PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g 5/91 hlm. 6-9
  • Apakah Televisi Telah Mengubah Anda?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Apakah Televisi Telah Mengubah Anda?
  • Sedarlah!—1991
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Perayu Ulung
  • TV dan Moral
  • Khayalan versus Kenyataan
  • Mesin Pengaruh
  • Anak-Anak yang Dihasilkan Kotak
  • Bagaimana Mengendalikan Kebiasaan Menonton TV?
    Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
  • Bagaimana Saya Dapat Menghentikan Menonton TV Terlalu Banyak?
    Sedarlah!—1985 (No. 13)
  • Kendalikan Televisi Sebelum Ia Mengendalikan Anda
    Sedarlah!—1991
  • Cara-Cara Mengendalikan
    Sedarlah!—2006
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1991
g 5/91 hlm. 6-9

Apakah Televisi Telah Mengubah Anda?

”JENDELA untuk melihat dunia.” Demikianlah televisi digambarkan. Dalam buku Tube of Plenty—The Evolution of American Television, penulis Erik Barnaouw menulis bahwa pada awal tahun 1960-an, ”bagi banyak orang [televisi] sudah menjadi jendela untuk melihat dunia. Pemandangan yang disajikan seolah-olah adalah seluruh dunia. Mereka percaya akan kebenaran dan kelengkapannya”.

Namun, sebuah jendela tidak dapat memilih pemandangan yang akan diperlihatkan kepada Anda; jendela tidak dapat menentukan tata cahaya atau sudut pandangan; juga itu tidak dapat dengan tiba-tiba mengganti pemandangan hanya untuk mengendalikan minat Anda. TV dapat. Faktor-faktor seperti itu secara dramatis membentuk perasaan dan kesimpulan Anda mengenai apa yang Anda sedang lihat, namun faktor-faktor ini dikendalikan oleh orang-orang yang memproduksi pertunjukan-pertunjukan TV. Bahkan siaran berita dan dokumenter yang paling obyektif sifatnya menjadi korban manipulasi demikian, sekalipun mungkin dengan tidak disengaja.a

Perayu Ulung

Namun, orang-orang yang mengendalikan televisi sering kali dengan sengaja mempengaruhi para pemirsa. Dalam periklanan, misalnya, mereka mempunyai kebebasan untuk menggunakan segala macam akal yang ada untuk merayu Anda agar mau membeli. Warna. Musik. Orang-orang yang tampan dan cantik. Erotisme. Pemandangan yang indah-indah. Sangat banyak akal mereka, dan mereka tahu bagaimana menggunakannya.

Seorang bekas eksekutif periklanan menulis tentang pengalamannya selama 15 tahun di bidang itu, ”Saya belajar bahwa kita dapat berbicara melalui media [seperti TV] langsung mencapai pikiran orang-orang dan kemudian, seperti ahli sulap meninggalkan gambaran-gambaran di dalam pikiran mereka yang dapat menyebabkan mereka melakukan apa yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan.”

Kenyataan bahwa televisi mempunyai kekuatan yang begitu hebat atas manusia sudah terbukti pada tahun 1950-an. Sebuah perusahaan lipstik yang menghasilkan $50.000 setahun mulai memasang iklan di televisi. Dalam waktu dua tahun, penjualannya meroket sampai $4.500.000 per tahun! Sebuah bank ”tertimpa rezeki” sebesar $15.000.000 dalam jumlah depositonya setelah mengiklankan servisnya dalam sebuah program televisi yang digemari oleh kaum wanita.

Dewasa ini, rata-rata orang Amerika menonton sebanyak 32.000 iklan setiap tahun. Iklan-iklan itu dengan pandai merayu perasaan. Sebagaimana Mark Crispin Miller menulis dalam Boxed In—The Culture of TV, ”Memang benar bahwa kita diperdayakan oleh apa yang kita lihat. Iklan-iklan yang meliputi kehidupan sehari-hari mempengaruhi kita dengan tak henti-hentinya.” Manipulasi ini, ia menambahkan, ”adalah berbahaya karena hal itu sukar untuk dipahami, dan manipulasi itu tidak akan gagal sampai kita tahu bagaimana cara memahaminya”.

Akan tetapi, televisi menjual lebih daripada hanya lipstik, pandangan-pandangan politik, dan kebudayaan. Televisi juga menjual moral—atau tidak memiliki moral.

TV dan Moral

Sedikit orang akan merasa heran bahwa perilaku seks digambarkan semakin lama semakin sering di TV Amerika. Sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 1989 dalam Journalism Quarterly mendapati bahwa dalam 66 jam dari jaringan TV waktu prima (prime time), ada 722 kejadian perilaku seksual, baik tersirat, disebutkan secara lisan, atau ditayangkan sungguh-sungguh. Contoh-contoh berkisar dari sentuhan erotik sampai sanggama, masturbasi, homoseksualitas, dan inses. Rata-rata ada 10,94 kejadian setiap jam!

Amerika Serikat bukan satu-satunya negara dalam hal ini. Film-film TV Perancis menayangkan sadisme seksual secara terang-terangan. Pertunjukan-pertunjukan striptis muncul di TV Italia. TV Spanyol pada larut malam menayangkan film-film erotik dan kekerasan. Daftarnya bisa terus berlanjut.

Kekerasan adalah jenis lain dari hal amoral di TV. Di Amerika Serikat, seorang kritikus TV untuk majalah Time baru-baru ini memuji ”humor bagus yang mengerikan” dalam suatu seri film horor. Seri ini menayangkan pemandangan pemenggalan, pemotongan anggota tubuh, penyiksaan, dan kesurupan hantu. Tentu saja, banyak kekerasan di TV tidak begitu mengerikan—dan lebih mudah diterima. Pada waktu televisi Barat baru-baru ini dipertunjukkan di desa terpencil di Côte d’Ivoire (Pantai Gading), Afrika Barat, salah seorang tua merasa heran dan hanya dapat bertanya, ”Mengapa orang-orang kulit putih selalu saling tusuk, tembak dan saling pukul satu sama lain?”

Tentu saja jawabannya adalah bahwa para produser dan sponsor televisi ingin menyajikan kepada para pemirsa apa yang mereka ingin lihat. Kekerasan menarik para pemirsa. Seks juga demikian. Maka TV menyajikan kedua hal itu dengan berlimpah—tetapi tidak terlalu banyak sekaligus, karena khawatir pemirsa akan menolaknya. Sebagaimana Donna McCrohan menulis dalam Prime Time, Our Time: ”Kebanyakan acara favorit menampilkan kata-kata kasar, seks, kekerasan, atau materi sejauh mungkin; lalu, setelah sampai pada batasnya, mereka melampauinya hingga masyarakat menjadi terbiasa. Setelah itu, masyarakat sudah siap menerima standar yang baru.”

Sebagai contoh, perihal homoseksualitas pernah dianggap di luar ”batas” yang pantas untuk televisi. Namun, sekali para pemirsa merasa terbiasa dengan hal itu, mereka siap menerima lebih banyak lagi. Seorang jurnalis Perancis menegaskan, ”Dewasa ini tidak ada produser yang berani menampilkan homoseksualitas sebagai suatu penyimpangan . . . Sebaliknya, yang janggal adalah masyarakat dan sikap tidak toleran.” Di televisi kabel Amerika, sebuah ’seri film homoseks’ dipertunjukkan perdana di 11 kota pada tahun 1990. Program ini mengandung adegan-adegan pria dengan pria bersama-sama di tempat tidur. Produser pertunjukan tersebut mengatakan kepada majalah Newsweek bahwa adegan-adegan demikian dirancang oleh orang-orang homoseks untuk ”membuat pemirsa tidak terlalu peka sehingga orang-orang akan menyadari bahwa kami sama dengan orang-orang lain”.

Khayalan versus Kenyataan

Para penulis suatu penelitian yang dilaporkan dalam Jurnalism Quarterly mencatat bahwa karena TV hampir tidak pernah mempertunjukkan akibat-akibat dari perbuatan seks gelap, ”penayangan yang terus-menerus dari gambaran seksual yang menggairahkan” menjadi kampanye penginformasian yang menyimpang. Mereka menyebutkan penelitian yang lain bahwa berita utama yang disampaikan film seri TV, Seks adalah untuk pasangan yang belum menikah, dan tidak seorang pun yang ditulari penyakit karenanya.

Apakah ini dunia sebagaimana yang Anda ketahui? Seks sebelum menikah tanpa risiko kehamilan atau penyakit-penyakit menular? Homoseksualitas dan biseksualitas tanpa rasa takut ketularan AIDS? Kekerasan dan perusakan yang membuat pahlawan menang dan yang jahat dipermalukan—namun mengherankan, kedua belah pihak sering kali tidak terluka? TV menciptakan suatu dunia di mana kelakuan dan tindakan benar-benar bebas dari akibat. Hukum dari hati kecil, dari moralitas, dan dari pengendalian diri digantikan dengan hukum kepuasan sekejap.

Jelas, televisi bukanlah ”jendela untuk melihat dunia”—paling sedikit bukan untuk melihat dunia yang sebenarnya. Dalam kenyataannya, sebuah buku baru mengenai televisi disebut The Unreality Industry (Industri Ketidaknyataan). Para penulisnya menyatakan bahwa TV telah ”menjadi salah satu kekuatan yang paling besar dalam hidup kita. Akibatnya adalah bahwa TV tidak hanya mendefinisikan apa kenyataan itu sebenarnya, namun yang lebih penting dan mengganggu, TV menghapuskan perbedaan, batas-batas, antara yang nyata dan yang tidak nyata”.

Kata-kata ini mungkin kedengarannya menakut-nakuti bagi mereka yang berpikir bahwa mereka kebal terhadap pengaruh televisi. ’Saya tidak mempercayai setiap hal yang saya lihat,’ kata beberapa orang. Anggaplah, kita mungkin tidak mempercayai TV. Namun para ahli memperingatkan bahwa skeptikisme ini tidak akan melindungi kita dari cara-cara halus TV untuk memanfaatkan emosi kita. Sebagaimana dikatakan seorang penulis, ”Salah satu dari tipu daya TV yang paling ampuh adalah tidak pernah mengungkapkan seberapa banyak TV mempunyai pengaruh atas mekanisme kejiwaan kita.”

Mesin Pengaruh

Menurut 1990 Britannica Book of the Year, rata-rata orang Amerika menonton TV sebanyak tujuh jam dan dua menit setiap hari. Perkiraan yang lebih konservatif mencatat angka kira-kira dua jam sehari, tetapi itu pun berarti tujuh tahun menonton TV selama hidup! Bagaimana dosis yang begitu besar bisa gagal mempengaruhi manusia?

Hampir tidak aneh lagi jika kita membaca bahwa orang-orang sukar untuk membedakan antara TV dan kenyataan. Sebuah penyelidikan yang diterbitkan di jurnal Inggris Media, Culture and Society mendapati bahwa TV memang menyebabkan beberapa orang menentukan ”sebuah gambaran alternatif dari dunia yang sebenarnya”, meninabobokan mereka dengan membuat mereka berpikir bahwa angan-angan mereka mengenai kenyataan merupakan kenyataan itu sendiri. Penyelidikan-penyelidikan yang lain, seperti yang dibuat oleh Institut Kesehatan Mental Nasional di A.S. tampaknya mendukung penemuan-penemuan ini.

Jika TV mempengaruhi paham-paham terkenal mengenai realitas, bagaimana itu bisa gagal mempengaruhi hidup dan kelakuan manusia? Sebagaimana Donna McCrohan menulis dalam Prime Time, Our Time, ”Ketika pertunjukan TV terkenal melanggar batas-batas tabu atau bahasa, kita merasa lebih bebas untuk melanggarnya juga. Demikian juga, kita dipengaruhi ketika . . . persetubuhan adalah norma, atau seorang pelakon yang jantan menyebutkan ia menggunakan kondom. TV dapat, di kemudian hari, menjadi cermin dari kepribadian yang kita yakin kita miliki dan, oleh karena itu, pada umumnya dapat kita miliki.”

Tentu saja, abad yang mengalami munculnya TV juga melihat meningkatnya perbuatan amoral dan kekerasan. Apakah kebetulan saja? Sama sekali tidak. Sebuah penyelidikan menunjukkan bahwa tingkat kejahatan dan kekerasan dalam tiga negeri meningkat hanya setelah TV diperkenalkan di negeri-negeri tersebut. Di tempat-tempat TV diperkenalkan lebih awal, tingkat kejahatan juga meningkat lebih awal.

Mengherankan, TV tidak dinilai sebagai hal untuk melewatkan waktu santai sebagaimana pendapat kebanyakan orang. Penyelidikan-penyelidikan yang dilaksanakan atas 1.200 pokok selama jangka waktu 13 tahun mendapati bahwa dari semua waktu-senggang, menonton televisi adalah yang paling kecil kemungkinannya untuk membuat orang santai. Sebaliknya, TV cenderung membuat pemirsanya pasif namun tegang dan tidak dapat berkonsentrasi. Terutama jangka waktu yang lama untuk menonton membuat orang dalam suasana hati yang lebih buruk daripada waktu mereka mulai menonton. Sebagai kontras, membaca membuat orang lebih santai, dalam suasana hati yang lebih baik, dan lebih bisa berkonsentrasi!

Namun, tidak soal seberapa baiknya membaca buku yang bagus, TV, pencuri waktu yang cekatan itu, dapat dengan mudah membuat orang melupakan buku. Ketika televisi pertama-tama diperkenalkan di kota New York, perpustakaan negeri segera melaporkan penurunan sirkulasi buku. Tentu saja, hal ini bukan berarti bahwa umat manusia tidak mau lagi membaca. Namun, dikatakan bahwa orang-orang dewasa ini membaca dengan kurang sabar, bahwa perhatian mereka segera berkurang jika mereka tidak dilimpahi dengan gambar-gambar visual yang menarik. Statistik dan penyelidikan mungkin tidak mendukung kekhawatiran yang kurang jelas seperti itu. Namun, kerugian apa yang kita akan alami dalam hal renungan dan disiplin diri jika kita harus terus dimanjakan oleh hiburan TV yang dirancang, saat demi saat, untuk menarik perhatian yang bahkan sangat singkat sekalipun?

Anak-Anak yang Dihasilkan Kotak

Akan tetapi, persoalan televisi benar-benar menjadi urgen sehubungan dengan anak-anak. Pada umumnya, apa pun pengaruh TV terhadap orang dewasa, itu pasti dapat mempengaruhi anak-anak—hanya lebih kuat lagi. Bagaimanapun, anak-anak lebih percaya akan dunia fantasi yang mereka lihat di TV. Surat kabar Jerman Rheinischer Merkur/Christ und Welt menyebutkan penyelidikan baru-baru ini yang mendapati bahwa anak-anak sering ”tidak dapat membedakan kehidupan nyata dengan apa yang mereka lihat di layar. Mereka memindahkan apa yang mereka lihat di dunia tidak nyata ke dunia nyata”.

Lebih dari 3.000 penyelidikan ilmiah selama puluhan tahun riset mendukung kesimpulan bahwa kekerasan televisi mempunyai efek negatif terhadap anak-anak dan kaum remaja. Organisasi-organisasi ternama seperti Akademi Dokter Anak Amerika, Institut Kesehatan Mental Nasional di A.S., dan Asosiasi Medis Amerika semuanya sependapat bahwa kekerasan televisi menyebabkan kelakuan agresif dan antisosial dari anak-anak.

Penyelidikan-penyelidikan telah menyingkapkan hasil-hasil yang mengkhawatirkan. Misalnya, obesitas masa anak-anak dihubungkan dengan menonton TV berlebihan. Ada dua alasan yang jelas. (1) Jam-jam pasif di muka kotak menggantikan jam-jam bermain yang aktif. (2) Iklan-iklan TV dengan mudah berhasil menjual makanan tak bergizi kepada anak-anak. Penyelidikan lain menemukan bahwa anak-anak yang banyak menonton TV berprestasi rendah di sekolah. Seraya kesimpulannya lebih kontroversial, majalah Time baru-baru ini melaporkan bahwa banyak psikiater dan guru menyalahkan TV atas menurunnya keterampilan membaca anak-anak dan prestasi di sekolah.

Lagi-lagi, waktu adalah faktor yang penting. Pada waktu anak Amerika lulus dari sekolah menengah atas, ia telah menggunakan 17.000 jam di depan TV dibandingkan dengan 11.000 jam di sekolah. Bagi banyak anak, TV merupakan kegiatan waktu senggang mereka jika bukan kegiatan utama mereka. Buku The National PTA Talks to Parents: How to Get the Best Education for Your Child mencatat bahwa setengah dari anak-anak kelas lima sekolah dasar (berusia 10 tahun) menggunakan empat menit sehari membaca di rumah, tetapi 130 menit sehari menonton TV.

Dalam analisis terakhir, mungkin sedikit sekali orang yang akan membantah bahwa TV tidak membawa bahaya yang serius bagi anak-anak maupun orang dewasa. Akan tetapi, apa gerangan artinya? Haruskah orang-tua melarang menonton TV di rumah? Haruskah orang-orang pada umumnya melindungi diri dari pengaruhnya dengan menyingkirkannya atau menyimpannya di gudang?

[Catatan Kaki]

a Lihat ”Can You Really Believe the News?” dalam Awake! terbitan 22 Agustus 1990.

[Blurb di hlm. 7]

”Mengapa orang-orang kulit putih selalu saling tusuk, tembak dan saling pukul satu sama lain?”

[Gambar di hlm. 9]

Matikan TV, buka buku

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan