PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w98 1/8 hlm. 3-4
  • Apakah Ketidakadilan Tidak Terelakkan?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Apakah Ketidakadilan Tidak Terelakkan?
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1998
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Aspek Kejam dari Ketidakadilan
  • Apakah Ketidakadilan Suatu Masalah?
  • Apakah Keadilan Akan Ditegakkan?
    Topik Menarik Lainnya
  • Cara Terbaik Menghadapi Ketidakadilan
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa (Edisi Pelajaran)—2025
  • Saudara Dapat Bertahan Menghadapi Ketidakadilan!
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2007
  • Apakah Allah Akan Bertindak terhadap Ketidakadilan?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1989
Lihat Lebih Banyak
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1998
w98 1/8 hlm. 3-4

Apakah Ketidakadilan Tidak Terelakkan?

”Apa pun yang terjadi, saya masih percaya bahwa orang-orang sebenarnya memiliki hati yang baik. Hanya saja, saya tidak dapat membangun harapan saya di atas landasan berupa kebingungan, kesengsaraan, dan kematian.”​—Anne Frank.

ANNE FRANK, seorang gadis Yahudi belia berusia 15 tahun, menuliskan kata-kata yang menyayat hati itu dalam buku hariannya tak lama sebelum kematiannya. Selama lebih dari dua tahun, keluarganya disembunyikan, berlindung di sebuah loteng di Amsterdam. Harapannya akan suatu dunia yang lebih baik hancur berkeping-keping ketika seorang informan membocorkan tempat mereka kepada Nazi. Setahun kemudian, tahun 1945, Anne meninggal akibat tifus di kamp konsentrasi Bergen-Belsen. Enam juta orang Yahudi lain mengalami nasib serupa.

Rancangan sadis Hitler untuk memunahkan suatu bangsa secara keseluruhan mungkin adalah kasus terburuk dari ketidakadilan rasial pada abad kita, tetapi itu bukan satu-satunya. Pada tahun 1994, lebih dari setengah juta orang Tutsi dibantai di Rwanda, hanya karena mereka berasal dari suku yang ”berbeda”. Dan, selama perang dunia pertama, kira-kira satu juta orang Armenia tewas dalam sapu bersih etnik.

Aspek Kejam dari Ketidakadilan

Genosida bukan satu-satunya aspek dari ketidakadilan. Karena ketidakadilan sosial, sekitar seperlima ras manusia mengalami kemiskinan yang menggerogoti mereka seumur hidup. Lebih buruk lagi, kelompok hak asasi manusia, Anti-Slavery International, memperhitungkan bahwa lebih dari 200.000.000 orang berada dalam perbudakan. Jumlah budak di dunia dewasa ini mungkin jauh lebih banyak dibandingkan dengan pada masa lain dalam sejarah. Mereka mungkin tidak dijual di tempat lelang terbuka, tetapi kondisi kerja mereka sering kali lebih buruk daripada kondisi kebanyakan budak pada masa lalu.

Ketidakadilan hukum merampas hak-hak dasar jutaan orang. ”Kekejaman terhadap hak asasi manusia nyaris berlangsung setiap hari, di suatu tempat di dunia ini,” demikian pernyataan Amnesty International dalam laporan tahun 1996-nya. ”Yang paling tidak berdaya adalah orang yang miskin dan kurang beruntung, khususnya wanita, anak-anak, orang lanjut usia, dan pengungsi.” Laporan tersebut menyimpulkan, ”Di beberapa negeri, struktur negara boleh dikata telah runtuh, tidak ada kalangan berwenang hukum untuk melindungi yang lemah dari yang kuat.”

Pada tahun 1996, puluhan ribu orang di lebih dari seratus negeri ditahan dan disiksa. Dan, pada tahun-tahun belakangan ini, ratusan ribu orang lenyap begitu saja, tampaknya diculik oleh pasukan keamanan atau kelompok teroris. Banyak dari antaranya dianggap telah mati.

Tentu saja, peperangan pastilah bukan sesuatu yang adil, dan keadaannya semakin buruk. Peperangan modern mengincar penduduk sipil, termasuk wanita dan anak-anak. Dan, ini bukan sekadar karena pengeboman kota-kota secara sembarangan. Wanita dan gadis secara rutin diperkosa sebagai bagian dari operasi militer, dan banyak kelompok pemberontak menggunakan kekerasan untuk menculik anak-anak guna melatih mereka menjadi pembunuh. Sewaktu mengomentari kecenderungan semacam itu, laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa ”Dampak Konflik Bersenjata Terhadap Anak-Anak” menyatakan, ”Dunia semakin tersedot ke dalam kehampaan moral yang suram.”

Tidak diragukan lagi, kehampaan moral ini telah mengarah ke suatu dunia yang demikian penuh dengan ketidakadilan​—baik secara ras, sosial, hukum, ataupun militer. Tentu saja, ini bukanlah hal baru. Lebih dari dua ribu lima ratus tahun yang lalu, seorang nabi Ibrani meratapi, ”Hukum diremehkan dan keadilan tak pernah ditegakkan. Orang jahat menjadi unggul atas orang yang jujur, maka keadilan diputarbalikkan.” (Habakuk 1:​4, Bahasa Indonesia Sehari-hari) Memang, ketidakadilan telah merajalela selama ini, namun baru pada abad ke-20 inilah tingkatnya mencapai puncak baru.

Apakah Ketidakadilan Suatu Masalah?

Jawabannya ya jika Anda secara pribadi menderita akibat ketidakadilan. Jawabannya ya karena itu merampas hak mayoritas manusia untuk meraih kebahagiaan. Dan, jawabannya juga ya karena ketidakadilan sering kali memicu konflik-konflik berdarah, yang selanjutnya terus mengobarkan api ketidakadilan.

Perdamaian dan kebahagiaan tidak terpisahkan dari keadilan, sebaliknya, ketidakadilan menghancurkan harapan dan meremukkan optimisme. Sebagaimana dirasakan sendiri oleh Anne Frank secara tragis, orang-orang tidak dapat membangun harapan mereka di atas landasan berupa kebingungan, kesengsaraan, dan kematian. Seperti Anne, kita semua mendambakan sesuatu yang lebih baik.

Hasrat ini telah menuntun orang-orang yang tulus untuk berupaya mendatangkan keadilan hingga taraf tertentu dalam masyarakat manusia. Untuk tujuan itu, Deklarasi Universal Tentang Hak Asasi Manusia, yang diterima pada tahun 1948 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyatakan, ”Semua manusia dilahirkan merdeka dan sederajat dalam harga diri dan hak. Mereka dikaruniai akal sehat dan hati nurani dan hendaknya memperlakukan satu sama lain dalam semangat persaudaraan.”

Ini benar-benar pernyataan yang tulus, tetapi umat manusia masih belum dapat mewujudkan tujuan yang didambakan itu​—suatu masyarakat yang adil tempat semua orang menikmati hak yang sederajat dan tempat semua orang memperlakukan sesama sebagai saudaranya. Perwujudan dari tujuan ini, sebagaimana ditunjukkan oleh mukadimah Deklarasi PBB, akan berfungsi sebagai ”landasan kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian di dunia”.

Apakah ketidakadilan sudah sedemikian berurat-berakar dalam tatanan masyarakat manusia sehingga itu tidak akan pernah diberantas? Atau, apakah suatu landasan yang kukuh untuk mewujudkan kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian akan pernah dibubuh? Jika demikian, siapa yang dapat melakukannya dan memastikan agar semua orang mendapat manfaat?

[Keterangan Gambar di hlm. 3]

UPI/Corbis-Bettmann

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan