PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g95 8/11 hlm. 24-26
  • Mengapa Setiap Orang Menikah tetapi Saya Belum?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Mengapa Setiap Orang Menikah tetapi Saya Belum?
  • Sedarlah!—1995
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Perkawinan—Mitos Lawan Fakta
  • Siap untuk Menikah?
  • Persiapan yang Sepatutnya
  • Nasihat yang Bijaksana tentang Melajang dan Menikah
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2011
  • Perkawinan—Hadiah dari Allah
    Cara agar Tetap Dikasihi Allah
  • Apa yang Dibutuhkan untuk Menyukseskan Perkawinan?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1999
  • Perkawinan—Karunia dari Allah yang Pengasih
    ”Tetaplah Berada dalam Kasih Allah”
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1995
g95 8/11 hlm. 24-26

Pertanyaan Kaum Muda . . .

Mengapa Setiap Orang Menikah tetapi Saya Belum?

”Kalau saja saya menikah. Maka saya akan bahagia.”​—Cheryl.a

KEINGINAN untuk menikah merupakan hal yang wajar. Allah mengaruniakan kepada pria dan wanita daya tarik yang wajar terhadap satu sama lain. Dan Ia menetapkan perkawinan sebagai ikatan yang permanen antara pria dan wanita.​—Kejadian 1:27, 28; 2:21-24.

Maka dapat dimaklumi, Anda mungkin merasa agak tawar hati atau bahkan merasa disisihkan jika Anda belum menikah—teristimewa jika banyak dari teman-teman sebaya Anda sudah memasuki bahtera perkawinan. Teman-teman yang bermaksud baik juga dapat menambah tekanan itu. ”Saya berusia 24 tahun dan masih lajang, dan sekarang ini saya tidak mempunyai pacar,” kata Tina. ”Tampaknya orang-orang lain begitu khawatir kalau saya belum menikah, sehingga saya mulai menjadi sangat sensitif mengenai hal itu. Mereka membuat saya merasa seperti perawan tua atau seperti ada yang tidak beres dengan diri saya.”

Bagi beberapa orang keadaan lajang dapat mulai tampak seperti tembok, suatu rintangan yang tidak dapat dilalui, yang memisahkan mereka dari kebahagiaan. Seraya tahun-tahun berlalu, rasanya seperti sederetan batu bata lain ditaruh di atas tembok itu. Seorang muda dapat mulai merasa bahwa ia pasti tidak menarik atau tidak disukai. Seorang wanita muda di Italia bernama Rosanna mengatakan, ”Sering kali saya merasa sendirian dan tidak berguna; tampaknya tidak ada kemungkinan bagi saya untuk menikah.” Pria-pria muda dapat mempunyai perasaan serupa. Frank, misalnya, mulai merasa bahwa semua temannya menjadi lebih menarik dan canggih setelah mereka menikah. Ia mulai bertanya-tanya dalam hati apakah perkawinan mungkin akan menghasilkan hal yang sama bagi dirinya.

Apakah Anda mendapati diri Anda juga berpikir demikian? Jika Anda masih lajang, apakah Anda kadang-kadang bertanya-tanya dalam hati kalau-kalau ada yang tidak beres dengan diri Anda atau kalau-kalau Anda mungkin sudah ditentukan untuk hidup melajang selama-lamanya?

Perkawinan—Mitos Lawan Fakta

Pertama-tama, marilah kita bahas hal yang umum dipercayai yaitu bahwa perkawinan secara otomatis membuka pintu kepada kebahagiaan. Memang perkawinan dapat dan sering menyumbang kepada kebahagiaan. Akan tetapi, hanya karena sudah menikah tidak membuat seseorang bahagia. Bahkan perkawinan yang terbaik menyebabkan suatu tingkat ’kesengsaraan dalam daging’. (1 Korintus 7:28) Kebahagiaan dalam perkawinan dihasilkan hanya melalui kerelaan berkorban dan kerja keras secara terus-menerus. Menarik sekali, tokoh terbesar yang pernah hidup, Yesus Kristus, hidup melajang. Apakah ada yang mengatakan dia tidak bahagia? Tidak ada! Sukacitanya diperoleh karena melakukan kehendak Yehuwa.—Yohanes 4:34.

Mitos lain adalah bahwa perkawinan adalah obat yang manjur untuk perasaan kesepian. Tidak demikian! Seorang pria Kristen yang sudah menikah mengeluh, ”Istri saya tidak pernah membuka diri kepada saya atau mengadakan pembicaraan yang berarti dengan saya, tidak pernah!” Beberapa istri Kristen mengeluhkan hal yang sama, bahwa suami mereka gagal untuk berkomunikasi atau bahwa mereka tampaknya lebih berminat kepada pekerjaan atau teman-teman mereka dibandingkan kepada istri mereka. Sayang sekali, sudah menikah tetapi kesepian sangat sering terjadi.

Kemudian ada juga orang-orang yang menganggap perkawinan sebagai pelarian dari berbagai problem keluarga. Seorang wanita muda yang sudah menikah mengatakan, ”Menurut saya orang-tua saya seharusnya memberi saya kesempatan untuk menjadi dewasa. Tetapi mereka tidak mengizinkan saya mempunyai pacar atau pergi bersama teman-teman . . . Andai kata orang-tua saya memberikan kesempatan kepada saya, saya rasa saya tidak akan menikah pada usia 16 tahun. Tetapi saya ingin memperlihatkan kepada mereka bahwa saya sudah dewasa.”

Anda mungkin merasa bahwa kehidupan di rumah terlalu mengekang. Tetapi perkawinan membawa tanggung jawab yang dapat sangat membatasi keleluasaan pribadi seseorang. Pikirkan mengenai apa yang terlibat dalam mencari nafkah, membayar rekening-rekening, memperbaiki kerusakan di rumah dan mobil, memasak, membersihkan, mencuci pakaian, dan mungkin bahkan membesarkan anak-anak! (Amsal 31:10-31; Efesus 6:4; 1 Timotius 5:8) Banyak anak muda merasa sangat bingung sewaktu menghadapi berbagai tanggung jawab ini yang harus dilakukan orang dewasa.

Beberapa orang juga percaya bahwa perkawinan adalah kunci untuk meraih popularitas. Namun tidak ada jaminan bahwa orang-orang lain akan senang menjadi teman Anda—atau teman pasangan Anda—hanya karena Anda sudah menikah. Orang-orang akan suka kepada Anda jika Anda baik hati, murah hati, dan tidak mementingkan diri, tidak soal Anda sudah menikah atau belum. (Amsal 11:25) Dan meskipun sebagai satu pasangan, Anda akan sedikit lebih mudah untuk menyesuaikan diri dengan teman-teman yang sudah menikah, seorang suami dan istri harus ingat bahwa mereka adalah ”satu daging”. (Kejadian 2:24) Perhatian utama mereka seharusnya adalah bagaimana mereka bergaul serasi dengan satu sama lain—bukan dengan teman-teman mereka.

Siap untuk Menikah?

Tentu, meskipun Anda menyadari bahwa pokok-pokok ini masuk akal, kadang-kadang Anda mungkin masih merasa tawar hati. Sebuah amsal kuno mengatakannya dengan cara ini, ”Harapan yang tertunda menyedihkan hati.” (Amsal 13:12) Toni yang masih muda, misalnya, mendapati dirinya dalam keadaan hampir putus asa karena ia masih lajang. Ia mulai merasa bahwa ia siap menikah dengan siapa saja. Demikian pula, seorang gadis muda bernama Sandra menjadi tawar hati setiap kali ia mendengar seorang teman menjalin hubungan romantis; ia akan bertanya-tanya bilakah tiba gilirannya.

Sebelum Anda membiarkan diri jatuh ke dalam lubang keputusasaan, tanyalah pada diri Anda, ’Apakah saya benar-benar siap untuk menikah?’ Terus terang, jika Anda masih berusia belasan tahun, jawaban yang tegas adalah tidak! Di Amerika Serikat, kebanyakan dari perkawinan usia belasan tahun berantakan dalam lima tahun.b Tentu saja, beberapa anak muda mungkin sangat matang untuk usia mereka dan dapat membuat perkawinan berhasil. Tetapi hal itu tidak perlu berarti bahwa Anda harus menikah! Apakah Anda secara jujur mempertimbangkan apakah Anda siap mengambil tanggung jawab perkawinan?

Pemeriksaan diri yang jujur dapat terbukti menyingkapkan hal yang sebenarnya. Misalnya, seberapa matang dan bertanggungjawabkah Anda? Apakah Anda sanggup menyimpan uang, atau apakah Anda menghabiskannya segera setelah Anda memperolehnya? Apakah Anda membayar rekening Anda pada waktunya? Apakah Anda sanggup mencari nafkah atau mengatur rumah tangga? Apakah Anda dapat bergaul serasi dengan orang-orang lain, misalnya dengan rekan-rekan sekerja dan orang-tua, atau apakah Anda terus-menerus bertengkar dengan mereka? Jika demikian, Anda mungkin akan mendapati bahwa bergaul serasi dengan teman hidup akan sangat sukar.

Jika Anda masih berusia belasan tahun, Anda mungkin mendapati bahwa Anda perlu pengalaman beberapa tahun lagi untuk mencapai kematangan dan kestabilan yang dibutuhkan untuk menjadi suami yang baik atau istri yang baik. Menyadari fakta ini, dapat membantu Anda untuk menyesuaikan kembali harapan Anda dan memandang perkawinan sebagai suatu kemungkinan di masa depan. Hal ini mungkin akan membantu Anda lebih ’mantap dalam hati’ mengenai keadaan Anda yang masih lajang, setidak-tidaknya untuk waktu sekarang ini.​—1 Korintus 7:37.

Persiapan yang Sepatutnya

Namun, bagaimana jika Anda yakin bahwa Anda telah melewati ”mekarnya masa remaja” dan merasa sudah siap menikah? Dapat mengecilkan hati jika orang-orang yang bisa dijadikan teman hidup hanya sedikit atau jika Anda ditolak setiap kali Anda mengungkapkan minat Anda kepada seseorang. Tetapi apakah ini sudah pasti berarti bahwa Anda tidak diinginkan? Sama sekali tidak. Raja Salomo tidak berhasil memikat seorang gadis muda yang ia cintai—padahal ia salah seorang pria yang paling kaya, paling bijaksana yang pernah hidup! Problemnya? Hati gadis itu sama sekali tidak cenderung untuk mempunyai perasaan yang romantis untuknya. (Kidung Agung 2:7) Demikian pula, bisa saja Anda belum lagi bertemu seseorang yang benar-benar cocok bagi Anda.

Apakah Anda merasa bahwa Anda kelihatan terlalu jelek untuk dapat menarik minat seseorang? Memang, ketampanan dan kecantikan ada keuntungannya, tetapi itu bukan segalanya. Bila Anda berpikir mengenai pasangan-pasangan yang telah menikah yang Anda kenal, bukankah benar bahwa di antara mereka terdapat orang-orang yang mempunyai tinggi, bentuk, dan daya tarik yang berbeda-beda? Lagi pula, seseorang yang benar-benar takut kepada Allah terutama akan memperhatikan bagaimana ”pribadi tersembunyi yang ada dalam hati” Anda.​—1 Petrus 3:4.

Tentu saja, Anda hendaknya jangan mengabaikan penampilan fisik Anda; sudah sepantasnya untuk berupaya berpenampilan sebaik-baiknya. Pakaian dan dandanan yang ceroboh dapat memberi kesan yang salah mengenai diri Anda kepada orang-orang lain.c Juga, kekurangan dalam keterampilan bercakap-cakap atau dalam kepribadian Anda dapat menyebabkan orang-orang lain menjauhi Anda sebelum mereka mengenal Anda. Seorang teman yang matang atau orang-tua dapat memberi tahu Anda apakah dibutuhkan beberapa penyesuaian dalam bidang ini. Kebenaran mungkin menyakitkan, tetapi menerimanya mungkin dapat membantu Anda membuat penyesuaian dan dengan demikian menjadi lebih menarik bagi orang-orang lain.​—Amsal 27:6.

Akan tetapi, akhirnya, harga atau nilai Anda sebagai pribadi tidak ditentukan oleh apakah Anda sudah menikah atau belum. Apa yang penting adalah bagaimana Allah memandang Anda, dan Ia ”melihat hati”. (1 Samuel 16:7) Karena itu, fokus perhatian Anda hendaknya untuk mendapatkan perkenan Yehuwa dan bukan untuk menikah. Berupayalah untuk tidak membiarkan hal yang disebutkan terakhir ini menguasai pikiran dan percakapan Anda. Dengan hati-hati awasilah pergaulan, pilihan musik, dan hiburan Anda.

Memang, keinginan untuk menikah mungkin tidak hilang, tetapi janganlah panik. Praktekkan kesabaran. (Pengkhotbah 7:8) Sebaliknya daripada menganggap keadaan lajang sebagai kutukan, manfaatkanlah sebaik-baiknya keleluasaan yang ditawarkan oleh keadaan lajang dan kesempatan yang tersedia untuk melayani Allah tanpa gangguan. (1 Korintus 7:33-35, 38) Perkawinan mungkin akan menjadi kenyataan bagi Anda pada waktunya​—barangkali bahkan lebih cepat daripada yang Anda pikir.

[Catatan Kaki]

a Beberapa nama telah diganti.

b Lihat artikel ”Pertanyaan Kaum Muda . . . Kawin Muda​—Dapatkah Kita Berhasil?” dalam terbitan kita tanggal 8 April 1995.

c Untuk saran-saran yang spesifik mengenai hal ini, lihat pasal 10 dan 11 dari buku Pertanyaan Kaum Muda​—Jawaban yang Praktis, yang diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.

[Gambar di hlm. 25]

Mudah untuk merasa disisihkan bila teman-teman sebaya sudah akan menikah

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan