PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • yb98 hlm. 210-252
  • Paraguay

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Paraguay
  • Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 1998
  • Subjudul
  • Tibanya Kebenaran Kerajaan
  • Tentangan Sengit dari para Pemimpin Agama
  • Kembali ke Asunción
  • Buah-Buah Sulung Paraguay
  • Ujian Iman atas Sebuah Kelompok Kecil
  • Utusan Injil Mempelajari Tata Cara Setempat
  • Membina Organisasi
  • Di Tengah-Tengah Revolusi
  • Tidak Melalaikan Pertemuan Bersama
  • Polisi Menahan Gerombolan di Tempat
  • Para Utusan Injil Terancam Deportasi
  • Hari yang Berat di Pedesaan
  • Setelah Terjadi Perubahan dalam Kepemerintahan
  • Tentangan Agama Berlanjut
  • Pengakuan Resmi
  • Gambar Bergerak Pertama
  • Para Utusan Injil Merelakan Diri
  • Membangun Sendiri Tempat Berhimpun
  • Menyediakan Fasilitas Cabang yang Memadai
  • Pengaturan Administratif yang Baru
  • Ada Lagi Gelombang Tentangan Pemerintah
  • Pelarangan—Apa Maksudnya
  • Mengobarkan Api Penganiayaan
  • Terus Memberitakan Kabar Baik
  • Tekanan Berhenti
  • Pengakuan Resmi Sekali Lagi
  • Maju Terus!
  • Pekerja-Pekerja yang Bergairah Ikut dalam Penuaian
  • Orang-Orang yang Haus ”Mengambil Air Kehidupan dengan Cuma-Cuma”
Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 1998
yb98 hlm. 210-252

Paraguay

DI JANTUNG Amerika Selatan, terdapat Paraguay, negeri yang diapit oleh negara-negara tetangganya. Apa arti nama itu? Ada berbagai macam pendapat, namun menurut orang-orang setempat, arti umumnya adalah ”sungai yang berasal dari laut”. Orang-orang Indian di wilayah ini percaya bahwa empang-empang tertentu di rawa-rawa Brasil, tempat Sungai Paraguay berasal, dahulu sama luasnya dengan laut. Sungai Paraguay membelah negeri ini dari utara ke selatan. Di sebelah timur sungai terdapat bukit-bukit yang bergelombang, sawah ladang dengan tanah merah yang subur, dan hutan lebat. Di sebelah barat terdapat Chaco, yang penduduknya tersebar di daerah padang rumput, hutan belukar, dan rawa-rawa yang luas yang dihuni oleh berbagai jenis serangga dan beraneka ragam burung tropis yang berwarna-warni.

Paraguay adalah negeri tempat teknologi modern tampak kontras dengan cara hidup sederhana para penggarap tanah. Pesawat jet dan satelit komunikasi telah membuka pintu pengetahuan dunia. Bangunan-bangunan pencakar langit menghiasi Asunción, ibu kota negara ini. Di sepanjang perbatasan timur negeri ini, di Sungai Paraná, terletak Itaipu, sebuah pusat pembangkit listrik tenaga air dengan kapasitas daya yang tak tertandingi oleh PLTA mana pun di dunia.

Saudara mungkin menyangka bahwa negeri ini didominasi oleh kebudayaan Spanyol, tetapi halnya tidak selalu demikian, baik dahulu maupun sekarang. Penduduk aslinya adalah orang-orang Indian Guarani. Sekitar tahun 1520, para penjelajah Portugis di bawah pimpinan Alejo García adalah orang-orang kulit putih pertama yang memasuki negeri itu. Pada dekade berikutnya, orang-orang Spanyol mulai menduduki daerah yang sekarang bernama Asunción. Negara ini dijajah Spanyol hingga tahun 1811, tetapi bahasa Guarani tidak pernah tergantikan oleh bahasa para penakluk itu. Hasilnya, Guarani, bahasa yang indah dengan iramanya yang merdu, menjadi bahasa ibu yang digunakan mayoritas orang Paraguay modern, dan bahasa itu mempunyai kedudukan yang sejajar dengan bahasa Spanyol sebagai salah satu bahasa resmi.

Beberapa puluh tahun setelah datangnya para penjelajah asal Eropa, kaum Yesuit datang guna menobatkan orang-orang Guarani untuk memeluk agama Katolik Roma. Pada waktu itu, orang-orang Guarani tidak punya patung atau kuil. Tetapi, kaum Yesuit menghimpun orang-orang Indian tersebut ke dalam permukiman-permukiman umum tempat mereka mengajarkan upacara Katolik dan himne-himnenya kepada orang-orang ini sambil mengajarkan kerajinan tangan dan keterampilan. Kaum Yesuit memanfaatkan beberapa hasil kerja keras orang-orang Indian untuk menyediakan kebutuhan pokok orang-orang ini, tetapi mereka juga memanfaatkan pengaturan tersebut untuk meraih kekayaan dan kekuasaan. Ini menimbulkan rasa iri para pemilik tanah asal Spanyol. Mereka mengadu kepada raja Spanyol, Charles III, tentang semakin berkuasanya kaum Yesuit. Pengaduan ini, bukan dari orang-orang Guarani, melainkan dari para penduduk koloni Katolik, merupakan faktor utama yang mendorong diusirnya kaum Yesuit dari imperium Spanyol pada tahun 1767. Tetapi, ajaran Katolik yang telah mereka tanamkan telah berurat-berakar dalam kehidupan masyarakat. Dari penampilan luarnya, mereka tampaknya menerima ajaran Katolik namun, dalam banyak segi, mereka juga berpaut pada kepercayaan setempat. Ini menciptakan suasana yang membuat takhayul berkembang subur. Diterimanya ajaran Katolik juga memperkuat pengaruh para pemimpin agama Katolik dalam kehidupan rakyat.

Warisan rohani tersebut tidak mendatangkan perdamaian di negeri itu. Peperangan sangat berpengaruh terhadap sejarah Paraguay, meninggalkan luka yang dalam atas kehidupan masyarakat. Dari tahun 1864 hingga tahun 1870, di bawah Francisco Solano López, Paraguay berperang melawan Brasil, Argentina, dan Uruguay. Akibatnya sangat buruk. Menurut catatan yang tersedia, populasi negeri ini pada awal perang diperkirakan mencapai lebih dari satu juta jiwa. Sewaktu perang berakhir, diperkirakan populasinya sekitar 220.000 jiwa, paling sedikit 190.000 jiwa dari antaranya adalah wanita dan anak-anak. Perang-perang lain pun menyusul; salah satunya melibatkan pertikaian dengan Bolivia memperebutkan kepemilikan Chaco, dan perang-perang lainnya disebabkan oleh pergolakan politik. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila di Paraguay, orang-orang yang mendambakan kekuasaan atas orang-orang lain sering kali menggunakan kekerasan fisik untuk mencapai tujuannya.

Di negeri ini, kabar baik Kerajaan Yehuwa disampaikan, mulanya melalui risalah-risalah Alkitab yang dikirimkan lewat pos sebelum tahun 1914, dan kemudian secara pribadi pada tahun 1925 dan seterusnya. Dengan demikian, air dari sungai lain, bukan Sungai Paraguay atau Sungai Paraná, melainkan ”sungai air kehidupan”, mulai tersedia di sini sebagaimana halnya di seluruh bumi.—Pny. 22:1.

Tibanya Kebenaran Kerajaan

Juan Muñiz diminta oleh J. F. Rutherford, yang pada waktu itu adalah presiden Lembaga Menara Pengawal, untuk pindah dari Spanyol ke Argentina guna mengorganisasi dan meluaskan pemberitaan kabar baik di bagian bumi itu. Ia tiba di Buenos Aires pada tanggal 12 September 1924, dan tak lama setelah itu, ia secara pribadi menempuh perjalanan menuju Uruguay dan juga Paraguay untuk menyebarkan berita Kerajaan. Benih-benih kebenaran Alkitab ditaburkan, namun tidak banyak kemajuan yang dicapai.

Pada tahun 1932, Paraguay terlibat perang lain, kali ini dengan Bolivia. Sekali lagi, tenaga kerja di negara tersebut menyusut drastis. Terdapat dampak yang merugikan terhadap perekonomian negara itu dan terhadap keselamatan orang-orang yang datang dari luar negeri untuk membawakan kabar baik Kerajaan. Meskipun demikian, sementara perang sedang hebat-hebatnya, pada tahun 1934, kantor cabang Argentina mengutus tiga Saksi-Saksi Yehuwa ke Paraguay guna mengundang orang-orang yang berhati jujur di sana untuk minum ”air kehidupan” secara cuma-cuma. Mereka adalah Saudara Martonfi, Koros, dan Rebacz.—Pny. 22:17.

Tentangan Sengit dari para Pemimpin Agama

”Pada bulan Oktober tahun itu,” tulis Saudara Rebacz, ”kami siap berangkat menuju daerah pedalaman. Kami masing-masing membawa dua kardus berisi lektur dan sebuah koper. Kami mengadakan perjalanan dari Asunción ke Paraguarí dengan kereta api dan dari sana, karena tidak ada sarana transportasi, kami berjalan kaki ke tempat tujuan yang pertama, Carapeguá, sekitar 30 kilometer jauhnya. Pada malam itu, kami tidur di tanah, dengan lektur di dekat kepala kami. Ketika kami mulai memberikan kesaksian keesokan harinya, imam desa mengunjungi orang-orang, melarang mereka mendengarkan kami. Kemudian, ia dan rekannya mengendarai kuda ke desa tetangga untuk melarang mereka mendengarkan kami dan menyuruh mereka mengusir kami dari kota, dan beberapa dari mereka mencoba melakukannya.”

Dengan tekanan dari para imam ini, penempatan lektur Alkitab tidak banyak, dan bahkan beberapa darinya dikembalikan. Dari Carapeguá, Saksi-Saksi berjalan kaki dari satu kota atau desa ke tempat berikutnya—ke Quiindy, Caapucú, Villa Florida, dan San Miguel. Untuk mencapai San Juan Bautista, mereka berjalan kaki seharian, terus berjalan kaki hingga tengah malam, tidur di tanah lapang, dan kemudian melanjutkan perjalanan keesokan paginya. Setibanya di kota, pertama-tama mereka mengunjungi polisi untuk menjelaskan apa yang mereka lakukan. Para polisi ini menerima Saksi-Saksi dengan respek. Kemudian, saudara-saudara menggunakan waktu sehari penuh dalam kesaksian umum.

Akan tetapi, keesokan paginya ketika Saudara Martonfi melangkah ke luar pondok yang mereka sewa, ada kejutan menantinya. Ia memanggil Saudara Rebacz, yang masih berada di dalam, ”Hari ini, kita mendapat sesuatu yang baru.” Lektur yang mereka telah tempatkan sehari sebelumnya telah dirobek-robek dan disebarkan di sekeliling pondok mereka. Pada beberapa sobekan lektur itu, tertulis kata-kata yang menghina dan tidak senonoh, serta ancaman bahwa mereka tidak akan dapat keluar hidup-hidup dari kota itu.

Sewaktu mereka sedang sarapan, polisi datang dan menangkap mereka. Apa penyebab perubahan sikap itu? Saudara Rebacz belakangan melaporkan, ”Ketika kami menanyakan alasannya, mereka memperlihatkan kami surat kabar yang menuduh kami sebagai mata-mata Bolivia yang menyamar sebagai penginjil. Pemimpin surat kabar tersebut adalah imam terkemuka di distrik itu.”

Kembali ke Asunción

Dua orang Saksi tersebut dikirim ke Asunción sebagai tahanan. Perjalanannya cukup jauh dan ditempuh dengan berjalan kaki. Seraya mereka berjalan dari satu kantor polisi ke kantor polisi berikutnya, mereka selalu dijaga oleh seorang pengawal bersenjata. Di sepanjang jalan, beberapa orang melontarkan kata-kata hinaan dan melemparkan batu ke arah mereka. Namun, para polisi memperlakukan saudara-saudara dengan respek, bahkan mengatakan bahwa tuduhan mengenai mata-mata itu tidak masuk akal. Kadang-kadang, polisi yang menunggang kuda membawakan barang-barang milik saudara-saudara ini. Salah seorang polisi bahkan mempersilakan Saudara Martonfi mengendarai kudanya, sementara ia berjalan dan mendengarkan penuturan Saudara Rebacz tentang Kerajaan Allah.

Akan tetapi, di Quiindy, ketika saudara-saudara diserahkan pada angkatan bersenjata, perlakuan yang mereka terima menjadi bengis. Selama 14 hari, mereka ditahan di penjara militer, diperintahkan untuk duduk di kursi kayu yang lurus, dilarang berbaring atau berdiri, dihina, dan didera dengan cambuk kuda. Kemudian, di Paraguarí, mereka dibawa ke stasiun kereta api dalam keadaan diborgol, dikawal oleh 12 prajurit bersenjatakan bayonet. Di sana sekali lagi mereka diserahkan pada polisi untuk menempuh sisa perjalanan ke Asunción.

Kondisi yang mereka alami selama ditahan di ibu kota juga bengis, namun mereka menggunakan Alkitab yang masih mereka miliki dan memberikan kesaksian kepada sesama tahanan. Setelah ditahan selama satu minggu di ibu kota, mereka akhirnya dibawa ke kantor kepala polisi. Menteri dalam negeri, Kolonel Rivarola, juga ada di sana. (Belakangan, diketahui bahwa ketika Kolonel Rivarola diberi tahu tentang tuduhan yang dilancarkan terhadap saudara-saudara kita dalam surat kabar di San Juan Bautista, ia mengirim telegram kepada komandan militer untuk memastikan agar saudara-saudara dikembalikan ke ibu kota hidup-hidup.) ”Kedua pria itu menyatakan penyesalan atas apa yang terjadi,” kata Saudara Rebacz. ”Mereka menyatakan bahwa, meskipun ini adalah negeri Katolik, terdapat kebebasan beragama dan bahwa kami diizinkan untuk terus mengabar dari rumah ke rumah seperti yang telah kami lakukan namun demi keselamatan kami sendiri, sebaiknya kami tidak meninggalkan ibu kota.”

Ketika Saudara Muñiz di Buenos Aires mendengar pengalaman itu, ia mengirimkan instruksi agar saudara-saudara kembali ke Argentina hingga perang berakhir. Itu terjadi pada tahun berikutnya. Akan tetapi, Saudara Koros, yang berada terpisah dari dua saudara yang ditahan itu, tetap di Asunción.

Buah-Buah Sulung Paraguay

Kira-kira pada waktu ini, salah seorang perintis tersebut bertemu seorang pria yang meminta lektur berbahasa Arab untuk ayah mertuanya, imigran dari Lebanon. Dengan demikian, Julián Hadad menerima buku yang kemudian sangat ia hargai. Karena yakin bahwa ia telah menemukan kebenaran, ia mulai mengajarkan kebenaran itu kepada anak-anaknya. Ia juga menulis surat pada Lembaga untuk meminta lektur yang dapat dibagi-bagikannya kepada para tetangga. Beberapa tahun kemudian, seorang perintis menemukan Julián di San Juan Nepomuceno dan memberikan bantuan rohani lebih lanjut. Pada tahun 1940, keluarga Hadad dibaptis dan menjadi penyiar-penyiar terbaptis setempat yang pertama di Paraguay. Sejak itu, Julián, seorang putranya, dan beberapa cucunya menikmati sukacita karena dapat ikut serta dalam dinas perintis, Julián terus berada dalam dinas perintis hingga beberapa saat sebelum kematiannya, pada usia 77 tahun.

Sementara itu, Perang Chaco menyebabkan Juan José Brizuela berpikir serius tentang kehidupan. Ia cedera dan ditahan oleh pasukan Bolivia. Sebagai tahanan perang, ia melihat para janda meratapi anak-anaknya yang menjadi yatim, dan ia telah menyaksikan para imam Katolik memberkati para prajurit Bolivia. Ia mengenang bahwa, sebagai prajurit Paraguay, ia dan rekan-rekannya menerima pemberkatan serupa. Ia berpikir, ”Pasti ada yang tidak beres. Jika Allah ada, ini tidak mungkin terjadi. Tetapi, jika Allah memang ada, saya akan mencari Dia sampai dapat.”

Seusai perang, Julián Hadad bertemu Juan José di Carmen del Paraná. Dari Alkitab, Julián membantu dia mendapatkan jawaban yang memuaskan untuk pertanyaan-pertanyaannya. Seperti yang dikatakan rasul Paulus lama berselang, Allah telah memungkinkan umat manusia yang ”mencari-cari dia” untuk ”benar-benar menemukan dia”. (Kis. 17:27) Tak lama kemudian, Juan José sadar bahwa ia telah menemukan Allah yang sejati, Yehuwa. (Ul. 4:35; Mzm. 83:18, NW) Ia dibaptis pada tahun 1945; dan istrinya, Jóvita, pada tahun 1946.

Sementara itu, kebenaran Alkitab juga diperbincangkan di kios sayuran sebuah pasar di San Lorenzo. Yang mengabar di sana bukanlah salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa, melainkan seorang wanita yang memperlihatkan minat akan apa yang Saksi-Saksi ajarkan. Sebastiana Vazquez, meskipun buta huruf, mendengarkan dengan penuh minat. Agar dapat membuat kemajuan secara rohani, ia belajar membaca, dan pada tahun 1942, ia dibaptis sebagai salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa.

Ujian Iman atas Sebuah Kelompok Kecil

Sidang pertama, yang pada waktu itu dikenal dengan istilah paguyuban, diorganisasi di Paraguay pada tahun 1939. Hanya ada dua penyiar, namun mereka adalah penginjil yang bergairah. Mereka melaporkan total 847 jam dinas pengabaran dan menempatkan 1.740 buku dan buku kecil selama tahun dinas itu. Mereka mengadakan perhimpunan di rumah pribadi yang berlokasi di tempat yang sekarang disebut Gaspar Rodríguez de Francia Avenue (dulu Amambay), antara Antequera Street dan Tacuarí Street di Asunción. Hanya lima atau enam orang yang datang ke perhimpunan di ruangan berukuran empat kali empat meter. Tempat ini cukup memadai hingga tahun 1944.

Pada tahun berikutnya, saudara-saudara mulai menggunakan dua mesin fonograf listrik untuk memancarluaskan rekaman khotbah singkat mengenai berbagai topik Alkitab. Para pemimpin agama menjadi sangat marah sehingga mereka mengajukan petisi kepada pemerintah untuk melarang semua kegiatan selanjutnya dari Saksi-Saksi Yehuwa. Namun, Saksi-Saksi terus maju. Tampak jelas bahwa rekaman khotbah-khotbah Alkitab yang gamblang itu cukup efektif. Selama beberapa tahun berikutnya, rekaman khotbah semacam itu dalam berbagai bahasa digunakan secara efektif untuk mencapai komunitas imigran berbahasa Polandia, Rusia, Jerman, dan Ukraina yang telah menetap di bagian selatan negeri ini.

Keluarga Golasik, yang tinggal di koloni Polandia dan Ukraina di dekat Encarnación, termasuk orang pertama dari daerah ini yang menerima kebenaran. Tak lama kemudian, Roberto Golasik, diperlengkapi dengan fonograf dan lektur, mengendarai kuda menuju koloni-koloni yang berbeda untuk memberikan kesaksian. Pada mulanya, perhimpunan di sini diadakan sekali sebulan, kemudian dua kali sebulan, dan belakangan sekali seminggu. Adakalanya hadir orang-orang dari lima kelompok bahasa yang berbeda, namun mereka semua lambat laun menangkap bahasa yang murni dari kebenaran Alkitab.—Zef. 3:9, NW.

Sayang sekali, tidak semua yang ikut serta dalam memberikan kesaksian pada waktu itu terus berada di jalan yang sempit menuju kehidupan. Pengawas depot lektur Lembaga di Asunción mulai menyuarakan pandangan-pandangan pribadinya. Ketika ia meninggalkan organisasi Yehuwa, orang-orang lain pun meninggalkan dinas Yehuwa. Jumlah pemberita Kerajaan merosot dari 33 orang pada tahun 1943 menjadi 8 orang pada tahun 1944. Bagaimana selanjutnya? Yehuwa memberkati orang-orang yang membuktikan diri sebagai Saksi-Saksi yang loyal, dan organisasi mulai bertumbuh lagi.—Mzm. 37:28.

Utusan Injil Mempelajari Tata Cara Setempat

Dengan perhatian yang pengasih bagi kesejahteraan kawanan di Paraguay, kantor cabang di Argentina mengutus Gwaenydd Hughes untuk mengawasi pekerjaan. Ketika ia diundang untuk mengikuti Sekolah Alkitab Gilead Menara Pengawal pada tahun 1945, pengaturan dibuat untuk mengutus Ieuan Davies, bersama istrinya, Delia. Akan tetapi, karena tertundanya pengurusan dokumen perjalanan mereka, Hollis Smith, seorang lulusan Sekolah Gilead, tiba lebih dahulu dan ia menyambut kedatangan Saudara dan Saudari Davies ketika mereka tiba di Asunción dengan perahu sungai pada akhir tahun 1945. Beberapa hari kemudian, Albert dan Angeline Lang, juga lulusan Gilead, tiba dengan pesawat udara. Ada lebih banyak lagi yang menyusul. Sebuah rumah disewa sehingga dapat menampung para utusan injil dan juga menyediakan tempat berhimpun bagi sidang setempat. Semua utusan injil sangat berminat untuk melayani, tetapi tentu saja, mereka perlu mengenal baik cara hidup masyarakat.

Mereka mendapati bahwa masyarakat sangat religius, meskipun kurang pengetahuan Alkitab. Tiap-tiap kota mempunyai ”santo” pelindung, biasanya dikaitkan dengan ”Perawan Maria”.

Seraya mereka mulai mengetahui kebiasaan masyarakat, mereka mendapati banyak dari antaranya menarik. Di pasar terdapat banyak tumpukan buah dan sayuran, dan para wanita menyeimbangkan beban berat di keranjang-keranjang lebar di atas kepala mereka. Di toko-toko, terdapat renda buatan tangan yang dikenal sebagai nanduti, yang sangat rumit dan halus bagaikan sarang laba-laba. Mereka juga segera mengamati bahwa orang-orang mulai bekerja pagi-pagi sekali dan pada tengah hari semua toko tutup agar mereka dapat tidur di siang hari yang panas itu. Ketika para utusan injil mengunjungi rumah-rumah orang untuk membagikan berita Kerajaan, mereka harus berdiri di gerbang, bertepuk tangan, dan setelah dipersilakan masuk, barulah mereka boleh memasuki pekarangan. Mereka benar-benar merasakan keramahan, kesederhanaan, dan kehangatan masyarakat di sini. Namun, mereka juga perlu belajar berkomunikasi dalam bahasa rakyat setempat—bukan hanya dalam bahasa Spanyol melainkan juga dalam bahasa Guarani.

Pada bulan April 1946, tidak lama setelah para utusan injil datang, Saudara dan Saudari Davies dipindahtugaskan ke Argentina. Pablo Ozorio Reyes, yang baru menghadiri perhimpunan selama beberapa bulan saja, dilantik untuk memimpin Pelajaran Menara Pengawal meskipun ia belum dibaptis. Mengapa begitu cepat? Karena ia dapat berbicara dalam bahasa setempat dan telah membuat kemajuan rohani yang bagus. Namun ia menghadapi tantangan. Belakangan, Saudara Ozorio menulis, ”Tidak lama setelah pelantikan saya sebagai pemimpin Pelajaran Menara Pengawal, saya harus mengoreksi komentar yang keliru. Pribadi yang memberikan komentar naik pitam dan langsung menantang saya berkelahi. Tentu saja, saya tidak meladeninya, dan seorang utusan injil membantu saya menenangkan suasana. Orang bisa menjadi cepat matang hanya apabila ia diberi tanggung jawab.” Sayang sekali, pribadi yang emosional itu belakangan meninggalkan dinas Yehuwa.

Membina Organisasi

Sebelum tahun 1946 berakhir, fasilitas-fasilitas yang lebih besar diperlukan untuk digunakan sebagai pusat kegiatan teokratis. Enam utusan injil lagi telah tiba—William dan Fern Schillinger, bersama empat orang lainnya. Sebuah rumah berpekarangan luas disewa di Mariscal López Avenue. Bangunan itu terletak tepat di seberang Kementerian Pertahanan dan Keamanan. Plang ”Balai Kerajaan” besar ditempatkan secara mencolok di gerbang depan sehingga siapa pun yang berurusan dengan badan militer pemerintah tersebut pasti dapat melihatnya.

Pada tanggal 1 September tahun itu, Lembaga mendirikan kantor cabang di Paraguay, dan bangunan yang baru disewa itu menjadi lokasi kantor cabang. Dengan organisasi yang lebih baik, intensitas kesaksian meningkat, demikian pula dengan tentangannya. Tampaknya para pemimpin agama memanfaatkan bilik pengakuan dosa untuk mengorek keterangan dan untuk menanamkan rasa takut sehingga para tukang pos yang beragama Katolik tidak mau mengantarkan lektur Menara Pengawal.

Pada bulan November, Saudara Hughes datang dari Argentina untuk berkunjung dan membina keempat sidang kecil yang pada waktu itu telah berfungsi. Ia telah mengikuti Sekolah Gilead dan menghadiri Kebaktian Teokratis Bangsa-Bangsa yang Bergembira di Cleveland, Ohio, AS, yang acara-acaranya dibawakan dalam 20 bahasa dan dihadiri oleh 80.000 orang yang memenuhi stadion pada hari terakhir untuk mendengarkan khotbah-khotbah. Jadi, ia punya banyak hal untuk dibagikan kepada saudara-saudara. Mereka membutuhkan pembinaan itu agar dapat terus melayani meskipun menghadapi kesengsaraan.

Di Tengah-Tengah Revolusi

Pada awal tahun 1947, revolusi meletus. Pasukan pemerintah memasang senapan-senapan mesin di trotoar di depan rumah utusan injil. Setelah bertempur sehari penuh, stabilitas pulih hingga taraf tertentu. Kemudian, pada tanggal 7 Maret, situasinya kembali gawat. Terjadi pertempuran terbuka di jalan-jalan. Undang-undang darurat diberlakukan. Markas besar kepolisian di pusat kota Asunción digempur para pemberontak.

Karena memperkirakan bahwa markas besar utama angkatan bersenjata juga akan diserang, jenderal yang bertugas memerintahkan agar rumah utusan injil diserahkan untuk kepentingan militer dan memberikan waktu tiga hari kepada saudara-saudara untuk berkemas. Setelah negosiasi, waktunya diperpanjang hingga sepuluh hari. Di tengah-tengah revolusi dan pada masa yang sulit untuk memperoleh rumah, saudara-saudara sibuk dengan aksi mereka sendiri: Operasi Memburu Rumah. Tampaknya Yehuwa ingin agar para petinggi Paraguay tetap tanggap akan keberadaan Saksi-Saksi-Nya. Satu-satunya rumah yang memadai yang tersedia terletak persis di sebelah tempat kediaman presiden, di jajaran kedutaan-kedutaan besar.

Sehubungan dengan revolusi, dalam sebuah surat tertanggal 26 Maret 1947, hamba cabang menulis, ”Situasi di sini semakin memburuk dari hari ke hari. Pada waktu surat ini ditulis, ada sebuah pesawat terbang melintasi rumah ini kira-kira beberapa kilometer saja, kemungkinan mengebom bandara. Pesawat itu diserang oleh senapan-senapan anti-serangan-udara. Ada ratusan prajurit di sekeliling tempat kediaman presiden, dan suara tembakan yang bising sangat menakutkan. Udara berwarna biru karena asap mesiu, dan baunya sangat menusuk. Pasukan revolusi semakin mendekati kota; kami dapat mendengar rentetan suara tembakan dan ledakan bom . . . Makanan semakin sulit didapat dari hari ke hari.”

Tentara revolusi telah mencapai sepuluh blok di dekat rumah utusan injil sebelum pasukan pemerintah mulai memukul mundur mereka. Selama masa ini, saudara-saudara melaksanakan pekerjaan kesaksian mereka dengan sedapat mungkin. Revolusi masih berlanjut selama sekitar enam bulan, dan ini benar-benar ujian berat, khususnya bagi saudara-saudara setempat. Kalangan berwenang memperlakukan mereka dengan bengis karena mereka mempertahankan kenetralan Kristen.

Tidak Melalaikan Pertemuan Bersama

Ketika revolusi berakhir, negara mulai normal kembali, dan beberapa yang telah mengungsi ke Argentina pulang. Rencana untuk mengadakan kebaktian dibuat, yang pertama di Paraguay, pada tanggal 4-6 Juni 1948. Tetapi, si Iblis sedang sibuk menyulut kericuhan. Pada tanggal 3 Juni, terjadi kudeta militer. Presiden dan kabinetnya dipenjarakan. Terdapat kekacauan besar di ibu kota. Bagaimana dengan kebaktian?

Upaya-upaya untuk menyewa balai yang memadai tidak berhasil, namun Yehuwa menyediakan sarana lain. Bekas rumah utusan injil di seberang markas besar angkatan bersenjata masih kosong. Pemiliknya setuju untuk menyewakannya kepada saudara-saudara untuk menyelenggarakan kebaktian. Lokasinya jauh dari pusat kota, tempat kekacauan berkecamuk. Pekarangannya dapat digunakan untuk menyelenggarakan kebaktian, dan bangunannya dapat menampung anggota-anggota delegasi dari luar kota. Orang-orang yang datang saling memberi salam dengan jabatan tangan kepada semua orang, sesuai dengan kebiasaan orang Paraguay. Lebih dari seratus orang hadir untuk mendengar ceramah ”Kegembiraan yang Akan Datang Bagi Semua Umat Manusia”. Benar-benar ceramah yang tepat waktu bagi orang-orang di Paraguay!

Polisi Menahan Gerombolan di Tempat

Sejak Saksi-Saksi Yehuwa pertama kali memulai pekerjaan pendidikan Alkitab mereka di Paraguay, mereka sudah sering menghadapi tentangan dari para pemimpin agama. Pada tahun 1948, di kota kecil bernama Yuty, di bagian selatan negeri ini, pengawas wilayah merencanakan untuk menyampaikan khotbah umum di taman kecil di pusat kota. Lokasinya persis berseberangan dengan gereja Katolik. Imam setempat mendesak orang-orang untuk menghentikan ceramah, menyatakan bahwa Saksi-Saksi hendak memecah-belah gereja dan menyingkirkan agama mereka. Sebelum ceramah dimulai, gerombolan massa berkerumun di depan gereja. Begitu mereka melihat Saksi-Saksi Yehuwa—ada delapan orang—di taman seberang jalan, mereka mulai berteriak, ”Usir Orang Protestan! Usir Orang Protestan!” Sementara itu, sejumlah besar orang yang menunggu untuk mendengarkan khotbah merasa takut memasuki taman karena gerombolan itu.

Para polisi menempatkan senapan mesin di depan gerombolan itu dan mengatakan bahwa jika ada yang berani melanggar garis batas, mereka akan melepaskan tembakan. Ini menahan gerombolan di tempat hingga saudara-saudara dapat meninggalkan tempat itu dengan aman. Akan tetapi, mereka telah mengumumkan tentang khotbah itu sepanjang pekan dan bertekad untuk memberikan kesempatan pada para peminat untuk mendengarnya. Seorang Saksi setempat menawarkan rumahnya untuk digunakan. Setelah khotbah berakhir, kelompok lain tiba dan memberi tahu bahwa mereka juga ingin mendengarnya; jadi sang pengawas wilayah menyampaikan khotbahnya sebanyak dua kali pada hari itu. Di Yuty, perbedaan antara buah-buah yang dihasilkan dari dua macam ibadat semakin jelas.

Para Utusan Injil Terancam Deportasi

Secara resmi, Paraguay memelihara toleransi beragama sepanjang sejarah, meskipun demikian, hingga tahun 1992, agama yang disahkan pemerintah adalah Katolik Roma. Kesulitan khususnya dialami di daerah-daerah pedesaan dan itu timbul atas hasutan imam-imam setempat serta para pengikutnya yang fanatik. Akan tetapi, pada awal tahun 1950, ada upaya resmi untuk mendepak para utusan injil Menara Pengawal dari negeri ini.

Undang-undang yang baru menuntut semua imigran untuk mendaftarkan diri di departemen pertanahan dan menunjukkan status pekerjaan mereka. Akan tetapi, ketika para utusan injil hendak mendaftar, mereka diberi tahu bahwa mereka tidak dapat melakukannya karena keberadaan mereka di negeri ini dinyatakan ilegal dan oleh karena itu mereka bisa ditangkap. Tampaknya, kalangan berwenang telah menerima laporan-laporan palsu sehubungan dengan sifat pekerjaan para utusan injil.

Meskipun beberapa pejabat bersikap simpatik, upaya-upaya mereka serta para pejabat kedutaan besar Amerika tampaknya seperti menemui jalan buntu. Di Amerika Latin, sering kali sukses-tidaknya mengurus suatu masalah tidak bergantung pada siapa Anda, tetapi siapa koneksi Anda. Dalam hal ini, saudara-saudara mengenal seseorang yang menaruh simpati kepada mereka dan yang kebetulan bekerja di kantor kepresidenan. Melalui dia, mereka mengundang sekretaris pribadi presiden untuk makan malam di rumah utusan injil. Undangan ini diterima dengan senang hati.

Hal ini membuka kesempatan untuk membahas sifat sebenarnya dari pekerjaan utusan injil dan manfaatnya bagi negeri ini. Masalah pendaftaran juga dibicarakan, dan sekretaris presiden sangat berminat. Hasilnya, pada tanggal 15 Juni 1950, para utusan injil yang pertama ini berhasil terdaftar sebagai imigran dengan hak yang sah untuk menetap di negeri ini dan meneruskan pekerjaan pendidikan Alkitab.

Hari yang Berat di Pedesaan

Pada masa itu, pekerjaan seorang pengawas wilayah benar-benar merupakan tantangan. Pekerjaannya mencakup menempuh perjalanan selama berjam-jam dan, kadang-kadang, bertahan menghadapi tentangan sengit. Lloyd Gummeson, seorang lulusan Sekolah Gilead, mulai melayani dalam dinas sepenuh waktu sebagai pengawas wilayah pada tahun 1952. Setelah beberapa waktu berada bersama sebuah sidang di sebelah utara Yuty, ia melaporkan apa yang terjadi. Daerah sekitarnya baru saja dikerjakan, jadi rencana dibuat untuk memberikan kesaksian di sebuah kota yang jauh. Kelompok tersebut, yang terdiri dari enam saudara dan empat saudari, berangkat pada pukul 4.00 subuh. Mereka semua berjalan kaki kecuali seorang saudari yang membawa bayi berusia satu tahun. Pada pukul 11.00, mereka tiba di daerah, membagi kelompok menjadi dua, dan mulai bekerja.

’Kami baru bekerja satu jam dan pada pukul 12 siang kami sedang duduk di sebuah rumah beratap ilalang sambil memberikan kesaksian kepada sebuah keluarga yang berminat,’ kata Saudara Gummeson, ’ketika kepala polisi dan seorang prajurit berusia 16 tahun masuk sambil mengacungkan senapan ke arah kami. Ia dengan tegas menyuruh keluarga itu mengembalikan lekturnya kepada kami, lalu memerintah kami untuk ikut mereka ke kantor polisi. Setibanya kami di kantor polisi, para penyiar lainnya telah berada di sana. Saya berupaya bertukar pikiran dengan kepala polisi tetapi ternyata ia hanya bisa berbahasa Guarani, bukan bahasa Spanyol. Dengan sorot mata penuh kemarahan, ia menyuruh kami pergi dari kota itu dan melarang kami kembali lagi.

’Setelah kami berjalan kira-kira satu kilometer, kami duduk di bawah pohon untuk makan siang. Tiba-tiba, rekan-rekan saya bangun dan mulai lari. Saya melihat ke sekeliling, dan terlihat kepala polisi dan seorang prajurit datang dengan naik kuda sambil membawa cambuk panjang. Saya pikir sebaiknya saya tetap bersama rekan-rekan, jadi saya ikut berlari juga. Sewaktu saya melompati sebuah sungai kecil, kaca mata hitam saya jatuh. Ketika saya membungkuk untuk mengambilnya, lecutan cambuk yang keras menghantam punggung saya. Kemudian kepala polisi itu berupaya menabrak saya dengan kudanya; tetapi karena saya tahu sedikit tentang kuda, saya mengayun-ayunkan tas dinas saya di depan kuda, dan kuda itu tidak berani mendekat.

’Sementara itu, kepala polisi mencambuk tiga dari antara saudara-saudara berulang-kali dengan cambuknya, dan kemudian berupaya menabrak seorang saudari perintis berusia 70 tahun dengan kudanya. Akhirnya, kepala polisi dan prajurit itu berbalik dan kembali ke kota, kemudian kami melanjutkan perjalanan. Tak seorang pun menderita luka parah, meskipun ada yang mendapat bilur-bilur merah kehitam-hitaman pada punggungnya karena bekas cambukan. Namun, tak seorang pun merasa sakit. Kami tiba di rumah pada pukul 20.00—setelah 16 jam berjalan kaki.’

Sekalipun mengalami insiden semacam itu di beberapa kota kecil dan desa, pekerjaan pemberitaan Kerajaan terus berkembang subur.

Setelah Terjadi Perubahan dalam Kepemerintahan

Tahun 1954 adalah tahun kritis dalam kehidupan politik negeri itu. Pemerintah Don Federico Chávez tumbang. Pada tanggal 11 Juli, Jenderal Alfredo Stroessner terpilih sebagai presiden. Ini menghantar negeri ini ke masa pemerintahan militer yang berlangsung selama lebih dari 34 tahun. Bagaimana hal ini mempengaruhi kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa?

Kebaktian Distrik selama empat hari diselenggarakan pada tanggal 25-28 November tahun itu. Paraguay berada di bawah undang-undang darurat, sehingga izin dari kepolisian dibutuhkan apabila kami hendak menyelenggarakan pertemuan jenis apa pun. Apakah hal ini menjadi problem? Saudara-saudara telah membuat pengaturan untuk menyewa sebuah auditorium. Tetapi, ketika mereka hendak memperoleh izin kepolisian untuk mengadakan kebaktian, mereka diberi tahu bahwa mereka tidak diizinkan menyelenggarakan kebaktian. Mengapa tidak boleh? Seorang pejabat mengakui bahwa mereka ditekan para imam. Setelah saudara-saudara berkali-kali mengadakan kunjungan dan bertukar pikiran, mereka akhirnya diberi tahu bahwa meskipun mereka tidak memperoleh izin, polisi akan tutup mata selama kebaktian berlangsung. Secara bijaksana, saudara-saudara tidak mengumumkan kebaktian melalui selebaran maupun iklan surat kabar. Semua undangan disampaikan secara lisan. Kebaktian berlangsung tanpa gangguan.

Tentangan Agama Berlanjut

Para pemimpin agama Katolik tak henti-hentinya berupaya menghentikan Saksi-Saksi Yehuwa. Menjelang akhir tahun 1955, pengaturan dibuat agar kebaktian wilayah kecil diadakan di Piribebuy, 72 kilometer di sebelah timur ibu kota. Setelah hari gelap pada malam pertama kebaktian, imam paroki memimpin gerombolan bersenjatakan tongkat dan parang untuk membubarkan perhimpunan. Seorang guru sekolah setempat menengahi, dan gerombolan pun menyingkir ke jalan. Di sana mereka berteriak-teriak, melemparkan batu, dan petasan semalam suntuk.

Tentangan agama sekali lagi dirasakan pada tanggal 1 Maret 1957, di kota Itá, sebelah tenggara ibu kota. Jauh sebelum tanggal tersebut, saudara-saudara telah membuat pengaturan yang sah untuk menyelenggarakan kebaktian wilayah di kota ini. Izin resmi untuk menyelenggarakan kebaktian telah diperoleh dari pemerintah kota Itá dan juga dari kepolisian di ibu kota. Akan tetapi, seraya saudara-saudara tiba di Itá untuk menghadiri kebaktian, mereka dapat melihat bahwa ada yang tidak beres. Kota itu tampak seperti kota hantu. Jalan-jalan tampak lengang; jendela dan pintu tertutup rapat. Mengapa?

Imam paroki telah bersumpah bahwa kebaktian ini tidak akan pernah terselenggara dan ia melakukan apa saja untuk mewujudkan sumpahnya. Ia bahkan mengatur agar sebuah pesawat udara menyebarkan ribuan selebaran di pedesaan. Beritanya berbunyi, ”Hari Jumat, tanggal 1 Maret 1957, pada pukul 17.30 di depan gereja akan ada mobilisasi umum seluruh umat Kristen Katolik dari kota dan distrik. . . . Pada pukul 18.30, akan diselenggarakan manifestasi besar-besaran Katolik untuk mengusir ’Saksi-Saksi (palsu) Yehuwa’. Bidah-bidah Protestan itu tidak berhak menyelenggarakan kebaktian apa pun di Itá.”

Ketika saudara-saudara diberi tahu tentang rencana imam Ayala ini, mereka merasa bahwa sebaiknya kebaktian dipindahkan dari fasilitas yang cukup terbuka yang telah di sewa ke rumah salah seorang saudara. Rumah akan memberikan perlindungan yang lebih baik seandainya ada serangan.

Saudara dapat bayangkan situasinya. Di rumah seorang saudara, sekitar 60 orang Kristen yang suka damai berkumpul untuk membahas Firman Allah. Sementara di dua blok dari tempat itu, ada lebih dari seribu orang, semakin lama semakin banyak, yang mendengarkan sang imam berpidato dengan berapi-api dan mendesak mereka untuk melakukan tindak kekerasan.

Tidak semua orang yang berkumpul itu setuju dengan tindakan sang imam. Solano Gamarra, yang berpangkat letnan dua dalam Angkatan Udara Paraguay, berupaya menenangkan sang imam. Ia juga berbicara kepada rekan-rekan imam itu, tetapi tidak berhasil. Salah seorang rekan imam Ayala begitu marahnya sehingga meninju sang letnan dan menimbulkan goresan luka yang dalam pada bibirnya. Melihat hal ini, orang banyak laksana serigala mengeroyok sang letnan, memukulinya dan meninggalkan luka menganga pada kulit kepalanya. Gerombolan itu mengoyakkan kemejanya dan menggantungkannya di tiang untuk dibakar. Gamarra lari menyelamatkan diri.

Dengan perasaan haus darah, gerombolan sekarang bergerak menuju tempat kebaktian, sambil berteriak ”Ganyang Yehuwa!” ”Bunuh Yehuwa!” Seraya mereka mendekati rumah tempat kebaktian diselenggarakan, beberapa polisi yang berjaga lari menyelamatkan diri. Saudara-saudara mengganjal pintu rumah dari dalam. Beberapa anggota gerombolan berupaya masuk ke serambi belakang lewat tanah milik tetangga, tetapi sang tetangga tetap berkukuh dan tidak membiarkan mereka masuk. Ia masih ingat bahwa ketika ia sakit, Saksi yang rumahnya sedang diserang bersikap sangat baik terhadapnya. Sementara itu, saudara-saudara, dengan bersandar pada Yehuwa, terus menyelenggarakan kebaktian sebisa-bisanya. Demi keamanan, mereka semua bermalam di rumah itu. Keesokan harinya, pemberitahuan dari markas besar kepolisian di Asunción membatalkan izin kebaktian guna melindungi Saksi-Saksi, mengingat polisi setempat tidak sanggup menangani gerombolan. Saksi-Saksi pun menyewa bus dan para peserta kebaktian dengan gembira bernyanyi sepanjang jalan menuju rumah utusan injil di Asunción untuk melanjutkan kebaktian. Mereka telah mengatasi ujian iman dan semakin dikuatkan olehnya.

Pengakuan Resmi

Setelah aksi gerombolan di Itá, kantor cabang, dengan meniru tindakan rasul Paulus, mengambil langkah-langkah untuk ”secara hukum meneguhkan kabar baik” di Paraguay. (Flp. 1:7; Kis. 16:35-39) Ada hasil-hasil baik yang diperoleh. Setelah semua persyaratan hukum setempat dipenuhi, pada tanggal 14 Oktober 1957, Lembaga Alkitab dan Risalah Menara Pengawal diakui sebagai badan hukum, disahkan untuk mewakili Saksi-Saksi Yehuwa di negeri ini. Pemberitahuan ini diterbitkan sebagai dekret presiden di surat-surat kabar. Hal ini terbukti sangat berguna sewaktu hendak membeli properti yang dibutuhkan, dan ini memungkinkan diperolehnya tempat tinggal yang permanen bagi para utusan injil.

Gambar Bergerak Pertama

Dari tahun 1954 hingga tahun 1961, penggunaan gambar bergerak mempunyai dampak positif dalam memperkenalkan organisasi Yehuwa kepada masyarakat. Pengaturan dibuat untuk mempertunjukkan film-film Lembaga di bagian timur negeri ini. Selama lima tahun, terdapat jumlah total lebih dari 70.000 orang hadir pada pertunjukan.

Membawa-bawa generator serta perlengkapan-perlengkapan lain untuk memutar film di desa-desa terbukti cukup berisiko. Biasanya, lapangan sepak bola yang kosong dipilih sebagai lokasi pemutaran film. Peralatan dipasang sebelum hari gelap. Kemudian, pengumuman disampaikan melalui pengeras suara untuk mengundang masyarakat. Kadang-kadang, para pengacau melemparkan batu. Jumlah hadirin bervariasi. Di kota General Artigas, yang terdapat satu sidang beranggotakan kurang dari 20 penyiar yang berhimpun delapan kilometer dari kota, sebanyak 1.300 orang hadir menyaksikan film itu dalam semalam! Tidak aneh untuk mendengar orang-orang tertawa girang ketika melihat pergantian adegan pada bagian-bagian awal film. Malahan, di daerah pedesaan, sering kali itulah film pertama yang pernah mereka saksikan!

Film-film ini memberikan gambaran yang lebih baik kepada Saksi-Saksi dan masyarakat setempat tentang besarnya pekerjaan yang dilakukan oleh Saksi-Saksi Yehuwa di seluas dunia.

Para Utusan Injil Merelakan Diri

Seraya jumlah penyiar bertambah banyak, para utusan injil membuat upaya terpadu untuk membantu mereka maju ke kematangan. Hasil-hasil baiknya terlihat sewaktu para utusan injil mendapat hak istimewa menghadiri Kebaktian Masyarakat Dunia Baru di New York City pada tahun 1953. Sewaktu mereka pergi, dirasa perlu agar saudara-saudara lokal menangani tanggung jawab pengawasan di Sidang Asunción. Puncak-puncak baru dalam kegiatan dinas pengabaran dicapai. Saudara-saudara setempat menangani segala sesuatu dengan amat baik sehingga sekembalinya para utusan injil, saudara-saudara ini diminta untuk terus menangani tugas-tugasnya. Ini memungkinkan para utusan injil melayani di tempat-tempat lain.

Ada banyak yang harus dilakukan para utusan injil. Setelah Werner Appenzeller berada di negeri ini selama kira-kira empat bulan dan dapat berbahasa Spanyol sedikit-sedikit, ia ditugasi untuk mengawasi wilayah di sekitar Encarnación. Jalan-jalan pada umumnya belum diaspal. Perjalanan sebagian besar ditempuh dengan berjalan kaki atau naik kuda. Hanya ada 100 penyiar di seluruh wilayah, tetapi anjuran dan pelatihan turut memajukan kerohanian mereka. Beberapa tahun kemudian, Ladislao Golasik, putra Robert Golasik yang berasal dari daerah ini, ditugasi untuk pekerjaan wilayah.

Pada akhir tahun 1961, para utusan injil yang dilatih di Sekolah Gilead telah sibuk selama 15 tahun dalam pekerjaan di Paraguay. Pada waktu itu, terdapat 411 Saksi di seluruh negeri, yang diorganisasi ke dalam 22 sidang. Lebih dari 594.000 jam dibaktikan untuk pemberitaan kabar baik di negeri ini. Pada waktu itu, para utusan injil melayani di lima rumah utusan injil. Rumah-rumah itu berlokasi di Asunción, Encarnación, Villarrica, Coronel Oviedo, dan Pedro Juan Caballero. Dari kota-kota ini, para utusan injil juga menempuh perjalanan untuk mengabar di daerah-daerah sekitarnya. Hingga tahun 1961, 50 utusan injil telah ambil bagian dalam pekerjaan di Paraguay. Karena sakit atau karena alasan-alasan lain, 29 utusan injil merasa perlu untuk kembali ke negeri asal mereka. Tetapi, mereka semua dengan berbagai cara telah mendukung kemajuan kepentingan Kerajaan di Paraguay. Pada bulan Desember 1961, Elmer dan Mary Pysh, lulusan dari kursus sepuluh-bulan yang pertama Sekolah Gilead, tiba di Paraguay.

Membangun Sendiri Tempat Berhimpun

Sekitar masa ini, saudara-saudara di Asunción membangun dan menahbiskan sebuah Balai Kerajaan milik sendiri yang pertama di Paraguay. Bangunannya bagus, terbuat dari bata dan semen, dan dapat menampung 200 orang. Sungguh kesaksian yang bagus pada masyarakat setempat yang melihat para pria, wanita, dan anak-anak bergotong-royong menggali, mengaduk beton, menghaluskan tembok, mengecat, dan membersihkan! Orang-orang yang mengamati dapat melihat dengan jelas bahwa mereka adalah pekerja-pekerja yang rajin.

Sekelompok kecil Saksi, yang belum berbentuk sidang, menerima begitu banyak orang yang hadir di perhimpunan mereka di Vacay, sebuah daerah pedesaan di bagian selatan negeri ini, sehingga mereka memutuskan bahwa mereka pun membutuhkan Balai Kerajaan. Tetapi, mereka tidak punya uang. Apa yang dapat mereka lakukan? Secara kelompok, mereka mengadakan perjanjian dengan seorang pengelola penebangan kayu untuk membuka lahan dan sebagai upahnya, mereka mendapat bahan-bahan bangunan dan sejumlah uang. Ketika balai selesai dibangun, empat keluarga peminat yang tinggal cukup jauh menjual ladang mereka dan pindah ke tempat yang lebih dekat dengan Balai Kerajaan sehingga mereka tidak kehilangan acara-acara perhimpunan.

Belakangan, fasilitas-fasilitas yang lebih baik untuk kebaktian juga dibangun. Pada berbagai kesempatan, saudara-saudara menggunakan Klub Martín Pescador, juga akomodasi di National University dan di American School. Kemudian pada awal tahun 1970-an, sebidang tanah disumbangkan dan di atasnya mereka dapat membangun Balai Sidang sendiri, yang dilaksanakan secara bertahap selama beberapa tahun.

Menyediakan Fasilitas Cabang yang Memadai

Dengan meningkatnya kegiatan dan berkat Yehuwa, dirasa perlu juga untuk menyediakan fasilitas cabang yang lebih memadai. Berbagai rumah telah disewa selama bertahun-tahun untuk maksud itu. Tetapi, pada tahun 1962, Nathan Knorr, yang pada waktu itu adalah presiden Lembaga Menara Pengawal, memberikan pengarahan untuk membeli properti di salah satu lokasi tempat tinggal yang lebih baik di kota itu, dengan maksud membangun rumah utusan injil sekaligus kantor cabang, yang juga termasuk Balai Kerajaan. Properti tersebut berlokasi di salah satu jalan raya utama di ibu kota, dua blok dari stadion olahraga utama di Paraguay. Setelah cetak biru dibuat dan persetujuan diberikan oleh pemerintah kota, pembangunan dimulai pada bulan Januari 1965, dan dalam waktu sepuluh bulan, proyek ini rampung. Pada awal tahun 1966, betapa senangnya saudara-saudara sewaktu Saudara Knorr hadir di antara mereka untuk menahbiskan fasilitas baru ini, dalam salah satu kunjungan zonanya.

Karena lokasi bangunan itu, beribu-ribu orang di Asunción setiap harinya menyadari keberadaan Saksi-Saksi Yehuwa di antara mereka. Dan seraya mereka melewati jalan raya untuk menyaksikan pertandingan olahraga, ribuan orang lagi diingatkan bahwa Yehuwa mempunyai Saksi-Saksi-Nya di Paraguay.

Pengaturan Administratif yang Baru

Sebagaimana halnya kantor-kantor cabang Lembaga di seluas dunia, pada tanggal 1 Februari 1976, Panitia Cabang mulai berfungsi, menggantikan pengaturan berupa seorang pengawas cabang. Selama 30 tahun sebelumnya, Albert Lang, William Schillinger, Max Lloyd, Lloyd Gummeson, Harry Kays, dan Elmer Pysh telah melayani sebagai pengawas cabang untuk masa yang bervariasi. Semuanya memberikan sumbangan yang baik terhadap pekerjaan Kerajaan. Sekarang pengaturan yang baru akan diberlakukan berupa suatu panitia yang terdiri dari pria-pria matang yang akan bersama-sama mengawasi kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa di seluruh negeri.

Elmer Pysh dilantik sebagai koordinator Panitia Cabang, dan Charles Miller serta Isaac Gavilán ditugasi sebagai anggota-anggotanya. Saudara Pysh dan Miller adalah lulusan Sekolah Gilead. Saudara Gavilán, asal Paraguay, telah melayani dalam dinas sepenuh waktu di Paraguay selama 13 tahun.

Ada Lagi Gelombang Tentangan Pemerintah

Sebagaimana halnya di seluas dunia, Saksi-Saksi Yehuwa netral sehubungan dengan urusan-urusan politik. Mereka mencamkan pernyataan Yesus kepada para pengikutnya, ”Kamu bukan bagian dari dunia.” (Yoh. 15:19) Dengan mengingat nasihat Alkitab, ”Jagalah dirimu terhadap berhala-berhala”, mereka juga tidak ambil bagian dalam upacara-upacara nasionalistis yang mereka pandang bersifat berhala. (1 Yoh. 5:21) Para pejabat pemerintah, yang kehidupannya sangat berkecimpung dalam sistem politik dan yang memandang nasionalisme sebagai sarana untuk menggalang persatuan rakyat, bisa jadi pada mulanya merasa sulit memahami sikap Saksi-Saksi Yehuwa. Mereka tahu bahwa kelompok-kelompok agama lain, bahkan para pemimpin agamanya, tidak segan-segan ambil bagian dalam kancah politik dan dalam upacara-upacara nasionalistis. Para pemimpin agama sering kali memanfaatkan situasi ini untuk menaburkan benih-benih kecurigaan di kalangan pejabat pemerintah sehubungan dengan Saksi-Saksi Yehuwa.

Dalam surat tertanggal 31 Oktober 1974, direktur jenderal agama pada waktu itu, Dr. Manfredo Ramirez Russo, meminta informasi tentang kepercayaan dan organisasi Saksi-Saksi Yehuwa. Pada tanggal 25 Februari 1976, sebuah dekret pemerintah dikeluarkan yang menuntut ”upacara pengibaran bendera setiap hari dan menyanyikan Lagu Kebangsaan” di ”semua lembaga pendidikan”. Dengan laporan bergaya sensasional, publikasi agama El Sendero (Jalan) edisi 3-17 September, memuat artikel kecaman sehalaman penuh berjudul ”Saksi-Saksi Yehuwa”. Patria, surat kabar resmi partai politik pemerintah, menyusul dengan artikel kecaman bernada serupa dengan judul ”Fanatisme”, tertanggal 14 Maret 1977.

Sementara itu, wakil-wakil dari kantor cabang Saksi-Saksi Yehuwa dipanggil untuk wawancara dengan direktur jenderal agama. Sebuah rangkuman pengajaran Saksi-Saksi Yehuwa dibuat setelah rapat itu. Ini khususnya menyoroti sikap mereka terhadap bendera, lagu kebangsaan, dan dinas militer. Beberapa hari kemudian, seorang pejabat kepolisian, Obdulio Argüello Britez, datang ke kantor cabang Lembaga di Asunción dan meminta informasi tentang kebaktian yang telah diselenggarakan Saksi-Saksi Yehuwa pada tanggal 6 hingga 9 Januari. Tidak lama kemudian, jaksa agung negara, Dr. Clotilde Jiménez Benítez, mewawancarai wakil-wakil Lembaga berkenaan pokok-pokok yang sama yang telah dibahas sebelumnya di Kantor Administrasi Agama.

Setelah rangkaian peristiwa ini, pada tahun 1978, anak-anak Saksi-Saksi Yehuwa yang tidak ikut menyanyikan lagu kebangsaan mulai dikeluarkan dari sekolah, tanpa dapat mendaftar ke sekolah lainnya. Tetapi, itu bukan akhir dari segalanya.

Pelarangan—Apa Maksudnya

Pada tanggal 3 Januari 1979, ”bom” itu akhirnya meledak juga. Sebuah dekret dikeluarkan, berisi pembatalan status hukum Lembaga Menara Pengawal, yang mewakili Saksi-Saksi Yehuwa.

Tajuk berita surat kabar yang mengumumkan dekret itu mengejutkan Saksi-Saksi maupun non-Saksi. Hampir semua media massa berminat akan kasus itu. Ada yang memuji tindakan itu; ada pula yang mengutuknya. Surat kabar ABC mengumumkan bahwa dekret itu merupakan ”pelanggaran hak asasi manusia yang fundamental, yang disahkan oleh Butir 18 pada Deklarasi Internasional Tentang Hak Asasi Manusia”.

Segera setelah diberi tahu mengenai pelarangan, Panitia Cabang, meskipun belum mengetahui batas-batas pelarangan, mengorganisasi segala sesuatu supaya pekerjaan kantor cabang dapat dilakukan di tempat-tempat lain. ”Pelarangan ini hendaknya tidak dipandang sebagai penganiayaan agama,” demikian pernyataan Dr. Raul Peña, menteri pendidikan dan agama. Meskipun demikian, Saksi-Saksi Yehuwa merasa wajib untuk mengadakan perhimpunan dalam kelompok-kelompok kecil di rumah-rumah pribadi. Kegiatan pengabaran mereka terbatas, meskipun gairah dan keberanian mayoritas saudara-saudara tidak terpengaruh. Untuk memperoleh manfaat dari kebaktian Kristen, untuk sementara waktu mereka harus mengatur untuk menghadiri kebaktian-kebaktian demikian di negeri-negeri lain.

Bagaimana mulainya rangkaian peristiwa ini? Apakah tindakan Dr. Manfredo Ramirez Russo semata-mata karena tugasnya sebagai alat negara? Menarik, pada tanggal 25 Agustus 1981, Ultima Hora, sebuah surat kabar di Asunción, memuat gambar Manfredo Ramirez Russo dan ”Monsinyor” José Mees sedang bertatap muka dengan hangat. Keterangan gambar di bawahnya berbunyi, ”Medali kehormatan ’Santo Gregorius Agung’ dianugerahkan kepada Manfredo Ramirez Russo, direktur urusan Agama dalam Kementerian Pendidikan, oleh Apostolik Nunsius dari Yang Mulia, Monsinyor José Mees, sebagai penghargaan atas jasa-jasanya kepada Gereja Katolik.”

Setelah pelarangan diberlakukan, terjadi penangkapan atas Saksi-Saksi Yehuwa di banyak tempat. Mereka ditahan sewaktu kedapatan menyelenggarakan perhimpunan kecil di rumah-rumah pribadi, sewaktu pergi ke rumah-rumah untuk membagikan berita harapan dari Alkitab kepada orang-orang lain, dan sewaktu memimpin pengajaran Alkitab dengan para peminat di rumah mereka.

Antara tanggal 8 dan 11 Oktober 1981, sembilan saudara di Encarnación dipenjarakan. Ketika Antonio Pereira, seorang penatua setempat yang belum pernah ditahan, meminta izin untuk berbicara dengan kepala polisi, Julio Antonio Martínez, guna memastikan keadaan saudara-saudara di penjara, kepala polisi ini memerintahkan agar ia ditangkap dan dipenjarakan di sel khusus berpenjagaan ketat. Sementara itu, Joseph Zillner, dari sidang tetangga, pergi ke rumah ibu dari saudara-saudara yang pertama kali dipenjarakan untuk melihat apa yang terjadi. Seseorang pasti telah melapor kepada polisi, dan dalam sepuluh menit, ia digiring polisi ke penjara Encarnación!

Mengobarkan Api Penganiayaan

Beberapa tahun setelah pelarangan diberlakukan, penangkapan mereda. Lambat laun, saudara-saudara mulai menggunakan Balai Kerajaan mereka dan mengadakan kebaktian-kebaktian kecil. Akan tetapi, semua ini mendadak terhenti pada tahun 1984 ketika surat kabar setempat mengumumkan bahwa empat siswa yang adalah Saksi-Saksi Yehuwa dikeluarkan dari Sekolah Teknik Kejuruan di Asunción karena mereka tidak bersedia menyanyikan lagu kebangsaan. Ini mengobarkan aksi yang bahkan lebih hebat lagi melawan Saksi-Saksi Yehuwa. Sebagai akibatnya, hampir semua anak Saksi dikeluarkan dari sekolah. Banyak dari antaranya tidak pernah dapat kembali bersekolah.

Pada tahun itu, dari tanggal 2 hingga 5 Mei, surat kabar Hoy (Hari Ini) menerbitkan serangkaian artikel kecaman yang ditulis oleh seorang imam Katolik bernama Antonio Colón. Beberapa bulan kemudian, terdapat pelantikan menteri pendidikan dan agama yang baru, tetapi kebijakan pendahulunya tetap dijalankan. Setelah menteri baru ini mengeluarkan deklarasi yang sangat nasionalistis, sebagian besar anak Saksi-Saksi Yehuwa ditolak sewaktu mendaftar ke sekolah untuk tahun berikutnya. Demi kepentingan sebuah kelompok yang terdiri dari sepuluh siswa, yang enam dari antaranya telah dikeluarkan dari sekolah dan empat lainnya ditolak sewaktu mendaftar, gugatan hukum diajukan ke pengadilan guna membela hak Saksi-Saksi Yehuwa untuk memperoleh pendidikan bagi anak-anak mereka dalam sistem sekolah tanpa harus meninggalkan imannya atau tanpa harus didikte hati nuraninya. Keputusan pengadilan memenangkan Saksi-Saksi. Tetapi, Kementerian Pendidikan dan Agama naik banding ke Mahkamah Agung.

Sepanjang tahun 1985, kasus ini terus menjadi sorotan. Beberapa kolumnis surat kabar membela sikap Saksi-Saksi Yehuwa, sementara orang-orang di kalangan pemerintahan terus menyerang Saksi-Saksi. Pada tanggal 23 Juli 1985, sementara sengketa ini sedang hangat-hangatnya, sepucuk surat dari kantor pusat sedunia Saksi-Saksi Yehuwa dikirimkan kepada presiden Paraguay.

Karena keputusan pengadilan negeri memenangkan kasus anak-anak usia sekolah tersebut, kantor cabang menganjurkan sidang-sidang untuk mulai menggunakan kembali Balai Kerajaan secara terbuka. Mau tidak mau ini akan membuat kalangan berwenang mengambil sikap yang lebih tegas—apakah menentang kita atau memberikan kebebasan yang lebih besar.

Pada tanggal 21 Maret 1986, koordinator Panitia Cabang dipanggil ke markas besar kepolisian. ”Kalian kembali menggunakan tempat berhimpun dan kalian tidak diizinkan melakukan itu,” demikian bunyi peringatan yang diberikan. Saudara Gavilán menjawab, ”Perkenankan saya mengingatkan Anda bahwa dekret pembatalan pengakuan sah atas kami diragukan keabsahannya berdasarkan ketentuan undang-undang dasar. Kasus ini sedang diproses oleh Mahkamah Agung; dan Mahkamah belum mengeluarkan keputusan. Karena tindakan pembatalan yang tidak berdasarkan undang-undang dasar itu menuntut penangguhan pemberlakuan dekret tersebut, maka dari sudut pandangan hukum, kami mempunyai hak untuk menjalankan kegiatan kami hingga Mahkamah mengeluarkan keputusan akhirnya.” ”Saya bukan penasihat hukum,” jawab kepala polisi itu, ”jadi saya tidak bisa menyanggah hal itu. Begini saja, berikan kepada saya daftar tempat berhimpun kalian dan kita lihat saja nanti apa yang terjadi.” Pernyataan itu mengakhiri wawancara tersebut. Informasi yang diminta pun diberikan, beserta argumen hukum yang bersangkutan. Balai Kerajaan tidak ditutup lagi.

Akan tetapi, pada tanggal 26 Februari 1987, Mahkamah Agung di bawah Hakim Ketua Dr. Luis María Argaña mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa kalah sehubungan dengan kasus anak-anak sekolah tersebut. Banyak dari kalangan cendekiawan memandang ini sebagai keputusan politik, dan tidak sedikit yang mengecamnya. Apa pengaruh semua ini terhadap pekerjaan Saksi-Saksi Yehuwa?

Terus Memberitakan Kabar Baik

Pekerjaan pemberitaan Kerajaan tidak berhenti pada tahun-tahun sulit tersebut. Pada bulan Januari 1984, kantor cabang memulai kampanye untuk mengerjakan daerah terpencil melalui pengaturan perintis istimewa sementara. Tiga puluh orang ikut serta dalam program tersebut selama tahun pertama. Tujuh puluh lima kota yang berbeda dikunjungi. Di 14 kota, pemerintah daerah setempat tidak mengizinkan saudara-saudara mengabar. Tetapi, di tempat-tempat lain, ketika kalangan berwenang setempat mendapat penjelasan tentang nilai pekerjaan rohani ini, mereka menawarkan perlindungan bagi saudara-saudara kita dan, dalam beberapa kasus, tempat menginap di kantor polisi!

Sebagai hasil kegiatan ini, banyak peminat ditemukan. Seorang wanita yang tinggal sekitar 200 kilometer dari Asunción, setelah menerima dari para perintis buku Saudara Dapat Hidup Kekal Dalam Firdaus di Bumi, menyurati kantor cabang untuk meminta bantuan selanjutnya. Ketika sepasang suami-istri Saksi datang sebagai jawaban untuk permintaannya, wanita itu menengadah ke langit, dan dengan air mata haru, bersyukur kepada Yehuwa. Meskipun mendapat tentangan dari sanak saudaranya, ia menjadi hamba Yehuwa yang setia, memberikan kesaksian kepada para tetangga dan kenalannya.

Kelompok penyiar baru dan sidang baru diorganisasi di daerah-daerah yang dulunya terpencil ini. Kampanye perintis istimewa sementara ini dijadikan penyelenggaraan tahunan dan terus berlanjut sampai sekarang, dengan hasil-hasil yang menakjubkan.

Tekanan Berhenti

Di kalangan pemerintah, Saksi-Saksi Yehuwa dan kegiatan mereka mulai lebih dikenal. Upaya-upaya untuk membantu para pejabat mendapat pemahaman yang lebih jelas tentang pekerjaan Saksi-Saksi Yehuwa terus berlanjut hingga persetujuan lisan akhirnya diberikan untuk menyelenggarakan kebaktian umum pada tanggal 21 dan 22 Maret 1987, di Balai Sidang milik Saksi-Saksi Yehuwa sendiri.

Benar-benar hari yang penuh sukacita bagi saudara-saudara! Sambil berlinang air mata, saudara-saudari saling berpelukan. Setelah sembilan tahun mengalami tekanan, ketegangan, ketidakpastian, dan penganiayaan sengit, inilah pertama kalinya mereka dapat berkumpul bersama untuk beribadat dengan leluasa di Paraguay. Turut hadir pula delegasi-delegasi dari Argentina, Brasil, dan Uruguay yang diundang untuk kesempatan istimewa ini. Ini benar-benar akhir dari pengaruh pelarangan.

Pengakuan Resmi Sekali Lagi

Paraguay menghadapi masa-masa perubahan. Ketegangan politik meningkat. Akhirnya, pada malam tanggal 2 Februari 1989, suara pertempuran berat terdengar di Asunción. Revolusi meletus! Pemerintah militer Alfredo Stroessner berakhir keesokan harinya.

Upaya-upaya untuk mendapatkan pengakuan resmi segera dimulai lagi. Akhirnya, permohonan disetujui pada tanggal 8 Agustus 1991. Benar-benar hari yang membahagiakan bagi umat Yehuwa di Paraguay!

Pada tanggal 20 Juni 1992, undang-undang dasar yang baru mulai diberlakukan. Butir-butir penting dicantumkan sehubungan dengan hak asasi manusia, seperti kemerdekaan berkumpul, kemerdekaan menolak karena berhati nurani, kemerdekaan beragama dan berideologi, dan penghapusan status agama Negara. Langkah-langkah maju ini dan langkah-langkah lain memberikan kelegaan.

Maju Terus!

Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan dalam memberitakan kabar baik di Paraguay. Pada tahun 1979, sewaktu pelarangan diberlakukan, terdapat 1.541 pemberita Kerajaan di Paraguay. Pada tahun dipulihkannya pengakuan resmi, dilaporkan sebanyak 3.760 penyiar. Sekarang ada lebih dari 6.200 penyiar. Tetapi rasio penyiar dan penduduk masih 1 berbanding 817. Apa yang dapat dilakukan untuk mencapai orang-orang?

Setiap tahun, para perintis istimewa secara teratur dikirim untuk memberikan kesaksian di kota-kota yang belum memiliki sidang. Namun, 49 persen penduduk tinggal di daerah pedesaan. Pada tahun 1987, kantor cabang memodifikasi sebuah truk dengan perlengkapan dasar sehingga memadai sebagai rumah berjalan bagi para perintis istimewa. Selama sepuluh tahun hingga sekarang, truk ini telah digunakan untuk mencapai daerah pedesaan yang belum dikerjakan oleh sidang-sidang atau oleh para perintis istimewa sementara. Dengan demikian, air kehidupan sedang menyebar ke seluruh wilayah yang luas di negeri ini.

Upaya-upaya khusus juga dilakukan untuk memberikan kesaksian kepada orang-orang yang tinggal di sepanjang sungai. Sering kali, satu-satunya kontak fisik dengan dunia luar adalah dengan perahu. Jadi, pada tahun 1992, Lembaga membangun sebuah kapal yang diperlengkapi kamar untuk empat orang awak. Mereka memulai suatu kampanye sistematis untuk mencari orang-orang yang seperti domba di sepanjang tepi sungai. Cocok sekali, kapal ini dinamakan El Pionero (Sang Perintis).

”Mengarungi Sungai Paraguay,” tulis saudara yang mengepalai rombongan, ”kami tiba di Puerto Fonciere, 483 kilometer dari Asunción, dan mulai mengabar dari rumah ke rumah. Ketika sedang bercakap-cakap dengan seorang wanita lanjut usia, kami menyebutkan bahwa Allah telah mengatakan bahwa Ia akan membinasakan semua kefasikan, dan sebagai Saksi-Saksi Yehuwa, kami memberi tahu orang-orang bahwa Allah akan melakukan ini melalui Kerajaan-Nya. Setelah menyela pembicaraan, wanita ini berpaling kepada cucu perempuannya, menyuruh sang cucu memanggil kakeknya dan memberi tahu dia bahwa ’orang-orangnya’ sudah datang. Tidak lama kemudian, sang kakek yang berusia 70-an datang. Keringat membanjiri tubuhnya karena ia sedang bekerja di ladangnya. Ia menyambut kami dengan hangat, dan sambil berlinang air mata, ia bersyukur kepada Allah bahwa kami akhirnya tiba juga. Ia mengatakan bahwa ia telah menunggu-nunggu kunjungan kami. Karena bingung, kami meminta kakek ini menjelaskan duduk persoalannya. Ia menjelaskan bahwa seorang kapten militer dari pulau Peña Hermosa memberinya buku ’Things in Which It Is Impossible for God to Lie.’ Sang kapten telah menandai beberapa ayat Alkitab, seperti Mazmur 37:10, 11 dan Mazmur 83:19, dan memberi tahu dia bahwa pada suatu hari, Saksi-Saksi Yehuwa akan datang ke rumahnya untuk memberi tahu lebih lanjut tentang maksud-tujuan Yehuwa. Sebuah pengajaran Alkitab dimulai pada saat itu juga.”

Hingga dewasa ini, kapal itu telah mencapai, sedikit-dikitnya dua putaran, seluruh wilayah di sepanjang Sungai Paraguay dari perbatasan Bolivia di utara hingga perbatasan Argentina di selatan, dengan total jarak sejauh 1.260 kilometer.

Pekerja-Pekerja yang Bergairah Ikut dalam Penuaian

Sewaktu Yesus memberikan instruksi kepada para muridnya pada abad pertama, ia memberi tahu mereka, ”Mintalah dengan sangat kepada Majikan panen agar mengutus pekerja-pekerja ke dalam panennya.” (Mat. 9:38) Saksi-Saksi Yehuwa zaman modern telah mencamkan itu, dan sang Majikan benar-benar mengirimkan banyak pekerja yang bergairah ke ladang untuk ikut serta dalam tuaian rohani di Paraguay.

Dari tahun 1945 hingga sekarang, 191 utusan injil telah melayani di Paraguay. Dari antaranya, 60 utusan injil telah berada di negeri ini selama sepuluh tahun atau lebih (termasuk 22 orang yang melayani sebagai utusan injil tetapi bukan lulusan Gilead), dan sekarang 84 utusan injil sedang melayani di sini. Di daerah-daerah tempat mereka memusatkan kegiatan di seluruh bagian timur Paraguay, sekarang ada 61 sidang yang maju.

Agar dapat membantu memberikan kesaksian di negeri ini, yang rasio penduduk dan Saksi-Saksi masih lebih dari 817 berbanding 1, kantor-kantor cabang terdekat telah mengutus beberapa perintis istimewa untuk melayani di sini. Saksi-Saksi lain juga telah pindah ke Paraguay dari banyak negeri. Mereka datang dari Amerika Serikat, Argentina, Austria, Bolivia, Brasil, Cile, Denmark, Finlandia, Inggris, Italia, Jerman, Kanada, Luksemburg, Prancis, Spanyol, Swedia, Swiss, dan Uruguay. Mereka telah menggunakan sumber daya dan kesanggupan mereka dalam banyak cara untuk memajukan pekerjaan pemberitaan Kerajaan. Ada yang telah melayani di daerah perkotaan; ada pula yang melaksanakan pelayanan mereka di kota dan desa yang kondisi kehidupannya agak terbelakang. Mayoritas dari mereka adalah perintis. Ada yang telah membantu dalam pembangunan Balai Kerajaan dan fasilitas-fasilitas cabang.

Selama bertahun-tahun, Paraguay telah menerima imigran dari berbagai bangsa. Imigran-imigran asal Jerman, Polandia, Rusia, Ukraina, Jepang, dan Korea telah mapan di berbagai bagian negeri. Mereka pun mendapat kesaksian dari para utusan injil dan Saksi-Saksi lainnya yang telah pindah ke Paraguay.

Tetapi, bagaimana dengan orang-orang yang berbahasa Guarani? Mereka membentuk 90 persen penduduk. Menurut survei baru-baru ini, 37 persen orang Paraguay hanya dapat berbahasa Guarani. Saksi-Saksi setempat melakukan sebagian besar pekerjaan kesaksian di antara orang-orang ini, dan mereka senang menerima brosur-brosur dalam bahasa Guarani untuk membantu mereka melaksanakan pelayanan ini.

Di antara Saksi-Saksi setempat terdapat beberapa yang telah bertahun-tahun melayani dalam dinas sepenuh waktu. Selama 36 tahun melayani sebagai perintis istimewa, Edulfina de Yinde telah membantu 78 orang mengambil langkah pembaktian dan pembaptisan. Ia dan suaminya bersukacita bahwa ada lima sidang yang tumbuh subur di daerah tempat mereka pernah melayani. María Chavez juga telah membantu banyak orang selama 39 tahun melayani sebagai perintis istimewa.

Ribuan orang lainnya yang tidak merintis masih bergairah dalam melayani Yehuwa. Banyak dari antaranya berjalan jauh untuk menghadiri perhimpunan dan memberikan kesaksian yang saksama di daerah pedesaan. Mereka sering kali berangkat dari rumah menuju daerah mereka sebelum fajar, sering kali membawa cukup banyak ”sup Paraguay” (sejenis makanan kering) atau mungkin keripik jagung (tortilla) dan akar tanaman yucca. Menjelang pukul tujuh, mereka siap untuk mulai memberikan kesaksian, dan mereka terus mengabar hingga matahari hampir terbenam. Ketika mereka sampai di rumah, mereka lelah namun gembira karena telah merelakan diri untuk bercerita kepada orang-orang lain tentang Yehuwa dan maksud-tujuan-Nya yang menakjubkan.

Orang-Orang yang Haus ”Mengambil Air Kehidupan dengan Cuma-Cuma”

Sebagaimana dinubuatkan dalam Alkitab, undangan disampaikan kepada siapa saja yang ingin ”mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma”. (Pny. 22:17) Ribuan orang yang telah menerima undangan itu terdapat di Paraguay.

Di antaranya terdapat Herenia. Ia dibesarkan dalam agama Katolik Roma dan sangat bergairah dalam menjalankan tradisi Gereja dan takhayul agama. Ia sangat takut akan orang mati dan api neraka. Ia percaya akan firasat-firasat dan sangat ketakutan jika melihat atau mendengar apa yang ditafsirkannya sebagai firasat buruk. Selama 20 tahun, ia hidup dalam ketakutan seperti itu. Pada tahun 1985, ia mulai belajar Alkitab dengan Saksi-Saksi Yehuwa. Seraya pelajarannya semakin maju, air kebenaran mendatangkan kesegaran besar baginya dan menggerakkan dalam dirinya semangat untuk hidup kekal di Firdaus yang dijanjikan dalam Firman Allah.

Pada tahun 1996, seorang wanita bernama Isabel, di kota Carapeguá, juga mengecap air kehidupan. Akan tetapi, apa yang dilihatnya dalam buku Pengetahuan yang Membimbing kepada Kehidupan Abadi tidak sesuai dengan kepercayaannya, jadi ia meminta Saksi-Saksi untuk tidak usah datang lagi. Tetapi, ia membaca sendiri buku itu, membicarakannya dengan para tetangga, dan ketika ia bertemu lagi dengan seorang Saksi, telah ada para peminat dari empat keluarga yang ingin belajar lebih banyak. Kebanyakan dari antara mereka kehilangan minat setelah mendapat tekanan dari para pendeta Pantekosta, tetapi kesaksian yang baik diberikan, dan wanita pertama yang diberi kesaksian oleh Isabel serta salah seorang tetangga terus mengambil manfaat dari kebenaran yang mendatangkan kehidupan.

Ketika air kebenaran pertama kali ditawarkan kepada Dionisio dan Ana, mereka, seperti banyak orang lainnya, hidup bersama tanpa ikatan pernikahan, dan itu telah berlangsung selama 20 tahun. Dionisio dan putri sulungnya mulai belajar dengan Saksi-Saksi Yehuwa pada tahun 1986; Ana dan dua putri lainnya menentang. Ana memohon kepada Saksi itu agar tidak usah lagi berbicara dengan Dionisio, lalu mengancam untuk membunuh Saksi itu, hendak memanggil polisi, dan meminta petunjuk biarawati Katolik. Kemudian, Ana mengajukan pengaduan ke pengadilan anak-anak, menyatakan bahwa pengajaran Alkitab tersebut dapat membahayakan putri sulungnya. Setelah tahu bahwa sesungguhnya Dionisio memenuhi nafkah keluarganya dengan baik, hakim mengusulkan agar Ana mempelajari Alkitab bersama Dionisio. Ana memprotes dengan mengatakan bahwa temannya, sang biarawati, telah memperingatkan dia bahwa Saksi-Saksi melakukan perkara-perkara amoral di perhimpunan mereka. Sang hakim, yang adalah seorang wanita, meyakinkan dia dengan mengatakan, ”Kita orang Katolik mengatakan bahwa kita mengenal Alkitab, tetapi kenyataannya kita tidak tahu apa-apa. Saksi-Saksi Yehuwa mempelajari Alkitab. Saran saya, Anda sebaiknya menyelidiki Alkitab juga.” Sang hakim kemudian mengusulkan agar Ana menikah resmi dengan Dionisio.

Dengan perasaan terkejut, Ana mendatangi biarawati itu lagi dan memintanya untuk mengajarkan Alkitab kepada mereka. Sang biarawati menjawab bahwa itu tidak perlu. Lagi pula, biarawati itu mendesak Ana agar tidak usah menikah dengan Dionisio, meskipun di masa lalu, ketika Dionisio tidak bersedia menikahi Ana, biarawati itu berulang-kali menyuruh Ana agar ia menikahi Dionisio. Tidak lama setelah peristiwa ini, ayah Ana sakit keras. Saksi-Saksi setempat memberikan banyak bantuan kepada keluarganya. Itu terbukti sebagai titik balik bagi Ana. Ia mulai belajar, dan ia menikah dengan Dionisio. Sekarang, hampir sepuluh tahun kemudian, Dionisio adalah seorang penatua, dan seluruh keluarganya melayani Yehuwa dengan bergairah.

Kegigihan yang pengasih telah menyentuh hati banyak orang di Paraguay. Di daerah San Lorenzo, misalnya, hanya ada satu sidang pada tahun 1982. Meskipun di bawah pelarangan, banyak penyiar ambil bagian dalam dinas perintis; dan hasilnya, wilayah sidang, yang termasuk kota-kota di sekitarnya, mulai dikerjakan secara teratur. Yehuwa memberkati kegairahan mereka. Sekarang ada sembilan sidang di daerah itu. Werner Appenzeller dan istrinya, Alice, merasa bahwa pertumbuhan yang mereka lihat sewaktu melayani di daerah itu merupakan sukacita mereka yang terbesar selama 40 tahun berdinas di Paraguay.

Pertumbuhan semacam itu terus berlangsung, bukan hanya di satu daerah, melainkan di seluruh negeri. Pada tahun 1996, fasilitas kantor cabang baru yang bagus ditahbiskan di sebuah lokasi sekitar 10 kilometer dari Asunción. Terdapat Balai Kerajaan di banyak bagian negeri, dan perhimpunan-perhimpunan untuk pengajaran Alkitab diselenggarakan di sana secara tetap tentu. Saksi-Saksi Yehuwa terus mengunjungi orang-orang di rumah mereka dan berbicara dengan mereka di jalan-jalan. Mereka dengan penuh gairah mengulurkan undangan kepada segala macam orang untuk ”mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma”.

[Gambar penuh di hlm. 210]

[Gambar di hlm. 213]

Juan Muñiz ikut serta memperkenalkan berita Kerajaan ke Paraguay

[Gambar di hlm. 217]

Julián Hadad, salah seorang di antara yang pertama menerima kebenaran Alkitab di Paraguay

[Gambar di hlm. 218]

Jóvita Brizuela, dibaptis pada tahun 1946, masih sebagai perintis istimewa

[Gambar di hlm. 218]

Sebastiana Vazquez, melayani Yehuwa sejak tahun 1942

[Gambar di hlm. 222]

William Schillinger melayani di Paraguay sebagai utusan injil selama 40 tahun, hingga kematiannya

[Gambar di hlm. 230]

Werner Appenzeller dan istrinya, Alice, utusan injil di Paraguay selama 40 tahun

[Gambar di hlm. 233]

Bangga akan Balai Kerajaan mereka (di Asunción)—yang pertama dibangun dan dimiliki oleh Saksi-Saksi di Paraguay

[Gambar di hlm. 235]

Balai Sidang milik Saksi-Saksi Yehuwa

[Gambar di hlm. 237]

Memberikan kesaksian kepada petani tebu di Villarrica

[Gambar di hlm. 243]

Balai Kerajaan Fernando de la Mora (Norte)

[Gambar di hlm. 243]

Balai Kerajaan Vista Alegre (Norte), Asunción

[Gambar di hlm. 244, 245]

Para pekerja yang bergairah dari banyak negeri datang ke Paraguay untuk ikut serta memberikan kesaksian: (1) Kanada, (2) Austria, (3) Prancis, (4) Brasil, (5) Korea, (6) Amerika Serikat, (7) Belgia, (8) Jepang, (9) Jerman

[Gambar di hlm. 246]

Kapal ”El Pionero” di Sungai Paraguay

[Gambar di hlm. 251]

Rumah Betel dan kantor cabang Paraguay, dekat Asunción, dan para sukarelawan yang melayani di sana

[Gambar di hlm. 252]

Panitia Cabang (dari atas ke bawah): Charles Miller, Wilhelm Kasten, Isaac Gavilán

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan