PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • yb01 hlm. 66-147
  • Angola

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Angola
  • Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 2001
  • Subjudul
  • Intan Mentah
  • ”Lemparkanlah Rotimu ke Permukaan Air”
  • Upaya Mendidik dan Meningkatkan Harkat Orang-Orang Angola
  • Pengunjung dengan Tiga Misi
  • Dorongan Moril Berikutnya
  • ’Berhati-hati seperti Ular’
  • Masa Ujian yang Berat
  • ”Mereka Juga Tidak Akan Belajar Perang Lagi”
  • Pemerintahan Kolonial Mendadak Berakhir
  • Sukacita Rohani pada Masa Bergolak
  • Diporakporandakan Perang
  • Masa yang Menyedihkan
  • Gerak Maju Hamba-Hamba Yehuwa
  • ”Viva Yehuwa!”
  • Ke dalam ”Tanur”
  • Penganiayaan ”Dilegalisasi”
  • Naik Banding ke Kalangan Berwenang Pemerintahan
  • Sangat Tersentuh oleh Pendirian yang Teguh
  • Kunjungan Tindak Lanjut
  • Membagikan Makanan Rohani—Tantangannya
  • Mengurus Kawanan meski Menghadapi Bahaya
  • Membagikan Air yang Memberikan Kehidupan
  • Abdi Allah
  • Pekerjaan di Angola Selatan
  • Pengawasan Meningkat
  • ”Supnya Tumpah”
  • Bertekad Menempuh Jalan Yehuwa
  • Air Kebenaran Terus Mengalir
  • Pelatihan Khusus untuk Pengawas Wilayah
  • Musim Kering yang Parah
  • Hak Asasi Manusia Dijanjikan
  • ”Pengalaman yang Tak Terlupakan”
  • Sekali Lagi Mendapatkan Pengakuan Resmi
  • Lagi-Lagi Menghadapi Masa Sulit!
  • Pesan dari Badan Pimpinan
  • Kebaktian Distrik Bersejarah
  • Komunikasi antara Sidang-Sidang dan Kantor Terputus
  • Ekspansi Betel
  • Kebaktian Memberikan Kesaksian Positif
  • Angola Mempunyai Kantor Cabang
  • Menyediakan Berita Kebenaran dalam Bahasa Sendiri
  • Kebutuhan Mendesak akan Balai Kerajaan
  • Merespek Kesucian Darah
  • Lebih Banyak Pekerja untuk Menuai
  • Mata Yehuwa Tertuju kepada Mereka
  • ”Konflik Paling Tragis di Zaman Kita”
  • Teladan Iman
  • ”Allah Tidak Malu akan Mereka”
Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 2001
yb01 hlm. 66-147

Angola

Perang dan kekurangan pangan, penyakit memautkan yang merajalela, penderitaan dan kematian yang disebabkan oleh manusia yang bertindak seperti binatang buas—Alkitab menubuatkan bahwa semua peristiwa tersebut terjadi pada zaman kita, dan melambangkannya dengan para penunggang kuda Apokalips. (Pny. 6:3-8) Seluruh bumi telah terkena dampaknya. Angola pun tak terkecuali.

Di seluruh negeri, pengaruh para penunggang kuda Apokalips ini sangat terasa. Bagaimana keadaan Saksi-Saksi Yehuwa di bawah kondisi seperti ini?

Banyak Saksi telah menjadi objek penindasan yang keji. Beberapa dari mereka tewas sebagai korban yang tak bersalah dalam perang sipil yang brutal dan tak habis-habisnya. Banyak yang telah merasakan sengsaranya bala kelaparan yang diakibatkan oleh pergolakan politik dan ekonomi. Akan tetapi, tidak satu pun dari keadaan itu yang mampu memadamkan iman mereka akan Allah Yehuwa dan keyakinan mereka akan Firman-Nya. Mereka sungguh-sungguh berhasrat untuk membuktikan diri loyal kepada Allah dan memberikan kesaksian yang saksama kepada orang lain tentang maksud-tujuan-Nya. Dan, kasih yang mereka perlihatkan kepada satu sama lain merupakan bukti kuat bahwa mereka adalah murid sejati Yesus Kristus.—Yoh. 13:35.

Perhatikan dua contoh yang memperlihatkan mutu iman mereka. Lebih dari 40 tahun yang lalu, seorang inspektur polisi dengan tegas menyatakan kepada salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa, ”Di Angola . . . , riwayat organisasi Menara Pengawal sudah tamat, tamat, tamat!” Tak lama kemudian, ia mulai mengancam seorang Saksi lain kelahiran Angola. ”Tahukah kamu apa yang akan terjadi padamu?” tanya sang inspektur. Jawaban saudara itu cukup tenang, ”Saya tahu. Paling-paling, Anda akan membunuh saya. Bisakah Anda melakukan lebih dari itu? Tapi, saya tidak akan menyangkal iman saya.” Meskipun mengalami penindasan brutal selama bertahun-tahun di penjara dan kamp penjara, Saksi tersebut, João Mancoca, berpegang teguh pada tekadnya.

Belakangan, seorang penatua dari Provinsi Huambo menulis, ”Situasi kami benar-benar genting. Kekurangan pangan dan obat-obatan merupakan pukulan berat bagi sidang-sidang. Sungguh tak terlukiskan situasi dan kondisi fisik saudara-saudara kita.” Tetapi, ia juga mengatakan, ”Meskipun kondisi fisik kami memprihatinkan, kami tetap sehat secara rohani. Sebenarnya, apa yang kami alami ini telah dinubuatkan di Matius pasal 24 dan 2 Timotius 3:1-5.”

Apa yang dapat menghasilkan tanggapan positif semacam itu sewaktu menghadapi kesukaran hebat? Iman dan keberanian yang timbul sewaktu orang-orang menaruh kepercayaan, bukan kepada diri sendiri atau kepada manusia mana pun, melainkan kepada Kerajaan Allah di tangan Yesus Kristus. Mereka tahu bahwa tidak soal siapa pemerintah yang sedang berkuasa atau seberapa sulit situasinya, maksud-tujuan Allah akan terlaksana. Mereka yakin sepenuhnya bahwa Putra Allah, yang memerintah dari surga, akan tampil berkemenangan dan bahwa di bawah pemerintahannya bumi ini akan menjadi suatu firdaus. (Dan. 7:13, 14; Pny. 6:1, 2; 19:11-16) Saksi-Saksi Yehuwa di Angola mengalami sendiri bahwa, bahkan sekarang, Allah memberikan kepada manusia yang lemah ini kekuatan melebihi apa yang normal agar dapat bertekun.—2 Kor. 4:7-9.

Tetapi, sebelum kita menelusuri lebih jauh sejarah umat Yehuwa di Angola, mari kita lihat sekilas negeri mereka.

Intan Mentah

Angola terletak di bagian barat daya Afrika, berbatasan dengan Republik Demokratik Kongo di utara, Namibia di selatan, Zambia di timur, dan Samudra Atlantik di barat. Wilayahnya meliputi areal seluas 1.246.700 kilometer persegi, kira-kira seluas Prancis, Italia, dan Jerman bila digabung. Luas negeri itu kira-kira 14 kali luas Portugal, yang mulai menjajah Angola pada abad ke-16. Sebagai hasil penjajahan bangsa Portugis, sekitar 50 persen penduduknya mengaku beragama Katolik.

Bahasa Portugis masih merupakan bahasa resmi, namun Angola adalah masyarakat multibahasa. Bahasa Umbundu, Kimbundu, dan Kikongo adalah yang paling banyak digunakan dari antara 40 bahasa lebih di negeri ini.

Selama bertahun-tahun, sumber daya alam Angola yang kaya telah dikuras dan diangkut ke negeri-negeri lain. Selama penjajahan, jutaan budak dikirim ke Brasil, yang pada waktu itu merupakan salah satu negara jajahan Portugal. Tanah Angola yang subur pernah menghasilkan berlimpah pisang, mangga, nanas, tebu, dan kopi. Setelah terbebas dari belenggu penjajahan, pembangunan ekonomi terhambat oleh perang sipil yang sangat melumpuhkan. Meskipun demikian, Angola masih memiliki sumber daya alam yang kaya berupa kilang minyak lepas pantai serta kandungan intan dan bijih besi yang berlimpah. Akan tetapi, sumber daya yang paling bernilai terdapat dalam diri orang-orang yang rendah hati dan pantang menyerah, yang ribuan di antaranya telah memperlihatkan kasih yang dalam akan Firman Allah serta janji-Nya tentang masa depan yang cerah di bawah Kerajaan Allah.

”Lemparkanlah Rotimu ke Permukaan Air”

Laporan pertama tentang kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa di Angola datang dari Gray Smith dan istrinya, Olga, suami-istri perintis dari Cape Town, Afrika Selatan. Pada bulan Juli 1938, mereka datang dari Johannesburg dengan mobil yang dirancang untuk mengudarakan rekaman khotbah-khotbah Alkitab. Mobil itu penuh dengan publikasi Menara Pengawal. Dalam perjalanan mereka selama tiga bulan, suami-istri Smith menempatkan langganan Menara Pengawal dan 8.158 Alkitab, buku, serta buku kecil. Mereka dengan leluasa menyiarkan lektur Alkitab melampaui suatu areal yang luas, mencapai orang-orang di Benguela, Luanda, Sá da Bandeira (sekarang Lubango), dan kota-kota lain di Angola bagian barat. Akan tetapi, Perang Dunia II berkecamuk pada tahun berikutnya, sehingga sulit untuk memelihara kontak dengan para peminat.

Selama beberapa waktu, kegiatan pengabaran mereka tampaknya tidak banyak membuahkan hasil yang nyata. Meskipun demikian, prinsip di Pengkhotbah 11:1 terbukti benar, ”Lemparkanlah rotimu ke permukaan air, karena lama setelah itu engkau akan menemukannya lagi.”

Beberapa benih kebenaran butuh waktu bertahun-tahun untuk bertumbuh, seperti yang ditunjukkan oleh laporan dari Provinsi Huíla. Bertahun-tahun setelah perjalanan pengabaran suami-istri Smith, seorang pria bernama Tn. Andrade mengenang bahwa ketika ia berusia 41 tahun dan tinggal di Sá da Bandeira, ia telah menerima beberapa publikasi Menara Pengawal dari seorang pengendara mobil asal Afrika Selatan yang sedang lewat. Pada waktu itu, ia mendapat buku Riches dan berlangganan Menara Pengawal. Ia menulis surat ke kantor cabang Brasil, dan kantor cabang membuat pengaturan agar dia mendapat pengajaran Alkitab di rumah melalui korespondensi. Akan tetapi, belakangan pengajaran Alkitab itu terhenti sewaktu Tn. Andrade sadar bahwa surat-suratnya disensor. Ia kehilangan kontak dengan Saksi-Saksi selama bertahun-tahun.

Pada tahun 1967, Zuleika Fareleiro, yang baru dibaptis, pindah ke Sá da Bandeira. Pengetahuannya tentang kebenaran relatif sedikit, dan pada waktu itu kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa di sana masih di bawah pelarangan. Meskipun demikian, saudari ini sangat ingin membagikan pengetahuannya kepada orang lain. Saudari ini mulai memberikan pengajaran Alkitab di rumah kepada seorang wanita yang mengatakan bahwa ia kenal dengan seorang tukang sepatu yang tampaknya seagama dengan saudari kita ini. Saudari Fareleiro kemudian membawa beberapa sepatu untuk diperbaiki, dan sewaktu saudari ini memperlihatkan kepada tukang sepatu itu buku Kebenaran yang Membimbing kepada Hidup yang Kekal, mata tukang sepatu itu berbinar-binar. Saudari kita dapat mulai memberikan pengajaran Alkitab di rumah kepadanya. Pria itu adalah Tn. Andrade, yang pada waktu itu telah menggunakan kursi roda. Ia menderita trauma karena menyaksikan istrinya dibunuh. Itulah sebabnya harapan Kerajaan sangat menarik baginya, dan ia berpegang teguh pada harapan itu. Ia dibaptis sebagai Saksi-Saksi Yehuwa pada tahun 1971 dan melayani Yehuwa dengan setia hingga kematiannya pada tahun 1981 di usianya yang ke-80. Meskipun lumpuh dan berusia lanjut, ketetaptentuan dan keaktifannya dalam menghadiri semua perhimpunan merupakan dorongan moril yang besar bagi saudara-saudari lainnya.

Upaya Mendidik dan Meningkatkan Harkat Orang-Orang Angola

Kira-kira 60 tahun yang lalu, seorang pria bernama Simão Toco bergabung dengan salah satu misi Gereja Baptis di Angola bagian utara. Sewaktu pindah dari M’banza Congo di Angola ke Léopoldville di Kongo Belgia (sekarang Kinshasa, Republik Demokratik Kongo), Toco mampir di rumah seorang teman. Di sana, ia melihat satu eksemplar majalah Luz e Verdade (sekarang Despertai! atau Sedarlah!). Majalah itu berisi terjemahan bahasa Portugis dari buku kecil The Kingdom, the Hope of the World. Toco sangat berminat memiliki buku itu, dan karena temannya tidak, maka Toco dipersilakan membawanya. Dengan demikian, ia sekarang memiliki sebuah lektur Alkitab terbitan Saksi-Saksi Yehuwa.

Setibanya di Léopoldville pada tahun 1943, Toco membentuk paduan suara, yang belakangan beranggotakan ratusan orang. Karena ia sangat ingin mendidik dan meningkatkan harkat rekan-rekan Angola di perantauan, ia menerjemahkan buku kecil The Kingdom, the Hope of the World ke dalam bahasa Kikongo. Lambat laun, ia memasukkan harapan Kerajaan dan kebenaran Alkitab lainnya yang telah ia pelajari ke dalam himne yang digubahnya. Ia juga menggunakan informasi itu untuk berdiskusi Alkitab bersama beberapa anggota paduan suaranya. João Mancoca, seorang Angola yang bekerja di Léopoldville, mulai bergabung dengan kelompok pelajaran Alkitab yang dipimpin oleh Toco pada 1946. Perhimpunan diselenggarakan pada hari Sabtu dan Minggu malam, dan Mancoca selalu hadir bersama sekitar 50 hadirin lainnya.

Pada tahun 1949, anggota kelompok itu merasa tergerak untuk menceritakan kepada orang lain apa yang mereka pelajari, jadi banyak dari antara mereka pergi mengabar di Léopoldville. Ini memicu kemarahan para pendeta Baptis serta kalangan berwenang Belgia. Segera setelah itu, banyak anggota kelompok yang dipimpin Toco mulai ditangkapi. João Mancoca termasuk di antaranya. Mereka dipenjarakan selama beberapa bulan. Kemudian, orang-orang masih saja melakukan kegiatan yang ada hubungannya dengan Toco dan yang masih terus saja membaca lektur Lembaga Menara Pengawal akan dideportasi ke tanah air mereka, Angola. Pada waktu itu, kelompok itu sudah beranggotakan 1.000 orang.

Kalangan berwenang Portugal di Angola tidak tahu apa yang harus dilakukan terhadap mereka. Akhirnya, orang-orang yang dipulangkan ke Angola disebar ke berbagai penjuru negeri.

Kira-kira pada masa inilah, tahun 1950, kebenaran Alkitab diperkenalkan di kota terbesar kedua di Angola, Huambo, yang pada waktu itu dikenal sebagai Lisbon Baru. Meskipun kemajuannya tidak pesat, namun akhirnya terdapat nama-nama seperti João da Silva Wima, Leonardo Sonjamba, Agostinho Chimbili, Maria Etosi, dan Francisco Portugal Eliseu yang menjadi hamba Yehuwa yang loyal di kota ini. Mereka juga membantu keluarga mereka untuk belajar tentang Yehuwa dan standar-standar-Nya yang adil-benar.

Toco sendiri dan beberapa rekan lainnya dikirim untuk bekerja di perkebunan kopi di wilayah utara. Tetapi sungguh sayang, sudut pandang Toco sudah banyak berubah. Sewaktu Toco dan kelompoknya masih berada di Léopoldville, para pengikut Simão Kimbangu, yang mempraktekkan spiritisme, telah menghadiri perhimpunan mereka. Sekali peristiwa sewaktu sedang berhimpun, mereka mengalami apa yang dianggap beberapa orang sebagai pencurahan roh. Tetapi, mereka tidak ’menguji apakah roh-roh itu berasal dari Allah’. (1 Yoh. 4:1) João Mancoca tidak senang sewaktu ia melihat bahwa pelajaran Alkitab dikesampingkan demi ’roh’.

Sekembalinya mereka ke Angola, João Mancoca tiba di Luanda. Mancoca, beserta Sala Filemon dan Carlos Agostinho Cadi, mendesak orang-orang lain di kelompok itu untuk berpaut pada Alkitab dan menolak praktek-praktek yang tidak selaras dengannya. Belakangan, sewaktu Toco dipindahkan ke suatu tempat di selatan, ia melewati Luanda. Tampak jelas bahwa ia telah sangat terpengaruh oleh kepercayaan para pengikut Kimbangu.

Pada tahun 1952, sebagai akibat kelicikan seorang bekas anggota kelompok mereka, João Mancoca, Carlos Agostinho Cadi, dan Sala Filemon ditahan dan dibuang ke Baía dos Tigres, sebuah koloni penjara yang berkaitan dengan usaha perikanan. Si pengkhianat itu adalah seorang pria bengis beristri dua. Upayanya untuk menjadikan diri pemimpin kelompok di Luanda hampir membuat beberapa orang menyerah. Tetapi, ketidakjujurannya ini segera menyeretnya ke dalam kesulitan dengan kalangan berwenang, dan ia pun diusir dari koloni penjara itu.

Pengunjung dengan Tiga Misi

Pada tahun 1954, sejumlah surat diterima di kantor cabang Afrika Selatan dari kelompok di Baía dos Tigres. Mereka ingin memperoleh lektur Alkitab. Sebagai tanggapan, John Cooke, seorang utusan injil Menara Pengawal, dikirim ke Angola dari Prancis pada tahun 1955. Ia mempunyai tiga misi: menyelidiki laporan bahwa sudah terdapat 1.000 Saksi di Angola, berupaya membantu mereka jika mungkin, dan menjajaki kemungkinan untuk memperoleh pengesahan hukum bagi kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa di Angola. Setelah ia bertemu dengan sejumlah kelompok, penyelidikannya selama lima bulan ini menyingkapkan bahwa jumlah Saksi jauh di bawah angka 1.000. Menurut laporan dinas pengabaran Angola pada tahun 1955, di sana hanya terdapat 30 penyiar kabar baik di seluruh negeri.

Butuh waktu berminggu-minggu sampai akhirnya kalangan berwenang Portugis mengizinkan John Cooke mengunjungi João Mancoca dan kelompok kecil di Baía dos Tigres, Angola bagian selatan. Saudara Cooke diizinkan tinggal di sana selama lima hari, dan penjelasannya tentang Alkitab meyakinkan Mancoca dan rekan-rekan lainnya bahwa Saudara Cooke memang mewakili organisasi yang benar-benar melayani Allah Yehuwa. Pada hari terakhir kunjungannya, Saudara Cooke menyampaikan khotbah umum yang bertema ”Kabar Baik Kerajaan Ini” kepada sekelompok hadirin berjumlah 80 orang, termasuk kepala pengurus koloni penjara itu.

Selama berbulan-bulan di Angola, Saudara Cooke dapat menghubungi Toco maupun orang-orang di berbagai tempat yang menganggap Toco sebagai pemimpin mereka. Banyak di antaranya hanyalah pengikut sekte Toco dan tidak berminat akan kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa. Kecuali António Bizi, seorang pemuda di Luanda yang berhasrat untuk belajar banyak tentang maksud-tujuan Yehuwa. Toco sendiri pada waktu itu diasingkan di sebuah desa dekat Sá da Bandeira, tanpa diizinkan mengirim maupun menerima surat.

Kunjungan Saudara Cooke merupakan sumber anjuran yang besar bagi sekelompok kecil orang yang setia di Baía dos Tigres. Saudara Mancoca mengingat kunjungan yang meneguhkan bahwa mereka ”tidak berada di jalur yang salah”. Tersingkaplah pula bahwa, sekalipun jumlah Saksi lebih sedikit daripada yang dilaporkan, terdapat potensi untuk bertumbuh. Saudara Cooke menyatakan dalam laporannya bahwa beberapa orang yang ditemuinya ”sangat berminat untuk belajar” dan bahwa ”tampaknya terdapat ladang yang cukup baik di sini”.

Dorongan Moril Berikutnya

Setahun setelah kunjungan Saudara Cooke, Lembaga mengutus saudara yang cakap, Mervyn Passlow, lulusan Sekolah Gilead, bersama istrinya, Aurora, ke Luanda. Mereka membawa daftar yang telah dipersiapkan oleh John Cooke, berisi nama 65 pelanggan dan peminat lainnya. Pada mulanya, suami-istri Passlow ini mengalami kesulitan untuk menghubungi para pelanggan, karena majalah-majalah itu beralamat kotak pos, bukan alamat rumah. Tetapi, pada waktu itu, seorang wanita bernama Berta Teixeira kembali ke Luanda dari Portugal. Di sana, ia telah bertemu dengan Saksi-Saksi Yehuwa dan telah memperlihatkan minat yang cukup besar akan kebenaran Alkitab. Kantor di Lisbon memberi tahu suami-istri Passlow bahwa Berta Teixeira akan datang, dan mereka pun segera memulai pengajaran Alkitab dengannya. Salah seorang kerabat Berta bekerja di kantor pos dan membantu suami-istri Passlow untuk menemukan alamat rumah para pelanggan, yang banyak di antaranya menjadi pelajar Alkitab yang bergairah. Tak lama kemudian, mereka mulai memberikan kesaksian kepada teman-teman dan tetangga. Dalam waktu enam bulan, suami-istri Passlow memberikan pengajaran Alkitab kepada lebih dari 50 orang.

Beberapa bulan setelah kedatangan suami-istri Passlow, mereka mulai mengadakan pelajaran Alkitab secara teratur di kamar mereka dengan menggunakan Menara Pengawal. Pada akhir bulan pertama, kamar itu sudah terlalu sesak. Berta Teixeira mengelola sebuah sekolah bahasa, dan ia menawarkan salah satu ruang kelasnya sebagai tempat berhimpun. Setelah delapan bulan, pembaptisan pertama oleh Saksi-Saksi Yehuwa di Angola dilaksanakan di sebuah teluk di Luanda.

Karena situasi yang tidak memungkinkan pada waktu itu, kontak suami-istri Passlow dengan saudara-saudara Afrika sangat terbatas. Tetapi, beberapa di antara mereka mengunjungi suami-istri Passlow. Salah seorang yang selalu datang untuk belajar adalah António Bizi, yang menurut laporan John Cooke adalah seorang siswa yang bersemangat. Dan, João Mancoca, yang masih menjalani hukuman, mengirimkan surat yang membesarkan hati kepada suami-istri Passlow.

Akan tetapi, tak lama setelah pembaptisan yang pertama, pemerintah menolak untuk memperpanjang visa suami-istri Passlow, jadi mereka harus meninggalkan Angola. Mereka telah melakukan pekerjaan yang bagus berupa menanam ”benih” serta menyiram apa yang ditabur orang lain. (1 Kor. 3:6) Mereka juga telah menjalin ikatan kasih yang kuat dengan saudara-saudara di Angola. Karena sikap bermusuhan dari pihak kepolisian, suami-istri Passlow memperingatkan saudara-saudara setempat, khususnya orang-orang Afrika, untuk tidak mengantar mereka. Tetapi, ikatan kasih itu begitu kuat. Banyak yang datang untuk menyatakan kasih sayang mereka seraya suami-istri Passlow menaiki tangga kapal.

Harry Arnott, sang pengawas zona, mengunjungi suami-istri Passlow pada tahun 1958 sewaktu mereka masih di Luanda. Pada bulan Februari 1959, sewaktu ia sekali lagi berupaya mengunjungi Angola sebagai pengawas zona, sekelompok kecil termasuk Saudara Mancoca dan Saudari Teixeira datang untuk menjemputnya di bandara. Akan tetapi, mendadak polisi datang. Mereka menciduk Saudara Arnott dari kelompok itu dan menggeledah barang-barang yang dibawanya.

Namun, akhirnya Saudara Arnott ditahan di ruang yang sama dengan Saudara Mancoca. Sewaktu mereka saling berpandangan, mereka tertawa. Inspektur polisi tidak mengerti apa lucunya situasi yang mereka hadapi. Ia membentak Mancoca, ”Tahukah kamu apa yang akan terjadi padamu?” Saudara Mancoca, yang pada waktu itu telah mendekam selama enam tahun di penjara dan telah beberapa kali menderita pemukulan, menjawab dengan tenang, ”Saya tak bisa menangis. Saya tahu. Paling-paling, Anda akan membunuh saya. Bisakah Anda melakukan lebih dari itu?” Ia melanjutkan dengan pernyataan tegas, ”Tapi, saya tidak akan menyangkal iman saya.” Kemudian ia melihat ke arah Saudara Arnott dan melemparkan senyum yang membesarkan hati. Saudara Arnott mengenang, ”Ia tidak peduli akan kesulitan yang bakal menimpanya, ia hanya ingin memastikan agar saya tidak berkecil hati karena situasi itu. Benar-benar membesarkan hati melihat saudara Afrika ini, yang setelah bertahun-tahun dipenjarakan, mengambil pendirian yang teguh dan berani seperti itu.”

Mengenai Saudara Arnott, ia diusir dari negeri itu dengan pesawat yang sama yang membawanya—sesudah kontak yang singkat namun menganjurkan dengan Saudara Mancoca. Setelah diinterogasi selama tujuh jam, Saudara Mancoca pun dibebaskan.

Seminggu setelah insiden itu, Saudara Mancoca akhirnya dibaptis bersama temannya Carlos Cadi dan Sala Filemon. Kira-kira pada masa itu, perhimpunan resmi Saksi-Saksi Yehuwa diadakan untuk pertama kalinya di sebuah ruangan sewaan di Sambizanga, di pinggiran Luanda. Pada waktu itu, mereka dapat membuka dan menutup perhimpunan dengan nyanyian, dan nyanyian mereka ini menarik perhatian orang-orang di sekitarnya. Banyak yang terkesan karena hadirin boleh berpartisipasi dalam pelajaran Menara Pengawal dan mereka diperbolehkan mengajukan pertanyaan setelah perhimpunan selesai. Acara tanya-jawab ini, yang tidak terdapat di gereja-gereja Susunan Kristen, memberikan daya pendorong yang besar terhadap pekerjaan di sana.

’Berhati-hati seperti Ular’

Pada tahun 1960, pengawasan terhadap pemberitaan kabar baik di Angola dialihkan dari kantor cabang Afrika Selatan ke kantor cabang Portugal. Ikatan yang kian kuat antara Saksi-Saksi Yehuwa di dua negeri ini sangat kontras dengan memburuknya hubungan politik antara Angola dan Portugal, yang telah lama memerintah Angola sebagai koloninya.

Kemerdekaan negara tetangga mereka, Kongo Belgia, yang diikuti oleh perang sipil di sana sangat mempengaruhi iklim politik di Angola. Pemerintah kolonial meningkatkan kesiagaannya, tetapi tidak sanggup menghentikan perang gerilya kemerdekaan di Angola. Pada bulan Januari 1961, kekerasan berkecamuk di Angola bagian tengah. Ini mengakibatkan kudeta di Luanda pada bulan Februari. Kemudian, pada bulan Maret, setelah mempertengkarkan soal upah di wilayah miskin di Kongo sebelah utara, orang-orang Angola membunuh ratusan pemukim asal Portugis. Ini mengundang serangan balasan besar-besaran.

Pada tahun 1960-an, tiga gerakan utama antipenjajahan muncul: Gerakan Pembebasan Populer Angola (Movimento Popular de Libertacão Angola atau MPLA) yang berhaluan komunis, Front Nasional Pembebasan Angola (Frente Nacional de Libertacão de Angola atau FNLA), dan Uni Nasional Kemerdekaan Total Angola (União Nacional para a Independência Total de Angola atau UNITA).

Perang sipil ini langsung menimbulkan masalah bagi kelompok kecil Saksi-Saksi Yehuwa. Pers menjuluki mereka ”sekte anti-Kristen dan bahaya sosial”. Para jurnalis menyalahkutipkan artikel-artikel Sedarlah! dan dengan keliru menyatakan bahwa tujuan Saksi-Saksi adalah ”untuk membenarkan, bahkan menyulut aksi terorisme seperti yang baru-baru ini dialami di Provinsi bagian utara”. Di bawah foto Sedarlah! terdapat judul ”Propaganda agama meracuni semangat orang-orang pribumi”.

Pada masa ini pula, semua Saksi-Saksi Yehuwa terus diawasi dengan ketat. Semua surat yang masuk dipantau dengan ketat, sehingga komunikasi dengan kantor cabang Portugal terbatas, dan sangatlah sulit untuk menerima lektur Menara Pengawal. Orang-orang yang menerima lektur apa pun lewat pos diinterogasi oleh polisi.

Pemerintah kolonial mencurigai pertemuan apa pun yang dihadiri oleh lebih dari dua orang yang bukan dari satu keluarga. Dengan hati-hati, saudara-saudara menyelenggarakan perhimpunan dengan berganti-ganti tempat dan dalam kelompok kecil. Akan tetapi, pada tahun 1961, 130 orang menghadiri Peringatan kematian Kristus. Setelah itu, Saudara Mancoca dan Saudara Filemon mengunjungi para hadirin untuk memastikan bahwa mereka tiba di rumah dengan selamat. Kepedulian pengasih yang mereka perlihatkan menguatkan saudara-saudara Kristen mereka.

Masa Ujian yang Berat

Pengalaman Silvestre Simão menggambarkan situasi yang harus dihadapi orang yang baru belajar Alkitab pada masa itu. Pada tahun 1959, semasa masih bersekolah, ia menerima dari teman sekelasnya risalah berjudul ”Api Neraka—Kebenaran Alkitab atau Takhayul Kafir?” Ia kemudian mengatakan, ”Membaca risalah ini merupakan titik balik dalam kehidupan saya. Setelah mempelajari kebenaran tentang neraka, yang diajarkan untuk menakut-nakuti saya, saya langsung memutuskan untuk tidak lagi pergi ke gereja dan mulai membaca publikasi Lembaga.”

Pada masa-masa yang menegangkan itu, Saksi-Saksi tidak langsung mengundang sembarang orang yang mengaku berminat untuk berhimpun. Akan tetapi, setelah dua tahun, mereka baru merasa aman untuk mengundang Silvestre. Setelah perhimpunan pertamanya, ia mengajukan pertanyaan tentang Sabat. Apa yang ia dengar meyakinkan dia bahwa ia telah menemukan kebenaran. Tetapi, seberapa besarkah penghargaannya akan kebenaran itu? Pada minggu berikutnya, tanggal 25 Juni 1961, ketika ia menghadiri perhimpunannya yang kedua, penghargaannya akan apa yang telah ia pelajari mulai diuji. Sebuah patroli militer menghentikan perhimpunan. Semua pria diperintahkan untuk keluar dan dipukuli dengan pipa baja. Salah seorang saudara mengenang, ”Mereka memukuli kami seperti orang yang mau membantai binatang—ya, seperti orang yang mementungi babi sampai mati sebelum dijual di pasar.” Di tubuh Silvestre Simão dan beberapa rekannya masih terdapat bekas luka akibat pemukulan itu. Mereka kemudian disuruh berbaris menuju sebuah stadion sepak bola dan di sana mereka bertemu dengan sekelompok besar orang Eropa yang marah, yang baru saja kehilangan keluarga mereka dalam peperangan di Angola sebelah utara. Para tentara dan kerumunan orang banyak, termasuk beberapa orang Eropa itu, memukuli lagi saudara-saudara kita tanpa belas kasihan.

Silvestre dan saudara-saudara lainnya dinaikkan ke truk dan dibawa ke penjara di São Paulo, yang dikuasai oleh polisi rahasia yang terkenal sadis. Saudara-saudara kita sekali lagi dipukuli dengan brutal dan dijebloskan ke dalam sel, saling bertumpang tindih. Dalam keadaan luka parah dan berlumuran darah, mereka dibiarkan begitu saja.

João Mancoca dianggap sebagai pemimpin kelompok itu oleh kalangan berwenang, karena dialah pemimpin Pelajaran Menara Pengawal. Setelah pemukulan yang hebat itu, ia dibawa untuk dieksekusi, dituduh merencanakan serangan terhadap orang kulit putih, menurut keterangan kalangan berwenang yang salah paham terhadap sebuah paragraf di Menara Pengawal. Saudara Mancoca bertanya apa yang akan terlintas di benak mereka apabila mereka mendapati majalah yang sama di tangan orang Eropa atau di tangan sebuah keluarga di Brasil atau di Portugal? Ia menunjukkan bahwa majalah ini bersifat universal dan dipelajari oleh orang-orang dari segala bangsa. Untuk memastikan hal itu, kalangan berwenang membawanya ke rumah sebuah keluarga Saksi-Saksi Yehuwa asal Portugis. Ketika mereka melihat majalah yang sama di sana dan mengetahui bahwa keluarga ini mempelajari bahan yang sama, mereka tidak jadi mengeksekusi saudara-saudara kita. Saudara Mancoca dikirim kembali untuk bergabung dengan saudara-saudaranya di penjara São Paulo.

Tidak semua pihak merasa puas. Ketika mereka tiba di penjara São Paulo, pengurus penjara, seorang pria Portugis yang kurus, ”mengawasi” Saudara Mancoca. ’Pengawasan’ yang diberikan antara lain menjemur Saudara Mancoca sepanjang siang di bawah terik matahari tanpa makan. Kemudian, pada pukul lima sore, pengurus penjara itu mengambil cambuk dan mulai menghajar Saudara Mancoca, yang mengenang, ”Saya belum pernah melihat orang mencambuk sesadis dia. Dia bilang dia akan terus mencambuk sampai saya mati.” Ia terus mencambuki saudara kita ini tanpa belas kasihan selama satu jam, tetapi akhirnya Saudara Mancoca tidak lagi merasakan sakit. Kemudian, tiba-tiba saja Saudara Mancoca merasa sangat mengantuk sementara dipukuli. Pria itu yakin bahwa Mancoca sudah meninggal, jadi seorang prajurit membawanya dan menaruhnya di bawah sebuah peti. Ketika milisi datang pada malam hari untuk memastikan bahwa ia sudah meninggal, prajurit itu memperlihatkan kepada mereka peti untuk menyembunyikan Saudara Mancoca dan mengatakan bahwa ia telah meninggal. Herannya, Saudara Mancoca pulih, dan prajurit itu sangat terkejut melihat Saudara Mancoca muncul hidup-hidup di ruang makan tiga bulan kemudian. Ia kemudian menceritakan secara terperinci kepada Saudara Mancoca apa yang terjadi pada malam itu. Rasa kantuk yang hebat itu telah menyelamatkan dia dari kematian.

Saudara Mancoca dapat bergabung dengan saudara-saudara lainnya, dan mereka mengadakan perhimpunan di penjara. Tiga kali selama lima bulan masa tahanan di penjara São Paulo, khotbah umum disampaikan, yang dihadiri oleh sekitar 300 orang. Kesaksian yang diberikan di penjara menguatkan sidang-sidang di luar karena banyak narapidana yang berminat telah membuat kemajuan yang bagus dan dibaptis setelah mereka dibebaskan.

Selama berbulan-bulan di penjara ini, Silvestre Simão dapat bergabung dengan kelompok di sana yang secara sistematis mempelajari Alkitab, dengan demikian memperoleh kekuatan rohani yang dibutuhkan. Dari sana, anggota-anggota kelompok dipindahkan ke penjara lainnya dan ke kamp buruh tempat mereka menderita pemukulan yang lebih sadis dan kerja paksa. Setelah empat tahun dipenjarakan di berbagai lokasi, Silvestre dibebaskan pada bulan November 1965. Ia kembali ke Luanda, dan di sana ia bergabung dengan sekelompok Saksi yang berhimpun di wilayah Rangel. Dengan iman yang telah teruji ini, ia akhirnya dibaptis pada tahun 1967. Saudara-saudara lain yang dipenjara, termasuk Saudara Mancoca, baru dibebaskan pada tahun 1970, dan kemudian dipenjarakan lagi.

”Mereka Juga Tidak Akan Belajar Perang Lagi”

Negeri ini kian terpuruk ke dalam perang. Tetapi, Alkitab mengatakan bahwa saat orang belajar jalan-jalan Yehuwa, mereka ”menempa pedang-pedang mereka menjadi mata bajak dan tombak-tombak mereka menjadi pisau pemangkas” dan tidak akan ”belajar perang lagi”. (Yes. 2:3, 4) Apa yang dilakukan para pemuda di Angola?

Pada bulan Maret 1969, pemerintah memulai sebuah kampanye yang brutal terhadap semua yang menolak mengkompromikan kenetralan Kristennya. Dari antara yang pertama ditahan adalah António Gouveia dan João Pereira di Luanda. Saudara Gouveia diciduk dari tempat kerjanya dan dijebloskan ke dalam sel yang jorok. Setelah 45 hari di penjara, barulah ibunya diperbolehkan membesuknya.

Fernando Gouveia, António Alberto, dan António Matías termasuk di antara yang ditahan di Huambo. Mereka dipukuli dengan kejam tiga kali sehari. Bahkan ibu Fernando sendiri tidak mengenali putranya setelah pemukulan itu. Akhirnya, ketika saudara-saudara menulis surat kepada komandan angkatan bersenjata guna menyingkapkan perlakuan sewenang-wenang itu, kekejaman itu dihentikan.

António Gouveia ingat beberapa hal yang membantu mereka bertekun. Dari waktu ke waktu, ibunya menyembunyikan satu halaman Menara Pengawal dalam makanan yang dibawakan. ”Itu membantu kami untuk tetap menyiagakan pikiran kami. Itu juga memelihara kerohanian kami.” Ia juga mengatakan, ”Kami mengabar kepada tembok kapan pun topik Alkitab muncul di pikiran kami.” Agar tetap tabah, beberapa saudara juga bercanda. Dengan suara keras, seolah-olah memberitakan peristiwa penting, mereka mengumumkan jumlah lalat yang mereka matikan di sel mereka.

Dari antara yang dipenjarakan di Angola, terdapat enam pemuda dari Portugal yang telah dikirim untuk dinas militer namun menolak melakukannya karena alasan hati nurani. Salah seorang dari antaranya, David Mota, mengenang, ”Kami berkali-kali merasakan perlindungan Yehuwa. Para petugas menggunakan berbagai cara untuk mematahkan integritas kami, mengincar beberapa dari kami yang belum terbaptis. Salah satu taktik yang berulang-kali mereka gunakan adalah membangunkan kami di tengah malam, memilih lima orang dari kelompok, kemudian mengambil salah satunya, menodongkan ke kepalanya pistol yang sepertinya sudah terisi, lalu menarik picunya. Tiga puluh menit setelah kami diperintahkan untuk kembali ke tempat tidur, taktik yang sama diulangi. Kami semua bersyukur kepada Yehuwa karena dapat terus hidup. Akhirnya, kami memenangkan respek dari kalangan berwenang dan diperbolehkan mengadakan perhimpunan di penjara. Alangkah senangnya kami melihat enam rekan tahanan dibaptis semasa di penjara!”

Meskipun saudara-saudara diberi tahu bahwa mereka akan dipenjarakan sampai usia 45 tahun, mereka tidak perlu menunggu selama itu. Meskipun demikian, masa-masa itu memang sulit. Segala yang mereka alami memurnikan iman mereka. Dewasa ini, sebagian besar saudara-saudara tersebut melayani sebagai penatua di sidang-sidang.

Pemerintahan Kolonial Mendadak Berakhir

Pada tanggal 25 April 1974, sebuah kudeta di Portugal menumbangkan kediktatoran di sana. Perang kolonial selama 13 tahun di Angola pun berakhir, dan pasukan Portugis mulai mundur. Pemerintahan transisi yang dimaksudkan untuk beroperasi selama sepuluh bulan mulai dibentuk, sejak 31 Januari 1975, tetapi pemerintahan itu hanya bertahan selama enam bulan.

Pada mulanya, Saksi-Saksi Yehuwa mendapat manfaat dari perubahan mendadak ini. Terdapat 25 Saksi-Saksi Yehuwa yang dipenjarakan karena kenetralan di penjara Cabo Ledo yang menerima amnesti pada bulan Mei. Di antaranya terdapat enam saudara dari Portugal yang menolak untuk berpihak dalam perang apa pun, termasuk perang melawan koloni-koloni Afrika. Apa yang akan dilakukan saudara-saudara asal Eropa dengan kebebasan yang tak disangka-sangka ini? David Mota berkomentar, ”Dikuatkan oleh hubungan kami yang akrab dengan Yehuwa sewaktu kami di penjara, kami berenam memutuskan untuk tetap berada di Angola dan langsung memasuki dinas perintis.”

Iklim toleransi beragama merupakan pengalaman baru bagi ke-1.500 Saksi di Angola. Polisi rahasia sudah tidak ada lagi, penahanan berhenti, dan Saksi-Saksi dapat berhimpun dengan bebas. Mereka menjelajahi kota Luanda untuk mencari aula, pusat rekreasi atau tempat lain yang dapat menampung semakin banyak jumlah Saksi-Saksi Yehuwa. Hingga saat ini, ke-18 sidang di negeri itu berhimpun di rumah-rumah pribadi.

Pengaturan dibuat agar suatu perhimpunan dinas istimewa diadakan di Pavilhão do Ferrovia. Di antara ke-400 saudara-saudari yang diundang dari berbagai sidang, terdapat José Augusto, yang sekarang adalah anggota keluarga Betel Portugal. Ia mengenang, ”Di sinilah untuk pertama kalinya saya melihat begitu banyaknya saudara-saudari berkumpul bersama dalam suasana bebas! Benar-benar sulit dipercaya semua ini bisa terjadi! Suasana diliputi sukacita seraya setiap orang berbaur dengan leluasa, menikmati pergaulan dengan sidang-sidang lain.”

Sukacita Rohani pada Masa Bergolak

Terdapat pertikaian yang hebat antara tiga gerakan nasional: MPLA, FNLA, dan UNITA. Kelompok-kelompok bersenjata dari faksi-faksi lawan menyerang Luanda dan mendirikan kantor pusat. ”Pada mulanya, hanya terdapat penembak-penembak gelap,” cerita saksi mata bernama Luis Sabino. ”Lalu seraya kebencian memuncak, senjata-senjata yang lebih hebat mulai digunakan. Tank berseliweran di jalan-jalan, dan roket-roket ditembakkan. Ratusan rumah hancur, termasuk rumah saudara-saudara.”

Dengan pengaturan yang bijaksana, perhimpunan terus diadakan di kelompok-kelompok PBS. ”Sudah biasa perhimpunan kami terganggu oleh berondongan senapan mesin pada jarak beberapa meter saja,” kenang Manuel Cunha. ”Kami masing-masing merunduk hingga baku tembak berhenti, dan kemudian acara kami lanjutkan. Kadang-kadang, lampu dimatikan agar tidak menarik perhatian. Setelah perhimpunan selesai, saudara-saudara pulang dengan hati-hati.”

Meskipun dilanda bahaya, saudara-saudara bertekad untuk meluaskan pelayanan mereka. Delucírio Oliveira menjelaskan, ”Pekerjaan kami telah dilarang selama pemerintahan kolonial, jadi mengabar dari rumah ke rumah merupakan pengalaman baru bagi sebagian besar penyiar. Para perintis menjadi pelopornya dan mendorong saudara-saudari untuk menyertai mereka. Pemusatan dinas pengabaran mendapat dukungan yang bagus.” Namun, mereka selalu melihat tanda-tanda perang. Ia melanjutkan, ”Sudah biasa kami mendengar suara tembakan sewaktu mengabar. Kadang-kadang, kami harus menyingkir dari trotoar yang dibanjiri darah segar. Ada kalanya, kami menjumpai mayat-mayat bergelimpangan di jalanan.”

Dua saudari kita, yang salah satunya perintis, sedang mengabar sewaktu bom meledak di dekatnya. Saudari penyiar ini mendekam sedekat mungkin pada tembok dan menyarankan agar mereka pulang saja. Sang perintis menganjurkan agar berdinas sebentar lagi, dan berjanji bahwa mereka akan berhenti jika pengeboman terus berlangsung. Pada pagi itu juga, mereka memulai pengajaran Alkitab dengan suami-istri yang meminta agar pelajaran diberikan tiga kali seminggu.

Kondisi-kondisi yang tidak stabil tidak menghalangi saudara-saudara untuk menyelenggarakan kebaktian wilayah yang pertama di auditorium umum pada bulan Maret 1975. Paviliun tertutup terbesar di Luanda, Cidadela Desportiva, disewa untuk acara itu. Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, maka yang diundang ke kebaktian itu hanyalah mereka yang menghadiri perhimpunan secara tetap tentu. Namun, jumlah hadirin mencapai 2.888 orang.

Karena semua berjalan lancar, saudara-saudara mengundang para peminat dan pelajar Alkitab ke kebaktian kedua. Aníbal Magalhães menceritakan, ”Yang membuat kami terkesan sewaktu memasuki paviliun itu adalah tema kebaktian dalam huruf besar-besar di atas mimbar, ’Menjadi Orang Macam Apakah Saudara Sepatutnya.—2 Ptr. 3:11.’ Sebelum acara dimulai, paviliun itu sudah penuh dengan hadirin. Sewaktu diumumkan bahwa hadirin berjumlah 7.713, kami terkesima. Banyak yang tidak kuasa membendung air mata sukacita. Apa yang kami saksikan jelas-jelas memperlihatkan suatu pekerjaan pengumpulan yang terbentang di hadapan kami, dan kami bersyukur pada Yehuwa karena telah melindungi kami hingga hari ini.”

Setelah doa penutup, sewaktu saudara-saudara sedang membersihkan fasilitas, baku tembak kembali terjadi, kali ini tepat di kawasan kebaktian. Itu merupakan salah satu pengingat bahwa mereka ’berkemah di antara para pembenci perdamaian’.—Mz. 120:6.

Diporakporandakan Perang

Seluruh negeri diporakporandakan oleh tiga kelompok politik yang bertikai, dan Luanda menjadi medan perang utama. Milisi-milisi dibentuk dengan memaksa para pria, wanita, bahkan anak-anak, untuk memanggul senjata. Anak-anak lelaki tak berseragam berusia 12 tahun mulai bermunculan di jalanan dengan membawa senapan-senapan otomatis yang mereka tembakkan sesekali. Tembakan senapan mesin, ledakan granat, roket, dan misil membuat orang tidak bisa tidur berhari-hari. Angola terpuruk ke dalam suatu era peperangan yang tak kunjung reda. Akibatnya, suasana kekerasan, suara tembakan, serta ledakan bom sudah tidak asing lagi bagi seluruh generasi muda Angola sejak mereka dalam kandungan.

Untuk menguatkan saudara-saudari Kristen, gembala-gembala rohani yang setia secara teratur singgah sejenak ke rumah saudara-saudari sewaktu para penatua ini berangkat dan pulang kerja. Mereka akan memastikan apakah saudara-saudari mereka baik-baik saja dan sering kali membacakan satu atau dua ayat sekeluarga.

Menghadiri perhimpunan dan pergi berdinas membutuhkan keberanian dan ketergantungan pada Yehuwa. Akan tetapi, diidentifikasi sebagai Saksi-Saksi Yehuwa sering kali merupakan perlindungan terbaik. Faustino da Rocha Pinto sedang menuju ke kantor cabang Lembaga ketika sekonyong-konyong seorang tentara menodongkan pistol ke kepala saudara kita ini lalu membentak, ”Kamu mau ke mana? Kamu anggota gerakan mana? Bawa sini tas kamu!” Sewaktu tas itu dibuka, tentara itu hanya mendapati Alkitab dan beberapa publikasi Menara Pengawal. Tak lama kemudian, sikapnya melunak. ”Oh, Anda rupanya Saksi-Saksi Yehuwa! Saya mohon maaf. Silakan jalan, Pak.”

Pada kesempatan lain, seorang tentara membentak seorang saudari muda, ”Anda ini pendukung gerakan mana?” Saudari ini menjawab, ”Saya bukan pendukung gerakan mana pun. Saya Saksi-Saksi Yehuwa.” Mendengar hal ini, tentara itu berkata kepada kameradnya, ”Lihat gadis itu! Lihat baik-baik! Lihat roknya! Lihat betapa sopannya dia berpakaian. Dia tidak sama dengan gadis-gadis lainnya. Dia Saksi-Saksi Yehuwa.” Saudari ini pun diperbolehkan lewat, dan dengan ramah diingatkan agar berhati-hati.

Komunikasi dengan sidang-sidang, khususnya yang terletak di provinsi, semakin sulit seraya pertikaian menghebat. Tentara memasuki kota, menjarah rumah-rumah, dan membakar semua yang tidak mereka rampok. Aksi ini memaksa ribuan orang, termasuk banyak Saksi-Saksi Yehuwa, untuk melarikan diri ke hutan. Di Banga, tempat 300 orang menghadiri perhimpunan bersama dengan ke-100 penyiar, mereka semua dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka dan berlindung di hutan selama berhari-hari. Sidang-sidang di Jamba dan Cela juga melarikan diri hanya dengan membawa ’jiwa mereka sebagai jarahan’. (Yer. 39:18) Kebanyakan Saksi-Saksi asal Eropa yang masih berada di Lubango pergi ke Windhoek, di Namibia negeri tetangga mereka.

Membawakan lektur bagi saudara-saudara kita di hutan boleh dikata mustahil. Beberapa sidang, seperti yang ada di Malanje, Lobito, Benguela, Gabela, Huambo, dan Lubango, terputus hubungannya selama berbulan-bulan.

Masa yang Menyedihkan

Begitu terbebas dari belenggu kolonial, ribuan orang Portugis mulai meninggalkan negeri itu. Karena anarki merajalela, orang-orang semakin terdesak untuk melarikan diri. Kebanyakan hanya bisa membawa harta benda seadanya. Untuk menggambarkan betapa kuatnya kebencian terhadap orang Eropa, salah satu partai politik mengumumkan bahwa mereka bahkan akan membantai para mullato (keturunan campuran kulit hitam dan putih) karena nenek moyang mereka kawin dengan orang kulit putih.

Tentu saja, saudara-saudari kita asal Portugis dan Angola tidak ikut-ikutan dalam kebencian ini. Ada ikatan persaudaraan yang kuat di antara mereka. Perginya orang-orang Portugis berarti banyak teman akrab mereka harus pergi. Pada bulan Juni 1975, semua saudara asal Portugis yang menjalankan kepemimpinan dalam pekerjaan pengabaran harus pergi. Kepengawasan pekerjaan pengabaran dan penggembalaan diserahkan ke tangan saudara-saudara setempat yang setia. Kebanyakan di antaranya adalah pria berkeluarga yang mempunyai pekerjaan duniawi purnawaktu. Meskipun sedih atas kepergian saudara-saudara Portugis mereka, mereka bertekad untuk terus maju dengan bantuan Yehuwa.

Kondisi-kondisi apa yang mereka hadapi? Kantor cabang Portugal segera menerima berita yang meresahkan ini dari kantor cabang di Luanda, ”Seluruh kota sekarang terkurung. Jalan-jalan diblokir. Komunikasi dengan kota-kota lain terganggu. Pelabuhan Luanda ditutup. Toko-toko kehabisan bahan makanan. Penjarahan dan perampasan dimulai. Diberlakukan jam malam pada pukul 9. Siapa pun yang masih berada di jalan setelah jam tersebut bisa ditembak.”

Gerak Maju Hamba-Hamba Yehuwa

Periode pergolakan politik ini merupakan masa pertumbuhan rohani yang hebat. Puncak penyiar mencapai 3.055, kenaikan 68 persen dari tahun sebelumnya. Jumlah hadirin Peringatan mencapai 11.490!

Pada tanggal 5 September 1975, berita yang sudah lama ditunggu-tunggu akhirnya diterima juga. Menteri kehakiman pemerintahan transisi menyatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa telah diakui secara hukum sebagai ”lembaga keagamaan”. João Mancoca mengingat, ”Terdapat sukacita dan kegembiraan besar di antara saudara-saudara. Belum pernah mereka merasakan kemerdekaan beribadat secara terbuka. Rasanya seolah-olah pintu penjara telah terbuka lebar-lebar. Untuk pertama kalinya, perhimpunan dan kebaktian wilayah dapat diselenggarakan dengan diketahui masyarakat luas. Kebaktian wilayah yang diorganisasi pada musim semi 1976 terbukti menjadi pendorong yang hebat untuk pekerjaan pengabaran dan menguatkan tekad yang dibutuhkan di kemudian hari.”

Lima kebaktian wilayah direncanakan, tetapi kewaspadaan mengharuskan agar tiap-tiap pertemuan demikian hanya dihadiri oleh tiga atau empat sidang saja. Tiga saudara juga ditugaskan untuk mengunjungi sidang-sidang pada akhir pekan sebagai pengawas wilayah.

Selama bertahun-tahun, situasi di Angola tidak memungkinkan para pengawas untuk menghadiri salah satu sekolah khusus yang disiapkan oleh Lembaga. Jadi, dibuat perencanaan untuk mengadakan Sekolah Pelayanan Kerajaan yang pertama bagi para penatua dari tanggal 19-24 Mei 1976. Dua saudara asal Angola menghadiri sekolah di Portugal dan menerima pelatihan. Sekembalinya mereka, mereka menjadi instruktur di sekolah serupa di Luanda, bersama Mário P. Oliveira dari kantor cabang Portugal yang datang untuk membantu.

Dua puluh tiga penatua yang menghadirinya sangat menghargai instruksi Alkitab untuk membantu mereka ’menggembalakan kawanan domba Allah’. (1 Ptr. 5:2) Carlos Cadi, yang pada waktu itu melayani sebagai pengawas wilayah, masih mengingat pengaruh sekolah itu, ”Para penatua dapat melihat organisasi Yehuwa dari sudut pandang yang baru. Sekolah itu memperlihatkan kepada saudara-saudara aspek pendidikan organisasi Yehuwa. Mereka belajar caranya membantu saudara-saudari di sidang untuk menerapkan prinsip Alkitab dalam mengatasi masalah. Sekolah itu juga membantu para penatua untuk melihat bagaimana mereka dapat mengorganisasi kegiatan sidang dengan lebih baik, menggunakan semaksimal mungkin kesanggupan para hamba pelayanan yang melayani bersama mereka”.

Pengakuan resmi juga berarti bahwa Alkitab dan lektur Alkitab dapat diimpor. Dalam waktu lima bulan, beberapa sidang menerima majalah-majalah mereka yang pertama. Alangkah besar berkatnya sewaktu mereka pada akhirnya menerima terbitan 32 halaman Menara Pengawal dan Sedarlah! secara lengkap. Saudara-saudara bergerak cepat melalui ’pintu besar yang menuju kegiatan telah dibukakan’ bagi mereka. (1 Kor. 16:9) Akan tetapi, kondisi-kondisi yang tidak stabil di negeri itu mengarah kepada masalah serius selanjutnya.

Meskipun kemerdekaan resmi dari Portugal terwujud sesuai rencana pada tanggal 11 November 1975, pertempuran antarpartai politik utama segera menjadi perang sipil berskala besar. Republik-republik independen berdiri, dengan Luanda sebagai ibu kota MPLA yang berhaluan Marxisme. Huambo menjadi ibu kota koalisi antara UNITA dan FNLA.

Propaganda politik satu kelompok melawan kelompok lain menimbulkan kebencian rasial dan suku yang sangat hebat. Di ibu kota, pembunuhan berdarah dingin—bahkan membakar orang hidup-hidup di jalanan—menjadi pemandangan sehari-hari. Sering kali, kesalahan korban hanyalah karena mereka menggunakan bahasa yang mengidentifikasi mereka sebagai pendatang dari luar kota Luanda. Kebencian terhadap para pendatang ini menimbulkan ketegangan yang menyebabkan perpindahan penduduk besar-besaran dari utara dan selatan negeri itu ke provinsi asalnya. Namun, beberapa saudara dengan berani tetap tinggal di daerah yang bukan provinsi asalnya demi mengurus kebutuhan saudara-saudari rohani mereka.

”Viva Yehuwa!”

Saksi-Saksi Yehuwa sekali lagi menghadapi penindasan yang brutal. Saksi-Saksi di Luanda dipanggil menghadap rukun tetangga yang berupaya memaksa mereka membeli kartu partai politik. Dalam suasana yang sangat emosional ini, Biro Politik Komite Sentral MPLA menuduh Saksi-Saksi menghasut masyarakat untuk membangkang terhadap Negara, tidak merespek bendera nasional, dan menolak dinas militer. Penjelasan pihak Saksi-Saksi Yehuwa sama sekali tidak digubris.

Pada bulan Maret 1976, tibalah kiriman lektur Alkitab ke Angola dari Portugal. Semuanya berupa 3.000 Alkitab, 17.000 buku Kebenaran yang Membimbing kepada Hidup yang Kekal, 3.000 buku Dari Firdaus Hilang sampai Firdaus Dipulihkan, serta majalah. Semua ini disita oleh kalangan berwenang dan dibakar.

Pada tanggal 27 Mei 1976, siaran radio pemerintah menyuruh semua rukun tetangga dan organisasi Negara untuk memantau rapat-rapat kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa. Gereja Katolik setiap hari mengumumkan lewat siaran radionya bahwa Saksi-Saksi Yehuwa bersifat subversi.

Saksi-Saksi dipaksa untuk keluar dari antrean ransum makanan. Gerombolan massa berkumpul di luar tempat perhimpunan. Anak-anak diganggu di sekolah. Anak-anak José dos Santos Cardoso dan istrinya, Brígida, ditekan habis-habisan untuk mengucapkan slogan-slogan politik, menyanyikan lagu kebangsaan, dan meneriakkan ”Yehuwa Payah”. Mereka dianiaya karena menolak perintah itu. José Jr., yang waktu itu berusia sembilan tahun, tiba-tiba angkat suara, ”Baiklah, saya akan menyerukan ’Viva [hidup]’!” Semua orang menunggu dengan harap-harap cemas. Akhirnya, anak itu berseru ”Viva Yehuwa!” Sebelum mereka sadar apa yang dikatakan anak itu, para penentang bersamaan menyambut, ”Viva!”

Ke dalam ”Tanur”

Partai yang berkuasa bertekad memaksa Saksi-Saksi untuk bergabung dengan dinas militer. Ini mengarah kepada penindasan keji lainnya.

Pada tanggal 17 Februari 1977, Artur Wanakambi, seorang saudara yang bergairah dari Provinsi Huíla, berupaya menjelaskan posisinya yang netral, namun tak berhasil. Ia dan ketiga saudara lainnya diarak sepanjang jalan menuju penjara. Orang-orang yang menontonnya, termasuk para penyapu jalan, diperbolehkan untuk memukuli mereka. Keesokan harinya, para istri ketiga saudara itu pergi ke penjara untuk melihat keadaan suami mereka. Setelah lama menunggu, para istri tersebut dicambuki tanpa belas kasihan, hingga babak belur dan bersimbah darah. Pada sore itu juga, saudari-saudari ini dijebloskan ke dalam penjara yang sama dengan suami mereka.

Saudara Teles mengenang apa yang terjadi atas sekelompok saudara terpidana lainnya sepuluh hari kemudian, ”Tiga puluh lima orang dari antara kami dijebloskan ke dalam ’tanur’. Itu adalah sebuah ruangan yang panjangnya tujuh meter serta lebar dan tingginya tiga meter. Pada langit-langit betonnya, terdapat dua lubang angin berukuran kecil, bahkan tangan pun tidak bisa lolos dari lubang itu. Pada waktu itu, musim panas sedang terik-teriknya, dan sel itu benar-benar seperti perapian. Karena mereka bertekad untuk melenyapkan kami, mereka menutup dua lubang angin itu.

”Pada hari keempat, kami memohon kepada Yehuwa untuk memberi kami kekuatan untuk bertahan menghadapi panas yang alang kepalang itu. Kami diingatkan akan ketiga pemuda setia pada zaman Daniel yang dijebloskan ke dalam tanur api. Pada hari berikutnya, sekitar pukul tiga pagi, terdengar suara gebrakan di pintu, dan pintu pun terbuka. Alangkah leganya kami dapat menghirup udara segar! Rupanya, si penjaga penjara. Dalam keadaan setengah tidur, ia membuka pintu dan kemudian rebah. Sekitar sepuluh menit kemudian, penjaga penjara itu bangun dan menutup pintu tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Kami bersyukur kepada Yehuwa karena dapat menghirup udara segar walau sejenak saja.

”Beberapa hari kemudian, tujuh saudara lagi dijebloskan bersama kami. Tidak ada cukup ruang untuk duduk. Kami dipukuli beberapa kali. Hawa semakin panas, dan terciumlah bau yang sangat busuk dari luka bernanah dan luka pemukulan.

”Pada tanggal 23 Maret, kami merayakan Peringatan, meskipun itu hanyalah khotbah tanpa lambang-lambang. Pada waktu itu, kami berjumlah 45 orang. Beberapa dari antara kami telah berada di dalam ’tanur’ selama 52 hari dan kami semua selamat.”

Setelah dikeluarkan dari ’tanur’, mereka dikirim ke kamp kerja paksa Sakassange, 1.300 kilometer di sebelah timur Provinsi Moxico.

Penganiayaan ”Dilegalisasi”

Pada tanggal 8 Maret 1978, Biro Politik pada Komite Sentral MPLA mengumumkan bahwa ”gereja ’Saksi-Saksi Yehuwa’” dinyatakan ilegal dan terlarang. Untuk memastikan agar pernyataan itu didengar masyarakat luas, pengumuman dikumandangkan tiga kali sehari di stasiun radio Luanda. Surat keputusan aslinya ditulis dalam bahasa Portugis, tetapi untuk memastikan agar semua orang memahami berita itu, pengumuman juga disampaikan selama seminggu dalam bahasa Chokwe, Kikongo, Kimbundu, dan Umbundu. Akhirnya, surat perintah itu diterbitkan di surat kabar partai, Jornal de Angola, tertanggal 14 Maret 1978. Pada kenyataannya, pelarangan itu hanyalah ”melegalisasi” kebrutalan yang sudah kelewat batas.

Kecaman yang dilontarkan oleh Organisasi Pertahanan Rakyat (Organization for the Defense of the People atau ODP) semakin meningkat. Banyak Saksi-Saksi Yehuwa dikumpulkan dan dipenjarakan tanpa melalui proses pengadilan. Inspeksi mendadak dilakukan di pabrik-pabrik di seluruh Luanda. Di pabrik tas Malas Onil, 14 Saksi ditahan. Di kota Lubango, 13 Saksi lainnya ditahan. Beberapa hari kemudian, laporan mengkonfirmasikan penangkapan 50 Saksi di Ndalatando. Dalam waktu satu minggu setelah pelarangan, sedikitnya 150 saudara-saudari dipenjarakan.

Ini diikuti pemecatan yang sewenang-wenang terhadap Saksi-Saksi dari tempat kerja mereka. Tingkah laku yang baik selama bertahun-tahun, kompetensi, atau kinerja mereka sama sekali tidak digubris. Bahkan, beberapa Saksi yang di-PHK itu menduduki jabatan yang bertanggung jawab sehubungan dengan perkembangan ekonomi di negeri itu.

Kaum wanita tidak terkecuali. Seorang komandan militer melihat Emília Pereira di muka rumahnya dan bertanya mengapa ia tidak menjadi anggota milisi. Ketika saudari ini menjawab bahwa ia tidak suka hal-hal yang melibatkan pembunuhan atau penumpahan darah, sang komandan tahu bahwa wanita ini seorang Saksi. Setelah mengaku, saudari ini disuruh naik ke truk yang diparkir. Kedua adik perempuannya keluar untuk melihat apa yang terjadi, dan mereka juga dimasukkan ke dalam truk itu. Sementara itu, ayah mereka pulang. Komandan itu menyuruh pria itu menaiki truk. Sewaktu mereka hendak berangkat, seorang saudara yang tinggal di dekat situ bertanya apa yang terjadi. Ia pun diciduk dan dipaksa naik ke truk.

Mereka dibawa ke kompleks penjara, dan di sana saudari-saudari dijebloskan ke dalam penjara wanita. Setiap malam, para petugas berupaya memperkosa saudari-saudari muda ini, tetapi saudari-saudari kita ini saling berpelukan, menangis, dan berdoa keras-keras. Reaksi mereka ini menggagalkan niat jahat pria-pria itu dan mereka luput dari kebrutalan tersebut.

Saudara-saudara di Provinsi Malanje juga mengalami pencobaan berat. Penganiayaan keji yang dialami José António Bartolomeu yang berusia 74 tahun telah merenggut nyawanya. Domingas António sangat lemah setelah ditahan dan dipukuli berulang-kali, dan kemudian saudari kita ini meninggal karena serangan malaria. Manuel Ribeiro diracuni dan tewas karena ia menulis surat kepada keluarganya dari penjara.

Seminggu setelah pelarangan, suatu pertemuan diadakan bagi para penatua dari seluruh sidang di Luanda. Mereka diberikan anjuran Alkitab dan bimbingan sehubungan dengan kegiatan yang akan datang, dan informasi ini diteruskan kepada sidang-sidang. Tekad mereka diperkuat seraya mereka merenungkan ayat tahunan 1978, ”Mereka tidak akan menang melawan engkau, sebab ’aku [Yehuwa] menyertai engkau untuk melepaskan engkau.’”—Yer. 1:19.

Naik Banding ke Kalangan Berwenang Pemerintahan

Pada tanggal 21 Maret 1978, ketiga saudara yang melayani sebagai direktur Asosiasi Saksi-Saksi Yehuwa di Angola mengirimkan permohonan banding ke Biro Politik MPLA, mendesak agar pelanggaran hukum ditentukan melalui proses pengadilan dan agar pemenjaraan yang ilegal terhadap Saksi-Saksi dihentikan. Salinan surat ini dikirimkan kepada presiden dan perdana menteri republik ini, serta kepada kementerian pertahanan, kehakiman, pendidikan dan kebudayaan. Namun, tidak ada tanggapan.

Mengikuti teladan rasul Paulus, permohonan banding berikutnya diajukan kepada kalangan berwenang tertinggi di negeri itu. (Kis. 25:11) Surat itu, yang dikirim oleh kantor cabang Portugal, dengan penuh respek meminta presiden Republik Rakyat Angola untuk meninjau kembali riwayat Saksi-Saksi Yehuwa dan memberi mereka kesempatan untuk mengadakan dengar pendapat. Diajukan pula permohonan agar pengadilan mengusut fakta-fakta sehubungan dengan tiap-tiap Saksi yang ditahan. Kali ini, kantor cabang di Portugal menerima surat balasan yang menyatakan bahwa masalahnya akan diinvestigasi.

Sangat Tersentuh oleh Pendirian yang Teguh

Perang sipil terus berkecamuk di Angola, maka tidak banyak orang asing yang datang ke negeri ini. Akan tetapi, pada tahun 1979, panitia negeri di Angola mendapat kabar bahwa Albert Olih, seorang pengawas dari kantor cabang Nigeria, akan datang pada bulan Agustus. Alangkah senangnya saudara-saudari!

Saudara Olih berkata, ”Saya merasa seperti tinggal di barak tentara selama seminggu penuh. Di mana-mana yang tampak hanyalah prajurit bersenjata.” Ia tidak bisa tidur di malam hari karena suara-suara tembakan di jalanan.

Saksi-Saksi di Angola telah mengalami perubahan pesat selama tahun-tahun terakhir itu. Pada tahun 1973, ketika negara itu masih berada di bawah pemerintahan kolonial, dan berlanjut hingga tahun 1976, terdapat kenaikan 266 persen dalam jumlah penyiar. Kemudian, ketika penindasan meningkat pada tahun 1977, diikuti oleh pelarangan pada tahun 1978, pertambahan sempat terhenti. Banyak Saksi di negeri ini boleh dikata belum lama dibaptis—1.000 orang pada tahun 1975 saja. Meskipun terdapat 31 sidang, banyak dari antaranya tak berpenatua. Tanpa kepengurusan yang pengasih dari gembala-gembala rohani, beberapa masalah serius dan kasus kenajisan moral tidak kunjung tuntas. Seluruh sidang di tempat-tempat seperti Malanje, Waku Kungo, dan Ndalatando sekarang berada di kamp-kamp penjara.

Setibanya di Angola, Saudara Olih diberi agenda ekstensif, yang menjelaskan bidang-bidang yang perlu dibahas. Yang menjadi perhatian adalah bagaimana Saksi-Saksi setempat dapat melanjutkan pelayanan yang Allah tugaskan di bawah situasi-situasi yang sedang terjadi. Pengarahan diberikan sehubungan dengan cara penyediaan lektur meskipun persediaan kertas terbatas. Dibahas pula kebutuhan untuk menyediakan lebih banyak lektur dalam bahasa setempat, namun tentu saja, dibutuhkan waktu untuk mencari dan melatih para penerjemah yang cakap.

Masalah di sidang-sidang juga diberikan perhatian. Saudara Olih menandaskan bahwa semua anggota sidang, termasuk para penatua, harus hidup selaras dengan standar-standar Alkitab. Tak seorang pun boleh merasa tidak butuh nasihat. Pertanyaan-pertanyaan dijawab sehubungan dengan syarat-syarat pembaptisan, pencatatan perkawinan, dan kunjungan pengawas wilayah ke sidang-sidang. Saudara-saudara di Angola menghargai pengaturan Lembaga bagi mereka, menyediakan bimbingan Alkitab melalui saudara yang berpengalaman itu.

Pada kunjungan Saudara Olih, sebuah rapat diadakan dengan para penatua dari Luanda dan dari daerah-daerah lain. Pada pukul 10.00 pagi, mereka mulai berdatangan, satu demi satu, sehingga tidak menarik perhatian ke lokasi rapat. Akan tetapi, sebelum rapat diadakan pada pukul 7.00 malam, lokasinya sempat diubah dua kali karena tempat itu tampaknya sedang diintai. Ketika Saudara Olih tiba di lokasi ketiga, ia mendapati 47 penatua sedang duduk menunggunya di halaman. Ketika salam dari keluarga Betel Nigeria disampaikan, salam itu disambut dengan lambaian tangan tanpa suara. Khotbah Alkitabnya yang disampaikan selama satu jam itu membahas tentang penyelenggaraan bagi para penatua, menandaskan kebutuhan akan lebih banyak penatua dalam sidang Kristen dan menandaskan tanggung jawab yang tersangkut. Seusai khotbah, saudara-saudara mengajukan pertanyaan selama dua jam seraya mereka meninggalkan tempat satu demi satu sebelum batas jam malam.

Bagaimana perasaan Saudara Olih tentang pekan kunjungannya di Angola? ”Saya sungguh mendapat banyak manfaat. Saya merasa sangat dianjurkan oleh pendirian teguh saudara-saudari untuk melayani Yehuwa meskipun menghadapi kesulitan. Saya meninggalkan Angola sambil berdoa dalam hati dan berlinang air mata karena saudara-saudara ini, meski menderita, tetap tersenyum karena harapan menakjubkan yang mereka miliki.”

Kunjungan Tindak Lanjut

Setahun setelah kunjungan Saudara Olih, Badan Pimpinan mengutus Albert Olugbebi, juga dari kantor cabang Nigeria, untuk melayani saudara-saudara di Angola. Ia menyarankan agar mereka mengadakan program Sekolah Dinas Perintis bagi ke-50 perintis biasa. Juga, ia menganjurkan agar mereka mencoba menyelenggarakan kebaktian wilayah setiap enam bulan tetapi dengan hadirin terbatas.

Selama kunjungan Saudara Olugbebi, tiga rapat diadakan dengan kelompok-kelompok penatua serta saudara-saudara pengemban tanggung jawab di sidang yang tak berpenatua. Rapat-rapat itu dihadiri oleh 102 saudara. Saudara Olugbebi memberikan nasihat Alkitab tentang perlunya para penatua menjunjung prinsip Alkitab dan menjadi teladan bagi kawanan, bukannya memerintah atas mereka. (1 Ptr. 5:3) Pertanyaan-pertanyaan diajukan tentang prosedur pengusulan seseorang menjadi penatua di sidang-sidang yang tak berpenatua.

Salah seorang hadirin rapat ini adalah Silvestre Simão, yang imannya telah diuji selama hampir empat tahun di penjara dan kamp buruh. Setelah melayani sebagai penatua selama bertahun-tahun, ia dipercayakan tanggung jawab yang lebih besar sebagai pengawas wilayah sewaktu saudara-saudara asal Eropa terpaksa meninggalkan Angola pada pertengahan tahun 1970-an. Sekarang, dengan pengaturan penyelenggaraan kebaktian wilayah setiap enam bulan, terdapat kebutuhan akan seorang pengawas distrik. Meskipun Saudara Simão mempunyai enam anak, serta memiliki tanggung jawab duniawi dalam menafkahi keluarganya, ia menerima tugas baru ini. Ia telah mengemban tanggung jawab ini dengan sangat baik selama 20 tahun terakhir ini. Ia juga melayani sebagai anggota Panitia Cabang.

Saat mengakhiri kunjungannya, Saudara Olugbebi melaporkan perkembangan yang membesarkan hati: Meskipun Saksi-Saksi masih perlu ekstra hati-hati dalam berhimpun dan mengabar, penindasan yang keji terhadap saudara-saudara usia wajib militer sudah mulai mereda. Sebenarnya, meskipun pada waktu itu antara 150 dan 200 saudara masih mendekam di penjara atau kamp kerja, jumlah itu telah berkurang hingga 30 pada bulan Maret 1982.

Membagikan Makanan Rohani—Tantangannya

Selama masa pelarangan, menyediakan makanan rohani secara teratur merupakan prioritas utama. Ini sering kali sangat berisiko.

Pertama-tama, sangatlah sulit memperoleh kertas stensil untuk mencetak Menara Pengawal. Dibutuhkan izin pemerintah untuk membeli kertas. Meskipun terdapat lebih dari 3.000 penyiar, untuk sementara waktu hanya tersedia 800 hingga 1.000 eksemplar artikel pelajaran mengingat terbatasnya persediaan kertas. Meskipun demikian, dengan menggunakan mesin cetak kecil, saudara-saudara mampu menghasilkan buku-buku kecil bersampul lunak, seperti buku Kebenaran yang Membimbing kepada Hidup yang Kekal.

Meski menghadapi risiko yang besar, Fernando Figueiredo dan Francisco João Manuel menerima tugas untuk menghasilkan lektur. Saudara-saudara yang energik ini menemukan lokasi baru untuk meningkatkan kegiatan pencetakan. Kadang-kadang, mereka harus berpindah-pindah lokasi karena alasan keamanan. Di beberapa tempat, mesin stensil ditempatkan di ruang kedap suara, tanpa jendela atau ventilasi, sehingga kondisi kerjanya sangat sulit. Di ruang sebelah, relawan-relawan lainnya mengurutkan halaman-halaman majalah dan menstaplesnya. Mereka harus mengurutkan, menstaples, dan mengepak majalah-majalah itu agar segera disalurkan malam itu juga. Semua sisa pekerjaan harus langsung dibersihkan, sehingga tidak tertinggal sesuatu pun yang dapat menimbulkan kecurigaan. Seraya produksi meningkat, dua mesin stensil dioperasikan secara bersamaan di ”dapur”, tempat penyiapan makanan rohani. Satu regu saudara-saudara bekerja setiap hari, mengetik stensil, melakukan koreksi tipografi, menggandakan, mengurutkan halaman stensilan, menstaples, dan mengantarkan majalah ke sidang-sidang.

Pengiriman lektur ke sidang-sidang yang terpencar di luar kota Luanda harus ditangani oleh kurir. Ini merupakan tugas yang berbahaya. Salah seorang yang pernah melayani sebagai kurir berkata, ”Beberapa bulan setelah pelarangan mulai diberlakukan secara resmi, saya berangkat ke Provinsi Benguela untuk urusan pekerjaan duniawi. Kantor Lembaga setempat telah menitipkan beberapa barang untuk disampaikan kepada sidang-sidang di Lobito dan Benguela. Saya tidak kenal seorang saudara pun di kota-kota ini. Satu-satunya referensi yang saya miliki untuk menghubungi mereka adalah nomor telepon salah seorang penatua di Benguela. Untuk alasan keamanan, satu-satunya identifikasi adalah nama sandi Keluarga Yesaya.

”Setibanya saya di Benguela, semuanya tampak lancar-lancar saja. Di bandara, saya tidak diperiksa, begitu juga di pabean, mengingat sifat pekerjaan saya. Barang titipan itu masih utuh. Setibanya saya di kota, saya langsung menelepon saudara-saudara agar mereka datang dan mengambil titipan itu. Saudara yang saya telepon mengatakan bahwa ia sedang tidak enak badan, namun berjanji untuk mengirim seseorang ke hotel untuk mengambil barang itu. Karena alasan tertentu, selama empat hari saya di hotel, tak seorang pun datang untuk mengambil barang titipan itu, meskipun saya menelepon saudara itu setiap hari.

”Pada hari kepulangan saya, mau tak mau barang itu harus saya bawa pulang lagi ke Luanda. Setibanya di bandara, kepala delegasi mendesak agar semua anggota delegasi berikut bagasinya diperiksa sebagai teladan bagi para penumpang lainnya. Saya hanya punya dua pilihan: (1) membuang barang titipan itu ke tempat sampah atau (2) tetap membawanya dengan risiko tertangkap.

”Setelah berdoa kepada Yehuwa, saya ingat kata-kata di Amsal 29:25, ’Gemetar terhadap manusialah yang mendatangkan jerat, tetapi ia yang percaya kepada Yehuwa akan dilindungi.’ Saya memutuskan untuk menghadapi situasi itu, karena sayang sekali jika makanan rohani yang limpah itu sampai terbuang.

”Saya sengaja antre paling belakang sehingga apabila polisi sampai menemukan lektur dan majalah itu, tidak akan menarik perhatian banyak orang. Ketika tinggal dua orang lagi untuk diperiksa, saya mendengar seseorang berkata, ’Mohon perhatian, ada seorang pria di sini yang ingin menghubungi anggota delegasi dari Luanda untuk mengambil barang titipan.’ Sewaktu saya mendengar hal ini, saya berkata pada diri sendiri, ’Yehuwa mendengar doa saya. Saya melihat tergenapnya Yesaya 59:1, ”Tangan Yehuwa tidak menjadi terlalu pendek sehingga tidak dapat menyelamatkan,”’ dan saya bergegas menemuinya. Ketika saya bertemu dengan saudara itu, saya hanya sempat mengatakan Keluarga Yesaya. Ia membalas dan menerima barang titipan itu. Saya harus cepat-cepat kembali karena pesawat hendak berangkat, jadi saya bahkan tidak sempat berbicara dengan saudara itu. Ya, Yehuwa adalah ’keselamatan kita pada waktu kesesakan’.”—Yes. 33:2.

Mengurus Kawanan meski Menghadapi Bahaya

Perang—sang penunggang kuda Apokalips berwarna merah menyala—terus memorakporandakan kehidupan masyarakat Angola. (Pny. 6:4) Kota-kota dan pabrik-pabrik dibom, jalan-jalan dipasangi ranjau, jembatan-jembatan diledakkan oleh dinamit, persediaan air minum disabotase, dan desa-desa diserang. Pembantaian penduduk sipil merupakan pemandangan sehari-hari. Tanaman palawija dihancurkan, dan para petani melarikan diri ke kota. Pengungsi perang datang berbondong-bondong ke Luanda. Ransum makanan dan pasar gelap menyulitkan orang menyambung hidup dari hari ke hari. Tetapi, kerja sama yang pengasih di kalangan Saksi-Saksi Yehuwa turut membantu banyak orang bertahan melewati keadaan-keadaan sulit ini.

Pada masa yang genting ini, Rui Gonçalves, Hélder Silva, dan yang lain-lain rela bertaruh nyawa untuk mengunjungi sidang-sidang yang terpencar di seluruh negeri. Untuk menggambarkan bagaimana kunjungan itu diorganisasi, Saudara Gonçalves menulis, ”Pada bulan Mei 1982, pengawas wilayah untuk pertama kalinya mengunjungi Tombua. Ke-35 saudara mulai datang satu per satu ke tempat perhimpunan dalam selang waktu yang direncanakan dengan cermat, mulai pukul 10.00 pagi pada hari itu. Mereka menunggu dengan senyap. Lembaga yang menamakan diri ODP [Organisasi Pertahanan Rakyat] mengendalikan semua kegiatan di kota. Saya tiba ketika hari mulai gelap, 11 jam kemudian, pada pukul 9.00 malam. Tiga puluh menit kemudian, perhimpunan dimulai dan berlangsung hingga pukul 4.40 pagi.”

Sebagian besar saudara yang ambil bagian dalam pekerjaan wilayah telah menikah dan mempunyai anak-anak. Tetapi, mereka melakukan sebisa-bisanya untuk memenuhi kebutuhan rohani sidang. Salah seorang saudara, yang sekarang adalah anggota Panitia Cabang, menjelaskan apa yang terlibat dalam kunjungan rutin pengawas wilayah, ”Tiap-tiap sidang dijadwalkan mendapat kunjungan seminggu penuh. Akan tetapi, kunjungan dimulai pada hari Senin, bukannya Selasa. Ini karena seluruh sidang tidak mungkin berhimpun bersama. Kunjungan dibuat ke tiap-tiap kelompok PBS. Di sidang-sidang besar, beberapa kelompok PBS akan dikunjungi dalam semalam. Jam-jam perhimpunan diatur selentuk mungkin sehingga pengawas wilayah dapat berkunjung dari kelompok yang satu ke kelompok lainnya. Ia menyampaikan bahan yang sama kepada tiap-tiap kelompok. Jadi, selama seminggu, ia akan menyampaikan khotbahnya sebanyak 7 hingga 21 kali. Kegiatan pada pekan itu sangat padat dan menguras tenaga, tetapi saudara-saudara itu gigih dalam memberikan dorongan moril kepada sidang-sidang.”

Rui Gonçalves masih ingat secara jelas perjalanan yang menegangkan ke kota Cubal pada bulan Januari 1983. Perjalanan itu nyaris merenggut nyawanya. Ia berkata, ”Satu-satunya cara untuk mengunjungi sidang ini adalah dengan berjalan beriringan dengan kendaraan militer untuk mendapat perlindungan. Setelah memeriksa situasinya dengan cermat, militer mengizinkan 35 kendaraan untuk berangkat. Kami menumpang mobil Saudara Godinho, dan mobil kami berada di urutan ketiga dari enam kendaraan. Setelah dua jam menempuh perjalanan, sebuah misil ditembakkan oleh pasukan gerilya, dan menghancurkan truk militer terdepan. Tembakan itu disusul dengan misil berikutnya, yang menghancurkan kendaraan kedua. Dua bom sempat mengenai mobil kami tetapi tidak langsung meledak. Sementara mobil sedang melaju, Saudara Godinho berteriak agar semua penumpang melompat ke luar. Seraya saya dengan panik mencari tempat berlindung di semak-semak, sebuah peluru menghantam telinga kiri saya dan saya jatuh pingsan.”

Sebelum pingsan, ia melihat tiga tentara gerilya mengejar saudara-saudara lainnya, tetapi saudara-saudara itu melarikan diri ke hutan. Saudara Gonçalves melanjutkan, ”Ketika saya siuman, kepala saya sudah berlumuran darah. Beberapa jam kemudian, saya merayap ke jalanan. Sebuah satuan militer menemukan saya, memberikan pertolongan pertama, dan membawa saya ke rumah sakit di Benguela.” Ia kemudian mengetahui bahwa semua mobil dalam konvoi itu sudah habis dibakar atau dihancurkan. Dua belas orang di dalam mobil-mobil tersebut tewas, dan 11 lainnya menderita luka tembak yang parah. Saudara-saudara yang menempuh perjalanan bersama Saudara Gonçalves lolos dari tembakan peluru. Dan, meskipun Saudara Gonçalves kehilangan hampir seluruh telinganya dan beberapa barang pribadi, ia melanjutkan, ”Kami bersyukur sepenuh hati kepada Yehuwa.”

Membagikan Air yang Memberikan Kehidupan

Sewaktu sebagian besar orang Angola hanya memikirkan caranya menyelamatkan diri, Saksi-Saksi Yehuwa sangat bergairah untuk memberitakan ”kabar baik tentang sesuatu yang lebih baik” di seluruh kawasan yang luas ini. (Yes. 52:7) Bagaimana mereka melaksanakan pekerjaan ini?

Seorang perintis di Luanda menjelaskan bahwa ia, istrinya, dan putrinya yang masih kecil pergi berdinas bersama. Setelah memberi salam pada penghuni rumah, mereka meminta air minum bagi putri cilik mereka. Jika penghuni rumah menyediakan air minum, mereka akan menanyakan penghuni rumah apakah mereka mengetahui sejenis air yang akan mendatangkan manfaat yang lebih besar daripada air dingin yang disuguhkan kepada putri mereka. Orang yang berminat akan bertanya, ’Air apakah itu?’ Kemudian, keluarga itu akan menjelaskan berkat-berkat Kerajaan Allah dan harapan kehidupan abadi.—Yoh. 4:7-15.

Mereka tidak membawa tas, Alkitab, atau lektur dalam pelayanan. Tetapi, jika penghuni rumah mempunyai Alkitab dan ingin membaca tentang hal-hal ini, mereka akan menggunakan Alkitab sang penghuni rumah untuk melanjutkan pembahasan. Apabila penghuni rumah berminat, mereka akan berkunjung kembali. Dengan menggunakan pendekatan yang bijaksana seperti ini, Saksi-Saksi dapat menemukan para peminat, dan sidang-sidang diberkati dengan pertambahan yang berkesinambungan.

Abdi Allah

Daerah-daerah terpencil juga dicapai oleh kabar baik. Kabar baik menjangkau daerah Gambos, dekat perbatasan Namibia, melalui upaya Tchande Cuituna. Ia pertama kali mendengar berita Kerajaan di negeri yang dulunya bernama Rhodesia. Setelah bekerja selama beberapa waktu di pertambangan di Afrika Selatan, ia pulang kampung dan menekuni usaha peternakan. Ia secara rutin pulang-pergi ke Afrika Selatan untuk memperoleh publikasi Menara Pengawal, dan dalam salah satu perjalanannya, pada tahun 1961, ia dibaptis. Sejak saat itu, ia dengan bergairah memberitakan kabar baik kepada teman-teman sedaerahnya.

Ia memuati pedatinya dengan air, makanan, dan lektur Alkitab dan mengabar dari quimbo ke quimbo (dari kampung ke kampung) selama dua atau tiga bulan sekaligus. Sewaktu pedatinya rusak, ia melanjutkan perjalanan dengan naik kerbau. Bahkan di usianya yang ke-70, ia berjalan kaki bersama penyiar-penyiar lain menempuh jarak sejauh lebih dari 200 kilometer.

Tchande Cuituna mempunyai begitu banyak ternak di daerah itu. Dalam masyarakat patriarkat ini, ia adalah kepala puak yang terpandang. Kegiatan setiap hari dimulai dengan membunyikan lonceng agar semua orang duduk dan membahas ayat harian dalam bahasa setempat. Pada hari-hari perhimpunan, suara gong yang khas mengundang sekitar 100 orang untuk berhimpun guna mendapatkan bimbingan rohani.

Di seluruh wilayah Gambos, Tchande Cuituna terkenal sebagai abdi Allah. Dengan menerapkan apa yang diperolehnya dari pelajaran Alkitab pribadinya serta publikasi yang berharga dari ”budak yang setia dan bijaksana”, Saudara Cuituna menjadi teladan yang sangat baik bagi orang-orang lain. Guna mencapai sebanyak mungkin orang, ia menerjemahkan buku kecil ”This Good News of the Kingdom” ke dalam bahasa Nyaneka dan Kwanyama.

Kantor cabang di Luanda mengetahui kegiatan Saudara Cuituna dari laporan dinas pengabaran yang diberikannya dari waktu ke waktu melalui saudara-saudara di Windhoek, Namibia. Untuk mendekatkan Saudara Cuituna dengan Saksi-Saksi lainnya, pada tahun 1979, kantor cabang Luanda mengirim Hélder Silva, seorang pengawas wilayah, untuk menemuinya. Ia masih ingat perjalanan itu.

Saudara Silva menulis, ”Kami mengendarai mobil sejauh 160 kilometer ke Chiange. Dari situ, kami harus berjalan kaki sejauh 70 kilometer. Hujan badai disertai banjir bandang selama enam jam membuat kami hampir membatalkan perjalanan. Kadang-kadang, air naik hingga selutut, tetapi kami tidak boleh berhenti, karena di daerah itu banyak sekali binatang buas. Karena berlumpur, kami lebih mudah berjalan dengan telanjang kaki, sambil membawa barang-barang kami dengan tandu. Akhirnya, kami sampai di wilayah Liokafela dan tujuan kami, quimbo (kampung) tempat Cuituna tinggal. Kami sangat lapar dan lelah, maka para wanita menyuguhi kami susu asam, minuman jagung khas setempat yang dinamai bulunga, cokelat, dan bubur jagung yang disebut ihita. Setelah beristirahat di depan perapian yang hangat, kami siap melaksanakan kegiatan yang dijadwalkan.” Kunjungan ini merupakan langkah maju untuk mengorganisasi pemberitaan kabar baik di kawasan Gambos.

Tak satu hadirin pun akan melupakan pembaptisan 18 saudara-saudari baru pada bulan Agustus 1986 di Sungai Caculuvar. Mereka ini dibenamkan pada pembaptisan yang pertama di kawasan Gambos dalam kurun waktu 40 tahun sejak kabar baik Kerajaan diperkenalkan di sana. Para perintis yang turut dalam pekerjaan di daerah ini berseri-seri karena sukacita. Tak terlukiskan kebahagiaan Saudara Cuituna sewaktu ia menyaksikan pembaptisan itu. Sambil melonjak dengan sukacita, ia berkata, ”Saya merasa seperti Raja Daud ketika ia memboyong tabut perjanjian Yehuwa.” (2 Sam. 6:11-15) Saudara Cuituna terus melayani sebagai perintis biasa.

Pekerjaan di Angola Selatan

Pada tahun 1975, Tymoly yang berusia 18 tahun, seorang wanita berperawakan jangkung dari kawasan Huíla di Angola selatan, mengenal kebenaran berkat upaya seorang perintis bernama José Tiakatandela. Tymoly menghargai berita Alkitab, tetapi orang-tuanya sangat menentang dia. Ia tidak diberi makan selama berhari-hari, dipukuli, dan akhirnya dilempari batu. Karena nyawanya terancam, ia berjalan kaki sejauh 60 kilometer ke Lubango. Di sana, ia dapat menghadiri perhimpunan sidang. Dengan bantuan kursus membaca dan menulis, ia membuat kemajuan sehingga ia dapat mendaftar di Sekolah Pelayanan Teokratis. Ia dibaptis pada tahun 1981. Tymoly juga belajar menjahit agar dapat menafkahi diri, dan ia menjahit pakaian-pakaian yang bersahaja bagi dirinya sendiri. Tiga pria dan empat wanita dari kelompok etniknya yang mendengarkan berita Kerajaan pada tahun 1978 dibaptis pada tahun 1980.

Kemudian, pada tahun 1983, José Maria Muvindi, dari Lubango, melayani sebagai perintis ekstra selama tiga bulan. Ia pergi ke daerah selatan, mengabar di pedesaan di sekitar kota Jau dan Gambos. Ia menempuh perjalanan ke Provinsi Namibe, membagikan kabar baik di kalangan suku Mukubais, suku yang menonjol. Melihat besarnya kebutuhan di kawasan ini, ia mendaftar sebagai perintis biasa. Para perintis lain mengikuti jejaknya.

Ketika Saudara Muvindi mengabar di daerah itu, kebenaran Alkitab menyentuh hati banyak orang ini. Mereka mulai membuat perubahan yang diperlukan dalam kehidupan mereka. Agar memenuhi syarat untuk melayani Yehuwa, mereka harus meninggalkan praktek-praktek yang tidak berdasarkan Alkitab, seperti poligami, perbuatan amoral, pemabukan, dan takhayul. Mereka mulai mengenakan pakaian lengkap, bukan hanya cawat tradisional mereka, atau tchinkuani. Sejumlah besar pasangan suami-istri berbondong-bondong ke Lubango untuk mengesahkan perkawinan mereka. Bagi beberapa orang, ini berarti bepergian ke luar desa untuk pertama kalinya seumur hidup! Kantor catatan sipil di Chiange yang telah ditutup selama sepuluh tahun dibuka kembali untuk menangani begitu banyaknya orang dari daerah Gambos yang menginginkan akta kelahiran dan kartu tanda penduduk agar dapat mendaftarkan perkawinan mereka.

Sayang sekali, Saudara Muvindi meninggal karena hepatitis pada tahun 1986, tetapi pelayanannya yang bergairah membuahkan hasil-hasil yang bagus. Melalui upaya dia dan rekan-rekan yang melayani di situ, banyak orang menerima kesaksian. Sekarang, di daerah ini terdapat sembilan sidang serta sepuluh kelompok yang belum diorganisasi menjadi sidang, yang kesemuanya mendukung ibadat sejati di daerah itu.

Pengawasan Meningkat

Dengan dibentuknya Brigade Populer Vigilante (BPV) pada tahun 1984, tekanan kembali dirasakan oleh saudara-saudara kita. Tujuan dibentuknya BPV adalah untuk menjamin penyidikan terhadap pihak-pihak yang tidak mendukung proses revolusi. Bagaimana BPV menjalankan misinya? Domingos Mateus, yang melayani sebagai pengawas wilayah pada waktu itu, ingat betul, ”Di setiap sudut kota Luanda, saudara akan melihat seorang petugas Brigade Populer Vigilante, yang mengenakan ikat lengan berwarna biru dengan inisial BPV. Ia berwenang menggeledah siapa pun yang lewat. Semakin sulit bagi saudara-saudara untuk membawa publikasi ke perhimpunan. Pada bulan Desember 1985, tercatat sebanyak 800 kelompok brigade yang bertugas di Luanda, yang sangat menyulitkan penyelenggaraan perhimpunan.

”Di kota yang dulunya bernama Largo Serpa Pinto, suatu kelompok brigade yang beranggotakan kira-kira 40 orang menyisir seluruh daerah. Bersama mereka, terdapat anggota Angkatan Bersenjata Populer untuk Kemerdekaan Angola (Popular Armed Forces for the Liberation of Angola), suatu kelompok bersenjata yang menenteng senapan mesin. Sudah biasa kita mendengar suara tembakan yang mereka lepaskan sewaktu hendak mengejar seseorang atau mencegat orang untuk diinterogasi.

”Salah satu sidang menjadwalkan sebuah perhimpunan besar di rumah seorang saudara. Beberapa saat sebelum acara mulai, kami mengamati bahwa seorang anggota BPV sedang mengintai saudara-saudara seraya mereka masuk dan menuliskan nama-nama mereka di sebuah buku kecil. Meski terancam bahaya, saudara yang tinggal di sana tidak panik. Tiba-tiba, ia dapat akal. Dengan tenang, ia berjalan dari arah belakang pria itu, dan setelah dekat, ia mulai berteriak, ’Tolong! Ada maling, cepat tangkap!’

”Karena terkejut, anggota brigade itu lari, membuang semua yang dipegangnya. Seraya para tetangga keluar dari gedung apartemennya dan sebagian lagi melongok ke luar jendela untuk melihat apa yang terjadi, saudara itu masuk ke rumahnya dan memberi tahu sang penatua, ’Brur, silakan mulai perhimpunan kita, situasinya sudah aman terkendali.’ Semua perhimpunan yang dijadwalkan di rumah itu selama pekan kunjungan itu berjalan aman tanpa gangguan.”

”Supnya Tumpah”

Komunikasi Saksi-Saksi Yehuwa dengan saudara-saudara Kristen di luar negeri menjadi semakin sulit. Untungnya, António Alberto bekerja untuk perusahaan minyak asing. Ia membantu membawakan surat-surat penting antara saudara-saudara di Angola dan kantor cabang Portugal.

Tetapi, pada suatu hari di tahun 1987, polisi di bandara berhasil menemukan sebuah paket yang berisi surat-surat tentang kunjungan pengawas wilayah serta beberapa hal konfidensial lainnya. Saudara Alberto sangat cemas. Pada siang hari, ia pulang untuk menengok keluarganya, karena ia yakin bahwa tak lama lagi ia akan ditangkap. Ia menelepon saudara yang menangani urusan ini dan berkata, ”Kakek, supnya tumpah (maksudnya, rahasia kita sudah ketahuan).”

Setelah itu, Saudara Alberto memberanikan diri pergi ke rumah kepala polisi keamanan bandara. Saudara ini menjelaskan bahwa ia pernah dipenjara selama pemerintahan kolonial bersama beberapa pemuda Portugis, bahwa mereka masih surat-menyurat, dan bahwa paket yang disita di bandara itu berisi surat-surat tadi. Kepala polisi keamanan memberikan kartu untuk diperlihatkan kepada petugas yang menyita paket itu, meminta agar paket itu diantar ke kantornya. Ketika Saudara Alberto menyampaikan pesan itu kepada petugas yang bersangkutan, petugas itu mendadak pucat. Mengapa? Karena ia tidak dapat menyerahkan surat-surat itu kepada atasannya—surat-surat itu sudah dibakarnya! Alangkah leganya Saudara Alberto; ia lolos dari celaka.

Bertekad Menempuh Jalan Yehuwa

Perang yang tak kunjung reda juga mendatangkan tekanan baru ke atas Saksi-Saksi Yehuwa, tekanan untuk mematahkan kenetralan Kristen mereka. Pada bulan Februari 1984, 13 pemuda ditahan karena menolak wajib militer. Di antaranya, hanya tiga Saksi yang telah terbaptis; selebihnya adalah penyiar belum terbaptis dan pelajar Alkitab. Meski diancam dan dianiaya secara fisik, mereka membuktikan kokohnya keputusan mereka untuk menempuh jalan Yehuwa. (Yes. 2:3, 4) Sungguh menyedihkan, sewaktu mereka hendak dipindahkan ke Luanda, pesawat yang mengangkut mereka mengalami kecelakaan sewaktu tinggal landas, dan semua penumpangnya tewas.

Pada bulan April 1985, suatu kelompok yang terdiri dari sembilan orang—termasuk Saksi-Saksi terbaptis, penyiar belum terbaptis, dan para peminat—menolak untuk melanggar kenetralan mereka. (Yoh. 17:16) Mereka dipindahkan dengan kereta api, kemudian dengan helikopter, ke zona perang yang paling berbahaya. Ketika para tentara berupaya memaksa mereka untuk ikut berperang dan Manual Morais de Lima menolak, ia ditembak mati. Saudara lainnya dihajar dengan mortar hingga kakinya luka parah, maka ia dibawa keluar dari zona perang dan dikirim ke rumah sakit. Dua saudara diberi tahu, ”Helikopter yang membawamu kemari bukan milik Yehuwa,” dan satu-satunya jalan keluar adalah berjalan kaki sejauh 200 kilometer melewati wilayah yang dikuasai oleh pasukan gerilya dan binatang buas. Setibanya di Luanda, mereka dipenjarakan lagi! Meskipun demikian, mereka tetap yakin bahwa dibimbing oleh kasih kepada Allah Yehuwa dan kepada sesama merupakan haluan hidup terbaik.—Luk. 10:25-28.

Pada peristiwa lainnya, empat Saksi dikirim ke kamp militer yang terpencil di wilayah paling selatan di Angola. Tentara-tentara itu merasa yakin bahwa intensitas perang akan memaksa Saksi-Saksi untuk angkat senjata guna melindungi diri. Sebaliknya, kenang Miguel Quiambata, beberapa petugas, karena terkesan akan keteguhan pria-pria Saksi dan menyadari bahwa mereka tidak berbahaya, memberi mereka keleluasaan untuk pergi ke mana saja di daerah itu. Mereka menggunakan kebebasan itu untuk mengajarkan persediaan Yehuwa berupa hidup kekal melalui Putra-Nya, Yesus Kristus, kepada orang lain. Pada tahun 1987, sewaktu mereka merayakan Peringatan kematian Kristus, hadirin mencapai 47 orang, dan tak lama kemudian hadirin perhimpunan mencapai 58 orang.

Sekitar 300 Saksi-Saksi Yehuwa masih berada di penjara pada tahun 1990 karena kenetralan Kristennya. Beberapa Saksi menjalani beberapa kali masa hukuman, masing-masing lebih dari lima tahun. Ada pula yang mendekam di penjara selama empat tahun tanpa menjalani proses persidangan. Bahkan setelah amnesti dikeluarkan, beberapa kepala penjara sengaja tidak memberi tahu amnesti itu kepada saudara-saudara dan tetap menahan mereka di penjara. Ada pula yang menunda pembebasan Saksi-Saksi karena mereka dianggap sebagai pekerja-pekerja terbaik dan mereka dapat dipercaya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan di luar penjara tanpa khawatir akan melarikan diri. Dan, amnesti itu tidak mencegah penangkapan dan eksekusi dua Saksi lagi pada tahun 1994.

Belakangan, sewaktu membagikan Berita Kerajaan No. 35, seorang saudari perintis bertemu seorang bekas tentara yang menyatakan bahwa ia turut menyaksikan eksekusi tiga Saksi yang menolak angkat senjata. Ketika ditanya apakah keadaan dunia ini akan lebih baik seandainya semua orang adalah Saksi-Saksi Yehuwa, ia mengakui bahwa jika Saksi-Saksi berani menghadapi kematian karena menolak membunuh sesamanya, dunia ini pastilah akan damai jika semua orang adalah Saksi-Saksi Yehuwa. Ia menerima brosur Apa yang Allah Tuntut dari Kita?, menerima pengajaran Alkitab di rumah, dan mulai menghadiri perhimpunan.

Air Kebenaran Terus Mengalir

Kepada nabi Yehezkiel, Yehuwa memberikan penglihatan tentang air kehidupan yang mengalir dari bait rohani Yehuwa yang agung. Air itu merembes di bawah penghalang atau mengitarinya, melalui tanah yang berbatu, dan memberikan kehidupan di tempat-tempat yang dulunya tak bernyawa. (Yeh. 47:1-9) Dewasa ini, meski menghadapi rintangan, air ini mengalir ke lebih dari 230 negeri, termasuk Angola.

Kadang-kadang, rintangan itu tampak begitu besar, tetapi air kehidupan yang berasal dari Allah sanggup mengitari rintangan itu. Pada tahun 1980-an, penyensoran begitu ketatnya sehingga berita-berita dari luar negeri hanya bisa diantar sesekali oleh para kurir ke kantor cabang di Luanda. Namun, lektur Alkitab yang berisi kebenaran yang menyegarkan sanggup memasuki perbatasan antara Angola dan Namibia, yang relatif mudah diseberangi. Dengan demikian, publikasi dalam bahasa Portugis dan bahasa-bahasa setempat dapat diperoleh. Penyelenggaraan ini berlangsung di daerah itu selama beberapa tahun.

Bantuan datang dari berbagai sumber. Sejumlah profesional membantu saudara-saudara memperoleh Alkitab. Bahkan personel militer, beberapa di antaranya adalah kerabat Saksi-Saksi, berani mengambil risiko untuk membantu saudara-saudara di Angola. Beberapa kiriman keperluan kantor, termasuk mesin fotokopi yang mahal, dikirimkan atas nama beberapa tokoh penting. Salah seorang dari antara mereka belakangan memilih untuk bergabung dengan umat Yehuwa, melayani di bawah pengarahan ”Pangeran Perdamaian” Allah.—Yes. 9:6.

Pada tahun 1984, Thierry Duthoit dan istrinya, Manuela, pindah ke Angola dari Zaire (sekarang Republik Demokratik Kongo). Mereka sangat dikasihi oleh saudara-saudara setempat. Saudara Duthoit bertubuh jangkung dan sering kali disangka orang Rusia. Di bawah pemerintahan pada masa itu, banyak orang Rusia di Angola leluasa pergi ke mana saja.

Kesalahkaprahan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk membawa masuk ke negeri, yang sedang berkecamuk perang ini, lektur yang menceritakan bagaimana Allah Yehuwa melalui Kerajaan Mesianik-Nya akan mendatangkan perdamaian sejati kepada umat manusia dan akan membuatnya melimpah ke ujung-ujung bumi. (Mz. 72:7, 8) Saudara Duthoit membangun sejumlah koneksi bisnis dengan para pilot penerbangan yang setuju untuk mengangkut berkardus-kardus lektur Alkitab ke negeri itu. Kemudian, Saudara Duthoit akan mengambilnya di bandara, dan mengantarkannya kepada saudara-saudara. Ia juga memperoleh obat-obatan yang sangat dibutuhkan untuk membantu saudara-saudara yang sakit.

Melalui Saudara Duthoit, saudara-saudara pengemban tanggung jawab diperkenalkan dengan Tn. Ilídio Silva, seorang pengusaha, yang menyumbangkan dua mesin fotokopi. Mesin-mesin ini sangat sulit diperoleh saudara-saudara, karena pemerintah mendata semua mesin kantor di negeri itu. Tn. Silva juga diberkati dengan limpah, karena ia belakangan menjadi seorang hamba Yehuwa yang terbaptis.

Dengan mesin fotokopi elektronik, kini Saksi-Saksi dapat menghasilkan Menara Pengawal edisi 20 halaman. Ini mencakup artikel-artikel sekunder yang selama ini tidak dinikmati saudara-saudara di Angola. Dalam waktu singkat, rata-rata 10.000 eksemplar per terbitan disalurkan. Menyelidiki Kitab Suci juga distensil, dan ini sangat dihargai. Dari Portugal, bahan-bahan pilihan dari ”Segenap Alkitab Diilhamkan Allah dan Bermanfaat” dikirimkan agar dapat distensil juga. Belakangan, bahan itu dapat diperoleh dalam bentuk buku kecil. Ini turut memperkaya program Sekolah Pelayanan Teokratis. Alangkah menyegarkan semua persediaan rohani ini!

Bukti adanya berkat ilahi mencakup pertambahan jumlah pemuji Yehuwa di negeri ini. Pada akhir tahun dinas 1987, jumlah penyiar yang melaporkan kegiatan sebagai Saksi-Saksi-Nya mencapai 8.388, pertambahan lebih dari 150 persen sejak pelarangan tahun 1978. Jumlah sidang juga berlipat ganda, dari 33 menjadi 89. Sekalipun para penyiar harus ekstra hati-hati sebelum mengundang para peminat ke perhimpunan, hadirin mencapai 150 persen jumlah penyiar. Para penyiar menggunakan rata-rata 18 jam dalam dinas pengabaran setiap bulannya, dan pengajaran Alkitab di rumah mencapai puncak 23.665! Memang, terdapat problem ekonomi, dan kekurangan makanan. Tetapi, keyakinan saudara-saudara kita akan janji Yehuwa memungkinkan mereka tetap tabah. Mereka bertekad untuk terus ”membicarakan firman Allah dengan penuh keberanian”.—Kis. 4:31.

Pelatihan Khusus untuk Pengawas Wilayah

Para pengawas keliling yang selalu memberi diri mereka bagi sidang-sidang juga membutuhkan anjuran. Alangkah tergetarnya mereka sewaktu diberi tahu bahwa mereka diundang untuk menghadiri seminar khusus bagi pengawas keliling di Lisbon, Portugal, pada bulan November 1988!

Bayangkan sukacita mereka sewaktu bergaul setiap hari bersama anggota keluarga Betel Portugal! Luis Cardoso, salah seorang peserta seminar, meringkaskan apa yang dirasakannya, ”Benar-benar saat yang menggetarkan bagi saya. Kami disambut begitu hangat oleh keluarga Betel di Portugal. Tak habis-habisnya saudara-saudara itu menyatakan kebaikan kepada kami. Selama 34 hari, kami benar-benar menikmati kegiatan berdinas dan belajar yang padat namun penuh sukacita.”

Pada dua pekan pertama, mereka dijadwalkan untuk bekerja sama dengan pengawas keliling di wilayah-wilayah Portugal agar mereka dapat belajar sambil mengamati. Dua pekan berikutnya, mereka menghadiri seminar. Seminar itu khusus membahas kegiatan teokratis mereka di lapangan serta mempersiapkan mereka untuk menjadi instruktur Sekolah Pelayanan Kerajaan. Pada pekan berikutnya, mereka menghadiri kelas-kelas Sekolah Pelayanan Kerajaan yang ditujukan kepada para penatua dan hamba pelayanan di Portugal. Hal ini memberikan kesempatan kepada saudara-saudara dari Angola untuk mengamati bagaimana para pengawas keliling di Portugal mengajar para penatua setempat hal-hal yang telah mereka pelajari di seminar.

”Seminar ini mengajar saya untuk menjadi siswa yang baik,” kata Saudara Cardoso. ”Saya dilatih caranya belajar dan melakukan riset dengan sebaik-baiknya. Melalui teladan, saudara-saudara mengajar kami caranya bertimbang rasa terhadap istri agar kami dapat bekerja sama secara terpadu. Saat-saat tak terlupakan ini mencapai puncaknya sewaktu saudara-saudara memperlihatkan kepada kami ’Drama-Foto Penciptaan’. Saya sering mendengar tentangnya, dan sekarang saya menyaksikannya sendiri dan itu benar-benar menggetarkan.”

Sebagai tindak lanjut pelatihan tersebut, pada bulan Oktober 1990, Mário Nobre, pengawas wilayah dari Portugal, ditugasi untuk bekerja sama dengan para pengawas wilayah Angola ini seraya mereka melayani sidang-sidang di negeri asal mereka. Ia menggunakan waktu selama dua bulan untuk melatih saudara-saudara, dan pendekatannya yang ramah dan sabar sangat dihargai.

Dengan sangat antusias, Saudara Nobre menceritakan pengalamannya beberapa hari setelah kedatangannya di Angola, ”Pengaturan dibuat agar saya dapat menyampaikan khotbah umum di sidang dengan 198 penyiar. Saya takjub melihat 487 hadirin. Di luar dugaan, sang pengawas umum meminta saya untuk menyampaikan khotbah itu sekali lagi, karena rupanya perhimpunan itu hanya dihadiri oleh setengah jumlah hadirin sidang! Tentu saja, saya menyanggupinya, dan pada khotbah kedua, hadirinnya sebanyak 461, maka total hadirin 948!”

Selama kunjungannya di Angola, Saudara Nobre banyak belajar tentang kehidupan sehari-hari saudara-saudara di sana. Ia mendapati bahwa jalan-jalan di Luanda berbahaya karena sering terjadi baku tembak, tetapi ia cepat menyesuaikan diri dengan situasi dan memusatkan perhatiannya pada minat masyarakat yang luar biasa akan berita Kerajaan. Sehubungan dengan akomodasinya, ia mengatakan, ”Saudara-saudara memberi saya yang terbaik yang mereka miliki. Yang kami miliki hanyalah kebutuhan dasar, namun itu pun sudah cukup.”

Musim Kering yang Parah

Pada awal tahun 1990, penunggang kuda hitam Apokalips—kelaparan—menghantam Angola bagian selatan sewaktu musim kering yang berlangsung selama tiga bulan menelan banyak korban. (Pny. 6:5, 6) Tanaman rusak berat. Timbul banyak penderitaan. Menurut surat kabar Lisbon, Diário de Notícias, sedikitnya 10.000 orang meninggal karena kekeringan.

Sewaktu kabar tentang situasi ini sampai ke kantor cabang Portugal, saudara-saudara langsung mengirim dua peti kemas besar melalui saudara-saudara dan para pengusaha yang berminat akan kebenaran Alkitab. Salah satu peti kemas menuju Benguela, yang satu lagi menuju Luanda.

Kantor cabang Afrika Selatan mengirimkan 25 ton bantuan kemanusiaan melewati Namibia dengan truk. Sewaktu saudara-saudara tiba di Windhoek, mereka meminta izin masuk dari konsulat Angola guna mengantarkan bantuan kemanusiaan bagi saudara-saudara Kristen mereka. Meskipun para pejabat tahu bahwa Saksi-Saksi tidak diakui di negerinya, ia dengan senang hati mengeluarkan surat izin yang dibutuhkan agar bantuan kemanusiaan dapat mencapai orang-orang yang menderita itu. Bahkan, dibuat pula pengaturan berupa kawalan militer untuk menjamin agar bantuan itu tiba dengan selamat.

Ketika truk itu harus melewati jembatan darurat di Sungai Cunene, saudara-saudara harus membongkar isi truk dan memindahkannya ke sebuah truk yang lebih kecil, kemudian, sesampainya di seberang, mereka harus memasukkannya lagi ke truk yang semula. Setelah melewati lebih dari 30 pemeriksaan militer, truk itu tiba di Lubango. Misi yang berhasil ini membuka jalan bagi tiga pengiriman lagi, yang masing-masing membawa berton-ton bala bantuan yang berharga.

Flávio Teixeira Quental, yang berada di Lubango sewaktu truk pertama tiba, mengenang, ”Ketika kami melihat truk itu tiba sekitar pukul tiga siang, kami merasakan sukacita dan lega yang luar biasa, ditambah rasa terkejut dan waswas. Di mana kami hendak menyimpan 25 ton lektur, pakaian, dan makanan? Balai Kerajaan kami tidak punya pintu atau jendela, dan rumah kami kecil-kecil, tidak bisa memuat semua kardus itu. Kami langsung mengorganisasi saudara-saudara untuk berjaga siang dan malam, dan kami menaruh semuanya di Balai Kerajaan.”

Semua bala bantuan segera dibagi-bagikan. Saudara Quental melanjutkan, ”Saat itu adalah masa perang. . . . Pada waktu itu, kami sering kali hanya punya satu majalah untuk seluruh sidang. Alangkah bersyukurnya kami kepada Yehuwa, organisasi-Nya, dan saudara-saudara kami yang terkasih yang dengan rela bertaruh nyawa demi saudara-saudara yang bahkan tidak mereka kenal! Ini mengingatkan kami akan jenis kasih yang Yesus telah perlihatkan kepada umat manusia dengan menyerahkan kehidupannya demi orang lain.”—Yoh. 3:16.

Surat penghargaan dari para penatua di Benguela menyatakan, ”Akhir pekan yang lalu sarat dengan kegiatan seraya 32 relawan membagi-bagikan bala bantuan yang kami terima. Kami berterima kasih kepada saudara-saudari yang baik hati, yang tergerak untuk mengirimkan bantuan ini kepada kami.” Meski Angola dilanda kelaparan, tak seorang pun saudara kita yang mati kelaparan.

Hak Asasi Manusia Dijanjikan

Pada tanggal 31 Mei 1991, suatu perjanjian gencatan senjata ditandatangani antara faksi-faksi yang bertikai di Angola, menghasilkan suatu periode yang relatif damai. Sebuah konstitusi baru disetujui, yang menjanjikan hak asasi dan hak politik. Perang sipil yang berkecamuk selama 16 tahun telah meluluhlantakkan negeri ini. Sekitar 300.000 jiwa tewas. Harapan hidup pria hanya 43 tahun; sedangkan wanita, 46 tahun. Tingkat pengangguran dan inflasi membubung. Sistem pendidikan sangat terbengkalai. Rehabilitasi besar-besaran dibutuhkan. Apakah itu pertanda kebebasan bagi Saksi-Saksi Yehuwa dari pelarangan yang telah diberlakukan sejak tahun 1978?

Pada tanggal 22 Oktober 1991, suatu permohonan pendaftaran asosiasi agama Saksi-Saksi Yehuwa di Angola diajukan kepada menteri kehakiman. Dibuat pula pemberitaan surat kabar agar permohonan ini diketahui masyarakat.

Keesokan harinya, Jornal de Angola menerbitkan artikel yang mengatakan, antara lain, ”Menurut juru bicara Saksi-Saksi di Angola, terdapat optimisme bahwa Asosiasi ini akan mendapatkan pengakuan, dan sambutan awal yang diberikan Kementerian Kehakiman cukup menggembirakan.” Artikel itu juga mengulas sejarah Saksi-Saksi Yehuwa di Angola, serta riwayat mereka di negeri-negeri seperti Portugal dan Mozambik, yang baru saja mencabut pelarangannya terhadap Saksi-Saksi Yehuwa.

Untuk pertama kalinya di Angola, Saksi-Saksi Yehuwa mendapat publisitas yang menguntungkan! Beberapa hari kemudian, direktur surat kabar itu mengatakan bahwa ia menerima banyak telepon masuk, bahkan dari tokoh-tokoh yang berpengaruh, untuk memberikan selamat atas dicetaknya artikel itu.

”Pengalaman yang Tak Terlupakan”

Saksi-Saksi Yehuwa sudah mulai berhimpun dengan lebih leluasa. Sidang-sidang yang memiliki 100 penyiar melaporkan antara 300 hingga 500 orang hadir di perhimpunan! Bagaimana Saksi-Saksi dapat menampung hadirin sebanyak itu, padahal mereka biasanya berhimpun dalam kelompok kecil di rumah pribadi? Beberapa saudara memasang atap seng di halaman belakang sebagai tambahan ruang untuk sidang. Banyak sidang berhimpun di alam terbuka. Para penyiar dianjurkan hanya mengundang pelajar Alkitab yang sudah maju untuk menghadiri perhimpunan dan kebaktian, mengingat tidak cukup tempat untuk menampung semua peminat. Tempat ibadat sangat dibutuhkan.

Douglas Guest dan Mário P. Oliveira diutus dari Portugal untuk membantu saudara-saudara memantau pekerjaan yang sedang berlangsung dan mempertimbangkan kebutuhan yang akan datang. Selama mereka di Angola, pertemuan-pertemuan khusus diadakan bersama para penatua dan perintis dari ke-127 sidang di Luanda. Terdapat kesempatan untuk mengadakan pertemuan dengan para penatua dari 30 sidang di luar ibu kota. Seluruh bagian negeri itu terwakili. Benar-benar saat yang membina!

Bagi Saudara Guest, kunjungan itu merupakan pengalaman yang sangat menggugah hati. Ia sudah bekerja erat bersama saudara-saudara ini lewat korespondensi selama lebih dari 30 tahun. Mengenang kunjungan ini, ia mengatakan, ”Yang menakjubkan adalah mereka sama sekali tidak mengeluh tentang kondisi hidup yang mereka alami. Kedamaian batin terpancar dari senyum di wajah mereka, menyingkapkan bahwa mereka sehat dan sejahtera secara rohani. Mereka semua dapat berbicara tentang prospek memperluas pekerjaan pengabaran di negeri mereka. Itu merupakan pengalaman yang tak terlupakan.”

Sekali Lagi Mendapatkan Pengakuan Resmi

Pada tanggal 10 April 1992, surat kabar resmi pemerintah, Diário da República, mengumumkan bahwa Asosiasi Saksi-Saksi Yehuwa telah disahkan secara hukum. Saksi-Saksi Yehuwa bertekad kuat untuk memanfaatkan kesempatan yang kembali diberikan kepada mereka. Dalam waktu singkat, dicapailah puncak penyiar baru sebanyak 18.911 orang—kenaikan 30 persen dari rata-rata tahun sebelumnya. Ada 56.075 pengajaran Alkitab di rumah—rata-rata tiga PAR per penyiar—membuktikan panen limpah yang terbentang di hadapan.

Kantor cabang Afrika Selatan sekarang ditugasi untuk mulai mengirimkan Menara Pengawal, Sedarlah!, dan lektur-lektur lain ke Angola. Dua truk dibeli untuk menyalurkan lektur-lektur kepada sidang-sidang. Betapa tergetarnya saudara-saudara pada waktu menerima 24.000 eksemplar Menara Pengawal 1 Mei 1992 dan 12.000 eksemplar Sedarlah! 8 Mei 1992! Dalam waktu singkat, tersedia cukup buku untuk memimpin pengajaran Alkitab di rumah. Sebelum ini, untuk dapat memimpin pengajaran, beberapa penyiar akan menghafal setiap pertanyaan dan jawaban dari buku pelajaran.

Lagi-Lagi Menghadapi Masa Sulit!

Kekerasan masih belum berlalu. Setelah pemilu bulan September 1992, negeri ini kembali dicabik-cabik oleh perang sipil. Pertempuran yang sengit meletus pada tanggal 30 Oktober di lima kota besar: Lubango, Benguela, Huambo, Lobito, dan terutama di Luanda, yang dilaporkan menelan korban 1.000 jiwa pada hari pertama pertempuran.

Rumah sakit dibanjiri korban jauh melebihi daya tampungnya. Mayat-mayat bergelimpangan di jalanan. Epidemi penyakit menyebar. Aliran listrik, makanan, dan air tidak tersedia selama berminggu-minggu. Pencurian dan penjarahan merajalela. Banyak penduduk sipil menderita trauma.

Beberapa Saksi-Saksi Yehuwa di Luanda tewas; yang lain-lain dilaporkan hilang. Sewaktu laporan tentang keadaan saudara-saudara yang menyedihkan ini sampai ke Portugal, kantor cabang langsung mengirimkan persediaan makanan dan obat-obatan.

Selama masa perang antara faksi-faksi politik, kenetralan yang teguh dari Saksi-Saksi Yehuwa diamati oleh masyarakat. Terdengar pula komentar-komentar positif bahwa hanya Saksi-Saksi-lah yang tidak terlibat dalam urusan politik dan tidak berpihak dalam perebutan kekuasaan. Para peminat mulai mendekati Saksi-Saksi di jalan, meminta pelajaran Alkitab.

Seperti cara pandang Saksi-Saksi, mereka mulai yakin bahwa mereka sedang mengalami penggenapan nubuat Alkitab, dan ini memperkuat keyakinan mereka akan Kerajaan Allah. Mereka menghargai alangkah tepat waktunya buku pelajaran Wahyu—Klimaksnya yang Menakjubkan Sudah Dekat!, khususnya pada bagian tentang kegiatan binatang buas di hari-hari terakhir ini.

Pesan dari Badan Pimpinan

Tidak lama setelah kekerasan kembali berkecamuk, Badan Pimpinan mengirimkan surat yang menghangatkan hati kepada kantor cabang Portugal tentang keprihatinan mereka yang dalam terhadap saudara-saudara di Angola. Surat itu antara lain menyebutkan tentang kebutuhan mendesak saudara-saudara di Angola. Kesimpulannya, Badan Pimpinan meminta agar salam kasih mereka yang hangat disampaikan kepada saudara-saudara di Angola.

Setelah surat ini diterima di Luanda, saudara-saudara menyatakan rasa syukur yang tulus kepada Yehuwa atas organisasi yang sedemikian pengasih yang dengan lembut memelihara umat-Nya di masa-masa sulit. Pernyataan ini sangat menghibur, khususnya bagi orang-orang yang kehilangan anggota keluarganya pada masa penuh kekerasan ini.

Kebaktian Distrik Bersejarah

Pada bulan Januari 1993, kondisi di Luanda mulai agak tenang, sehingga banyak penyiar dari berbagai penjuru negeri dapat menghadiri Kebaktian Distrik ”Para Pembawa Terang” di ibu kota. Ada yang datang jauh-jauh dengan berjalan kaki. Salah seorang saudari dari Provinsi Huambo berjalan selama tujuh hari bersama empat anaknya yang masih kecil, yang sulung berusia enam tahun. Saudari ini kelelahan setibanya di tempat kebaktian, tetapi sangat gembira menanti-nantikan pesta rohani yang akan dinikmatinya.

Industrial Fair Pavilion disewa selama dua minggu berturut-turut. Generator-generator dan perlengkapan tata suara dikirim dari Portugal. Meskipun saudara-saudara yang diundang hanyalah para hadirin perhimpunan yang tetap tentu, paviliun itu penuh sesak selama dua pekan kebaktian itu. Total hadirinnya mencapai 24.491 orang. Itulah pertama kalinya saudara-saudara di Angola dapat menikmati acara kebaktian distrik selengkapnya selama tiga hari, termasuk drama. Terdapat 629 rohaniwan baru yang dibaptis pada kebaktian itu, dan para hadirin kebaktian senang menerima brosur Nikmatilah Hidup Kekal di Bumi! dalam bahasa Kikongo, Kimbundu, dan Umbundu, serta brosur Apakah Allah Benar-Benar Mempedulikan Kita? dalam bahasa Portugis.

Pejabat pemerintah mengamati dengan saksama tingkah laku yang baik dari Saksi-Saksi yang menghadiri kebaktian itu. Betapa berbedanya suasana ini dengan suasana di Luanda saat itu. Pada hari pertama kebaktian, kekerasan terhadap pengungsi berkecamuk di berbagai kota praja. Banyak korban tewas dan ratusan korban lainnya luka-luka. Penjarahan terjadi di sana-sini. Rumah-rumah dihancurkan, termasuk rumah saudara-saudara. Ancaman tindak kekerasan ini sangat kontras dengan terang rohani yang dinikmati oleh umat Yehuwa.—Yes. 60:2.

Komunikasi antara Sidang-Sidang dan Kantor Terputus

Karena pertikaian terjadi lagi, kontak sebagian besar sidang di provinsi lambat laun terputus dari kantor di Luanda. Tentara perlawanan mendirikan kantor pusatnya di Huambo pada bulan Januari 1993, yang disusul oleh pertempuran sengit. Saudara-saudara mengungsi ke hutan sewaktu kota yang indah ini dihancurkan. Selama empat bulan, tidak ada kabar sama sekali dari ke-11 sidang di kota itu. Akhirnya, pada bulan April, tibalah satu berita singkat, ”Hadirin Peringatan dari 11 sidang di Huambo: 3.505. Hingga saat ini, tidak ada suasana berkabung di antara kami.” Itu benar-benar kabar baik bahwa tak satu saudara pun tewas!

Pada bulan dan tahun berikutnya, datanglah beberapa laporan lagi, yang menyingkapkan kesetiaan dan ketekunan saudara-saudari kita. Salah satu sidang melaporkan, ”Masa terburuk adalah ketika pertikaian sedang sengit-sengitnya selama dua bulan sampai-sampai tak seorang pun berani turun ke jalan pada siang hari. Saudara-saudara tinggal berkelompok di lantai dasar sebuah bangunan apartemen. Pada malam hari, mereka keluar untuk mencari air guna direbus agar mereka dapat minum keesokan harinya. Orang-orang yang berupaya menyeberangi jalan dari satu gedung ke gedung lain sering kali tertembak oleh para penembak runduk. Bagaimana saudara-saudara bisa memperoleh makanan? Mereka menyatukan sumber daya mereka untuk membeli beras dari tentara-tentara dengan harga tinggi. Satu orang mendapat jatah satu cangkir beras sehari. Apabila mereka tidak dapat memperoleh makanan, mereka berupaya mengganjal perut dengan minum air matang. Mereka tidak bisa menerima lektur, tetapi agar tetap kuat secara rohani, mereka membaca berulang-ulang majalah dan buku yang mereka miliki. Alhasil, mereka sekarang merasa lebih dekat dengan Yehuwa.”

Sebuah sidang di Provinsi Kwanza Norte putus kontak dari kantor di Luanda selama dua tahun. Meski terisolasi, Saksi-Saksi setempat dengan setia mengumpulkan catatan dinas pengabaran mereka serta sumbangan yang diterima. Situasi mereka sangat sulit, tetapi mereka tetap tidak menyentuh sumbangan itu demi keperluan pribadi. Dan, mereka secara pribadi tetap menyumbang ala kadarnya bagi pekerjaan seluas dunia. Sumbangan ini diserahkan sewaktu mereka akhirnya dapat mengadakan kontak dengan kantor. Benar-benar contoh penghargaan yang bagus terhadap organisasi Yehuwa yang kelihatan!

Ekspansi Betel

Pada akhir tahun 1992, Asosiasi Saksi-Saksi Yehuwa dapat membeli rumah bertingkat tiga yang selama ini disewa sebagai kantor bagi panitia negeri. Pada tahun itu pula, mereka juga dapat menyewa sebuah gudang yang sangat cocok untuk menyimpan lektur dan yang belakangan digunakan untuk mengoperasikan mesin cetak kecil. Dua tahun kemudian, disusun rencana untuk merenovasi rumah tiga lantai itu dan mendirikan bangunan tambahan berlantai tiga.

Membeli bahan-bahan bangunan setempat untuk proyek ini boleh dikata mustahil, maka bangunan baru itu dibuatkan pracetaknya di Portugal dan dikapalkan ke Angola dalam beberapa peti kemas. Carlos Cunha, Jorge Pegado, dan Noé Nunes datang dari Portugal untuk menyumbangkan keterampilannya di proyek pembangunan ini. Pengawas proyek, Mário P. Oliveira dari Portugal, menceritakan, ”Ketika pekerjaan konstruksi dimulai pada bulan Juli 1994, suasana Betel sangat sibuk seraya peti-peti kemas berdatangan. Hampir setiap anggota keluarga turut membongkar peti kemas yang membawa semua peralatan dan bahan bangunan, termasuk cat, ubin keramik, pintu, kerangka jendela, dan sebagainya. Keluarga Betel pernah membaca tentang prosedur pembangunan kilat, tetapi sekarang mereka berkesempatan untuk menyaksikan sendiri bagaimana gedung tiga lantai didirikan dengan cepat.”

Di akhir proyek itu, sebuah surat penghargaan diterima dari seorang saudara setempat yang mengatakan, ”Saya bersyukur kepada Yehuwa bahwa saya diperbolehkan ikut serta dalam konstruksi Betel yang baru. Pada mulanya, tampaknya semua ini seperti mimpi, namun mimpi itu telah menjadi kenyataan. Benar-benar hak istimewa yang luar biasa untuk dapat hadir dalam pembahasan ayat harian, yang memberi banyak anjuran kepada saya. Saya juga berkenalan dengan semua anggota keluarga Betel secara pribadi, yang beberapa di antaranya hanya terlihat di kebaktian-kebaktian sebagai pembicara. Saya memohon kepada Yehuwa agar jika Betel yang baru atau proyek konstruksi lainnya dilaksanakan di masa depan, saya ingin mendapat hak istimewa yang besar untuk ikut dalam pekerjaan.”

Sejak itu, untuk menangani kebutuhan yang bertambah, sebidang tanah seluas 4,5 hektar, yang terletak 10 kilometer di luar kota Luanda, dibeli. Diharapkan, ini akan menjadi lokasi kantor yang baru dan rumah Betel.

Dari negeri-negeri lain, saudara-saudari yang berhasrat untuk membantu tiba di Angola. Delapan utusan injil tiba pada bulan Mei dan Juni 1994. Saudara-saudara dari Afrika Selatan beberapa kali datang untuk turut memasang mesin cetak yang baru dan mengajar saudara-saudara setempat cara menggunakannya. Saudara-saudara dari Portugal datang untuk membantu kantor dalam bidang komputer, pembukuan, dan pengorganisasian. Pekerja Betel dalam dinas asing dari Kanada dan Brasil menyumbangkan keterampilan mereka. Saudara-saudara sangat menghargai kesediaan mereka untuk mendukung pekerjaan maupun melatih saudara-saudara setempat agar dapat memperoleh keterampilan yang berharga!

Kebaktian Memberikan Kesaksian Positif

Penyelenggaraan dibuat pada tahun 1994 untuk mengadakan kebaktian distrik di beberapa lokasi. Untuk pertama kalinya, dua di antaranya diadakan di provinsi: satu di Benguela, dengan hadirin 2.043, dan satu lagi di Namibe, dengan puncak hadirin 4.088. Total hadirin mencapai 67.278, dan 962 orang dibaptis.

Direktur salah satu fasilitas begitu terkesan akan apa yang dilihatnya sehingga ia menawarkan pemakaian arena ini selama dua minggu tanpa pungutan biaya. Seorang peminat berkata, ”Alangkah indahnya tata krama yang saya lihat! Kedatangan saya bukan untuk memata-matai kalian; saya ingin terus bersama kalian. Saya meminta bantuan kalian untuk segera mengirimkan seorang guru Alkitab kepada saya, agar saya dapat segera mengikuti teladan kalian.”

Untuk Kebaktian Distrik ”Para Pemuji yang Bersukacita” pada bulan Agustus 1995, Saksi-Saksi menyewa stadion besar di jantung kota Luanda. Saudara-saudara mengganti sebagian besar tempat duduk kayu, mengecatnya, dan memperbaiki sistem airnya. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap undangan untuk hadir? Jawabannya sangat luar biasa! Di akhir pekan pertama, hadirin membeludak hingga ke lapangan sepak bola dan memenuhi seluruh ruang di bawah tempat duduk stadion. Para delegasi sangat tergetar sewaktu mengetahui bahwa kebaktian itu dihadiri oleh 40.035 orang. Pada akhir pekan berikutnya, kebaktian dihadiri oleh 33.119 orang. Dan, yang dibaptis mencapai total 1.089 orang.

Karena jumlah Saksi-Saksi Yehuwa di seluruh negeri tidak mencapai 26.000, dari mana semua orang ini datang? Mereka adalah masyarakat Angola yang berminat akan berita Alkitab yang diajarkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa. Seorang reporter dari kantor berita di Luanda berkata, ”Sesuatu yang luar biasa sedang terjadi di Stadion Coqueiros ini. Sekitar 60.000 orang dari seluruh lapisan masyarakat menghadiri kebaktian Saksi-Saksi Yehuwa. Sangat luar biasa; pria, wanita, anak-anak, dan orang lanjut usia semuanya berkumpul bersama . . . mendengarkan anjuran untuk memuji Allah mereka, Yehuwa.”

Orang-orang yang memperhatikan para delegasi yang berdatangan sangat terkesan akan fakta bahwa meskipun sumber daya mereka terbatas, para delegasi berpenampilan rapi dan bersih. Selama acara berlangsung, setiap orang memberikan perhatian. Tampaknya, satu-satunya yang berjalan-jalan hanyalah petugas tata tertib yang sedang menghitung hadirin. Seorang wakil menteri pemerintah yang hadir pada seluruh acara Minggu pagi berkomentar, ”Saya takjub! Betapa besar perbedaan antara orang-orang di stadion ini dan di luar stadion ini. Saya terkesan akan nilai praktis acara kalian. Selamat!”

Saksi-Saksi dari Angola telah membaca tentang kebaktian-kebaktian besar umat Yehuwa di belahan lain dunia. Tetapi di sini, mereka menghadiri sebuah kebaktian besar di negeri mereka sendiri. Ini merupakan berkat yang luar biasa setelah bertahun-tahun bertekun di bawah masa-masa yang sangat sulit! Mereka sangat takjub. Hati mereka dipenuhi rasa syukur kepada Yehuwa karena boleh menjadi bagian keluarga istimewa-Nya di bumi pada masa-masa yang bersejarah ini.

Angola Mempunyai Kantor Cabang

Pemberitaan kabar baik maju pesat. Dari tahun 1994 hingga 1996, jumlah penyiar meningkat dengan rata-rata 14 persen setiap tahun. Puncak penyiar mencapai 28.969, dan jumlah pengajaran Alkitab di rumah melebihi 61.000. Ketika Asosiasi Saksi-Saksi Yehuwa didaftarkan pada tahun 1992, terdapat 213 sidang; pada tahun 1996 angka itu telah meningkat menjadi 405. Hadirin peringatan yang mencapai 108.394 orang pada tahun itu menunjukkan adanya panen besar yang menanti.

Dengan diubahnya kantor di Luanda menjadi kantor cabang, kebutuhan setempat dapat langsung ditangani. Oleh karena itu, pada tanggal 1 September 1996, sebuah kantor cabang mulai beroperasi di Angola. Badan Pimpinan melantik anggota Panitia Cabang, antara lain tiga saudara yang telah melayani dengan setia dalam panitia negeri: João Mancoca, Domingos Mateus, dan Silvestre Simão. Dua anggota lainnya adalah utusan injil yang ditugaskan untuk melayani bersama mereka: José Casimiro dan Steve Starycki.

Untuk membantu transisi ini, Douglas Guest, dari kantor cabang Portugal, mengunjungi Angola pada bulan Juni 1996. Ia menyampaikan khotbah kepada ke-56 anggota keluarga Betel tentang perlunya mereka memberikan teladan dalam segala hal. Sebuah program istimewa bagi 5.260 penatua dan perintis, beserta para istri, dari seluruh Luanda menampilkan wawancara anggota Panitia Cabang dan saudara-saudara kawakan lainnya, mengenang hal-hal penting dalam sejarah umat Yehuwa di Angola. Saudara Guest menyampaikan khotbah kepada mereka tentang keberanian karena percaya kepada Yehuwa dan berpaling kepada-Nya untuk memperoleh kekuatan.

Menyediakan Berita Kebenaran dalam Bahasa Sendiri

Penyingkapan 7:9 berkata bahwa ”suatu kumpulan besar” orang ”dari semua bangsa dan suku dan umat dan bahasa” akan turut beribadat kepada Yehuwa. Angola pastilah termasuk dalam nubuat ini. Terdapat 42 bahasa dan banyak dialek yang digunakan di Angola. Dari antaranya, bahasa Umbundu, Kimbundu, dan Kikongo yang paling banyak digunakan masyarakat setempat.

Selama bertahun-tahun, perhimpunan sidang sering kali meliputi penerjemahan bahan pelajaran dari bahasa Portugis ke dalam salah satu bahasa setempat. Untuk mempunyai bahan pelajaran dalam bahasa sendiri, masyarakat perlu belajar bahasa Portugis, namun kesempatan untuk mengenyam pendidikan sangatlah terbatas. Salah satu publikasi pertama yang tersedia dalam bahasa Umbundu adalah buku kecil ”This Good News of the Kingdom”. Pada tahun 1978, sewaktu salah seorang penatua menerima satu eksemplar, ia berkomentar, ”Dengan buku kecil dalam bahasa Umbundu ini, daerah Moçâmedes [sekarang Namibe] akan memiliki lebih dari 300 penyiar. Kebanyakan orang di daerah ini berbahasa Umbundu secara lisan maupun tulisan. Ini benar- benar berkat yang besar!” Sungguh besar berkatnya hingga sekarang di Namibe terdapat 1.362 penyiar di 21 sidang.

Tetapi, lebih banyak lagi yang dibutuhkan guna mencapai hati orang-orang Angola dengan menyediakan kabar baik dalam bahasa mereka sendiri. Persiapan perlu dilakukan untuk membentuk Departemen Penerjemahan yang lengkap. Tidak lama setelah Saksi-Saksi Yehuwa resmi terdaftar pada tahun 1992, tiga calon penerjemah dikirim ke kantor cabang Afrika Selatan untuk memperoleh pelatihan awal. Komputer-komputer mulai tersedia. Pada waktu itu, Keith Wiggill dan istrinya, Evelyn, datang dari Afrika Selatan untuk memberikan bantuan dalam mengorganisasi departemen baru ini dan menggunakan program komputer Translation Tools milik Lembaga.

Semakin banyak lektur dalam bahasa setempat mulai tersedia. Dalam bahasa Umbundu, brosur-brosur seperti Nikmatilah Hidup Kekal di Bumi! dan Apakah Allah Benar-Benar Mempedulikan Kita? diterbitkan. Kemudian, brosur-brosur serupa tersedia dalam bahasa Kikongo dan Kimbundu, serta beraneka ragam risalah. Pada tahun 1996, buku Pengetahuan yang Membimbing kepada Kehidupan Abadi dan brosur Apa yang Allah Tuntut dari Kita? diterbitkan dalam ketiga bahasa itu. Seorang pengawas distrik melaporkan bahwa di salah satu sidang tuan rumah yang ia layani, ia menggunakan persembahan yang sangat sederhana dan langsung, kemudian dapat memulai 90 pengajaran Alkitab dalam seminggu! Pada tahun berikutnya, terdapat kenaikan jumlah sidang dari 478 menjadi 606.

Alangkah besar berkat yang diterima saudara-saudara karena dapat mendengar dan membaca kebenaran Alkitab dalam bahasa mereka sendiri! Pada tahun 1998, kebaktian distrik yang seluruhnya berbahasa Umbundu untuk pertama kalinya diselenggarakan di Huambo. Hadirinnya melebihi angka 3.600. Dengan hati yang penuh penghargaan, delegasi-delegasi terdengar mengatakan, ”Yehuwa tidak melupakan kami!” Bukti kepedulian yang pengasih ini diperkuat sewaktu Menara Pengawal tersedia dalam bahasa Umbundu, dimulai dari terbitan 1 Januari 1999.

Kebutuhan Mendesak akan Balai Kerajaan

Selama bertahun-tahun, karena kegiatan mereka dilarang, Saksi-Saksi Yehuwa di Angola tidak bisa memiliki Balai Kerajaan. Sejak 1992, jumlah sidang Luanda saja telah meningkat dari 147 menjadi 514. Untuk seluruh negeri, jumlah sidang telah meningkat lebih dari 200 persen, menjadi 696. Rata-rata hadirin perhimpunan berkisar antara 200 dan 400 orang di banyak sidang. Hadirin kebaktian-kebaktian pada tahun 1998 dilaporkan empat kali lipat jumlah penyiar! Tempat berhimpun yang layak sangat dibutuhkan.

Kota Lubango memperoleh Balai Kerajaannya yang pertama pada tahun 1997, Lobito pada bulan Juli 1998, dan Viana (di selatan Luanda) pada bulan Desember 1999. Dengan bantuan program pembangunan Balai Kerajaan internasional yang baru, kemajuan kini sedang dicapai.

Balai Kerajaan yang dapat dipindah-pindahkan, berkerangka baja, dan terbuka, dirancang untuk digunakan di Angola. Mengapa harus dapat dipindah-pindahkan? Meskipun sebidang tanah sudah dibebaskan dan diurus surat-suratnya, seseorang bisa jadi datang setelah bangunan didirikan dan mengaku bahwa dialah pemilik sah tanah itu. Jadi, Balai Kerajaan dirancang agar dapat dipindah-pindahkan bila perlu. Mengenai jenis rancangannya yang terbuka, bangunan jenis itu lebih nyaman di iklim yang panas ini. Pada bulan Mei 2000, paket bahan-bahan pracetak yang pertama tiba. Terdapat 24 Balai Kerajaan dengan berbagai model untuk negeri ini, dan 355 lainnya akan dibutuhkan selama lima tahun berikutnya. Diharapkan agar apa yang sedang dilakukan ini akan turut memenuhi kebutuhan yang mendesak itu.

Selain pekerjaan Balai Kerajaan, direncanakan pula konstruksi Balai Kebaktian yang berkerangka baja dan bersisi terbuka dengan kapasitas 12.000 tempat duduk.

Merespek Kesucian Darah

Untuk memenuhi kebutuhan lainnya, pada bulan Oktober 1996, sebuah Panitia Penghubung Rumah Sakit (PPRS) yang terdiri atas sepuluh penatua yang penuh perhatian mulai melayani ratusan sidang di seluruh Luanda. Saksi-Saksi setempat tergetar karena memiliki saudara-saudara yang terlatih, yang siap membantu mereka memperoleh perawatan medis yang mempertimbangkan hasrat mereka untuk ’menjauhkan diri dari darah’.—Kis. 15:28, 29.

Kondisi fasilitas medis yang masih ada setelah perang tidak terurus sejak pertengahan tahun 1970-an. Persediaan obat terbatas. Dengan keadaan-keadaan yang sulit ini, bersediakah para dokter bekerja sama dengan Saksi-Saksi Yehuwa dalam memperkenalkan suatu program pembedahan dan pengobatan tanpa darah? Pada mulanya, sebagian besar dokter dan pihak pengelola rumah sakit memberikan tanggapan negatif atau menunda janji untuk pertemuan. Kemudian, timbullah suatu keadaan darurat.

Seorang saudara dari Provinsi Malanje dibawa ke Rumah Sakit Américo Boavida di Luanda untuk menjalani pembedahan tumor lambung. Seorang anggota PPRS menemani istri saudara kita untuk menemui dokter bedah. Kepala dokter bedah rumah sakit, dr. Jaime de Abreu, menyambut kedua Saksi ini. Di luar dugaan mereka, sang dokter sudah banyak tahu tentang Saksi-Saksi Yehuwa dan pendirian mereka sehubungan dengan darah, dan ia telah mendengar program pembedahan tanpa darah sewaktu sedang berlibur di Portugal.

Atas kerja sama dr. de Abreu, operasi berhasil dilakukan tanpa darah. Belakangan, saudara-saudara dari PPRS mengadakan pertemuan dengan dr. de Abreu dan regunya untuk menyediakan informasi tambahan. Sekarang, lima dokter bersedia menangani Saksi-Saksi dengan merespek pendirian mereka terhadap darah.

Lebih Banyak Pekerja untuk Menuai

Setelah kebutuhan akan pengorganisasian dan lektur terpenuhi, perhatian sekarang tertuju kepada jumlah peminat yang sangat besar, yang dijumpai dalam dinas pengabaran. Kata-kata Yesus sungguh cocok dengan keadaan di Angola, ”Ya, panenan memang besar, tetapi pekerja sedikit”! (Mat. 9:37) Laporan-laporan menyingkapkan bahwa puluhan kota membutuhkan bantuan untuk menindaklanjuti para peminat kebenaran.

Untuk memenuhi kebutuhan ini, Lembaga mengutus 11 utusan injil untuk turut ’menuai’. Beberapa ditugaskan ke kota-kota pesisir yakni Benguela dan Namibe. Tetapi, Yehuwa telah menyediakan mayoritas pekerja dari antara orang-orang Angola sendiri. Dalam lima tahun terakhir, 21.839 orang telah dibaptis, dengan demikian bergabung dengan barisan pemuji Yehuwa yang berbakti di negeri ini.

Mata Yehuwa Tertuju kepada Mereka

Tampaknya mustahil mengutus saudara-saudara yang berpengalaman ke semua tempat untuk menindaklanjuti peminat Firman Allah. Bagaimana hasilnya selama ini? Begitu banyak bukti menunjukkan bahwa pekerjaan kita diarahkan, bukan oleh manusia, melainkan oleh roh Allah. (Za. 4:6) Mata Yehuwa tertuju kepada semua hamba-Nya, serta kepada orang-orang lain yang dengan tulus ingin mengenal dan melayani Allah yang benar.—Mz. 65:2; Ams. 15:3.

Beberapa penduduk desa dari Provinsi Kwanza Norte mengadakan perjalanan ke Luanda dan memperoleh majalah dari Saksi-Saksi yang sedang memberikan kesaksian di jalan. Setelah melihat kabar baik yang terdapat dalam majalah-majalah tersebut, penduduk desa memutuskan agar mereka mengikuti teladan Saksi-Saksi di Luanda dan membagikan majalah-majalah itu kepada orang lain. Mereka juga menyadari pentingnya berhimpun bersama, maka seorang pria dalam kelompok itu mengerahkan upaya sebaik-baiknya untuk memimpin perhimpunan. Akan tetapi, karena desa mereka terpencil, berita bahwa Saksi-Saksi Yehuwa telah tiga tahun resmi terdaftar belum diketahui oleh kalangan berwenang setempat. Karena hal itu, penduduk desa tidak diperbolehkan berhimpun secara terbuka. Tanpa gentar, mereka mengadakan perhimpunan di hutan.

Akhirnya, sampailah berita di kantor Luanda bahwa masyarakat di Quilombo dos Dembos membutuhkan bantuan untuk mengorganisasi sidang. Seorang pengawas wilayah dikirim ke desa itu pada bulan Oktober 1997, dan 140 orang menghadiri perhimpunan selama kunjungannya. Ia selalu membawa serta salinan ketetapan hukum Asosiasi Saksi-Saksi Yehuwa, maka ia dapat membuktikan kepada kalangan berwenang setempat bahwa Saksi-Saksi Yehuwa adalah organisasi yang berfungsi secara legal. Kelompok itu sekarang senang berhimpun bersama secara terbuka, dan di antara mereka sudah ada para perintis, yang sekarang membantu banyak peminat.

Pada tahun 1996, Ana Maria Filomena tiba di sebuah kota kecil di Provinsi Bié. Ia melakukan sebisa-bisanya untuk memberitakan kabar baik, dan segera setelah itu, sekelompok peminat berhimpun setiap minggu untuk PBS dan Pelajaran Menara Pengawal. Ana Maria memimpin perhimpunan-perhimpunan ini karena belum ada saudara terbaptis di sana. Pada suatu hari, ia diberi tahu bahwa seorang perwira tinggi militer akan menghadiri perhimpunan Minggu mereka untuk menyaksikan sendiri apa yang sedang diajarkan di sana. Pria itu datang, bersama dua prajurit. Tampaknya, ia senang akan hal-hal yang didengarnya karena sebelum pulang, ia berkata, ”Teruskan pekerjaan kalian tanpa gentar di daerah ini.” Kelompok kecil ini sekarang telah menjadi Sidang Kuito-Bié Sul Umbundu, yang beranggotakan 40 penyiar dan hadirin perhimpunan Minggu mencapai 150.

Karena sidang-sidang di Provinsi Uíge terpencil selama kira-kira dua tahun, mereka tidak mendapatkan makanan rohani yang dibutuhkan. Seorang Saksi di sana menjelaskan masalah ini kepada seorang famili yang mempunyai koneksi dengan penerbangan reguler yang mengangkut persediaan pangan. Sanaknya ini dengan baik hati menawarkan untuk mengantar pengawas wilayah serta seorang perintis istimewa, dan mengangkut 400 kilogram lektur pada penerbangan berikutnya tanpa pungutan biaya. Setibanya di sana, saudara-saudara itu mendapati sebuah sidang yang menangani lima kelompok terpencil. Masing-masing kelompok mengadakan perhimpunan yang dihadiri oleh 50 hingga 60 peminat.

Pada awal tahun 1996 di provinsi yang sama ini, seorang pengawas wilayah mengunjungi sebuah sidang yang telah terisolasi dari organisasi selama lebih dari empat tahun. Apa yang ia jumpai? Meskipun sidang itu hanya memiliki 75 penyiar, namun jumlah hadirin khotbah umumnya mencapai 794 orang! Jelaslah, meski tinggal di daerah terpencil, gairah saudara-saudara ini tidak berkurang untuk memberitakan kabar baik kepada orang lain.

Dari daerah Gabela, yang terletak cukup jauh di selatan Luanda, datang laporan-laporan serupa tentang minat yang besar akan kebenaran. Seorang perintis di sana memimpin lima Pelajaran Buku Sidang—masing-masing satu setiap malam dalam seminggu. Ia pun ’meminta sang Pemilik panen agar mengutus lebih banyak pekerja’.—Mat. 9:37, 38.

”Konflik Paling Tragis di Zaman Kita”

Kegiatan Saksi-Saksi dalam memberitakan kabar baik ke seluruh Angola sangat menakjubkan apabila dipandang berdasarkan kondisi dalam negerinya. Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa menggambarkan perang sipil Angola sebagai ”konflik paling tragis di zaman kita”. Jika dipandang dari penderitaan manusia yang dihasilkannya, pernyataan itu memang tidak bisa disangkal. Bahkan setelah gencatan senjata, dilaporkan bahwa 1.000 orang tewas setiap harinya. Pada bulan Maret 2000, The New York Times berkata, ”Perang di Angola, suatu negara berpenduduk 12 juta jiwa, telah menelan jutaan korban jiwa, dan tiga juta orang kehilangan tempat tinggal.”

Bahkan sekalipun baku tembak itu berhenti sama sekali, dampak perang akan tetap ada. Angola merupakan salah satu ladang ranjau terpadat di dunia dan kira-kira 70.000 korban telah kehilangan anggota tubuh karena ledakan ranjau—angka ini merupakan yang tertinggi di dunia. Anehnya, ranjau masih terus ditanam oleh pihak-pihak yang berperang. Ini menyebabkan para petani meninggalkan sawah mereka dan menyebabkan kekurangan pangan yang hebat.

Di tengah-tengah kekerasan ini, Saksi-Saksi Yehuwa tidak sepenuhnya terluput. Di Provinsi Kwanza Norte, empat Saksi dan seorang peminat tewas sewaktu terjadi baku tembak antara prajurit pemerintah dan tentara perlawanan. Beberapa Saksi tewas terkena ranjau dan ledakan bom yang tiba-tiba sewaktu berada di pasar. Pada tahun 1999, empat Saksi kehilangan nyawa sewaktu berupaya mengantarkan makanan dan persediaan lainnya kepada rekan-rekan Kristen di Huambo. Syukurlah, insiden semacam itu bisa dibilang jarang.

Sama seperti penduduk lainnya, Saksi-Saksi Yehuwa juga sangat menderita karena kekurangan pangan, sandang, dan perumahan. Ketika perang sipil menghebat pada tahun 1999, sekitar 1,7 juta orang, termasuk banyak Saksi-Saksi Yehuwa, terpaksa meninggalkan rumah mereka. Orang-orang yang melarikan diri dari perang sering kali menumpang di rumah sanak famili yang sudah penuh sesak. Meskipun harus bekerja keras untuk menafkahi keluarga mereka, para penatua terus memenuhi kebutuhan rohani saudara-saudara. Sungguh tak terlukiskan dalamnya penghargaan Saksi-Saksi ini kepada rekan-rekan Kristen mereka di Afrika Selatan, Italia, dan Portugal, yang telah turut meringankan keadaan mereka dan menyediakan berton-ton makanan, pakaian, dan obat-obatan yang sangat dibutuhkan.

Teladan Iman

Seperti halnya panas yang tinggi digunakan di zaman dahulu untuk memurnikan emas, demikian pula pencobaan yang ditanggung oleh hamba-hamba Allah menghasilkan iman dengan mutu teruji. (Ams. 17:3; 1 Ptr. 1:6, 7) Ribuan Saksi-Saksi Yehuwa di Angola, tua maupun muda, mempunyai iman yang teruji semacam itu.

Carlos Cadi, seorang rohaniwan kawakan yang telah mengenal kebenaran selama lebih dari setengah abad bersama João Mancoca di Kongo Belgia, mengamati, ”Pendirian yang berani dan penuh tekad dari saudara-saudara, termasuk banyak yang mengorbankan nyawanya, merupakan kesaksian yang kuat. Ini tampak bukan hanya dari tindakan mereka melainkan juga dari keberanian mereka sewaktu berbicara kepada kalangan berwenang.”

Salah satu kesaksian yang bagus semacam itu diberikan oleh Antunes Tiago Paulo. Ia diperlakukan dengan brutal oleh orang-orang yang berupaya mematahkan kenetralan Kristennya. Sekarang, ia melayani sebagai anggota keluarga Betel Angola bersama rekan-rekan lain yang juga pernah mengalami penyiksaan: Justino César, Domingos Kambongolo, António Mufuma, David Missi, dan Miguel Neto. Alfredo Chimbaia, yang sempat mendekam di dalam penjara selama lebih dari enam tahun, sekarang melayani dalam pekerjaan wilayah bersama istrinya.

Seorang saudari melihat suaminya direnggut dari keluarganya dan dibantai oleh salah satu suku yang bertikai. Saudari ini diperingatkan bahwa jika ia ingin selamat, ia harus melarikan diri ke Republik Demokratik Kongo. Untuk sampai di sana, ia harus berjalan kaki bersama keempat anaknya. Perjalanan itu memakan waktu sepuluh bulan. Sebelum memulai perjalanan, ia baru menyadari bahwa ia sedang hamil, dan sebelum sampai di Kongo, ia melahirkan. Namun, sayang sekali, anak itu meninggal beberapa waktu kemudian. Saudari ini tak putus-putusnya berdoa. Ia berkata bahwa dalam keadaan seperti itu sewaktu ia tidak punya pilihan, ia harus melemparkan bebannya kepada Yehuwa. (Mz. 55:22) Jika tidak, ia akan terus mengasihani diri dan bertanya, ”Mengapa harus saya, Yehuwa?” Saudari ini sangat bersyukur karena telah sampai dengan selamat di Kinshasa, dan ia melayani sebagai perintis ekstra pada bulan pertama ia berada di sana.

”Allah Tidak Malu akan Mereka”

Apa yang rasul Paulus tulis tentang pria dan wanita beriman di zaman dahulu cocok untuk menggambarkan hamba-hamba Yehuwa di Angola. Kata-katanya mungkin dapat kita sadur sebagai berikut, ’Apa lagi yang akan kami katakan? Karena waktu tidak akan pernah cukup jika kami harus menceritakan semua teladan iman saudara-saudari yang telah lolos dari mata pedang, dari keadaan lemah menjadi penuh kuasa, dan yang disiksa karena mereka menolak pembebasan dengan syarat berkompromi. Mereka mendapat cobaan ini melalui cemoohan dan penyesahan, bahkan, lebih dari itu, melalui belenggu dan pemenjaraan. Mereka dicobai, mereka berkekurangan, sengsara, mendapat perlakuan kejam; dan dunia ini tidak layak bagi mereka.’ (Ibr. 11:32-38) Meskipun mereka dipandang hina oleh pihak-pihak yang menindas mereka, meskipun banyak dari antara mereka berkekurangan karena perang dan anarki, ”Allah tidak malu akan mereka, untuk dipanggil sebagai Allah mereka”, karena mata mereka tetap tertuju kepada tergenapnya janji-janji Allah.—Ibr. 11:16.

Kendati mereka terus mengalami pengaruh-pengaruh buruk dari penunggang-penunggang kuda Apokalips yang marah itu, Saksi-Saksi Yehuwa di Angola sangat sadar akan berkat Allah. Pada tahun lalu, lebih dari 40.000 penyiar di negeri ini membaktikan lebih dari 10.000.000 jam untuk memberi tahu orang-orang lain tentang kabar baik Kerajaan Allah. Mereka sibuk memberikan pengajaran Alkitab di rumah kepada para peminat, yang berjumlah rata-rata lebih dari 83.000 setiap bulannya. Hasrat yang tulus dari para penyiar Kerajaan di Angola adalah untuk membantu sebanyak mungkin orang agar memiliki kesempatan memilih kehidupan yang sebenarnya, yang Allah mungkinkan melalui Yesus Kristus. Dan, alangkah bersukacitanya mereka ketika, meskipun mengalami kondisi-kondisi yang tidak stabil di negeri itu, lebih dari 181.000 orang berhimpun bersama untuk merayakan peringatan tahunan Perjamuan Malam Tuan! Mereka melihat berlimpah bukti bahwa ladang sudah siap dipanen.—Yoh. 4:35.

Bersama saudara-saudara Kristen mereka di seluas dunia, Saksi-Saksi Yehuwa di Angola mempunyai keyakinan penuh akan kemenangan klimaks dari Raja dan Pemimpin surgawi mereka, Yesus Kristus. (Mz. 45:1-4; Pny. 6:2) Tidak soal ujian apa pun yang akan mereka hadapi, mereka bertekad untuk menjadi hamba dan Saksi yang setia dari Allah mereka yang pengasih, Yehuwa.—Mz. 45:17.

[Blurb di hlm. 68]

’Meskipun kondisi fisik kami memprihatinkan, kami tetap sehat secara rohani. Sebenarnya, apa yang kami alami ini telah dinubuatkan dalam Alkitab.’

[Blurb di hlm. 73]

Mereka belajar Alkitab dan mulai mengabar. Tak lama kemudian, mereka dideportasi ke Angola.

[Blurb di hlm. 78]

”Paling-paling, Anda akan membunuh saya. Bisakah Anda melakukan lebih dari itu? Tapi, saya tidak akan menyangkal iman saya.”

[Blurb di hlm. 82]

Ia yakin bahwa ia telah menemukan kebenaran. Tetapi, seberapa besarkah penghargaannya?

[Blurb di hlm. 85]

Di penjara, mereka akan mengabar kepada tembok kapan pun topik Alkitab muncul di pikiran mereka.

[Blurb di hlm. 89]

Tanda-tanda perang ada di sekitar mereka, tetapi mereka terus melaksanakan pelayanan.

[Blurb di hlm. 91]

Gembala-gembala Kristen dengan teratur mengadakan kunjungan singkat ketika berangkat dan pulang kerja. Mereka sering membacakan beberapa ayat sekeluarga.

[Blurb di hlm. 96]

”Baiklah, saya akan menyerukan ’Viva!’” Semua orang menunggu. Akhirnya, anak itu berseru, ”Viva Yehuwa!”

[Blurb di hlm. 103]

”Saya meninggalkan Angola sambil berdoa dalam hati dan berlinang air mata karena saudara-saudara ini, meski menderita, tetap tersenyum karena harapan menakjubkan yang mereka miliki.”

[Blurb di hlm. 108]

”Ia akan menyampaikan khotbahnya sebanyak 7 hingga 21 kali. Kegiatan pada pekan itu sangat padat dan menguras tenaga.”

[Blurb di hlm. 111]

Dalam masyarakat patriarkat ini, ia adalah kepala puak yang terpandang. Ia dikenal sebagai abdi Allah.

[Blurb di hlm. 116]

Di bawah tekanan untuk mematahkan kenetralan Kristen, mereka membuktikan kokohnya keputusan mereka untuk menempuh jalan Yehuwa.

[Blurb di hlm. 124]

”Alangkah bersyukurnya kami kepada Yehuwa, organisasi-Nya, dan saudara-saudara kami yang terkasih yang dengan rela bertaruh nyawa demi saudara-saudara yang bahkan tidak mereka kenal!”

[Blurb di hlm. 128]

Kenetralan Saksi-Saksi Yehuwa yang teguh diamati oleh masyarakat.

[Blurb di hlm. 138]

Terdapat 696 sidang tetapi hanya ada 24 Balai Kerajaan.

[Peta/Gambar di hlm. 81]

(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)

Samudra Atlantik

REP. DEM. KONGO

ANGOLA

Luanda

Malanje

Lobito

Benguela

Huambo

Lubango

Namibe

Baía dos Tigres

NAMIBIA

[Gambar penuh di hlm. 66]

[Gambar di hlm. 71]

Gray dan Olga Smith

[Gambar di hlm. 74]

John Cooke (tengah), dengan João Mancoca (kanan) dan Sala Filemon (kiri), adalah orang-orang pertama berpendirian teguh bagi ibadat sejati di Angola

[Gambar di hlm. 87]

Kebaktian yang antusias menyongsong kebebasan beribadat pada tahun 1975

[Gambar di hlm. 90]

Negeri yang diporakporandakan perang

[Gambar di hlm. 102]

”Dapur” tempat mempersiapkan makanan rohani

[Gambar di hlm. 104]

Silvestre Simão

[Gambar di hlm. 123]

Bantuan kemanusiaan untuk Angola disiapkan di Afrika Selatan

[Gambar di hlm. 126]

Atas: Pertemuan istimewa bersama para penatua dan perintis biasa di Luanda

[Gambar di hlm. 126]

Douglas Guest (kiri) di Angola tahun 1991, bersama João dan Maria Mancoca dan Mário Oliveira

[Gambar di hlm. 131]

Kantor yang semula digunakan oleh Saksi-Saksi Yehuwa di Luanda

[Gambar di hlm. 134]

Kebaktian Distrik ”Para Pemuji yang Bersukacita” dihadiri oleh 73.154 di Luanda

[Gambar di hlm. 139]

Bangunan beratap metal yang berfungsi sebagai salah satu dari ke-24 Balai Kerajaan di Angola

[Gambar di hlm. 140]

Panitia Cabang (kiri ke kanan): João Mancoca, Steve Starycki, Silvestre Simão, Domingos Mateus, José Casimiro

[Gambar di hlm. 140, 141]

Keluarga Betel Angola tahun 1996, ketika kantor cabang terbentuk

[Gambar di hlm. 142]

Beberapa anggota keluarga Betel yang imannya teruji di bawah penindasan yang keji: (1) Antunes Tiago Paulo, (2) Domingos Kambongolo, (3) Justino César

[Gambar di hlm. 147]

Carlos Cadi

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan