadi. Perbuatan-perbuatan yang amoral, materialisme, dan ketidakacuhan yang disebabkan oleh zaman yang tampaknya lebih mudah telah meminta korban. Akan tetapi, hamba-hamba yang setia dari Yehuwa di Mozambik dengan sungguh-sungguh terus memelihara kewaspadaan yang tak tergoyahkan. Mereka telah selamat melewati ujian-ujian iman yang hebat sekali. Adalah tekad mereka, dengan bantuan Yehuwa, untuk terus memberikan bukti bahwa mereka mengasihi Yehuwa dengan sepenuh hati, pikiran, jiwa dan kekuatan mereka dan bahwa mereka mengasihi sesama seperti diri mereka sendiri. Mereka memiliki iman yang tak terguncangkan bahwa Kerajaan Allah akan segera mengubah bumi ini menjadi suatu firdaus. Di sana bukan hanya perang dan kelaparan akan berhenti tetapi mereka akan memiliki sukacita yang besar menyambut orang-orang yang mereka kasihi yang telah meninggal, termasuk semua orang yang terbukti setia kepada Allah bahkan sampai mati di Lingkungan Carico.—Ams. 3:5, 6; Yoh. 5:28, 29; Rm. 8:35-39.

[Peta di hlm. 123]

(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)

ZAMBIA

ZIMBABWE

AFRIKA SELATAN

MALAWI

MOZAMBIK

Tete

Milange

Carico

Mocuba

Inhaminga

Beira

Maxixe

Inhambane

Maputo

Peta lampiran: Banyak saudara dibuang ke São Tomé, kira-kira 3.900 kilometer jauhnya, di Samudra Atlantik

[Gambar penuh di hlm. 116]

[Gambar di hlm. 131]

Ernesto Chilaule diberi tahu, ”Sampai kapan pun kalian tidak akan pernah disahkan di negara ini. . . . Lupakan saja niat kalian!”

[Gambar di hlm. 140, 141]

Di kamp pengungsi Carico, saudara-saudara kita, (1) memotong kayu dan (2) menginjak-injak tanah liat untuk membuat batu bata, sementara (3) saudari-saudari mengangkut air. (4) Mereka menemukan cara-cara untuk mengadakan kebaktian. (5) Xavier Dengo, (6) Filipe Matola, dan (7) Francisco Zunguza membantu memenuhi pengawasan rohani di sini sebagai pengawas wilayah. (8) Balai Kerajaan yang dibangun di sini oleh Saksi-Saksi Malawi masih digunakan

[Gambar di hlm. 175]

Saksi-Saksi berkumpul untuk Kebaktian Distrik ”Pengabdian Ilahi” dekat Maputo pada tahun 1989, segera setelah mereka kembali dari kamp-kamp

[Gambar di hlm. 177]

Atas: Para penatua dan pengawas wilayah di lokasi tempat para utusan injil menyampaikan lektur dan surat setiap bulan

Bawah: Para utusan injil di Tete menerima pelajaran dalam bahasa Chichewa

[Gambar di hlm. 184]

Panitia Cabang (dari kiri: Emile Kritzinger, Francisco Coana, Steffen Gebhardt) dan gambar fasilitas cabang yang kini dibangun di Maputo

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan