PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Bagaimana Dunia Ini Kecanduan
    Sedarlah!—1986 (No. 17) | Sedarlah!—1986 (No. 17)
    • Sebenarnya, kisah mengenai rokok mungkin adalah salah satu kejutan terbesar dalam seratus tahun terakhir. Yang telah menciptakan permintaan yang luar biasa besarnya untuk apa yang disebut abad rokok ini ialah dua peperangan pada abad ke-19. Sebuah industri yang baru lahir, iklan, telah mengipasi bara-bara apinya. Dan suatu tembakau baru yang mengherankan—kuning cerah, lebih lembut, dan berbeda secara kimiawi—telah membuat para perokok berani menghirup asapnya. Perubahan yang penting itu dalam kebiasaan merokok, yaitu menghirup melalui mulut, telah memastikan bahwa kebanyakan perokok akan tetap kecanduan selama sisa hidup mereka.

      Perang-Perang yang Mengobarkan Permintaan Itu

      Merokok tetap merupakan suatu hal yang luar biasa mewah sampai tahun 1856, ketika rokok mendapat pasaran massalnya yang pertama. Itu adalah pada waktu prajurit-prajurit Inggris dan Prancis kembali dari Perang Krim dengan ”cerutu-cerutu kertas” dan suatu kebiasaan yang mereka dapatkan dari sana. Mode merokok melanda Eropa, menciptakan permintaan yang tidak terduga untuk rokok-rokok Turki atau tiruan Inggrisnya.

      ”Mode Krim” membuat rokok menjadi pengganti yang murah dari pipa atau cerutu pada masa perang. Tetapi mode itu berlalu. Selanjutnya, seperti dikatakan Robert Sobel, ”pada awal tahun 1860-an, nampaknya pria-pria Amerika golongan menengah—pasaran utama untuk asap—sama sekali tidak akan mau mengisap rokok”. Asap rokok yang mula-mula ini tidak menggiurkan seperti asap rokok modern. Sama seperti asap cerutu, sifatnya agak alkalis, dan perokok-perokok menahannya dalam mulut mereka. Tidak menyenangkan untuk menghirup dan menelannya seperti yang biasa dilakukan para perokok dewasa ini. Tiba waktunya perkembangan berikut yang mengejutkan.

      Perang Saudara Amerika (1861-65) memperkenalkan asap yang membuat orang lebih kecanduan, dengan cara yang disebut oleh ahli tembakau Jerome E. Brooks ”daya ledakan”. Sekali lagi, perang membawa rokok yang murah ini kepada para prajurit—mula-mula prajurit-prajurit Confederate (Selatan), kemudian Union (Utara). Tetapi kali ini bukan suatu mode sepintas lalu.

      Rokok-rokok ini menggunakan tembakau Amerika, dan ada sesuatu yang berbeda. Orang-orang Amerika yang menanamnya menggunakan bibit-bibit tembakau baru yang dapat tumbuh dengan baik di tanah mereka yang miskin nitrogen. Mereka juga menemukan, dengan kebetulan di sebuah ladang di Carolina Utara, proses pengawetan yang membuat daun mereka menjadi kuning cerah, lembut, dan manis. Pada tahun 1860 Biro Sensus A.S. menyebutnya ”salah satu perkembangan yang paling abnormal dalam pertanian yang pernah diketahui dunia”. Setelah mengisap beberapa batang rokok dengan tembakau baru ini, para perokok pemula akan merasakan suatu desakan yang kuat untuk menyulut lagi.

      Kecanduan!

      Tidak disadari pada waktu itu, pasaran yang kecil namun terus berkembang tanpa dapat dibendung ini telah secara fisik bergantung, dan terikat, pada suatu zat yang bersifat sangat mencandu. ”Orang yang secara iseng mengisap lebih dari dua atau tiga batang rokok pada masa remaja” hampir pasti akan menjadi ”perokok tetap yang sangat bergantung kepadanya”, kata peneliti masalah kecanduan Dr. Michael A. H. Russell. ”Tidak seperti remaja yang mengisap heroin satu atau dua kali seminggu pada permulaan, seorang perokok remaja mengalami kira-kira dua ratus rangsangan nikotin secara berturut-turut pada saat ia menghabiskan satu bungkus rokoknya yang pertama.”

      Ya, rahasianya ialah menghirup. Nampaknya nikotin, akan menembus dan mengganggu selaput lendir hanya di bawah keadaan alkalis saja. Karena asap rokok agak asam, inilah satu-satunya asap tembakau yang cukup lembut dalam mulut dan kerongkongan untuk dihirup secara rutin. Tetapi dalam paru-paru asam itu akan dinetralisir, dan nikotin akan melimpah dengan bebas ke dalam aliran darah. Dalam tujuh detik saja darah yang penuh dengan nikotin akan sampai pada otak, sehingga tiap isapan hampir dengan seketika akan memberikan suatu rangsangan. Kaum remaja yang mengisap lebih dari satu batang rokok, menurut laporan sebuah penelitian dari pemerintah Inggris, kemungkinan untuk tetap tidak menjadi perokok 15 persen saja.

      Jadi, dalam dasawarsa yang sama dengan pecahnya Perang Krim, industri rokok telah membiakkan suatu kebiasaan baru yang kuat sekali. Dalam waktu 20 tahun para pedagang tembakau berhasil melonjak menggunakan iklan surat kabar yang menarik dan pernyataan-pernyataan pujian dalam menarik langganan-langganan baru. Sebuah mesin yang mendapat hak paten pada tahun 1880 memproduksi rokok secara massal dan mempertahankan harganya rendah, sementara itu gambar-gambar para pahlawan sport dan wanita-wanita tersenyum menjual citra rokok kepada masyarakat pria. Namun apa yang membuat mereka selalu menginginkan lebih banyak lagi? Ketergantungan kepada nikotin! Seperti dikatakan seorang penulis bidang kesehatan William Bennet, M.D., ”Mekanisasi, iklan yang cerdik dan teknik-teknik pemasaran memang memberikan andil, tetapi [tanpa nikotin] mereka tidak mungkin dapat menjual banyak daun-daun kering.”

      Menjelang tahun 1900 rokok modern, yang waktu itu sudah bersifat internasional, siap memperkuat cengkeramannya pada masyarakat dunia.

  • Kebiasaan Itu Menyingkirkan Perlawanan
    Sedarlah!—1986 (No. 17) | Sedarlah!—1986 (No. 17)
    • SAMA seperti seorang perokok yang enggan berhenti, pasaran rokok kadang-kadang menurunkan konsumsinya karena kuatir bahwa merokok dapat merugikan dan bersifat mencandu, namun setelah itu meneruskannya lagi, lebih giat dari pada sebelumnya. Mekanisme apakah yang telah menekan rasa kuatir itu? Iklan dan perang! Hal tersebut merupakan ”dua cara yang paling penting untuk menyebarluaskan penggunaan rokok”, menurut sejarawan Robert Sobel.

      Penggunaan rokok naik pesat dengan bangkitnya ’bangsa melawan bangsa’ dalam perang dunia pertama. (Matius 24:7) Apa yang telah menyebabkan produksi Amerika naik dari 18 milyar rokok pada tahun 1914 menjadi 47 milyar menjelang 1918? Suatu kampanye besar-besaran dengan memberikan rokok gratis kepada para prajurit! Efek narkotikanya dianggap dapat membantu mengatasi rasa kesepian di garis depan.

      ”Pack up your troubles in your old kit bag/While you’ve a lucifer [match] to light your fag [cigarette]” (Masukkan problem-problem anda ke dalam tas barang anda/Sementara itu anda mempunyai [korek api] untuk menyulut [rokok]), demikian anjuran sebuah nyanyian Inggris pada masa perang. Karena perwakilan-perwakilan pemerintah dan kelompok-kelompok swasta yang patriotik menyediakan rokok gratis untuk orang-orang yang berjuang, para pemrotes yang anti rokok sekalipun tidak berani mengritik.

      Memperkuat Cengkeraman

      Para perokok pemula menjadi langganan yang baik setelah perang. Pada tahun 1925 saja, orang-orang Amerika menghabiskan rata-rata hampir 700 rokok per orang. Yunani pada masa setelah perang mengkonsumsi sebanyak separuh dari jumlah per kapita di Amerika Serikat. Rokok Amerika menjadi populer di banyak negeri, tetapi negeri-negeri lain seperti India, Cina, Jepang, Italia, dan Polandia bergantung pada tembakau yang ditanam di negeri sendiri untuk memenuhi permintaan dalam negeri mereka.

      Untuk memperkuat cengkeraman pada pasaran Amerika, para pemasang iklan mengarahkan sasaran kepada kaum wanita. ”Iklan rokok menjelang akhir tahun 1920-an dikatakan ’telah menjadi gila’,” demikian laporan Jerome E. Brooks. Tetapi iklan mengakibatkan orang-orang Amerika terus membeli rokok selama dan setelah masa depresi ekonomi tahun 1929. Anggaran yang besar sekali (kira-kira $75.000.000 pada tahun 1931) mempromosikan rokok sebagai bantuan untuk tetap langsing, sebagai pengganti dari permen. Film-film yang mengagung-agungkan bintang-bintang yang merokok, seperti misalnya Marlene Dietrich, membantu menciptakan suatu citra modern. Sehingga pada tahun 1939, sebelum perang dunia yang baru, kaum wanita Amerika ikut bersama kaum pria mengkonsumsi 180 milyar rokok.

      Perang lagi! Para prajurit sekali lagi mendapat rokok gratis, bahkan dalam ransum mereka di lapangan. ”Lucky Strike Green ke Medan Perang!” merupakan iklan yang laris dipromosikan dengan memanfaatkan kesempatan suasana perang yang patriotis. Dengan konsumsi rokok di Amerika Serikat setiap tahun diperkirakan 400 milyar pada akhir Perang Dunia II, siapa yang dapat meragukan tempat tembakau di dunia?

      Sesungguhnya, siapa yang dapat meragukan pentingnya rokok bagi jaman pasca-perang Eropa, di mana pernah suatu ketika berkarton-karton rokok menggantikan mata uang di pasaran gelap? Para prajurit Amerika yang ditempatkan di Eropa membeli rokok yang mendapat subsidi dengan harga hanya lima sen satu bungkus dan dengan itu membiayai segala sesuatu—dari sepatu baru sampai gadis-gadis. Penjualan rokok kepada kalangan militer, yang bebas pajak, meningkat dari 5.400 per kapita pada tahun 1945 menjadi 21.250 dalam dua tahun saja.

      Selama puluhan tahun segi-segi apapun yang tidak disetujui dari merokok telah berhasil disingkirkan dari sorotan masyarakat—bukan disangkal melainkan hanya dialihkan oleh perkembangan yang tak terbendung dari suatu kebiasaan yang populer. Tetapi, secara pribadi, tetap timbul pertanyaan, Apakah merokok itu merugikan? Apakah itu bersih atau meracuni?

      Pada tahun 1952 pertanyaan yang bertubi-tubi mengenai kesehatan tiba-tiba muncul. Dokter-dokter Inggris menerbitkan hasil penelitian yang baru yang menunjukkan bahwa para korban penyakit kanker cenderung adalah perokok berat. Readerˈs Digest mengangkat cerita itu, dan setelah itu publikasi yang luas menyusul. Menjelang 1953 suatu kampanye anti rokok nampaknya akan berhasil. Apakah dunia ini akan membuang kebiasaan itu?

      Industri Rokok yang Mengerikan

      Di muka umum, industri rokok berkeras bahwa kasus terhadap rokok tidak dapat dibuktikan, hanya bersifat statistik belaka. Tetapi tiba-tiba—dan ironis sekali—mereka menyingkapkan senjata rahasianya, yaitu rokok dengan kadar getah tembakau rendah (low tar). Produk baru ini memberikan gambaran kepada para perokok yang merasa kuatir namun tidak ingin menghentikan kebiasaan itu, bahwa merokok itu aman dan tidak mengganggu kesehatan, sedangkan iklan sekali lagi membuktikan kemampuannya untuk menjual sebuah citra.

      Sebenarnya, merk-merk dari rokok dengan kadar getah tembakau rendah lebih menenangkan hati perokok itu dan bukan kesehatannya. Para ilmuwan belakangan mendapati bahwa banyak perokok mengimbangi hal itu dengan menghirup asapnya lebih dalam dan menahan asap itu lebih lama dalam paru-paru sampai mereka mendapatkan nikotin sebanyak yang biasa mereka peroleh. Namun baru setelah seperempat abad berlalu para peneliti dapat membuktikan hal ini. Sementara itu, rokok muncul sebagai salah satu industri dunia yang paling menguntungkan, kini mencatat rekor penjualan setiap tahun lebih dari $40 milyar (A.S.).

      Secara ekonomi industri ini sekarang lebih kuat dari pada sebelumnya. Langganan-langganan tetap membeli. Konsumsi setiap tahun naik hampir 1 persen per tahun di negara-negara industri dan hampir lebih dari 3 persen di negara-negara berkembang dari Dunia Ketiga. Di Pakistan dan Brasilia, perkembangannya berturut-turut enam dan delapan kali lebih cepat dari pada di kebanyakan negara-negara Barat. Seperlima dari pendapatan pribadi di Thailand digunakan untuk membeli rokok.

      Meskipun demikian, bagi banyak orang yang prihatin, cengkeraman yang kuat dari kisah cinta rokok di dunia yang sudah berusia 100 tahun ini sama sekali bukan akhir dari kisah itu.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan