PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g 1/11 hlm. 7-9
  • Apakah Agama Akan Pernah Menggalang Perdamaian?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Apakah Agama Akan Pernah Menggalang Perdamaian?
  • Sedarlah!—2011
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Adakah Agama yang Sejati?
  • ”Bukan Bagian dari Dunia Ini”
  • Satu Kelompok yang ”Berbeda”
  • Masa Depan yang Cerah
  • Ibadat yang Allah Perkenan
    Apa yang Sebenarnya Alkitab Ajarkan?
  • Mempraktikkan Agama yang Murni untuk Keselamatan
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1991
  • Apakah Agama Apa pun Cukup Baik?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1991
  • Apakah Saudara dapat Menemukan Agama yang Benar?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1994
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—2011
g 1/11 hlm. 7-9

Apakah Agama Akan Pernah Menggalang Perdamaian?

”MARI jadikan dunia ini tempat yang lebih baik. Mari kita singkirkan agama.” Itulah anjuran filsuf Belanda Floris van den Berg dalam ceramahnya yang dibukukan berjudul ”How to Get Rid of Religion, and Why”. Di seputar dunia, para pakar dari berbagai disiplin ilmu juga mendukung penghapusan agama.

”Dunia perlu bangun dari mimpi buruknya yang panjang berupa kepercayaan agama,” seru Steven Weinberg, seorang fisikawan penerima hadiah Nobel. Gagasan bahwa kejahatan di dunia ini dapat diminimalkan dengan menyingkirkan agama telah dilontarkan dengan lantang pada tahun-tahun belakangan ini. Buku-buku antiagama menjamur dan cukup digandrungi.

Para ilmuwan terkemuka telah berkumpul untuk membahas apa yang mereka anggap kebutuhan genting untuk memberantas agama. Gelombang penganut ateisme membanjiri media massa dengan ungkapan kebencian mereka yang terang-terangan terhadap agama. Apakah para pemikir yang disegani ini berada di jalur yang benar?

Adakah Agama yang Sejati?

Seandainya semua agama itu palsu dan Allah itu tidak ada, tampaknya masuk akal untuk menyingkirkan agama. Tetapi, bagaimana kalau Allah memang ada? Bagaimana kalau ada sekelompok umat di bumi yang benar-benar mewakili Allah​—suatu agama yang sejati?

Penyelidikan yang cermat atas sejarah agama menunjuk ke satu bentuk ibadat yang sangat berbeda dari semua agama lain. Bentuk ibadat ini dipraktekkan oleh relatif sedikit orang dewasa ini. Agama ini didirikan oleh Yesus Kristus dan rasul-rasulnya. Tetapi, ini sangat berbeda dengan bentuk ibadat yang telah berabad-abad dipraktekkan oleh gereja-gereja ”Kristen”.

Dalam hal apa gereja-gereja yang mengaku Kristen itu berbeda dengan agama sejati yang didirikan Yesus Kristus? Banyak sekali. Mari kita bahas salah satunya.

”Bukan Bagian dari Dunia Ini”

Orang Kristen masa awal tidak memihak dalam isu politik. Hal ini selaras dengan sikap netral Yesus sendiri. Alkitab melaporkan bahwa setidaknya dalam dua peristiwa, Yesus dengan tegas menolak tawaran menjadi penguasa politik. (Matius 4:8-10; Yohanes 6:15) Yesus bahkan menghardik murid-muridnya yang ingin menggunakan kekerasan untuk membelanya.​—Matius 26:51, 52; Lukas 22:49-51; Yohanes 18:10, 11.

Sewaktu gubernur Romawi atas wilayah Yudea secara spesifik bertanya tentang ambisi politik yang dituduhkan kepada Yesus, Yesus meluruskan masalahnya dengan berkata, ”Kerajaanku bukan bagian dari dunia ini. Jika kerajaanku bagian dari dunia ini, pelayan-pelayanku pasti sudah akan berjuang agar aku tidak diserahkan kepada orang-orang Yahudi. Tetapi kerajaanku bukan dari sumber ini.” (Yohanes 18:36) Jelaslah, Yesus tidak mau terlibat dengan elemen politik dan militer pada masanya.

Murid-murid Yesus mengikuti pola yang sama. Suatu kajian tentang peran agama dalam perang, yang disusun oleh tim peneliti yang disebutkan sebelumnya dalam seri ini, menjelaskan, ”Orang Kristen masa awal percaya pada prinsip nonkekerasan. . . . Kebanyakan orang Kristen tidak mau bergabung dengan angkatan bersenjata dan bertempur.” Ajaran Yesus dan rasul-rasulnya menandaskan kasih kepada sesama, termasuk orang asing dan orang yang berbeda latar etnik dan rasnya. (Kisah 10:34, 35; Yakobus 3:17) Agama ini benar-benar menggalang perdamaian.

Belakangan, konsep Kekristenan yang semula itu dikontaminasi oleh pengaruh-pengaruh filsafat, tradisi, dan nasionalisme yang memecah belah. Kajian sejarah yang tadi disebutkan tentang peran agama dalam konflik bersenjata menyebutkan, ”Pertobatan [Kaisar Romawi] Konstantin menjadi pangkal militerisasi gerakan Kristen—tidak lagi dibimbing oleh ajaran Kristus yang beriba hati, tetapi sebaliknya ditunggangi oleh tujuan sang Kaisar yakni penaklukan politis dan geografis. Orang Kristen, termasuk Kaisar, merasa wajib mencari dalih religius untuk berperang.” Kekristenan gadungan pun lahir.

Satu Kelompok yang ”Berbeda”

Apakah Kekristenan yang asli lenyap selama-lamanya? Sama sekali tidak. Dewasa ini, ada satu kelompok yang layak diberi perhatian khusus. Saksi-Saksi Yehuwa meniru orang Kristen yang mula-mula dengan sangat saksama, tidak seperti umat beragama mana pun. Mereka tidak ada sangkut pautnya dengan Kekristenan pada umumnya. The Encyclopedia of Religion menggambarkan mereka sebagai kelompok yang ”berbeda”, karena mereka mendasarkan seluruh kepercayaannya pada ”wewenang Alkitab, yang mencabut dan menggantikan semua tradisi”.

Seperti orang Kristen yang mula-mula, Saksi-Saksi Yehuwa tidak memihak dalam konflik politik. Sebuah dokumen yang diterbitkan oleh Lembaga Sains Nasional Ukraina menyatakan bahwa tujuan Saksi-Saksi Yehuwa adalah mengatasi ”perbedaan ras, nasional, agama, sosial, dan ekonomi”. Penelitian itu menjelaskan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa tidak terlibat dalam ”kegiatan antinegara” dan adalah ”warga negara yang taat hukum di negara mereka”.

Profesor Wojciech Modzelewski, dari Warsaw University di Polandia, menulis dalam bukunya Pacifism and Vicinity, ”Saksi-Saksi Yehuwa merupakan komunitas terbesar di dunia yang tegas-tegas menolak perang.” Karena mereka dengan saksama mengikuti pola orang Kristen abad pertama, dapat dikatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa telah berhasil memulihkan bentuk ibadat yang didirikan oleh Kristus dan rasul-rasulnya. Kekristenan seperti itulah yang sebenarnya menggalang perdamaian.​—Lihat kotak di halaman berikut.

Masa Depan yang Cerah

Memang, banyak orang yang tulus​—dan bahkan beberapa pemimpin agama—​merasa muak atas kemunafikan agama mereka sendiri. Dan, ada banyak orang religius yang sepatutnya dipuji karena telah berupaya menggalang perdamaian dan keharmonisan di dunia.

Sekalipun demikian, setulus-tulusnya mereka, kemampuan manusia terbatas untuk membenahi problem dunia. Nabi Yeremia zaman dahulu menulis, ”Manusia tidak mempunyai kuasa untuk menentukan jalannya sendiri. Manusia, yang berjalan, tidak mempunyai kuasa untuk mengarahkan langkahnya.”​—Yeremia 10:23.

Namun, ada masa depan yang cerah. Firman Allah mengajarkan bahwa akan ada suatu masyarakat baru manusia yang penuh damai di bumi. Para anggota masyarakat baru ini adalah saudara dalam arti yang sesungguhnya. Semua ras akan hidup secara harmonis, dan umat manusia tidak akan dipecah belah oleh perbatasan teritori, kebencian etnik, atau ideologi agama. Unsur pemersatu tunggalnya adalah ibadat yang murni kepada Allah Yehuwa.

Alkitab juga menubuatkan lenyapnya agama yang tidak menghormati Allah. Yesus berkata, ”Setiap kerajaan yang terbagi dan saling berlawanan akan hancur, dan setiap kota atau rumah yang terbagi dan saling berlawanan tidak akan bertahan.” (Matius 12:25) Pada waktunya, Allah akan memastikan bahwa kata-kata itu menjadi kenyataan atas semua agama palsu.

Lama berselang, Alkitab menubuatkan bahwa Allah akan ”meluruskan perkara-perkara sehubungan dengan banyak suku bangsa”. Nubuat ini juga mengatakan bahwa orang-orang akan ”menempa pedang-pedang mereka menjadi mata bajak dan tombak-tombak mereka menjadi pisau pemangkas. Bangsa tidak akan mengangkat pedang melawan bangsa, mereka juga tidak akan belajar perang lagi”. (Yesaya 2:4) Nubuat ini sedang mengalami penggenapan dewasa ini. Agama sejati, yang dipraktekkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa, sudah menggalang perdamaian.

[Kutipan di hlm. 8]

Saksi-Saksi Yehuwa dipersatukan oleh kasih

[Kotak di hlm. 9]

Apa yang Membuat Saksi-Saksi Yehuwa Berbeda?

Banyak orang terheran-heran saat mengetahui betapa berbedanya Saksi-Saksi Yehuwa dengan semua agama lain yang mengaku mengikuti Kristus. Berikut ini adalah beberapa hal yang membuat Saksi-Saksi Yehuwa unik:

STRUKTUR

● Mereka tidak memiliki golongan pemimpin.

● Para penanggung jawab, guru, dan utusan injil mereka tidak digaji.

● Tidak ada perpuluhan, kolekte, atau iuran di tempat ibadat mereka, yang disebut Balai Kerajaan.

● Semua kegiatan mereka didukung oleh sumbangan yang anonim.

● Mereka tetap netral dalam soal politik.

● Mereka menganjurkan perdamaian dan tidak ikut berperang.

● Mereka bersatu secara global dalam iman dan kepercayaan berdasarkan Alkitab.

● Mereka sepenuhnya berbaur, tidak dipecah belah oleh perbedaan sosial, etnik, ras, atau golongan.

● Mereka tidak berafiliasi dengan agama lain mana pun, entah Katolik, Ortodoks, atau Protestan.

DOKTRIN

● Mereka percaya bahwa Allah yang benar itu esa, dan nama-Nya adalah Yehuwa.

● Mereka tidak percaya bahwa Yesus adalah Allah yang Mahakuasa, juga tidak percaya akan doktrin Tritunggal.

● Mereka mengikuti ajaran Yesus dan menghormati dia sebagai Putra Allah.

● Mereka tidak memuja salib, juga tidak menggunakan berhala dalam ibadat.

● Mereka tidak percaya bahwa ada neraka yang bernyala-nyala bagi semua orang jahat yang telah mati.

● Mereka percaya bahwa Allah akan memberkati umat manusia yang taat dengan kehidupan abadi yang sempurna di bumi firdaus.

Saksi-Saksi Yehuwa percaya bahwa mereka telah berhasil mengembalikan Kekristenan abad pertama, bentuk Kekristenan yang dipraktekkan oleh rasul-rasul Yesus.

[Gambar di hlm. 8]

Orang Serbia, Bosnia, dan Kroasia

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan