Seberapa Buruk AIDS di Afrika?
Oleh koresponden Sedarlah! di Afrika
MUNGKIN Anda telah mendengar ramalan-ramalannya. Itu semua menegakkan bulu roma. Jutaan orang di benua Afrika akan mengidap AIDS. Sistem kekebalan tubuh manusia akan runtuh, menyebabkan pertahanan alami tubuh terbuka bagi serangan penyakit-penyakit yang mengerikan. Sebagaimana benar dengan wabah pes yang melanda Eropa pada abad ke-14, kematian dan kehancuran dalam skala yang tak terduga sebelumnya akan menyusul.
Kemudian keadaan menjadi reda. Media menjadi bosan, dan publik semakin jemu terhadap ramalan-ramalan kiamat yang sensasional. Apakah hal tersebut benar-benar akan demikian buruk? Tepatnya, berapa luaskah epidemi AIDS di Afrika?
”Tidak seorang pun tahu bagaimana angka-angkanya di masa depan,” ujar Dr. Andre Spier, peneliti AIDS. Namun ia tidak optimis. ”Jumlahnya akan menjadi besar dan sangat merusak bagi seluruh masyarakat.” Demikian pula, pada konferensi AIDS internasional di Stockholm, Swedia, Dr. Lars Kallings meramalkan bahwa ”hanya dalam beberapa tahun . . . akan ada suatu jumlah mayat yang mengerikan”.
Lebih dari ”beberapa tahun” telah berlalu sejak ramalan itu dinyatakan. Sekarang banyak dari ramalan-ramalan tersebut secara tidak menyenangkan menjadi kenyataan. Angka-angka statistik mulai menjadi angka-angka kematian. Namun yang terburuk masih belum datang.
Yang Mati dan yang Sekarat
Liang kematian dan kehancuran sedang melintasi banyak bagian dari wilayah Sahara Afrika. ”Di pusat-pusat kota tertentu,” bunyi sebuah laporan dalam majalah ilmiah Nature, ”AIDS sekarang menjadi penyebab utama kematian pada orang dewasa dan salah satu faktor penentu utama kematian bayi.” Di sebuah kota di Afrika, para pendeta menghadapi kesulitan dalam menangani banyaknya upacara penguburan yang berkaitan dengan AIDS, yang harus mereka pimpin.
Pada bulan Oktober 1991 para kepala negara persemakmuran yang bertemu di Harare, Zimbabwe, diperkenalkan dengan sebuah memorandum yang berisi ramalan tentang AIDS di Afrika. Diungkapkan bahwa antara 50 dan 80 persen dari seluruh tempat tidur rumah sakit di beberapa negara Afrika saat itu digunakan oleh para pasien AIDS. Mengenai Uganda yang parah, Dr. Stan Houston, seorang spesialis AIDS mengungkapkan bahwa di Uganda, AIDS sudah membunuh lebih banyak orang daripada yang terbunuh selama 15 tahun terakhir dalam perang sipil di negara itu.
Temuan-temuan yang dihasilkan oleh para dokter dan sarjana di Abidjan, Côte d’Ivoire sama-sama merisaukan. Selama jangka waktu beberapa bulan, semua jenazah di dua kamar mayat terbesar di kota itu diselidiki. Hasilnya? Majalah Science yang memuat laporan ini, mengungkapkan bahwa AIDS ditemukan sebagai ”penyebab utama kematian” di kalangan pria dewasa di Abidjan. Jurnal tersebut menambahkan bahwa angka-angka yang dikutip ”mungkin meremehkan jumlah kematian yang sesungguhnya sebagai akibat infeksi HIV [Human Immunodeficiency Virus]”.
Bahkan WHO (Organisasi Kesehatan Sedunia), yang memonitor penyebaran penyakit ini di seluas dunia, sependapat bahwa hal ini baru sebagian kecil saja. Menurut jurnal New Scientist, WHO ”yakin bahwa banyak negara di Afrika Timur dan Tengah telah melaporkan hanya kira-kira sepersepuluh dari seluruh kasus AIDS. . . . Laporannya tidak lengkap dan tidak akurat karena pengawasannya belum sempurna”.
Infeksi Laten
Satu hal yang mengerikan tentang AIDS adalah periode infeksinya yang panjang yang mendahului gejala-gejala fisik yang sesungguhnya dari AIDS yang telah berkembang sepenuhnya. Sampai selama sepuluh tahun, pembawa virus ini dapat menyembunyikan dalam dirinya HIV yang memautkan. Ia mungkin tampak sehat dan merasa sehat. Namun kecuali sang korban telah menjalani tes bagi penyakit tersebut, ia tidak akan pernah tahu bahwa ia menghadapi penyakit yang membawa maut—sampai gejala-gejalanya menimpa! Segmen penduduk yang kelihatan sehat namun mengandung virus inilah yang tanpa disadari sedang menyebarkan AIDS.
Tes untuk tingkat infeksi HIV menyingkapkan seberapa luas wabah yang memautkan ini sekarang menyebarkan diri di Afrika. Jurnal African Affairs, misalnya, memperlihatkan bahwa ”daerah yang padat penduduknya di sepanjang Danau Victoria . . . melaporkan meratanya tingkat [HIV] yang tinggi . . . berkisar antara 10 hingga 18 persen bagi orang-orang dewasa yang dinilai berada pada risiko yang rendah atau rata-rata sampai 67 persen bagi mereka yang mengadakan hubungan seksual dengan banyak orang”. Demikian pula, jurnal Nature memperkirakan bahwa ”dalam populasi orang dewasa pada umumnya, infeksi ini telah menyebar secara konsisten sejak tahun 1984, mencapai 20-30 % di pusat-pusat kota yang dilanda paling buruk”. Bayangkan—hampir sepertiga dari populasi orang dewasa divonis mati dalam sepuluh tahun!
Pemerintahan-pemerintahan dan para pemimpin, yang pernah enggan menyingkapkan luasnya jangkauan AIDS kini tersentak atas kengerian sepenuhnya dari epidemi ini. Seorang mantan presiden Afrika mendukung perjuangan melawan AIDS—setelah putranya sendiri meninggal akibat penyakit ini. Pemimpin negara lain baru-baru ini memperingatkan bahwa ada 500.000 orang yang dijangkiti HIV di negaranya. Kebanyakan dari orang-orang ini tidak tahu bahwa mereka sakit parah dan sedang menyebarkan momok ini melalui perilaku promiskuitas (hubungan seksual antara sejumlah pria dengan sejumlah wanita tanpa ada ikatan) mereka.
”Beri Tahu Mereka Apa yang Telah Terjadi di Sini”
Seraya persentase orang yang mengidap infeksi HIV ini terus meningkat, jumlah orang yang pada akhirnya menjadi sakit parah dan mati akan meningkat secara dramatis. Sebagai akibatnya mereka akan meninggalkan kesedihan dan penderitaan yang tak terkatakan. Di perbatasan Uganda-Tanzania yang diporakporandakan AIDS, hal tersebut terjadi pada Khamlua yang berusia 59 tahun. Sejak tahun 1987, ia telah menguburkan 11 dari anak-anak serta cucu-cucunya—semua korban AIDS. ”Lampiaskan keluhan saya ini kepada dunia,” tangisnya karena hancur oleh bencana tersebut. ”Beri tahu mereka apa yang telah terjadi di sini.”
Justru karena metode-metode yang menyebabkan tersebarnya AIDS, apa yang terjadi dengan Khamlua di Afrika mengancam bagian dunia yang lain. ’Namun,’ Anda mungkin bertanya, ’mengapa Afrika menanggung beban kesengsaraan dan penderitaan manusia yang begitu berat?’
[Blurb di hlm. 3]
Di beberapa negara berkembang, ”menjelang tahun 1993, AIDS akan menjadi satu-satunya penyebab kematian terbesar”.—The World Today, Inggris