PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g95 8/2 hlm. 12-14
  • ”Sekarang Hanya Mia dan Yehuwa”

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • ”Sekarang Hanya Mia dan Yehuwa”
  • Sedarlah!—1995
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Pengobatan Medis
  • Dukungan yang Pengasih
  • Tekanan untuk Menerima Darah
  • Kehidupan Saya Terancam
  • Suatu Titik Balik
  • Nilai Sesungguhnya dari Darah
    Sedarlah!—2006
  • Menghadapi Keadaan Darurat Medis
    Sedarlah!—1996
  • Alternatif yang Bermutu untuk Transfusi
    Bagaimana Darah Dapat Menyelamatkan Kehidupan Anda?
  • Saya Menerima Pandangan Allah tentang Darah
    Sedarlah!—2003
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1995
g95 8/2 hlm. 12-14

”Sekarang Hanya Mia dan Yehuwa”

MENJELANG bulan Mei 1991, tubuh saya telah mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Setelah berjalan jauh atau bersepeda jarak jauh, saya akan merasakan sakit yang hebat di tangan dan kaki, dan persendian saya akan membengkak. Sewaktu saya menghadiri pernikahan salah seorang kakak lelaki saya pada bulan Juli 1991, saya jatuh sakit. Selanjutnya, saya terbaring di tempat tidur sepanjang waktu, di wajah dan tubuh saya timbul bercak-bercak merah yang aneh.

Ibu membawa saya ke dokter, yang segera mengirim saya ke rumah sakit yang tidak jauh dari rumah saya di kota Askim di Norwegia. Diagnosisnya adalah menurunnya fungsi ginjal dan tekanan darah tinggi. Kadar hemoglobin saya hanya 7,3 gram per desiliter, dibandingkan dengan yang normal 11,5 sampai 16. Setelah dua hari, saya dipindahkan ke rumah sakit yang lebih besar dengan ruangan khusus untuk perawatan penyakit ginjal. Setelah melihat hasil dari beberapa tes darah, dokter menyimpulkan bahwa saya menderita systemic lupus erythematosus dan bahwa sistem kekebalan saya yang memproduksi antibodi menyerang darah dan jaringan ginjal saya. Saya diberikan corticosteroid dan kemoterapi.

Karena penyakit tersebut maupun beberapa pengobatan mengganggu darah, masalah transfusi darah menjadi persoalan. Saya mengumpulkan segenap kekuatan dan mengatakan, ”Saya adalah seorang Saksi yang berbakti dan terbaptis, dan saya tidak menginginkan darah.” (Kejadian 9:4; Kisah 15:28, 29) Dokter kemudian berbicara kepada ibu saya secara pribadi, dan ibu saya menjelaskan bahwa kami bersedia menggunakan alternatif sebaliknya daripada transfusi darah. Dokter mengatakan bahwa ia bersedia merespek pendirian saya dan bahwa ia akan melakukan sebisa-bisanya untuk menolong saya.

Catatan medis, yang belakangan kami terima salinannya, mengatakan, ”Pasien adalah seorang yang dewasa menurut hukum dan memiliki keadaan pikiran yang jernih dan telah mendapat penjelasan. Oleh karena itu, seseorang mendapati perlu untuk merespek pandangan pasien.” Catatan tersebut juga menyatakan, ”Ruang perawatan memutuskan untuk merespek keputusan pasien untuk tidak menerima transfusi darah, meskipun mengakibatkan kematiannya.”

Pengobatan Medis

Selama hari-hari berikutnya, berbagai macam terapi dicoba untuk menurunkan tekanan darah guna mengurangi ketegangan pada ginjal. Tubuh saya tidak dapat mentolerir pengobatan tersebut, dan yang saya ingat hanya sewaktu muntah berkali-kali. Kadang-kadang saya merasa sangat tertekan, dan saya serta orang-tua saya sering berdoa kepada Yehuwa meminta bantuan dan kekuatan. Setelah sebulan berada di rumah sakit, saya diizinkan pulang ke rumah selama akhir pekan. Belakangan, pada waktu diizinkan meninggalkan rumah sakit untuk yang kedua kalinya, saya mengalami epilepsi yang hebat diikuti oleh empat epilepsi yang ringan. Penyakit tersebut mempengaruhi sistem saraf pusat saya. Saya segera dibawa ke rumah sakit.

Para dokter memutuskan untuk memberikan pengobatan alternatif. Plasma disuling dari darah, dan kemudian antibodi yang menyerang sel darah saya dan jaringan ginjal dipindahkan. Saya diberi suntikan larutan Ringer bersama dengan albumin. Saya telah membahas pengobatan ini bersama dengan para dokter dan memberikan mereka izin tertulis untuk melakukan ini.a Meskipun dengan pengobatan ini kondisi saya memburuk. Saya juga memberikan mereka izin untuk mengobati saya dengan imunoglobulin, namun pada waktu itu para dokter tidak melakukan ini.b

Fungsi ginjal saya semakin berkurang. Serum kreatinin saya sebanyak 682, dibandingkan dengan yang normal 55 sampai 110. Tekanan darah saya tetap tinggi, dan hemoglobin saya tetap antara 5 dan 6 gram per desiliter. Satu hari jumlah keping darah adalah 17.000 per milimeter kubik (jumlah normalnya mulai dari 150.000 sampai 450.000), memperbesar risiko pendarahan. Untunglah, jumlah keping darah segera mulai bertambah. Hari berikutnya, jumlahnya menjadi 31.000, dan terus bertambah.

Dukungan yang Pengasih

Personel rumah sakit terkesan dengan semua bunga, surat, kartu, dan telepon yang saya terima dari saudara dan saudari Kristen yang pengasih di seluruh Norwegia. Mereka bertanya-tanya bagaimana seseorang yang berusia 18 tahun dapat memiliki begitu banyak teman. Ini memberi kami kesempatan untuk menceritakan kepada mereka tentang harapan Kristen kami dan organisasi Yehuwa yang pengasih.​—Yohanes 5:28, 29; Penyingkapan 21:​3, 4.

Pada waktu itu, Panitia Penghubung Rumah Sakit dari Saksi-Saksi Yehuwa sedang bekerja keras untuk mengumpulkan informasi lebih banyak tentang pengobatan penyakit lupus. Dari kantor cabang Norwegia kami menerima sebuah artikel yang telah dicetak di sebuah jurnal medis. Artikel tersebut melukiskan dua kasus sulit sehubungan systemic lupus erythematosus dengan imunoglobulin dilakukan kepada dua wanita muda​—dengan hasil yang baik. Pada waktu pertemuan dengan para dokter, orang-tua saya meminta mereka membaca artikel tersebut untuk melihat kemungkinan informasi tersebut dapat berguna dalam kasus saya. Para dokter memiliki pendapat yang berbeda mengenai apa yang dilakukan. Misalnya, ada kekhawatiran sehubungan terbatasnya jumlah informasi tentang akibat pengobatan dengan imunoglobulin.

Tekanan untuk Menerima Darah

Pada waktu itu, saya telah berada di rumah sakit selama hampir delapan minggu. Suatu malam saya menderita sakit yang akut di perut saya, dan ada darah kotor yang berasal dari pendarahan internal. Seorang ahli bedah dihubungi. Ia mengatakan bahwa saya perlu segera dibedah dan ditransfusi darah, jika tidak, saya akan meninggal dalam waktu beberapa jam. Ahli bedah ini memberi tahu kakak perempuan saya yang duduk di samping saya, agar ia sebaiknya membujuk saya untuk menerima darah atau ia akan bertanggung jawab atas kematian saya. Ini membuat saya marah, karena keputusan untuk menolak transfusi darah adalah keputusan saya sendiri.

Para dokter ingin berbicara kepada saya secara pribadi untuk memastikan bahwa keputusan tersebut benar-benar keputusan saya dan bahwa saya sadar sepenuhnya tentang apa yang mereka yakini akan menjadi konsekuensi dari menolak darah. Setelah 15 menit mereka yakin bahwa saya tidak akan mengubah pendirian saya. Sebaliknya dari mengoperasi, para dokter memberikan antibiotik untuk melawan infeksi.

Pada tanggal 30 September, hari setelah pembahasan dengan para dokter, jumlah hemoglobin saya menurun dari 6,5 menjadi 3,5. Saya dipindahkan ke ruang perawatan intensif. Saya begitu lemah sehingga saya memerlukan masker oksigen untuk membantu pernapasan saya. Meskipun saya sedikit banyak sadar selama masa krisis ini, saya tidak ingat apa-apa. Maka apa yang terjadi selama beberapa hari berikutnya belakangan diceritakan kepada saya oleh keluarga saya dan dua penatua Kristen.

Kehidupan Saya Terancam

Pada waktu ini para dokter setuju untuk memberikan suntikan imunoglobulin ke dalam pembuluh darah. Mulai tanggal 9 sampai 11 Oktober, saya diberikan satu dosis dari enam gram imunoglobulin sehari. Saya tidak dapat mengendalikan buang air kecil dan buang air besar, dan para perawat secara tetap tentu mengganti seprai. Jumlah hemoglobin saya terus turun. Catatan medis menyebutkan, ”Ketika jumlah hemoglobinnya yang terendah diukur 1,4, setelah itu ia menderita melena [buang air besar mengandung darah], dan diputuskan untuk menghentikan pengambilan tambahan jumlah darah. Pada saat ini ia praktis mendekati ajalnya [kematian].”

Para dokter pada saat ini telah melepaskan semua harapan untuk sembuh, menyatakan bahwa seandainya saya hidup, saya akan menderita kerusakan otak dan kemungkinan juga menjadi lumpuh sebagian. Mereka begitu yakin bahwa tidak ada yang dapat dilakukan, pada tanggal 12 Oktober diputuskan untuk menghentikan semua peralatan yang aktif dan hanya memberikan cairan. Ayah saya, yang terus-menerus menganjurkan saya untuk tetap berjuang, duduk di sisi tempat tidur saya, mengatakan, ”Sekarang hanya Mia dan Yehuwa.”

Selalu ada seseorang dari sidang di sisi tempat tidur saya bersama keluarga saya selama masa yang krisis ini. Salah seorang dari antara mereka menceritakan, ”Pada hari Sabtu malam, tanggal 12 Oktober, tidak seorang pun mempercayai Mia akan selamat melewati malam itu. Namun hari Minggu pagi ia tetap hidup. Pada sore harinya napasnya bekerja, dan setiap orang mengira ini akan berakhir. Seluruh keluarga berkumpul mengelilingi tempat tidurnya. Ia menghirup napas dalam-dalam dan, setelah tampaknya lama sekali, mengembuskan napas perlahan. Orang-tuanya merasakan sakit terhebat yang dapat diderita orang-tua​—melihat anak yang mereka kasihi meninggal perlahan-lahan. Ayahnya mengatakan agar kami semua hendaknya berpaling kepada Yehuwa dalam doa. Setelah itu kami berbicara pelan-pelan, berharap agar Mia tidak perlu menderita lama.

”Namun Mia tidak meninggal. Para dokter dan perawat belum pernah melihat sesuatu yang seperti ini​—seseorang yang bertahan dengan jumlah darah yang sedemikian rendah. Pendarahan berhenti, sehingga situasi tidak semakin buruk. Minggu malam berlalu, dan Mia masih hidup.”

Suatu Titik Balik

Hari Senin pagi, 14 Oktober, salah seorang dari para dokter datang menjenguk saya. Saya sedang diberi obat dan tidak mengingat peristiwa itu. Dokter berdiri di samping tempat tidur saya, dan ibu saya mengatakan, ”Dokter di sini untuk mengucapkan selamat pagi.” Reaksi saya sangat terdengar ”halo”. Ia tidak mengira hal itu, ia terkejut dan terharu.

Otak saya berfungsi baik, dan saya tidak lumpuh. Terapi dimulai lagi. Saya diberikan eritropoetin dekstran zat besi melalui pembuluh darah, juga dua dosis sehari imunoglobulin. Perlahan-lahan kondisi saya membaik. Pada tanggal 16 Oktober jumlah hemoglobin naik menjadi 2,6 dan pada tanggal ke-17 menjadi 3,0. Saya terus membaik. Pada tanggal 12 November saya meninggalkan rumah sakit dengan jumlah hemoglobin 8,0.

Kami tidak mengetahui secara pasti mengapa perusakan sel darah merah saya berhenti atau mengapa jumlah sel darah merah saya naik dengan begitu cepat. Suntikan imunoglobulin, eritropoetin dekstran zat besi terbukti memainkan bagian yang penting. Menjelang awal bulan Mei 1992, jumlah hemoglobin saya menjadi normal 12,3, dan tetap dalam ukuran yang normal.

Kini saya sedang menjalankan pengobatan untuk menjaga kondisi saya di bawah pengawasan, dan saya kembali normal. Pada tanggal 28 November 1992, saya menikah dengan seorang rekan Kristen, dan kami sekarang melayani Yehuwa bersama. Penyakit saya, juga hukum Allah sehubungan darah, telah membuat saya lebih dekat kepada Yehuwa. Kini saya menantikan melayani Dia dengan segenap kekuatan saya selama-lamanya.​—Sebagaimana diceritakan oleh Mia Bjørndal.

[Catatan Kaki]

a Prosedur ini dikenal sebagai plasmapheresis dan termasuk sirkulasi darah di luar tubuh. Keputusan untuk menggunakan prosedur ini bergantung pada hati nurani seseorang, sebagaimana dibahas di Menara Pengawal tanggal 1 Maret 1989, halaman 30 dan 31.

b Keputusan untuk menggunakan imunoglobulin, yang mengandung sedikit sekali bagian dari darah, bergantung pada hati nurani seseorang, sebagaimana dibahas di Menara Pengawal tanggal 1 Juni 1990, halaman 30 dan 31.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan