PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g87_No22 hlm. 18-21
  • Bagian 2: 1929-1934 Depresi Seluas Dunia dan Maju Lagi ke Medan Perang

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Bagian 2: 1929-1934 Depresi Seluas Dunia dan Maju Lagi ke Medan Perang
  • Sedarlah!—1987 (No. 22)
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • ’Hari Kamis Hitam’—Akhir Suatu Jaman
  • Aku-Dulu!
  • Kepada Siapa Manusia Harus Percaya?
  • Andaikata Tidak Ada Depresi . . .
  • Bagian 1: 1920-1928 Tahun Dua Puluhan yang Gemerlapan—Saat Teduh Sebelum Badai
    Sedarlah!—1987 (No. 21)
  • Mengapa Timbul Kebutuhan akan Suatu Liga
    Sedarlah!—1991
  • Barisan yang Panjang Dari Kuasa-Kuasa Dunia Mendekati Akhirnya
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1989
  • Impian yang Ditolak
    Sedarlah!—1985 (No. 14)
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1987 (No. 22)
g87_No22 hlm. 18-21

Dunia sejak 1914

Bagian 2: 1929-1934 Depresi Seluas Dunia dan Maju Lagi ke Medan Perang

”ANDAIKATA keberuntungan pernah tersenyum kepada Amerika Serikat, maka pada hari itulah terjadinya.” Demikian sejarawan David A. Shannon melukiskan hari pada tahun 1929 ketika Presiden A.S. Herbert Hoover mengambil sumpah jabatannya. Shannon menjelaskan, ”Ini adalah tahun yang penuh damai, tidak ada awan peperangan di cakrawala, dan kekayaan Amerika secara aktif berkembang di luar negeri dan mengubah keadaan di bagian-bagian dunia yang kurang beruntung secara ekonomi.”

Namun menjelang akhir dari masa jabatan kepresidenan Hoover, ”suasana nasional sama sekali terbalik. Sebaliknya dari perasaan optimis ada perasaan pesimis, putus harapan, keputusasaan yang sangat besar”. Apa yang telah terjadi?

’Hari Kamis Hitam’—Akhir Suatu Jaman

Pada hari Rabu, 23 Oktober 1929, sejumlah spekulator tanpa alasan yang jelas mulai menjual saham yang pada waktu itu sudah turun harganya di pasar bursa New York. Keesokan harinya, Kamis, karena kuatir sekali harga saham mereka akan menjadi lebih rendah lagi, para pemegang saham berduyun-duyun mulai menjualnya sehingga dalam satu minggu lebih dari $15 milyar (A.S.), dalam nilai saham, lenyap dan dalam beberapa bulan berikut bermilyar dolar lagi terbang. Dengan demikian mulailah Depresi Besar.

Para ahli ekonomi dan sejarawan mempunyai banyak teori tentang apa penyebabnya. Tetapi, seperti dikatakan oleh salah seorang dari mereka, nyata bahwa banyak penyebab dari Depresi itu ”terpendam jauh dalam tahun dua puluhan yang gemerlapan”. Karena kemakmuran mereka ”dibangun pada pondasi yang rapuh . . . , kejatuhan pasar bursa . . . dengan tiba-tiba menyingkapkan kebobrokan ekonomi yang melandasinya”.—The United States in the Twentieth Century, (Amerika Serikat pada Abad Kedua Puluh), halaman 10, 12.

Bagaimanapun juga, tahun-tahun yang memabukkan dari Tahun Dua Puluhan yang Gemerlapan telah lenyap. Lenyap pula harapan muluk-muluk yang ditimbulkan oleh itu. ”Kejatuhan besar dari pasar bursa pada tahun 1929 membuyarkan mimpi indah,” kata sejarawan F. Freidel dan N. Pollack. ”Seraya kelimpahan mulai surut, yang mengakibatkan jutaan orang menderita kekurangan, tahun dua puluhan nampaknya tidak lebih dari suatu selingan yang semu atau suatu lelucon yang kejam—abad jazz yang imoral, jaman lembu emas.”—American Issues in the Twentieth Century, (Masalah-Masalah Amerika pada Abad Kedua Puluh), halaman 115.

Tiba-tiba jutaan orang menganggur. Orang-orang yang berhutang kehilangan apa yang mereka beli secara kredit, termasuk rumah mereka. Keluarga-keluarga kini tinggal bersama untuk mengurangi pengeluaran. Seraya harga saham merosot dengan tajam, kekayaan lenyap seketika. Usaha-usaha dagang ditutup. Suatu gelombang bunuh diri mengejutkan bangsa itu karena ribuan bank A.S. menutup pintu mereka. Seorang pelawak membuat penontonnya tertawa terbahak-bahak ketika ia mengatakan bahwa biasanya bank mengembalikan ceknya dengan tulisan ”tidak ada dana”. Tetapi sekarang ceknya dikembalikan dengan tulisan ”tidak ada bank”.

Kehancuran ekonomi terjadi dalam skala seluas dunia dan dampaknya sangat luas. Sesungguhnya, buku The United States and Its Place in World Affairs 1918-1943 (Amerika Serikat dan Kedudukannya dalam Masalah-Masalah Dunia 1918-1943) mengatakan bahwa ”tragedi ekonomi ini menyentuh semua negeri dan setiap sisi kehidupan, sosial dan politik, dalam negeri dan internasional”.

Sementara itu, di Jepang kaum militer juga menggunakan keadaan ekonomi ini demi keuntungan mereka. The New Encyclopædia Britannica mengatakan, ”Gagasan bahwa ekspansi melalui penaklukan militer akan memecahkan problem ekonomi Jepang menjadi populer selama Depresi Besar dari tahun 1929.” Ketidakstabilan dari awal tahun 30-an memungkinkan kaum militer ini untuk menguasai keadaan sedemikian rupa sehingga mereka dapat—bahkan tanpa persetujuan dari pemerintahan sipil—menyerbu Manchuria dan menaklukkannya dalam lima bulan saja. Ketika dijuluki agresor oleh Liga Bangsa Bangsa, Jepang memberikan jawaban, tidak dengan menarik kembali pasukannya dari Manchuria, tetapi dengan mengundurkan diri dari Liga itu.

Aku-Dulu!

Dengan menekankan kesenangan dan mengembangkan materialisme, Tahun Dua Puluhan yang Gemerlapan telah memupuk sikap aku-dulu yang mematikan kerohanian. Tetapi ”gempa bumi ekonomi yang mulai pada tahun 1929”, sebutan yang diberikan oleh buku sejarah The United States and Its Place in World Affairs 1918-1943 di atas, kini membuat sikap ini jauh lebih nyata lagi. Bagaimana? Karena Depresi ”menghancurkan perasaan mempunyai kepentingan bersama yang tadinya sedang bertumbuh, dan membuat tiap keluarga bertekad untuk memelihara keselamatannya sendiri, tidak soal apa akibatnya atas orang lain. Masing-masing untuk diri sendiri, selamatkan diri sendiri, tidak soal siapa paling belakang!”

Dalam diri orang perseorangan sikap yang sedemikian mementingkan diri, memusatkan perhatian pada diri sendiri, tidak adanya timbang rasa pada umumnya dipandang dengan penuh kebencian. Tetapi di bawah selubung patriotisme, sikap yang sama di pihak kelompok-kelompok nasional sering dianggap dapat dibenarkan, dan kadang-kadang bahkan diinginkan. Depresi Besar memperkembangkan semangat sedemikian.

Sejarawan Hermann Graml mengatakan bahwa ”krisis ekonomi sedunia memberikan pukulan fatal kepada semangat pengertian dan kerja sama internasional yang dinyatakan dalam Liga Bangsa Bangsa”, dan bahwa hal ini membuka jalan kepada ”berkembangnya sikap mementingkan diri yang tidak mengenal moral di pihak bangsa-bangsa secara pribadi”. Ia mengatakan ”kebanyakan bangsa didorong kepada sikap tidak adanya timbang rasa yang tidak masuk akal—tetapi dapat dimengerti—yang didasarkan atas penyelamatan bagi diri sendiri yang menyebabkan sekumpulan banyak orang menjadi panik”.—Europa zwischen den Kriegen (Eropa di antara Perang-Perang), halaman 237.

Sikap ini mungkin tidak pernah dinyatakan dengan lebih terang-terangan lagi daripada dalam pidato yang diucapkan oleh Heinrich Himmler dari Nazi Jerman beberapa tahun kemudian. ”Kejujuran, kesopanan, kesetiaan, dan persahabatan,” katanya, ”harus diperlihatkan bila berurusan dengan mereka yang mempunyai darah yang sama tetapi tidak kepada orang lain. Apa yang terjadi atas seorang Rusia, seorang Ceko, sama sekali bukan urusan saya. . . . Apakah bangsa-bangsa hidup dalam kemakmuran atau kelaparan sampai mati bagaikan ternak hanya menarik perhatian saya sejauh kami membutuhkan mereka sebagai budak-budak untuk kesejahteraan budaya kami. . . . Apakah 10.000 wanita Rusia jatuh pingsan karena letih selama menggali parit-parit anti tank hanya menarik perhatian saya sejauh parit anti tank untuk Jerman itu selesai dibuat.”

Karena orang-orang secara pribadi dan bangsa-bangsa memperlihatkan sikap aku-dulu dan sama sekali mengabaikan hukum Allah untuk mengasihi ”sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, bagaimana mungkin perdamaian dapat tercapai atau dipelihara? (Lukas 10:27) ”Besarlah ketenteraman pada orang-orang yang mencintai TauratMu,” kata Alkitab di Mazmur 119:165. Tetapi karena kasih ini tidak ada, bangsa-bangsa dengan mudah dapat diarahkan untuk mengambil posisi guna suatu perang baru. Penting untuk diketahui bahwa tidak adanya kasih dan sikap aku-dulu mencirikan ”hari-hari terakhir” dari sistem Setan yang jahat.—2 Timotius 3:1-5; Matius 24:3, 12.

Kepada Siapa Manusia Harus Percaya?

Apakah keadaan dunia yang jelas makin memburuk menyebabkan orang-orang berpaling kembali kepada Allah yang sudah mereka tinggalkan selama Tahun Dua Puluhan yang Gemerlapan? Dalam beberapa hal, memang demikian. Banyak orang mau menyambut berita yang disampaikan oleh Saksi-Saksi Yehuwa, nama yang diterima pada tahun 1931 oleh orang-orang Kristen yang bergabung dengan Lembaga Menara Pengawal. Tetapi bangsa-bangsa secara keseluruhan tidak memberikan sambutan, mereka tidak menaruh kepercayaan kepada Allah tetapi kepada orang-orang ”besar”.

Sebagai contoh, pada awal tahun 1930-an Mohandas Gandhi mendapat dukungan yang makin besar di India untuk kampanye pembangkangan sipil tanpa kekerasan yang makin ditingkatkan. Banyak yang berharap bahwa kemerdekaan dari kekuasaan Inggris yang ia usahakan akan membawa perdamaian dan keadaan stabil di India. Apakah demikian?

Pada tahun yang sama presiden Cina, Chiang Kai Shek, menjadi anggota dari Gereja Metodis. Banyak orang berharap bahwa peralihannya kepada Kekristenan akan membuka jalan kepada persekutuan yang erat antara Cina dan bangsa-bangsa Barat yang disebut Kristen. Apakah demikian?

Pada tahun 1932, dalam suatu upacara yang diadakan oleh Vatikan, Mussolini merayakan ulang tahun kesepuluh dari kekuasaannya. Banyak orang berharap bahwa berkat yang diberikan oleh paus di sana akan menjamin bahwa orang-orang Italia yang saleh, pemimpin mereka, dan negeri mereka akan mendapatkan keamanan dan perlindungan yang bertahan lama. Apakah demikian?

Juga pada tahun 1932 Franklin D. Roosevelt, presiden Amerika Serikat yang baru dipilih, menjanjikan kepada rekan-rekan senegerinya suatu Rencana Baru untuk mengaktifkan segala sesuatu lagi. Satu tahun kemudian ia menguraikan rencana perlucutan senjata A.S. dan memohon kepada dunia untuk melenyapkan semua senjata penyerang. Banyak orang berharap bahwa Rencana Baru ini akan mengakhiri pengangguran dan kemiskinan maupun juga menghasilkan perdamaian. Apakah demikian?

Pada tahun 1933 Hitler menjadi perdana menteri Jerman yang baru. Tidak lama setelah itu, dalam apa yang disebut Pidato Perdamaiannya, salah satu yang paling jitu yang pernah ia ucapkan, ia mencela peperangan sebagai ”kegilaan yang tanpa batas” yang akan ”menyebabkan kejatuhan dari tata sosial dan politik yang ada sekarang”. Ia menandaskan kerelaan Jerman untuk melucuti senjata, selaras dengan usul Roosevelt, dengan mengatakan, ”Jerman bersedia untuk menyetujui pakta non-agresi apapun yang serius, karena ia tidak mempunyai pikiran untuk menyerang tetapi hanya untuk mendapatkan keamanan.” Banyak orang berharap bahwa kebijaksanaan ini akan memulihkan kehormatan dan wibawa bangsa Jerman dan melalui jalan perdamaian akan menjamin bahwa rezim pemimpin mereka yang dinamis ini akan berlangsung selama seribu tahun. Apakah demikian?

Kemudian organisasi ”besar”, Liga Bangsa Bangsa. Mengenai badan ini majalah Watchtower tanggal 15 Mei 1932, mengatakan, ”Raja-raja di bumi, setelah mendapat nasihat dari kaum pendeta, . . . bergabung dalam suatu Liga Bangsa Bangsa dan percaya kepada badan itu serta kepintaran manusia untuk menyelamatkan dunia yang sedang bingung dan menderita ini dari dilema yang dihadapinya sekarang.” Banyak orang berharap—walaupun Saksi-Saksi Yehuwa tidak termasuk—bahwa Liga itu benar-benar akan membebaskan dunia dari dilemanya. Apakah demikian?

Lebih dari dua ribu tahun yang lalu, pemazmur menulis, ”Janganlah percaya kepada orang-orang besar—manusia belaka yang berkematian, yang tidak dapat memberikan bantuan.” Melalui manfaat yang dapat kita peroleh dengan melihat hal-hal yang sudah terjadi, tidakkah anda setuju dengan hikmat dari kata-kata ini?—Mazmur 146:3, Moffatt.

Andaikata Tidak Ada Depresi . . .

”Suatu hal yang terlalu sederhana dan bodoh untuk menaruh semua tanggung jawab atas peristiwa-peristiwa dan gejala dari tahun tiga puluhan kepada depresi.” Demikian kata pengarang dari buku The United States and Its Place in World Affairs 1918-1943. ”Tetapi,” mereka mengakui, ”kemiskinan dan ketidakamanan yang meluas dari tahun-tahun yang serba kurang memang telah mengatur panggungnya, menyediakan aktor-aktornya dengan tema yang tangguh, menambahkan adegan-adegan yang hebat pada jalan cerita yang tragis, dan memberi hadirin pahlawan-pahlawan baru untuk disanjung atau penjahat-penjahat baru untuk dicemoohkan.” Mereka menyimpulkan bahwa andaikata tidak ada depresi, kemungkinan besar perang dunia kedua tidak akan terjadi.

Tetapi depresi sedunia memang terjadi, dan memang ada perang dunia kedua. Jadi jelas, meskipun mendapat dukungan agama, Liga Bangsa Bangsa gagal untuk mencapai perdamaian yang harus dipeliharanya yang untuk itu ia telah dibentuk. Sejak awal mula akhir dari Liga itu sudah ditentukan. Namun badan itu tidak akan cepat mati. Ia akan terhuyung-huyung, pelan-pelan menuju kematiannya. Bacalah mengenai hal itu dalam artikel yang berikut.

[Kotak di hlm. 20]

Hal-Hal Lain yang Menjadi Berita Utama

1929—Penghargaan dari Akademi Seni Film dan Ilmu Pengetahuan

(Oscar) diberikan di Hollywood untuk pertama kali

1930—Planet Pluto diketemukan

Uruguay menjadi pemenang pertama dari Piala Dunia sepak bola

1931—Banjir di Cina menewaskan lebih dari 8.000 orang dan 23

juta kehilangan tempat tinggal

Lebih dari 2.000 tewas dalam gempa bumi di Nikaragua

Gedung tertinggi di dunia pada waktu itu, Empire State

di New York, selesai dibangun

1932—Ditemukannya neutron dan deuterium (hidrogen berat)

membantu lahirnya ilmu fisika nuklir

1933—Jerman mengundurkan diri dari Liga Bangsa Bangsa; Hitler

diumumkan sebagai perdana menteri; kamp konsentrasi pertama,

di Dachau, dibuka; perjanjian antar Gereja dan Negara antara

Jerman dan Vatikan ditandatangani; pembakaran buku-buku yang

tidak diinginkan di hadapan umum di Berlin

1934—FBI (Federal Bureau of Investigation atau Biro Penyelidikan

Federal) diorganisasi di Amerika Serikat untuk memerangi

sindikat penjahat-penjahat

Tentara Merah Cina sejumlah kira-kira 90.000 prajurit memulai

Long March (Barisan [aksi mengundurkan diri] Jarak Jauh) ke

Yenan

[Gambar di hlm. 19]

Dalam waktu yang singkat saja, jutaan kehilangan pekerjaan

[Keterangan Gambar di hlm. 19]

A. Rothstein/Dover

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan