PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g 10/91 hlm. 12-13
  • Bantuan bagi yang Sekarat pada Zaman Modern Kita

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Bantuan bagi yang Sekarat pada Zaman Modern Kita
  • Sedarlah!—1991
  • Bahan Terkait
  • Menghibur Penderita Penyakit Stadium Terminal
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2008
  • Perawatan Apa bagi si Sakit yang Sedang Sekarat?
    Sedarlah!—1991
  • Tabib
    Pemahaman Alkitab, Jilid 2
  • Bantuan Terbaik Kini Tersedia!
    Sedarlah!—1991
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1991
g 10/91 hlm. 12-13

Bantuan bagi yang Sekarat pada Zaman Modern Kita

WANITA itu, seorang dokter, baru saja melampaui cobaan berat yang sangat menyakitkan. Ia mengamati neneknya yang berusia 94 tahun meninggal di ruang gawat darurat rumah sakit sesudah menjalani operasi kanker ”di luar kemauan sang nenek”.

”Saya menangis pada waktu pemakamannya bukan karena Nenek meninggal, sebab Nenek telah menjalani kehidupan yang lama dan limpah,” demikian tulis sang dokter. ”Saya menangisi rasa sakit yang ia tanggung, dan keinginannya yang tidak terpenuhi. Saya menangisi ibu dan saudara-saudara nenek saya, rasa kehilangan dan frustrasi mereka.”

Akan tetapi, Anda mungkin bertanya-tanya tentang kemungkinan membantu orang-orang yang sakit demikian seriusnya. Sang dokter melanjutkan,

”Terutama, saya menangisi diri saya sendiri, perasaan bersalah yang saya derita karena tidak mampu menyelamatkan Nenek dari rasa sakit dan rasa terhina, dan ketidakmampuan saya sebagai seorang dokter, yang tidak mampu menyembuhkan, tidak mampu mengurangi penderitaannya. Dalam pelatihan saya, saya tidak pernah diajar untuk menerima kematian atau keadaan sekarat. Penyakit merupakan musuh—untuk diperangi terus-menerus, dengan segala daya. Kematian adalah kekalahan, kegagalan; penyakit kronis adalah pengingat yang selalu hadir mengenai ketidak-berdayaan dokter. Bayang-bayang nenek saya yang mungil yang menatap saya dengan pandangan ketakutan pada waktu dibantu dengan alat pernapasan di ruang gawat darurat menghantui saya sampai hari ini.”

Sang cucu yang pengasih ini menyatakan secara jelas suatu masalah kompleks medis hukum, yang menyangkut etika yang sekarang sedang diperdebatkan di ruang pengadilan dan rumah sakit di seluruh dunia, Apa yang terbaik bagi orang sakit yang tidak punya harapan untuk sembuh di zaman kita yang maju secara teknologi?

Ada yang berpandangan bahwa segala sesuatu yang mungkin secara medis seharusnya diupayakan bagi setiap orang yang sakit. Pandangan ini dinyatakan oleh Ikatan Dokter dan Ahli Bedah Amerika, ”Kewajiban dokter terhadap pasien yang koma, yang perkembangannya pasif atau yang tidak menunjukkan tanda-tanda kesembuhan, tidak bergantung kepada harapan untuk sembuh. Dokter harus selalu bertindak demi kesejahteraan pasien.” Ini berarti menyediakan segala bentuk perawatan atau bantuan medis yang mungkin diterapkan. Apakah Anda merasa bahwa ini selalu yang terbaik untuk seseorang yang sakit parah?

Bagi beberapa orang, tindakan demikian memang kedengarannya terpuji. Namun, dalam beberapa dekade yang lalu, pengalaman dalam penggunaan obat-obat hasil kemajuan teknologi maju telah menimbulkan suatu sudut pandang yang baru dan berbeda. Pada tahun 1984, sebuah kertas kerja yang menandai babak baru berjudul ”Tanggung Jawab para Dokter terhadap Pasien yang Tidak Punya Harapan untuk Sembuh”, suatu panel yang terdiri dari 10 dokter berpengalaman menyimpulkan, ”Mengurangi perawatan yang agresif terhadap pasien yang tidak punya harapan untuk sembuh adalah bijaksana apabila perawatan demikian hanya akan memperpanjang proses kematian yang sulit dan tidak menyenangkan.” Lima tahun kemudian, dokter-dokter yang sama menerbitkan artikel dengan judul yang sama yang diberi tambahan, ”Tinjauan Kedua”. Mereka mempertimbangkan problem yang sama dan membuat pernyataan yang bahkan lebih gamblang, ”Banyak dokter dan ahli etika . . . telah menyimpulkan bahwa merupakan hal yang etis untuk menghentikan pemberian makanan dan cairan infus kepada pasien tertentu yang sekarat, tidak punya harapan untuk sembuh, atau tidak sadar secara permanen.”

Kita tidak dapat mengesampingkan komentar demikian sebagai teori sederhana belaka atau sekadar perdebatan yang tidak mempengaruhi kita. Banyak orang kristiani yang dihadapkan kepada keputusan yang membingungkan sehubungan dengan hal ini. Haruskah orang yang kita kasihi yang tidak punya harapan untuk sembuh dibiarkan hidup melalui alat bantu pernapasan? Haruskah infus makanan atau metode pemberian makanan buatan lainnya diberikan kepada seorang pasien yang berada di ambang kematian? Apabila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk sembuh, apakah seluruh sumber keuangan yang dimiliki oleh seorang kerabat atau seluruh keluarga dihabiskan untuk membayar biaya pengobatan, mungkin termasuk biaya transpor ke rumah sakit yang jauh untuk mendapatkan perawatan dengan cara-cara yang lebih maju?

Tidak diragukan lagi Anda menyadari bahwa pertanyaan-pertanyaan demikian tidak mudah dijawab. Tentu Anda ingin membantu teman-teman yang sakit atau orang yang Anda kasihi, namun apabila Anda harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan di atas, Anda mungkin berpikir, ’Bimbingan apa yang dimiliki orang-orang kristiani? Sumber-sumber mana yang tersedia sebagai bantuan? Yang terpenting, apa yang Alkitab katakan sehubungan masalah ini?’

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan