PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g86_No19 hlm. 29-31
  • Wanita-Wanita yang Bekerja—Suatu Pandangan dari Dunia Ketiga

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Wanita-Wanita yang Bekerja—Suatu Pandangan dari Dunia Ketiga
  • Sedarlah!—1986 (No. 19)
  • Bahan Terkait
  • Isteri yang Benar-benar Disayangi
    Membina Keluarga Bahagia
  • Bimbingan yang Bijaksana bagi Pasangan Suami Istri
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2005
  • ”Kepala Setiap Perempuan Adalah Laki-Laki”
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa (Edisi Pelajaran)—2021
  • Jangan Pisahkan Apa yang Telah Allah Letakkan di Bawah Satu Kuk
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2007
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1986 (No. 19)
g86_No19 hlm. 29-31

Wanita-Wanita yang Bekerja—Suatu Pandangan dari Dunia Ketiga

Oleh koresponden ”Sedarlah!” di Nigeria

Sejak tahun 1950, jumlah tenaga kerja wanita yang dibayar benar-benar telah berlipat ganda di seluruh dunia. Banyak yang telah ditulis mengenai pengaruh kecenderungan yang revolusioner ini dalam perkawinan dan kehidupan keluarga. Namun, di lingkungan yang disebut Dunia Ketiga, ini bukan perkembangan baru. Di banyak negara sedemikian, pria dan wanita telah lama bekerja sama sebagai partner ekonomi. Tetapi sampai di manakah kesamaan problem wanita-wanita yang bekerja di Dunia Ketiga dengan di negara-negara industri? Apa yang mendorong mereka untuk mau menjalankan peranan yang begitu berat? Untuk dapat memahami masalah-masalah yang menarik ini, majalah Sedarlah! berikut ini akan mengetengahkan hasil wawancara dengan tiga wanita Nigeria yang bekerja: Elizabeth, Ulrike, dan Lola, bersama dengan suami Lola, ˈShola.

Sedarlah!: Apa sebabnya wanita-wanita Afrika bekerja?a

Elizabeth: Di bagian tengah Nigeria sebelah barat, wanita bekerja tidak hanya sekedar untuk mencukupi perbelanjaan atau menghasilkan uang ekstra. Dalam banyak keluarga istri diharapkan untuk mencari uang. Bukan suami, tetapi dialah yang sering kali harus memelihara kerabatnya, yaitu, kemenakan perempuan dan laki-laki, saudara sepupu, dan lain-lain.

Ulrike: Saya lahir sebagai orang Jerman tetapi telah dinaturalisasikan di Nigeria. Saya memperhatikan bahwa bagi para wanita di sini, bekerja memang sebagian dari kebudayaan mereka. Suami menganggap istri sebagai milik yang berharga hanya jika istri produktif, dan itu sering kali berarti bukan sekedar melahirkan anak-anak dan menyediakan makanan. Umumnya, tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan materi anak-anak sebagian besar masih dipikul oleh sang ibu.

Lola: Di kalangan orang Yoruba,b para suami sejak dulu mengakui bahwa istri mereka mempunyai bakat dagang. Maka, suami membuat barang-barang, dan istri yang menjualnya. Ini ternyata suatu pembagian kerja yang cukup efisien. Si wanita menganggap bahwa memang peranannyalah untuk mendukung suami agar apa yang dimulai suaminya di ladang membuahkan hasil akhir yang sukses. Lagi pula, dianggap sebagai tanda kerajinan pekerjaan rumah tangga digabungkan dengan usaha dagang atau bisnis. Seperti istri yang cakap yang diuraikan dalam Alkitab di Amsal pasal 31, ia bangun pagi-pagi, mengurus rumahnya. dan memberi makan keluarganya. Dengan demikian ia dapat memanfaatkan sisa hari itu untuk hal-hal lain, seperti menanam di ladang, menjahit untuk para pedagang, atau menjalankan bisnis kecil.

Elizabeth: Juga, kebanyakan wanita merasa perlu melihat dunia luar selain keluarganya. Sering kali satu-satunya pendidikan bagi mereka adalah melalui dagang atau bentuk-bentuk pekerjaan lain.

Sedarlah!: Bagaimana maksudnya?

Elizabeth: Ya, dengan berdagang, pengetahuan berhitung dan bahasa dasar mereka diperbaiki. Bisnis mengajarkan mereka berorganisasi, yang membantu mereka untuk mengatur rumah dan keluarga mereka dengan lebih baik. Selanjutnya, dengan bekerja wanita-wanita itu mendapatkan kepercayaan diri dan respek.

‘Shola: Poligami juga salah satu alasan kuat mengapa wanita bekerja. Hanya beberapa istri dalam keluarga poligami dapat mengharapkan suami mereka untuk memenuhi setiap kebutuhan mereka. Maka, seorang istri berkesimpulan bahwa jika ia tidak mencari uang sendiri, ia akan mengalami kesulitan. Memang, ketidakpastian hubungan poligami telah mendorong banyak istri muda untuk berdikari secara ekonomi. Juga, banyak wanita menginginkan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Karena uang suami mungkin juga dipakai untuk membiayai anak-anak dari istri-istri lain, si istri harus bekerja—bekerja keras—untuk pendidikan anak-anaknya dan mungkin untuk meninggalkan warisan bagi mereka.

Sedarlah!: Pekerjaan apa yang dilakukan wanita?

Elizabeth: Kebanyakan berdagang.

Shola: Berbeda-beda di antara berbagai-bagai kelompok suku. Ada yang bercocok tanam, yang lain berdagang.

Ulrike: Wanita sering kali bersedia melakukan pekerjaan yang tidak disukai laki-laki, seperti duduk di pinggir jalan membakar ubi jalar atau jagung, menjual air es, atau bahkan mengelola tempat penjahitan. Walaupun demikian semua ini bisa saja menjadi industri kecil yang sangat menguntungkan!

Lola: Menarik sekali, sewaktu keluarga-keluarga pindah dari desa ke kota, para istri sering menjadi resah. Mereka merasa tidak enak nganggur di rumah. Ini menunjukkan bahwa dorongan pertama untuk bekerja bukan semata-mata alasan ekonomi. Karena dulunya, kebutuhan orang hanya sedikit dan tidak banyak barang yang dipamerkan.

Sedarlah!: Sejauh mana penghasilan istri benar-benar berarti bagi suami?

Ulrike: Karena keadaan ekonomi di Afrika tidak stabil, penghasilan seorang istri sangat berarti. Perusahaan-perusahaan sering memberhentikan pekerja-pekerja. Ya, bahkan karyawan-karyawan pemerintah sering harus menunggu berbulan-bulan sebelum menerima gaji. Dan pria-pria Kristen sering kehilangan pekerjaan karena tidak mau menyerah kepada tekanan duniawi dan mengkompromikan prinsip-prinsip Alkitab. Tetapi seorang wanita yang berdagang tidak akan mudah kehilangan pekerjaan jika ia trampil. Sering kali—paling tidak untuk sementara waktu—ia menjadi satu-satunya pencari nafkah!

‘Shola: Karena susunan masyarakat telah berubah, kebutuhan semakin rumit, lebih banyak diharapkan, dan tekanan ekonomi bertambah. Jadi bantuan seorang istri kepada anggaran keluarga menjadi makin lebih berarti. Karena itu seorang suami mungkin memutuskan untuk membayar sewa rumah, listrik, dan sejumlah tertentu untuk makanan. Sang istri, sebaliknya, mungkin akan membeli makanan dan pakaian ekstra, serta membayar uang sekolah.

Sedarlah!: Problem apa antara lain dihadapi istri-istri yang bekerja?

Elizabeth: Bekerja jelas sangat menuntut tenaga, dan sering istri pulang ke rumah dalam keadaan tegang dan cepat marah. Juga dapat menimbulkan ketegangan dalam perkawinan. Kaum pria tidak keberatan istri mereka cukup berhasil. Tetapi jika ia terlalu sukses, si suami bisa saja menjadi iri dan merasa terancam.

Lola: Si istri mungkin ternyata melalaikan anak-anak dan mengabaikan suaminya—sehingga suami cemburu dan marah.

‘Shola: Tetapi bahaya terbesar bagi seorang istri Kristen adalah karena kerohaniannya bisa terganggu.

Lola: Ya, sering kali begitu banyak waktu digunakan untuk mencapai sukses, sehingga kegiatan rohani, seperti mengabarkan Injil Kerajaan Allah, bisa dinomorduakan. Kehadiran di perhimpunan bisa terganggu, dan mungkin hanya ada sedikit waktu yang tersisa untuk mempelajari Alkitab secara pribadi. Dan anak-anaknya melihat contoh usaha mencari sukses dalam bisnis. Mereka pun mungkin bertekad menjadikan hal serupa sebagai cita-cita dalam hidup mereka.

Sedarlah!: Bagaimana seorang istri Kristen yang bekerja dapat mencegah hal seperti itu?

Lola: Ia harus tetap menjaga keseimbangan dalam segala hal sehingga keluarga dan kehidupan rohaninya tidak terganggu.

‘Shola: Itu dapat dilakukan. Ada banyak wanita Kristen yang menjadi teladan dalam keseimbangan.

Walaupun faktor ekonomi atau budaya di Afrika berbeda dengan di negara-negara industri, wanita-wanita yang bekerja dalam artikel ini mengungkapkan kebutuhan dan cita-cita yang bersifat umum.

Memang, dengan mengikuti prinsip-prinsip Alkitab kaum wanita dapat dibebaskan dari beberapa tekanan untuk bekerja duniawi. Namun, banyak pasangan Kristen merasa perlu untuk sama-sama bekerja. Pasangan tersebut harus mempertimbangkan baik-baik pengorbanan untuk pekerjaan duniawi. (Lihat Lukas 14:28.) Bila ada kebutuhan ekonomi, seorang ”istri yang cakap” dapat merasa bangga karena dapat memberikan sumbangan materi untuk kesejahteraan keluarga.—Bandingkan Amsal 31:10, 13, 16, 24.

Sebaliknya, keluarga-keluarga di Dunia Ketiga—sama seperti keluarga-keluarga lain—harus ingat bahwa kerukunan dalam perkawinan dan kegiatan rohani lebih berharga dari pada kesenangan materi. (Amsal 15:17; Matius 6:19-21) Dan jika seorang istri memang merasakan perlunya kegiatan yang lebih berarti dari pada pekerjaan rumah tangga, sebaiknya ia mengingat anjuran Alkitab untuk ’giat selalu dalam pekerjaan Tuhan!’ (1 Korintus 15:58) Seperti Lola, ada yang dapat menyesuaikan diri untuk melakukan pekerjaan pengabaran Saksi-Saksi Yehuwa sepenuh waktu. Tetapi, kebanyakan istri Kristen di Dunia Ketiga di Afrika harus menghadapi tantangan menjadi ibu rumah tangga dan sekaligus pencari nafkah. Kuncinya keseimbangan. Dan seperti diingatkan oleh suami Lola, ”Itu dapat dilakukan!”

[Catatan Kaki]

a ”Bekerja” yang dimaksudkan di sini adalah bekerja dengan upah. Ini tidak berarti ibu-ibu rumah tangga bukan pekerja-pekerja.

b Satu kelompok suku di Nigeria.

[Gambar di hlm. 29]

Elizabeth

[Gambar di hlm. 30]

Ulrike

[Gambar di hlm. 31]

Lola

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan