PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g95 8/1 hlm. 19-20
  • Apakah Kehidupan Anda Membosankan? Anda Dapat Mengubahnya!

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Apakah Kehidupan Anda Membosankan? Anda Dapat Mengubahnya!
  • Sedarlah!—1995
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Apakah Anda Membuang-buang Waktu?
  • Akibat-Akibat Negatif dari Kebosanan
  • Adakah Jalan Keluar yang Mudah untuk Mengatasi Kebosanan?
    Sedarlah!—1995
  • Jika Anak Saya Merasa Bosan
    Bantuan untuk Keluarga
  • Apakah Anda Bosan di Rumah?
    Masa Remaja—Manfaatkanlah Sebaik-baiknya
  • Bagaimana Supaya Aku Tidak Bosan?
    Pertanyaan Anak Muda
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1995
g95 8/1 hlm. 19-20

Apakah Kehidupan Anda Membosankan? Anda Dapat Mengubahnya!

OLEH KORESPONDEN SEDARLAH! DI SPANYOL

SEWAKTU Margaret dan Brian memasuki usia pertengahan 50-an kesempatan emas datang: pensiun lebih awal dengan uang pensiun yang cukup. Itulah saatnya mereka memutuskan hijrah ke wilayah selatan untuk menikmati hangatnya mentari dan ke kawasan pantai sepanjang Laut Tengah. Tidak ada lagi yang perlu dirisaukan, dan dikhawatirkan​—kehidupan yang tenang menanti mereka di pondok di tepi pantai.

Setelah dua tahun impian tersebut menjadi tidak menyenangkan. Brian menjelaskan, ”Semuanya seolah-olah menjadi begitu tidak berarti​—hari demi hari berlalu tanpa kegiatan apa-apa. Tentu saja, saya berenang, sedikit bermain golf atau bermain tenis, dan bicara tak habis-habisnya kepada siapa pun yang mau mendengarkan. Mengenai apa? Segala macam tetek bengek.”

Gisela, seorang ibu yang berusia awal 20-an, memiliki seorang gadis kecil yang cantik. Di sore hari sang ibu dan anaknya, seperti biasa, pergi ke taman, tempat putrinya bermain di bak pasir, begitu asyik, dengan senangnya membuat pastel dan istana dari pasir. Sementara itu, sang ibu duduk di bangku taman yang dekat dan mengawasi si kecil. Namun itukah yang sebenarnya ia lakukan? Ia cuma duduk-duduk, telinganya terpusat pada radio kecilnya. Melalui asap rokoknya, ia hampir tidak lagi melihat anak kecilnya. Ia merasa bosan sampai-sampai meneteskan air mata karena sedih!

Peter, seorang siswa sekolah menengah berusia 17 tahun, duduk di kamarnya, dikelilingi barang-barang elektronik yang paling mutakhir. Ia menyalakan salah satu video game-nya, dan ternyata game itu tidak lagi menarik baginya. Ia telah memainkannya ratusan kali, dan ia kini sudah tahu cara mengalahkan game itu. Bagaimana dengan musik yang ia dengarkan? Namun, dari antara musik yang ia miliki, tidak ada yang belum pernah ia dengar puluhan kali. Saking bosannya, ia mengeluh, ”Saya tidak tahu lagi harus berbuat apa.”

Apakah Anda Membuang-buang Waktu?

Tentu saja, tidak semua orang memiliki kehidupan yang menjemukan dan suram. Banyak orang masih menikmati kehidupan yang bahagia dan penuh arti, menemukan kepuasan dengan mempelajari hal-hal baru, dengan memuaskan naluri kreatifnya, dan memupuk hubungan yang baik dengan orang-orang lain​—dan bahkan yang jauh lebih penting, dengan Allah.

Akan tetapi, kebosanan mempengaruhi orang-orang dari segala lapisan masyarakat​—1 dari setiap 3 orang Jerman merasakan kebosanan menurut suatu pol baru-baru ini. Kaum Yuppie (masyarakat muda kelas menengah yang berpenghasilan tinggi dan hidup glamor) yang ambisius yang dengan gelisah sering mengunjungi semua tempat hiburan populer di kota, anak-anak muda pengangguran yang membuang-buang waktu dengan mendengarkan musik yang disetel keras dan menenggak bir murahan, buruh-buruh setengah baya yang menghabiskan akhir pekan dengan menonton televisi, golongan eksekutif yang merasa hampa ketika meninggalkan kantornya​—semua menderita keluhan yang umum: kebosanan.

Para filsuf purba menyebutnya taedium vitae (istilah Latin untuk kejenuhan hidup). Dalam bahasa Jerman, istilah tersebut adalah Langeweile (jangka waktu yang panjang). Waktu yang berkepanjangan, pekerjaan yang tampaknya tidak berarti, hasrat ”untuk melepaskan diri dari segala-galanya” merupakan ciri-ciri kebosanan yang sangat umum.

Bahkan orang-orang kaya tidak kebal terhadapnya. Setelah melukiskan gaya hidup yang mewah dari orang-orang kaya, Roger Rosenblatt menyatakan dalam majalah Time, ”Setelah memiliki rumah yang megah dan taman yang luas serta banyak binatang piaraan, dan setelah pergi ke pesta-pesta besar dan berkenalan dengan orang-orang penting, apa yang dikatakan oleh kebanyakan dari orang-orang kaya di dunia? Mereka menyatakan bahwa mereka bosan. Bosan.”

Dulu orang pernah mengira bahwa menambah waktu luang merupakan obat bagi kebosanan. Dengan anggapan bahwa kondisi kerja yang menyenangkan, mengakhiri pekerjaan yang monoton dan membosankan dari masa lalu, dan jumlah waktu luang yang banyak sekali akan membuat kehidupan bermanfaat bagi orang-orang pada umumnya. Namun, sayang sekali, kenyataannya tidak sesederhana itu. Memutuskan apa yang akan dilakukan dengan semua waktu luang ini telah terbukti lebih sulit daripada yang diperkirakan. Banyak orang yang sepanjang pekan dengan bergairah mengantisipasi akhir pekan yang menyenangkan, ternyata tidak seperti yang mereka harapkan.

Akibat-Akibat Negatif dari Kebosanan

Beberapa orang mencari jalan keluar dari kebosanan dengan menyibukkan diri dalam banyak kegiatan. Beberapa orang terpaksa menjadi kecanduan kerja karena mereka hanya tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan waktu mereka bila tidak sedang bekerja. Orang-orang lain mencoba mengurangi kebosanan dengan alkohol, atau mencari kesenangan dengan mencoba-coba obat bius. Banyak bintang hiburan yang kehidupannya sibuk dan penuh kekhawatiran mengisi rasa kekosongan, setelah pertunjukan berakhir, dengan obat-obat bius seperti kokain. Kebosanan telah diidentifikasikan sebagai salah satu alasan dari semakin banyaknya jumlah ibu berusia belasan yang tidak menikah, banyak dari mereka mungkin beranggapan bahwa bayi dapat mengisi kehidupan mereka yang hampa.

Kebosanan bahkan dihubungkan dengan naiknya tingkat kejahatan. Majalah Time mengamati bahwa sejumlah remaja meninggalkan sekolah pada usia 16 tahun dan tidak tahu harus berbuat apa dan bahwa orang-orang Eropa Barat yang tuna karya, dibandingkan dengan rekan-rekan kerja mereka, ”lebih besar kemungkinannya untuk melakukan bunuh diri, lebih mudah terjerat penyalahgunaan obat bius, lebih cenderung hamil di luar nikah dan lebih cenderung melanggar hukum”. Tampaknya cocok bunyi pepatah lama ini ”Setan terus mencari tangan-tangan orang malas untuk melakukan kejahatan”.​—Bandingkan Efesus 4:28.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan