PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g94 8/11 hlm. 28-31
  • Terang Rohani bagi ”Benua Gelap”?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Terang Rohani bagi ”Benua Gelap”?
  • Sedarlah!—1994
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Misionaris Pribumi Memancarkan Terang Pertama yang Redup
  • Para Misionaris Eropa Tiba
  • Agen-Agen Penjajahan
  • Pengabaran​—Prioritas Utama?
  • ’Jika Terang yang Ada Padamu Gelap . . . ’
  • Tuaian Susunan Kristen di Afrika
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1992
  • Menjadikan Murid-Murid yang Sejati Dewasa Ini
    Sedarlah!—1994
  • Misionaris​—Apa Seharusnya Kerja Mereka?
    Sedarlah!—1994
  • Para Misionaris Susunan Kristen Kembali ke Tempat Segalanya Bermula
    Sedarlah!—1994
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1994
g94 8/11 hlm. 28-31

Misionaris Agen Terang Atau Agen Kegelapan?​—Bagian 4

Terang Rohani bagi ”Benua Gelap”?

”KURANG dari 100 tahun yang lalu, Afrika dijuluki Benua Gelap karena banyak dari benua ini tidak dikenal oleh orang-orang Eropa.” Apa yang diacu The World Book Encyclopedia di sini bukanlah kegelapan Afrika namun, sebaliknya, kegelapan Eropa​—kurangnya pengetahuan orang-orang Eropa tentang benua yang sebagian besar belum dieksplorasi. Maka tidak bertentangan jika nama Afrika kemungkinan berasal dari kata Latin aprica, yang berarti ”cerah”.

Sungguhpun demikian, dalam satu aspek, Afrika berada dalam kegelapan​—dalam kegelapan sehubungan kebenaran Alkitab. Donald Coggan, mantan Uskup Agung dari Canterbury, menyebut Afrika dan Asia ”dua benua besar tempat Gereja-Gereja Barat paling banyak menuangkan sumber daya manusia dan uang mereka selama dua ratus tahun”.

Tak diragukan, banyak misionaris Susunan Kristen berhati tulus. Dalam melaksanakan pekerjaan mereka, beberapa misionaris bahkan mengorbankan kehidupan mereka. Pengaruh mereka atas kehidupan orang-orang Afrika sangat besar. Tetapi apakah mereka, seperti yang telah dilakukan Kristus, ”memancarkan terang . . . melalui kabar baik”, dengan demikian menyingkirkan kegelapan rohani dari apa yang disebut Benua Gelap?​—2 Timotius 1:10, NW.

Misionaris Pribumi Memancarkan Terang Pertama yang Redup

Menurut catatan, orang Kristen mula-mula yang mengabar di Afrika adalah orang Afrika sendiri, sida-sida dari Etiopia yang disebutkan dalam Alkitab di Kisah Para Rasul pasal 8. Sebagai proselit Yahudi, ia sedang dalam perjalanan pulang setelah beribadat di bait Yerusalem ketika Filipus menobatkannya kepada kekristenan. Jelaslah, sesuai dengan gairah orang-orang Kristen yang mula-mula, orang Etiopia ini, setelah itu, dengan aktif mengabarkan kabar baik yang telah ia dengar, menjadi misionaris di negerinya sendiri.

Akan tetapi, para sejarawan tidak setuju kalau ini adalah cara berdirinya kekristenan di Etiopia. Gereja Ortodoks Etiopia rupanya muncul pada abad keempat, sewaktu seorang pelajar filsafat berkebangsaan Suriah bernama Frumentius dilantik sebagai uskup bagi ”orang-orang Kristen” Etiopia oleh Athanasius, seorang uskup dari Gereja Koptik, Aleksandria

Gereja Koptik​—Copt berasal dari bahasa Yunani untuk ”orang-orang Mesir”​—menyatakan bahwa pendiri dan patriark pertamanya adalah Markus sang Penginjil. Menurut tradisi, ia mengabar di Mesir tepat sebelum pertengahan abad pertama. Bagaimanapun juga, ”kekristenan” menyebar ke Afrika Utara pada abad pertama, bersamaan dengan orang-orang seperti Origen dan Agustinus yang tampil menjadi tokoh terkemuka. Sekolah katekisasi di Aleksandria, Mesir, menjadi pusat ilmu pengetahuan ”Kristen” yang terkemuka dengan Pantaenus sebagai presidennya yang pertama. Tetapi pada zaman penerus Pantaenus yang bernama Klemens dari Aleksandria, kemurtadan jelas telah menjadi parah. The Encyclopedia of Religion mengungkapkan bahwa Klemens ”menganjurkan dipersatukannya doktrin Kristen dan Alkitab dengan filsafat Yunani”.

Gereja Koptik mengadakan kampanye misionaris yang intensif, terutama di daerah sebelah timur Libia. Penggalian-penggalian arkeologi di Nubia dan di sebelah selatan Sudan, juga menyingkapkan pengaruh Koptik.

Para Misionaris Eropa Tiba

Orang-orang Eropa hanya melakukan sedikit pekerjaan misionaris di Afrika sebelum abad ke-16 hingga ke-18, selama periode ini orang-orang Katolik mencapai sukses besar. Agama-Agama Protestan belum tiba hingga awal abad ke-19, sewaktu Sierra Leone menjadi negara Afrika Barat pertama yang dicapai oleh misionaris-misionaris mereka. Walaupun orang-orang Protestan berupaya keras mengimbangi kesuksesan yang diraih orang-orang Katolik, dewasa ini, dengan beberapa pengecualian, setiap negara Afrika yang bangga karena memiliki populasi ”Kristen” yang besar, memiliki lebih banyak orang Katolik dibandingkan orang Protestan.

Misalnya 96 persen dari penduduk Gabon beragama Kristen. Tidak lama sebelum Perang Dunia I, seorang Lutheran bernama Albert Schweitzer, mendirikan rumah sakit Katolik di sana dan belakangan membuat perkampungan untuk para penderita kusta. Walaupun adanya pengaruh yang kuat dari kegiatan penginjilan Protestannya selama kira-kira 40 tahun atau lebih di negara tersebut, jumlah orang Katolik masih lebih banyak dibandingkan orang Protestan dengan rasio 3 berbanding 1.

Akan tetapi, dengan meningkatnya partisipasi Protestan, kegiatan misionaris di Afrika semakin pesat. Adrian Hastings dari Universitas Leeds menjelaskan bahwa ”warisan penting dari periode ini [lima puluh tahun terakhir dari abad ke-19] merupakan awal yang nyata dari penerjemahan Alkitab ke dalam banyak bahasa Afrika”.

Penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa daerah menyediakan dasar bagi penyebaran ”kekristenan”, yang sebelumnya tersendat-sendat. Banyak orang Afrika percaya kepada mimpi dan penglihatan, menganggap penyakit berhubungan dengan guna-guna dan mempraktekkan poligami. Memiliki Alkitab dalam bahasa daerah memberi para misionaris Susunan Kristen kesempatan untuk memancarkan terang Alkitab berkenaan pokok-pokok ini. Akibatnya? ”Mulai akhir abad kesembilan belas, banyak gereja yang berdiri sendiri mulai bermunculan, pertama di Afrika Selatan dan Nigeria, kemudian di banyak bagian lain dari benua tersebut sudah ada tempat kegiatan misionaris yang penting.”

Sebenarnya dewasa ini, ada kira-kira 7.000 gerakan keagamaan baru, dengan lebih dari 32.000.000 pengikut di pinggiran Sahara, Afrika. Menurut The Encyclopedia of Religion, ”gerakan-gerakan ini muncul terutama di daerah-daerah yang pernah menjalin hubungan intensif dengan upaya-upaya misionaris Kristen”. Jelaslah para misionaris gagal menyatukan pengikut mereka yang baru dalam ”satu Tuhan, satu iman, satu baptisan” sehubungan pekerjaan penginjilan yang dibicarakan Paulus.​—Efesus 4:5.

Mengapa? Sumber yang disebutkan di atas menjelaskan bahwa ini dikarenakan ”kekecewaan para penganut baru setempat sehubungan dasar pemikiran dan hasil dari kekristenan . . . ,perpecahan yang dirasakan di dalam kekristenan yang terbagi dalam berbagai denominasi serta kegagalannya dalam memenuhi kebutuhan setempat [dan] gagalnya misi kekristenan dalam mematahkan rintangan sosial dan budaya serta dalam mencetuskan rasa kebersamaan”.

Kadar ”terang” rohani yang dipancarkan para misionaris Susunan Kristen ke atas ”Benua Gelap” terlalu redup. Karena itu, terlalu lemah untuk menghalau kegelapan akibat ketidaktahuan akan Alkitab.

Agen-Agen Penjajahan

Walaupun fakta menyebutkan bahwa beberapa misionaris Susunan Kristen menunaikan misinya dengan baik, The Encyclopedia of Religion terpaksa mengakui, ”Para misionaris mendesak serta menyediakan sarana untuk mengambil alih penjajahan, sehingga kekristenan dan para penjajah kelihatan seperti dua sisi dari sekeping mata uang. Pandangan antipenjajahan modern sering mencap kekristenan di Afrika, yang beberapa hal memang benar, sebagai antek-antek penjajahan.”

The Collins Atlas of World History memberikan pemahaman sewaktu menerangkan bahwa bangsa-bangsa Barat didorong oleh keyakinan bahwa ”penjajahan akan membawa cahaya penalaran, prinsip-prinsip demokrasi dan manfaat sains serta medis bagi suku-suku pedalaman itu yang dianggap primitif”. Dan The New Encyclopædia Britannica menyatakan, ”Sangat sulit bagi misi Katolik Roma untuk memisahkan diri dari penjajahan, dan juga banyak misionaris tidak menginginkan adanya hal itu.”

Maka secara masuk akal, karena para misionaris Susunan Kristen sampai pada tingkat mendukung demokrasi dan memuji-muji keuntungan dari kemajuan sains dan medis Barat, mereka tampil sebagai agen-agen penjajahan. Setelah orang menjadi kecewa terhadap struktur ekonomi, politik, dan sosial dari kekuasaan kolonial, dan mereka juga kehilangan iman akan agama-agama orang Eropa.

Pengabaran​—Prioritas Utama?

Setiap kali nama-nama para misionaris Protestan di Afrika disebutkan, nama David Livingstone biasanya tidak ketinggalan. Ia dilahirkan di Skotlandia pada tahun 1813, ia menjadi seorang misionaris medis dan berkelana secara ekstensif ke seluruh Afrika. Cintanya yang dalam akan ”Benua Gelap” dan rasa senangnya akan penemuan baru merupakan motivasi tambahan baginya. The New Encyclopædia Britannica berbicara tentang ”kekristenan, perdagangan, dan peradaban” sebagai ”tiga cara yang dianggapnya dapat membuka Afrika”.

Livingstone memiliki banyak prestasi. Akan tetapi, prioritas utamanya, jelas bukan mengabarkan injil. Pekerjaan misionarisnya selama 30 tahun ”di bagian selatan, tengah dan timur Afrika​—sering kali di tempat-tempat yang belum pernah dilalui oleh orang Eropa” diringkaskan Britannica sebagai berikut, ”Livingstone mungkin telah mempengaruhi sikap Barat terhadap Afrika lebih banyak daripada individu lain sebelum atau setelah masa hidupnya. Penemuan-penemuannya​—secara geografis, teknis, medis, dan sosial​—menyediakan kumpulan pengetahuan yang kompleks yang kini masih diselidiki. . .. Livingstone percaya dengan sepenuh hati akan kesanggupan orang Afrika untuk maju ke arah dunia modern. Dalam hal ini, ia bukan saja pelopor imperialisme Eropa di Afrika namun juga pelopor nasionalisme Afrika.” Livingstone memperlihatkan rasa iba yang besar terhadap orang Afrika.

Meskipun beberapa misionaris mendukung atau setidaknya membiarkan perdagangan budak, tidaklah adil untuk menuduh mereka secara kelompok karena telah melakukan hal demikian. Namun, apakah rasa iba yang diperlihatkan banyak misionaris dimotivasi oleh hasrat untuk menjunjung standar Allah berkenaan rasa tidak memihak dan persamaan atau lebih cenderung karena perasaan yang normal akan keprihatinan pribadi berkenaan kesejahteraan individu, merupakan hal yang sulit untuk dipastikan, mengingat pengalaman masa lalu.

Akan tetapi, perasaan yang normal akan keprihatinan pribadi berkenaan kesejahteraan individu sesuai dengan prioritas yang ditetapkan oleh kebanyakan misionaris. Buku Christianity in Africa as Seen by Africans mengakui bahwa tidak seorang pun ”dapat menandingi rekor pekerjaan kemanusiaan mereka”. Namun dengan membangun rumah sakit dan sekolah-sekolah, mereka menunjukkan bahwa mereka mendahulukan kebutuhan jasmani manusia di atas pemberitaan Firman Allah dalam mengejar kepentingan ilahi. Beberapa misionaris bahkan mendirikan pos-pos perdagangan untuk memungkinkan orang Afrika menikmati lebih banyak barang-barang materi dari Eropa, dengan demikian meningkatkan standar hidup mereka.

Itulah sebabnya banyak orang Afrika kini berterima kasih akan keuntungan materi yang dimungkinkan oleh para misionaris Susunan Kristen. Seperti yang dinyatakan Adrian Hastings, ”Bahkan sewaktu para misionaris dan gereja-gereja paling banyak dikritik, para politikus Afrika sering mengungkapkan rasa terima kasih atas sumbangan para misionaris tersebut terhadap pendidikan sekunder.”

’Jika Terang yang Ada Padamu Gelap . . . ’

Menurut Hastings, hingga abad-abad terakhir, Afrika merupakan ”benua tempat kekristenan gagal membuat terobosan yang tahan lama”. Sebenarnya, menjelang pertengahan abad ke-18, misi-misi Katolik telah hampir pudar sama sekali, yang menyebabkan seorang penulis bernama J. Herbert Kane bertanya-tanya bagaimana ”kegagalan pada skala yang demikian luas” dapat terjadi. Salah satu jawabannya adalah tingginya tingkat kematian para misionaris. Faktor lain adalah keterlibatan Portugal dalam perdagangan budak. Karena semua misionaris Katolik berkebangsaan Portugis ini ”memberikan kesan yang buruk terhadap agama Kristen”. Tetapi ”yang lebih tepat, dan mungkin lebih telak”, Kane menambahkan, ”adalah metode-metode misionaris yang dangkal, yang menghasilkan ’penobatan’ yang terburu-buru dan pembaptisan massal”.

Para misionaris Susunan Kristen gagal memotivasi orang-orang Afrika untuk menggantikan agama-agama mereka dengan doktrin-doktrin misionaris. Penobatan berarti mengganti nama agama, namun kepercayaan dan tingkah laku tidak harus diganti. Eleanor M. Preston-Whyte dari Universitas Natal mengatakan, ”Gagasan kosmologi Zulu telah dimasukkan ke dalam pemikiran Kristen Zulu dalam sejumlah cara halus.” Dan Bennetta Jules Rosette dari Universitas California di San Diego mengatakan bahwa agama-agama Afrika modern ”melebur unsur-unsur agama tradisional Afrika dengan unsur-unsur agama yang diperkenalkan, Kekristenan dan Islam”.

Menurut Mazmur 119:130, ”bila tersingkap, firman-firman-Mu [Allah] memberi terang, memberi pengertian kepada orang-orang bodoh”. Karena para misionaris Susunan Kristen pada umumnya gagal memberi prioritas dalam menyingkapkan Firman Allah, terang macam apa yang dapat mereka berikan? Orang yang tak berpengalaman tetap tidak mengerti.

”Terang” yang ditawarkan para misionaris Susunan Kristen pada abad-abad yang lalu, ”pekerjaan baik” mereka, berasal dari dunia yang penuh kegelapan. Meskipun mereka mengaku memancarkan terang, mereka tidak memancarkan terang sejati. Yesus berkata, ”Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.”​—Matius 6:23.

Sementara itu, bagaimana para misionaris menjangkau Amerika, Dunia Baru? Bagian lima dari rangkaian artikel kami akan menjawabnya.

[Gambar di hlm. 29]

Dalam menunaikan pekerjaan mereka, beberapa misionaris bahkan mengorbankan kehidupan mereka

[Keterangan]

Berdasarkan buku Die Heiligkeit der Gesellschaft Jesu

[Gambar di hlm. 30]

Para misionaris Susunan Kristen, seperti Livingstone, tidak selalu mengutamakan pengabaran

[Keterangan]

Berdasarkan buku Geschichte des Christentums

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan