Filipina
Pohon kelapa, tumbuhan hijau tropis yang lebat, pantai berpasir putih, laut yang indah—semua ini merupakan gambaran khas Filipina. Arsipelago yang terdiri dari sekitar 7.100 pulau ini dijuluki Mutiara Lautan Asia. Yang menambah daya tarik kepulauan ini adalah orang-orangnya yang ceria, bersemangat, dan suka menari serta menyanyi. Jika Saudara mengunjungi negeri kepulauan ini, kemungkinan besar Saudara tidak akan pernah melupakan betapa ramahnya orang-orang yang suka bersahabat dan menarik yang tinggal di sana.
Akan tetapi, bagi banyak orang, Filipina adalah tempat yang mengingatkan mereka kepada suatu hal yang sama sekali berbeda—bencana. Saudara mungkin ingat pada peristiwa meletusnya Gunung Pinatubo, yang laharnya menyapu bersih kota-kota; atau kemungkinan besar Saudara ingat akan bencana laut terburuk di dunia selama masa damai, ketika ribuan orang tewas sewaktu kapal feri Doña Paz bertabrakan dengan sebuah tanker minyak. Sesungguhnya, Pusat Riset Epidemiologi Bencana di Belgia menyebut Filipina sebagai negeri yang paling rawan bencana di dunia. Taifun, banjir, gempa bumi, dan letusan gunung berapi sering terjadi. Ditambah lagi dengan kondisi ekonomi yang relatif buruk dari banyak penduduknya, lengkaplah sudah gambaran dari sebuah negeri indah dengan berbagai masalahnya.
Di seluruh Filipina, Saksi-Saksi Yehuwa sedang sibuk memperkenalkan kebenaran Alkitab kepada 78.000.000 orang yang tinggal di sana. Hal ini bukanlah tugas yang mudah. Selain ancaman bencana alam, ada tantangan dalam mencapai orang-orang yang tinggal di banyak pulau kecil dan di daerah-daerah pegunungan serta hutan yang terpencil. Meskipun demikian, pekerjaan ini terus berjalan. Umat Yehuwa telah memperlihatkan keuletan yang luar biasa meskipun menghadapi beragam situasi. Oleh karena itu, dalam pekerjaan menjadikan murid, mereka telah menikmati berkat Yehuwa.
Dalam beberapa hal, Saksi-Saksi di Filipina mirip dengan orang-orang Israel zaman dahulu yang ingin memulihkan ibadat sejati di Yerusalem. Mereka teranjurkan oleh kata-kata Yeremia, ”Sukacita Yehuwa adalah bentengmu.” (Neh. 8:10) Meskipun menghadapi banyak tantangan, orang-orang Israel dengan bersukacita terus maju dalam pekerjaan untuk mendukung ibadat kepada Yehuwa. Seperti orang Israel pada zaman Nehemia, Saksi-Saksi Yehuwa di seluruh Filipina sedang diajari Firman Allah. Mereka juga sedang menjadikan sukacita Yehuwa sebagai benteng mereka.
Cahaya Kebenaran Bersinar Pertama Kali
Filipina unik dalam hal bahwa negeri ini adalah satu-satunya di Asia yang sebagian besar penduduknya beragama Katolik Roma. Pada awalnya, orang Filipina memiliki agama asli sendiri, tetapi karena telah dikuasai oleh Spanyol selama lebih dari 300 tahun, agama Katolik menjadi tertanam pada diri mereka. Meskipun pemerintahan Amerika Serikat selama setengah abad memperkenalkan agama lain kepada mereka, kepercayaan utamanya tetap Katolik. Sekitar 80 persen penduduknya mengaku menganut agama ini.
Pada tahun 1912, Charles T. Russell, seorang Siswa Alkitab terkemuka—sebutan bagi Saksi-Saksi Yehuwa kala itu—singgah di Manila pada tur ceramahnya ke seluruh dunia. Pada tanggal 14 Januari, ia menyampaikan sebuah khotbah di Manila Grand Opera House yang bertema ”Di Manakah Orang Mati?” Lektur dibagikan kepada hadirin.
Semakin banyak benih kebenaran Alkitab ditabur pada awal tahun 1920-an sewaktu Saudara William Tinney dari Kanada datang sebagai wakil berikutnya dari Siswa-Siswa Alkitab. Ia mengorganisasi sebuah kelas pengajaran Alkitab. Karena sakit, ia harus kembali ke Kanada, tetapi orang-orang Filipina yang berminat meneruskan kelas pengajaran Alkitab ini. Lektur yang dikirim lewat pos turut menjaga kebenaran tetap hidup dalam hati orang-orang. Begitulah situasinya sampai awal tahun 1930-an. Pada tahun 1933, berita kebenaran disiarkan di Filipina melalui stasiun radio KZRM.
Pada tahun yang sama, Joseph dos Santos berangkat dari Hawaii untuk melakukan tur pengabaran ke seluruh dunia. Persinggahan pertamanya adalah Filipina, tetapi setelah itu ia tidak melanjutkan turnya lebih jauh. Saudara dos Santos diberi tanggung jawab untuk memimpin pekerjaan pemberitaan Kerajaan di sana dan untuk mendirikan kantor cabang. Kantor ini mulai beroperasi pada tanggal 1 Juni 1934. Saudara dos Santos, bersama dengan beberapa orang lokal yang ingin melayani Yehuwa, sibuk dalam mengabar dan menyiarkan lektur. Meskipun ada tentangan, pada tahun 1938 terdapat 121 penyiar di negeri itu, dan 47 di antara mereka melayani sebagai perintis.
Meskipun bahasa Inggris diajarkan oleh orang Amerika, saudara-saudara sadar bahwa paling baik orang-orang belajar Alkitab dalam bahasa asli mereka. Hal ini menimbulkan tantangan karena di seluruh Filipina, ada hampir 90 bahasa dan dialek. Akan tetapi, upaya dikerahkan untuk menerjemahkan lektur ke dalam beberapa bahasa utama. Pada tahun 1939, kantor cabang melaporkan, ”Kami sekarang sedang membuat rekaman [khotbah-khotbah Alkitab] dalam bahasa Tagalog, dan dengan adanya rekaman ini kami berharap untuk menggunakan mesin suara dan fonograf lebih sepenuhnya demi kemuliaan Tuan.” Mereka juga melaporkan penerjemahan buku Riches ke bahasa Tagalog. Dua tahun kemudian, penerjemahan buku-buku kecil ke dalam empat bahasa utama Filipina lainnya selesai, dengan demikian membuka jalan bagi berita kerajaan untuk dipahami oleh kebanyakan orang di negeri ini.
Di antara orang-orang yang menyambut berita kebenaran pada tahun-tahun itu adalah Florentino Quintos, seorang guru sekolah. Pertama kali ia mengetahui tentang pekerjaan umat Yehuwa adalah ketika ia bertemu dengan seorang pria yang pernah menghadiri ceramah Saudara Russell di Manila pada tahun 1912. Pada tahun 1936, Florentino memperoleh dari salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa 16 buku berwarna cerah yang membahas Alkitab. Akan tetapi, Florentino sibuk bekerja sebagai guru, sehingga untuk sementara waktu, buku-buku berwarna-warni pelangi ini hanya dipajang saja tetapi tidak dibaca. Kemudian, perang pecah, orang Jepang menyerbu, dan banyak kegiatan normal terhenti. Sekarang, Florentino punya waktu untuk membaca, dan ia melakukannya. Dalam waktu singkat, ia menyelesaikan buku Riches, Enemies, dan Salvation. Pembacaannya terganggu karena harus melarikan diri dari serangan Jepang, tetapi benih kebenaran telah tertanam dalam hatinya.
Tumbuh Cepat meski Ada Perang Dunia
Perang Dunia II menimbulkan berbagai tantangan baru bagi hamba-hamba Yehuwa di seluruh arsipelago. Pada awal perang, ada 373 penyiar di Filipina. Meskipun demikian, walaupun sedikit, mereka memperlihatkan kegairahan dan kelentukan yang bagus dalam upaya mendukung ibadat yang murni.
Beberapa saudara dari Manila pindah ke desa-desa di luar kota dan meneruskan pekerjaan pemberitaan mereka di sana. Karena ada perang, mustahil untuk mengimpor lektur Alkitab, tetapi saudara-saudara dapat menempatkan lektur yang telah disimpan di rumah-rumah pribadi sebelum perang. Sewaktu persediaan itu habis, mereka meminjamkan buku-buku kepada orang-orang.
Salvador Liwag, seorang guru sekolah yang meninggalkan pekerjaannya demi menjadi seorang pemberita kabar baik sepenuh waktu, sedang berada di Mindanao sewaktu perang pecah. Ia dan beberapa saudara lain mengungsi ke hutan-hutan dan gunung-gunung. Di sana, mereka meneruskan kegiatan teokratis mereka. Mereka harus sangat berhati-hati dalam bergerak, supaya tidak direkrut tentara Jepang untuk bekerja di garnisun-garnisun mereka. Pada saat yang sama, para gerilyawan anti-Jepang sering mencurigai saudara-saudara sebagai mata-mata Jepang.
Hebatnya, ada kesempatan-kesempatan untuk mengadakan kebaktian-kebaktian kecil selama masa pendudukan Jepang. Sebuah kebaktian wilayah diadakan di Manila; banyak yang hadir. Kebaktian wilayah lainnya diadakan di Lingayen. Para penduduk keheranan melihat orang-orang tak dikenal berdatangan dengan truk-truk; tetapi tidak ada yang mengganggu, dan kebaktian dapat dilaksanakan dengan sukses.
Yehuwa memberkati semua kegiatan itu, dan jumlah Saksi terus berlipat ganda. Ke-373 pemuji Yehuwa pada awal perang menjadi lebih dari 2.000 hanya dalam waktu empat tahun.
Mari kita ingat kembali Saudara dos Santos yang telah ditugasi memimpin pengorganisasian kegiatan pemberitaan Kerajaan di Filipina. Pada bulan Januari 1942, ia ditahan di sebuah kamp penjara Jepang di Manila. Meskipun demikian, ia juga mempertahankan semangat kegairahan. ”Saya memberitakan kabar baik kepada sebanyak mungkin orang di kamp,” katanya. Kehidupan di kamp keras, dan banyak yang mati kelaparan. Sewaktu Saudara dos Santos mulai dipenjara, berat badannya 61 kilogram, tetapi sewaktu bebas, beratnya hanya 36 kilogram.
Tentara Amerika membebaskan para tahanan pada tahun 1945 dan menawari Saudara dos Santos untuk pulang ke Hawaii, tetapi ia menolak. Mengapa? Sukacitanya ada pada pekerjaan Kerajaan, dan ia ingin melakukan apa pun yang dapat ia lakukan untuk memastikan bahwa pekerjaan itu bergerak maju di Filipina. Lagi pula, penggantinya belum juga tiba. Saudara dos Santos berkata, ”Sebelum ia datang, saya akan tetap di sini!” Tentang Joseph dos Santos, Hilarion Amores menyatakan, ”Ia benar-benar pekerja keras dan sangat memperhatikan kebutuhan rohani saudara-saudara.”
Utusan Injil Berdatangan
Saudara-saudara Filipina melakukan apa yang terbaik sebelum dan selama perang, meski mereka tidak mendapat pelatihan khusus. Akan tetapi, tidak lama setelah perang, bantuan tiba. Para lulusan Gilead, yaitu Earl Stewart, Victor White, dan Lorenzo Alpiche tiba pada tanggal 14 Juni 1947. Akhirnya, Saudara dos Santos mendapat pengganti. Pada tahun 1949, ia kembali ke Hawaii bersama istri dan anak-anaknya.
Saudara Stewart ditunjuk menjadi hamba cabang. Sebagian besar utusan injil lain yang datang pada tahun-tahun awal itu ditugasi ke lapangan. Mengenai pengaruh dari adanya para utusan injil yang dilatih di Gilead, Victor Amores, yang dikirim dari Filipina ke Gilead, menceritakan, ”Dalam hal pengorganisasian pekerjaan, mereka merupakan bantuan yang sangat berarti. Saudara-saudara belajar dari para lulusan Gilead ini. Kemajuan dihasilkan. Sebelum tahun 1975, jumlah penyiar mencapai hampir 77.000, sedangkan pada tahun 1946 jumlah kami hanya 2.600.” Setelah ketiga saudara yang pertama tadi, cukup banyak utusan injil lain yang menyusul, termasuk suami istri Brown dan suami istri Willett, yang melayani di Cebu, serta suami istri Anderson, yang bekerja di Davao. Ada juga suami istri Steele, suami istri Smith, serta Saudara Hachtel dan Saudara Bruun. Neal Callaway tiba pada tahun 1951. Ia belakangan menikahi seorang saudari lokal, Nenita, dan mereka melayani hampir di semua bagian Filipina hingga Neal meninggal pada tahun 1985. Denton Hopkinson dan Raymond Leach dari Inggris tiba pada tahun 1954, dan setelah lebih dari 48 tahun melayani, mereka masih terus berperan besar dalam pekerjaan di Filipina.
Bukan hanya para lulusan Gilead dari negeri lain yang berperan dalam pengorganisasian dan perluasan pekerjaan pemberitaan Kerajaan di Filipina. Pada tahun 1950-an, saudara-saudara Filipina juga diundang ke Sekolah Gilead, dan hampir semuanya kembali melayani di negeri mereka sendiri. Tiga orang pertama adalah Salvador Liwag, Adolfo Dionisio, dan Macario Baswel. Victor Amores, yang telah disebutkan sebelumnya, menggunakan pelatihannya dalam pekerjaan keliling dan di Betel. Ia belakangan berkeluarga tetapi kemudian kembali ke dinas sepenuh waktu. Ia melayani sebagai pengawas keliling dan kemudian sebagai perintis istimewa di Provinsi Laguna, bersama istrinya, Lolita, hingga ia berusia akhir 70-an.
Terus Maju Melewati Tahun 1970-an
Seraya pekerjaan bergerak maju dengan cepat, jumlah penyiar terus meningkat, melewati angka 77.000 pada tahun 1975. Secara keseluruhan, hamba-hamba Yehuwa mempertahankan kerohanian mereka dan terus melayani Allah dengan loyal. Akan tetapi, banyak yang berhenti melayani Yehuwa sewaktu sistem ini tidak berakhir pada tahun 1975. Pada tahun 1979, jumlah penyiar telah merosot hingga kurang dari 59.000. Cornelio Cañete, yang melayani sebagai pengawas keliling pada pertengahan tahun 1970-an, mengatakan, ”Beberapa orang dibaptis karena tahun 1975 dan berada dalam kebenaran selama beberapa tahun. Setelah tahun 1975, mereka meninggalkan kebenaran.”
Namun, sebagian besar dari mereka hanya membutuhkan anjuran untuk terus memiliki pandangan yang benar tentang pelayanan Kristen. Jadi, kantor cabang mengambil langkah-langkah untuk mengorganisasi khotbah-khotbah istimewa. Hasilnya, bukan hanya para penyiar aktif yang teranjurkan melainkan juga beberapa dari yang tidak aktif terbantu untuk menjadi pemuji Yehuwa yang aktif kembali. Saudara-saudara mulai memahami bahwa mereka melayani Allah, bukan hanya sampai tanggal tertentu, melainkan sampai selama-lamanya. Sejak masa penurunan sementara itu, jumlah penyiar Kerajaan telah meningkat secara dramatis. Saudara-saudara yang tidak membiarkan kekecewaan membuat mereka melupakan semua kebaikan Yehuwa telah benar-benar diberkati!
Membuka Daerah Terpencil—Di Pegunungan
Ribuan pulau yang membentuk Filipina bertebaran di lautan terbuka hingga seluas 1.850 kilometer dari utara ke selatan dan 1.100 kilometer dari timur ke barat. Beberapa pulau tidak berpenghuni, dan banyak yang memiliki daerah pegunungan yang berbukit-bukit. Mencapai orang-orang di tempat-tempat terpencil tersebut merupakan tantangan.
Salah satu daerah seperti itu adalah Kalinga-Apayao. Di pegunungan Cordillera Central yang berbukit-bukit, di bagian utara Luzon, orang-orangnya terbagi dalam suku-suku dan desa-desa, yang memiliki dialek dan adatnya sendiri-sendiri. Meskipun berburu kulit kepala manusia sudah tidak dilakukan lagi pada abad ke-20, pertikaian antardesa merupakan hal biasa, yang mengakibatkan permusuhan yang berkepanjangan dan pembunuhan. Geronimo Lastima mengatakan, ”Pada tahun-tahun yang lampau, sulit untuk mengutus para perintis istimewa ke wilayah-wilayah itu. Penduduk setempat akan mengejar saudara-saudara untuk dibunuh.”
Solusinya adalah mengutus saudari-saudari. Geronimo menjelaskan, ”Mereka tidak mengejar wanita. Tradisi mengatakan bahwa wanita tidak boleh diganggu.” Saudari-saudari tersebut efektif dalam mengajarkan kebenaran kepada penduduk setempat. Kemudian, penduduk setempat dibaptis dan selanjutnya menjadi perintis. Mereka memahami kebudayaan masyarakat mereka sendiri dan tahu caranya memberi kesaksian dengan efektif. Hasilnya, ”para pemburu” telah menyebar ke seluruh pegunungan ini—mencari orang-orang yang menginginkan kebenaran. Pada tahun 1970-an, hanya ada sedikit Saksi di seluruh Kalinga-Apayao; sekarang sudah ada dua wilayah.
Demikian pula, di Ifugao, provinsi tetangganya yang bergunung-gunung, malah tidak ada seorang Saksi pun pada awal tahun 1950-an. Tiga perintis biasa ditugasi untuk mengabar kepada orang-orang yang tinggal di antara teras-teras sawah yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Akhirnya, penduduk setempat mulai menerima kebenaran. Sekarang, di daerah ini ada 18 sidang dengan 315 penyiar.
Di Pegunungan Abra yang terletak jauh di sebelah utara terdapat masalah, yaitu bagaimana mencapai desa-desa yang belum ada Saksi. Seorang pengawas wilayah yang sangat berhasrat untuk membawa kabar baik ke daerah-daerah yang paling terpencil mengundang 34 saudara lain agar ikut bersamanya untuk mengabar di daerah dekat Tineg. (Kis. 1:8) Karena tidak ada transportasi umum, kelompok ini berjalan kaki selama tujuh hari melewati pegunungan untuk mencapai sepuluh desa yang terdiri dari sekitar 250 rumah.
Sang pengawas wilayah menceritakan, ”Cukup menantang untuk berjalan di sepanjang lereng pegunungan sambil membawa semua perbekalan kami. Dari enam malam perjalanan, selama empat malam kami tidur di udara terbuka pegunungan atau di pinggir sungai.” Bertahun-tahun sebelumnya, beberapa penduduk desa pernah menerima kesaksian. Di suatu tempat, Saksi-Saksi bertemu dengan seorang pria yang mengatakan, ”Dua puluh tujuh tahun yang lalu, Saksi-Saksi Yehuwa mengabar kepada ayah saya. Ia memberi tahu kami bahwa Saksi-Saksi Yehuwa memiliki kebenaran.” Secara keseluruhan, kelompok ini menempatkan 60 buku besar, 186 majalah, 50 brosur, dan 287 risalah serta mempertunjukkan banyak pengajaran Alkitab.
Mengabar di Daerah Terpencil Lainnya
Palawan adalah sebuah pulau besar di Filipina. Pulau yang panjang dan sempit tersebut panjangnya 434 kilometer. Pulau ini, yang terletak jauh dari hiruk-pikuk pulau-pulau yang berpenduduk lebih banyak, merupakan hutan yang ditinggali oleh berbagai suku dan banyak permukiman terpencil, termasuk permukiman para migran. Utusan injil Raymond Leach, yang siap ditugasi ke mana pun, dikirim ke sana sebagai pengawas wilayah. Di sana ada beberapa Saksi dan tempat-tempat jauh yang mesti didatangi. Ia mengenang, ”Saya ditugasi ke sana dari tahun 1955 hingga 1958, dan hanya ada 14 penyiar di seluruh Palawan. Butuh waktu lima minggu untuk mengunjungi mereka.”
Sejak saat itu, ada banyak kemajuan, meski kunjungan ke tempat itu masih merupakan tantangan. Febe Lota, yang sekarang berusia awal 40-an, memulai dinas perintis istimewa di Palawan pada tahun 1984. Ia menceritakan apa yang terjadi sewaktu sedang melayani di Dumaran, ”Kami tiba di tempat yang kami pikir adalah rumah terakhir. Kami tidak membayangkan bahwa masih ada rumah lagi, tetapi ternyata masih ada!” Di belakang rumah yang kami pikir rumah terakhir itu ada pohon-pohon kelapa dan di tengah-tengahnya tinggal sepasang suami istri yang mengurus kebun kelapa. Dan lagi, mereka berminat akan Alkitab!
Febe mengatakan, ”Kalau bukan demi melayani Yehuwa, saya tidak akan pernah kembali lagi ke tempat itu.” Untuk mencapai tempat itu, Febe dan rekannya harus berjalan kaki seharian melewati perkebunan kelapa, di sepanjang pantai berpasir dan berbatu. Sewaktu air laut pasang, mereka harus berjalan melewati air setinggi lutut. Karena letak tempat ini jauh, mereka memutuskan untuk pergi ke sana sebulan sekali dan tinggal selama beberapa hari. Dengan demikian, mereka harus membawa makanan, buku, majalah, dan pakaian ekstra. ”Benar-benar pengorbanan bagi kami karena harus merasakan sengatan panas matahari dan sengatan serangga. Biasanya, kami sampai di tujuan dengan keringat bercucuran.” Akan tetapi, upaya mereka membuahkan hasil seraya mereka melihat bahwa pasangan yang berminat ini maju sangat pesat dalam pelajaran Alkitab mereka.
Pasangan suami istri ini dipaksa meninggalkan pekerjaan mereka di kebun kelapa sewaktu sang manajer, seorang anggota Gereja Baptis, tahu bahwa mereka belajar dengan Saksi. Febe terkejut sekaligus gembira sewaktu ia belakangan bertemu lagi dengan sang istri dari pasangan tersebut. Ia bukan saja sudah dibaptis melainkan juga, sebagaimana Febe katakan, ”ia duduk bersama kami dalam pertemuan para perintis yang diadakan di kebaktian distrik”. Alangkah besar sukacita yang dirasakan sewaktu melihat bahwa kerja keras seseorang telah menghasilkan buah yang baik!
Di Mindanao, pulau besar di bagian selatan Filipina, ada banyak daerah yang sulit dicapai. Nathan Ceballos melayani di sana sebagai pengawas keliling, ditemani oleh istrinya. Selama pekan yang tidak digunakan untuk mengunjungi sidang-sidang, mereka mengerahkan upaya untuk mengabar di wilayah-wilayah terpencil. Mereka mengundang saudara-saudari lain untuk bergabung. Pernah, kelompok ini menggunakan 19 sepeda motor untuk mencapai banyak desa. Jalanannya tidak rata dan berlumpur, dan Saksi-Saksi ini harus menyeberangi sungai besar dan kecil, yang kebanyakan tidak ada jembatannya. Meskipun orang-orang di daerah itu tidak punya banyak uang, mereka menyumbangkan sapu-sapu yang halus buatan tangan sebagai penghargaan atas lektur yang dibawakan oleh saudara-saudara. Bayangkan pemandangannya sewaktu saudara-saudara pulang mengendarai sepeda motor sambil mengangkut sapu! Nathan mengatakan, ”Semuanya pulang dalam keadaan letih dan acak-acakan tetapi penuh sukacita, karena mengetahui bahwa apa yang telah kami lakukan adalah kehendak Yehuwa.”
Menggunakan Setiap Sarana untuk Memberitakan Kabar Baik
Pada tahun-tahun belakangan ini, organisasi Yehuwa telah menganjurkan para pemberita Kerajaan agar memanfaatkan setiap kesempatan untuk memberi kesaksian. Hal itu khususnya cocok untuk daerah-daerah berpenduduk padat di negeri ini. Kota-kota besar, seperti Davao, Cebu, dan Metro Manila, mirip dengan kota-kota lainnya di seluruh dunia, yang dipenuhi pusat perdagangan, kantor, kondominium, dan kompleks perumahan. Apa yang telah dilakukan untuk mencapai orang-orang di tempat-tempat ini?
Makati adalah bagian dari wilayah yang, hingga baru-baru ini, dilayani oleh Marlon Navarro. Marlon, seorang lulusan Sekolah Pelatihan Pelayanan yang masih muda, bekerja keras mengorganisasi pengabaran di daerah pusat keuangan Makati, daerah yang ditugaskan kepada tiga sidang. Saudara-saudari, yang kebanyakan adalah perintis, dipilih dan dilatih untuk mengerjakan daerah ini secara efektif. Berbagai pengajaran Alkitab diadakan di mal-mal dan taman-taman di bagian kota ini; beberapa pelajar Alkitab ini sudah menghadiri perhimpunan.
Cory Santos dan putranya, Jeffrey, melayani sebagai perintis. Mereka sering memberi kesaksian di jalan pada pagi hari, kadang-kadang mulai pukul 6.00. Pada pagi hari seperti ini, mereka menjumpai orang-orang yang pulang dari giliran kerja malam di pabrik. Mereka bahkan telah memulai beberapa pengajaran Alkitab sambil melakukan kesaksian di jalan. Beberapa orang yang awalnya dihubungi dengan cara ini telah membuat kemajuan dan dibaptis.
Di luar kota, para penyiar juga tanggap dalam mencari kesempatan untuk memberi kesaksian. Norma Balmaceda, yang telah menjadi perintis istimewa selama lebih dari 28 tahun, berbicara kepada seorang wanita yang sedang menunggu kendaraan. Norma bertanya kepada wanita itu, ”Ibu mau ke arah mana?”
Sang wanita menjawab, ”Provinsi Quirino.”
”Ibu tinggal di sana?”
”Tidak, tapi suami saya ingin pindah ke sana karena kehidupan di Ifugao sini terlalu keras.”
Percakapan ini membuka kesempatan bagi Norma untuk membagikan kabar baik tentang pemerintahan Kerajaan, yang akan memecahkan masalah-masalah manusia. Mereka kemudian berpisah. Bertahun-tahun kemudian, pada sebuah kebaktian wilayah, seorang wanita mendekati Norma dan memperkenalkan dirinya sebagai seseorang yang pernah Norma ajak bicara. Sekarang ia sudah dibaptis, dan kedua putri serta suaminya sedang menikmati pelajaran Alkitab.
Di kantor cabang di Quezon City, saudara-saudara tanggap dalam menggunakan setiap kesempatan untuk memberi kesaksian. Felix Salango, misalnya, terkenal dengan kegairahannya dalam mengabar. Ia sering merintis ekstra meski melayani di Betel. Pada tahun 2000, sewaktu pembangunan gedung tempat tinggal tambahan sedang berlangsung, Felix memperhatikan para pekerja yang disewa untuk mendirikan struktur luar gedung itu. Ia mendekati sang insinyur kepala dan meminta izin untuk berbicara kepada para pekerja itu. Felix mengatakan, ”Setelah mereka makan siang, saya pergi ke lokasi itu, dan di sana sang insinyur telah mengumpulkan lebih dari 100 pekerja. Saya menceritakan tentang pekerjaan Saksi-Saksi Yehuwa dan menjelaskan bahwa pengetahuan dibutuhkan agar selamat dari kesengsaraan besar. Saya membawa satu dos brosur dan satu dos buku Pengetahuan. Saya memberi tahu bahwa jika para pekerja itu berminat mempelajari Firman Allah, mereka dapat memiliki salah satu publikasi tersebut.” Felix juga menjelaskan bagaimana Saksi-Saksi Yehuwa didukung di seluruh dunia dan meletakkan publikasi-publikasi itu beserta sebuah amplop di dekat pohon kelapa. Banyak pekerja mengambil buku atau brosur, dan banyak dari mereka memasukkan sumbangan ke dalam amplop.
Beberapa dari mereka berminat belajar, termasuk sang insinyur kepala. Setiap Senin, Rabu, dan Jumat selama istirahat siang, Felix mengatur pengajaran untuknya dengan brosur Apa yang Allah Tuntut dari Kita? Sang insinyur memberi tahu Felix, ”Apa yang saya pelajari di sini saya jelaskan kepada istri saya dan teman-teman saya.” Dua orang insinyur lain yang bekerja di lokasi itu ingin belajar juga, begitu pula dengan seorang satpam dan dua orang sekretaris. Ya, memberi kesaksian pada setiap kesempatan menghasilkan berkat Yehuwa.
Utusan Injil Berdatangan
Dari tahun ke tahun, 69 utusan injil asing yang terlatih telah pergi ke Filipina untuk membantu dalam pekerjaan pemberitaan Kerajaan. Mereka telah melakukan hal ini dengan beragam cara. Denton Hopkinson dan Raymond Leach, yang telah disebutkan sebelumnya, tadinya ditugasi ke lapangan, pertama sebagai utusan injil dan kemudian sebagai pengawas keliling. Belakangan mereka diberi tugas untuk melayani di kantor cabang.
Sejumlah lulusan Gilead tiba selama tahun 1970-an untuk membantu pengoperasian percetakan yang baru didirikan. Di antaranya adalah Robert Pevy dan istrinya, Patricia, yang sebelumnya melayani di Inggris dan Irlandia. Robert sangat membantu dalam membentuk bagian penulisan di kantor cabang Filipina. Semua saudara sedih sewaktu melepas kepergiannya pada tahun 1981 guna melayani di kantor pusat sedunia di Brooklyn, New York, AS.
Dean dan Karen Jacek tiba dari Amerika Serikat pada tahun 1980, dan setelah belajar sebentar bahasa Tagalog di Laguna, mereka ditugasi ke kantor cabang. Setelah mengikuti pelatihan tambahan pada tahun 1983, mereka membantu saudara-saudara—setempat dan dari negeri-negeri kepulauan tetangga—untuk belajar menggunakan sistem komputer yang dikembangkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa yang telah terbukti sangat penting dalam mendukung penerbitan lektur Alkitab dalam bahasa-bahasa setempat.
Hubertus (Bert) dan Jeanine Hoefnagels dari Belanda tiba pada tahun 1988. Cabang Filipina pada waktu itu baru saja akan memulai proyek pembangunan besar-besaran. Karena pasangan ini memiliki pengalaman dalam pembangunan kantor cabang dan Bert sudah paham dengan pengoperasian alat-alat berat, mereka ditugasi untuk membantu proyek ini. Bert mengoperasikan peralatan dan juga melatih saudara-saudara lain. Ia mengatakan, ”Sejak awal, saya melatih saudara-saudara lokal untuk mengemudikan truk, mesin keruk, buldoser, traktor, dan alat derek. Akhirnya, kami memiliki satu kelompok yang terdiri dari 20 hingga 25 orang yang bekerja dengan alat-alat berat.”
Belakangan, mereka ditemani empat lulusan Gilead lain—Peter dan Beate Vehlen dari Jerman serta Gary dan Teresa Jeane Melton dari Amerika Serikat. Suami istri Vehlen juga berpengalaman dalam pembangunan kantor cabang, dan suami istri Melton berpengalaman lima tahun melayani di Betel Amerika Serikat. Semuanya mampu memberikan andil untuk pekerjaan pembangunan cabang.
Bertahun-tahun sebelumnya, pada tahun 1963, rumah terakhir utusan injil telah ditutup, karena pekerjaan di lapangan dapat diurus oleh para perintis Filipina yang cakap. Meskipun demikian, pada tahun 1991 Badan Pimpinan mengatur untuk mengutus enam utusan injil ke ladang ini. Meskipun berpengalaman dalam pekerjaan cabang, para utusan injil ini juga memiliki pengalaman yang dapat diterapkan dengan efektif dan bermanfaat di lapangan. Misalnya, Jeanine Hoefnagels mulai merintis ekstra pada usia 18 tahun. Sekarang, ia dapat menggunakan pengalaman dan kepribadiannya yang bersemangat untuk menganjurkan saudara-saudara dan orang-orang baru. Suaminya, Bert, berkomentar tentang manfaat lain. Ia mengatakan, ”Dengan adanya para utusan injil di lapangan sini, orang-orang terbantu untuk memahami jangkauan internasional dari pekerjaan kita.” Sementara itu, beberapa utusan injil terus mengurus tugas administratif dan tugas lainnya di kantor cabang.
Filipina tidak hanya memiliki para utusan injil yang berdatangan tetapi juga memiliki para utusan injil yang pergi.
Para Utusan Injil yang Pergi
Sementara para utusan injil masih berdatangan, Filipina mulai mengutus para perintis Filipina ke negeri-negeri lain untuk ikut serta dalam pekerjaan utusan injil. Meskipun barangkali tidak mendapatkan pelatihan berorganisasi yang sama seperti yang didapatkan oleh para lulusan Gilead, jumlah para perintis lokal yang cakap banyak. Sejak Perang Dunia II, pekerjaan menjadikan murid telah meluas dengan lebih pesat di Filipina daripada di negeri-negeri tetangganya. Oleh karena itu, para perintis Filipina yang cakap telah diundang untuk mengambil dinas utusan injil ke seluruh Asia dan kepulauan di Pasifik. Di antara yang dikirim adalah para pasangan suami istri, tetapi kebanyakan adalah para perintis lajang yang telah berpengalaman selama satu dekade atau lebih dalam dinas sepenuh waktu. Pada pertengahan tahun 2002, 149 perintis telah diutus ke 19 negeri. Tujuh puluh empat dari mereka masih berada di daerah tugasnya. Sambil menunggu dokumen perjalanan diproses, para calon utusan injil menggunakan waktu mereka di kantor cabang dan mendapatkan pelatihan serta pengalaman yang akan membantu mereka dalam menjalankan tugas. Sumbangan apa saja dalam pekerjaan pemberitaan yang telah diberikan oleh para utusan injil ini dari tahun ke tahun, dan tantangan serta sukacita apa saja yang mereka telah alami?
Rose Cagungao (sekarang Engler) dan Clara dela Cruz (sekarang Elauria) adalah perintis pertama yang pergi. Daerah tugas mereka adalah Thailand. Sekitar setahun kemudian, Angelita Gavino bergabung dengan mereka di sana. Tentu saja, seperti dialami utusan injil lainnya, belajar bahasa merupakan tantangan besar. Angelita menceritakan tentang belajar bahasa Thai, ”Selama beberapa pekan pertama, saya merasa frustrasi karena bagi saya segala sesuatu yang tertulis di buku tampak seperti ’cacing’, dan di perhimpunan kami tidak dapat berbicara dengan siapa pun karena adanya perintang bahasa.” Tetapi, mereka berhasil mempelajarinya, dan mereka terus menggunakan bahasa yang telah dipelajari ini untuk membantu orang lain.
Setelah beberapa perintis itu, suatu barisan perintis yang rela kemudian dikirim ke berbagai negeri. Porferio dan Evangeline Jumuad ditugasi ke Korea pada tahun 1972. Mereka mempelajari bahasanya dengan baik, dan setelah dua setengah tahun di ladang utusan injil, suami istri Jumuad diundang ke dalam pekerjaan wilayah.
Pada tahun 1970, Salvacion Regala (sekarang Aye) adalah salah seorang di antara sembilan saudari Filipina yang tiba di Hong Kong untuk memulai pekerjaan utusan injil. Belajar bahasa Kanton adalah tantangan pertamanya. Bahasa Kanton memiliki sembilan nada. Jika nada berubah, makna katanya juga berubah. Salvacion mengingat bahwa sewaktu dia masih belum mahir menggunakan nada-nada itu, ia pernah memberi tahu pelajar Alkitabnya bahwa mereka telah pindah pemondokan ”karena berhantu”, padahal maksudnya ”karena sewanya mahal”. Akhirnya, ia berhasil mempelajari bahasa tersebut. Salvacion telah membantu lebih dari 20 orang untuk mempelajari berita kebenaran dari Alkitab. Sekarang, ia bertemu dengan banyak orang Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Hong Kong, sehingga ia berupaya belajar bahasa Indonesia.
Rodolfo Asong, seorang saudara yang serius tetapi ramah, harus menghadapi kondisi yang benar-benar berbeda sewaktu ia ditugasi ke Papua Nugini pada tahun 1979. Ia dengan rajin mempelajari bahasanya dan berhasil dengan sangat baik sehingga setelah hanya sebentar berada di negeri itu, ia langsung diutus sebagai pengawas keliling. Akan tetapi, cara mengunjungi sidang-sidang di Papua Nugini sangatlah berbeda dengan di Filipina. Ia mengatakan, ”Saya belajar mendayung kano kecil dari kayu sambil berdiri, seperti yang dilakukan penduduk asli.”
Tentang kebaktian-kebaktian, Rodolfo bercerita, ”Karena jarak dan biaya transportasi yang tidak terjangkau, kami mengatur banyak kebaktian kecil. Kebaktian yang diadakan di Desa Larimea adalah yang terkecil yang pernah saya hadiri. Total hadirinnya sepuluh orang.” Pada kesempatan lain, ia ditunjuk sebagai pengawas kebaktian untuk pertemuan yang diadakan di Desa Agi. Ia mengatakan, ”Saya juga ditunjuk untuk melayani sebagai ketua kebaktian, untuk mengurus departemen Tata Suara dan departemen Konsumsi, untuk menyutradarai drama, dan untuk memerankan Raja Daud.” Ia benar-benar mengerahkan diri dalam tugas itu dan belakangan menikmati dinas utusan injil di Kepulauan Solomon.
Pada tahun 1982, Arturo Villasin, seorang saudara yang mudah beradaptasi dari Luzon, dikirim ke Kepulauan Solomon. Ia melayani di sana sebagai pengawas wilayah dan mendapati bahwa kondisi di sana sangat berbeda dengan di Filipina. Cara terbaik untuk mencapai banyak pulau di sana adalah dengan menggunakan pesawat kecil. Ia bercerita, ”Pernah suatu kali pesawat kami jatuh, tetapi kami semua selamat. Kami juga pernah nyaris menghantam lereng gunung karena penglihatan terhalang.” Mengenai kunjungan ke beberapa sidang, ia mengatakan, ”Kami berjalan kaki lewat hutan hujan, mendaki bukit-bukit yang curam dan berlumpur untuk mengunjungi sidang-sidang yang terletak di antara orang-orang primitif yang menyembah leluhur.” Arturo meninggal secara tak terduga pada tahun 2001 karena sakit, tetapi ia akan selalu dikenang sebagai utusan injil yang setia.
Pengalaman-pengalaman seperti ini dari para saudara dan saudari Filipina yang dikirim ke ladang utusan injil di Asia dan Pasifik sangatlah banyak. Meskipun menghadapi banyak tantangan, hamba-hamba Yehuwa yang rela menyediakan diri dan berkorban ini memberikan sumbangsih yang sangat besar bagi pekerjaan pemberitaan di negeri-negeri tersebut.
Sukacita dalam Membantu Orang Lain Menjadikan Yehuwa Benteng Mereka
Sukacita ada dalam berkat Yehuwa. (Ams. 10:22) Adelieda Caletena, yang diutus ke Taiwan pada tahun 1974, mengatakan, ”Saya sangat berbahagia dan bersyukur kepada Yehuwa karena Ia memberkati pekerjaan kami di sini dan telah memberi saya kesempatan untuk menjadi bagian darinya.”
Paul dan Marina Tabunigao, yang sekarang melayani di Kepulauan Marshall, mengatakan, ”Kami telah berhasil membantu 72 orang untuk melayani Yehuwa. Hati kami bersukacita karena banyak dari mereka sekarang melayani sebagai penatua, hamba pelayanan, perintis istimewa, perintis biasa, dan penyiar sidang yang aktif.”
Lydia Pamplona, yang telah melayani di Papua Nugini sejak tahun 1980, telah membantu 84 orang hingga taraf pembaktian dan baptisan. Lydia baru-baru ini melaporkan bahwa ia mengadakan pengajaran Alkitab di rumah bersama 16 orang, yang kebanyakan darinya sekarang sudah menghadiri perhimpunan. Komentar pribadi Lydia tak diragukan lagi mewakili perasaan banyak utusan injil lainnya, ”Saya bersyukur kepada Yehuwa atas pelayanan yang Ia telah percayakan kepada saya. Semoga Ia terus memberkati pelayanan kami, demi kemuliaan-Nya.”
Cabang-cabang yang dikirimi utusan injil Filipina mensyukuri keberadaan mereka di wilayahnya. Cabang Thailand menulis, ”Para utusan injil dari Filipina bekerja dengan baik. Mereka menjadi teladan kesetiaan selama bertahun-tahun berada di Thailand. Mereka terus bekerja meski sudah lanjut usia. Mereka mengasihi Thailand dan orang Thai; mereka menganggapnya sebagai rumah sendiri. Terima kasih banyak karena mengirimi kami para utusan injil yang bagus ini.”
Sekolah Pelayanan Kerajaan Turut Memperlengkapi Para Penatua
Hampir bersamaan dengan saat pertama kali diutusnya para perintis dari Filipina untuk melayani di negeri-negeri lain, organisasi Yehuwa menyediakan pelatihan bagi para saudara yang cakap, yang jumlahnya semakin banyak, dan memikul tanggung jawab di sidang setempat. Sekolah Pelayanan Kerajaan merupakan salah satu sarana utama untuk melaksanakan pelatihan ini.
Kelas-kelas pertama dimulai pada tahun 1961 dalam bentuk kursus satu bulan. Jack Redford, yang pada waktu itu adalah seorang instruktur Gilead dan belakangan akan melayani sebagai utusan injil di Vietnam, ditugasi untuk mengajar kursus ini di Filipina. Sekolah yang pertama diadakan di kantor cabang dan dibawakan dalam bahasa Inggris.
Meskipun beberapa orang tidak memiliki kesulitan dalam berbahasa Inggris, pertimbangan selalu perlu diberikan untuk menggunakan bahasa dan dialek umum lainnya yang ada di Filipina. Banyak penatua akan memperoleh lebih banyak manfaat dari kursus yang diadakan dalam bahasa ibu mereka. Oleh karenanya, sejak pertengahan tahun 1960-an, kursus ini diadakan dalam beberapa bahasa. Cornelio Cañete mengingat bahwa dia pernah ditugasi untuk mengajar di seluruh Kepulauan Visayan dan Mindanao. Sambil tertawa kecil, ia mengatakan, ”Saya mengajar kursus ini dalam tiga bahasa: Sebuano, Hiligaynon, dan Samar-Leyte.”
Dari tahun ke tahun, kursus ini mengalami perubahan, termasuk penjadwalannya. Baru-baru ini, kursus diadakan pada akhir pekan—satu setengah hari untuk para penatua dan satu hari untuk para hamba pelayanan. Akan tetapi, masih ada tantangan untuk mengajar kursus ini dalam sekitar delapan bahasa. Para penatua yang mengetahui bahasa-bahasa tersebut diutus dari kantor cabang untuk mengajar di sekolah pelatihan bagi para pengawas keliling. Mereka, selanjutnya, mengadakan sekolah yang sebenarnya, yang diperuntukkan bagi para penatua sidang dan hamba pelayanan. Pada kelas yang diadakan terakhir, 13.000 penatua dan 8.000 hamba pelayanan memperoleh manfaat dari pelatihan ini.
Bantuan bagi Perintis
Belakangan, para perintis juga mulai menerima pelatihan tambahan. Pada tahun 1978, kelas-kelas pertama Sekolah Dinas Perintis diadakan. Semua yang melayani sebagai perintis pada waktu itu didaftarkan ke sekolah ini, termasuk para perintis istimewa. Sejak saat itu, kecuali pada tahun 1979 dan 1981, sekolah ini diadakan setiap tahun.
Para perintis mendapatkan manfaat yang sangat besar dari sekolah ini, tetapi untuk menghadirinya, mereka harus menghadapi berbagai tantangan. Ada yang membuat pengorbanan finansial untuk tiba di sana. Yang lainnya bergelut dengan kesulitan transportasi.
Para perintis yang mengikuti sekolah di kota Santiago harus menghadapi situasi yang tak terduga. Rodolfo de Vera, sang pengawas wilayah, menceritakan, ”Pada tanggal 19 Oktober 1989, Santiago, Isabela, tanpa peringatan dilanda taifun yang sangat dahsyat dengan kecepatan angin maksimum 205 kilometer per jam. Sewaktu kami memulai pelajaran kami pagi itu di Balai Kerajaan, hanya ada sedikit hujan dan angin, karena itu kami meneruskan sekolah. Akan tetapi, angin menjadi semakin kuat, dan bangunan mulai bergoyang. Tak lama kemudian, atapnya terbang. Kami ingin keluar dari situ, tetapi kami melihat bahwa di luar lebih berbahaya karena banyak benda beterbangan.” Meski bangunan itu mulai terbelah, semuanya selamat tanpa terluka. Mereka menganggap keselamatan mereka tidak hanya karena Yehuwa tetapi juga karena saran di majalah Sedarlah! yang mengatakan bahwa dalam situasi demikian, berlindunglah di kolong meja. Saudara de Vera mengatakan, ”Kami berlindung di bawah meja-meja. Setelah taifun berlalu, kami tertutupi ranting-ranting dan lembaran-lembaran atap logam yang berjatuhan, tetapi semua yang tetap berada di kolong meja dalam bangunan itu tidak terluka.”
Setiap tahun, sekolah diadakan dalam tujuh bahasa. Hingga tahun dinas 2002, 2.787 kelas telah diadakan dan total lulusannya sebanyak 46.650 perintis. Alangkah bagusnya persediaan ini untuk membantu para perintis mengembangkan keterampilan mereka dan menaruh kepercayaan penuh kepada Yehuwa seraya mereka terus ”bersinar sebagai penerang dalam dunia”!—Flp. 2:15.
Upaya Awal Percetakan Ofset
Semua pekerjaan di lapangan dan di sidang akan menjadi jauh lebih sulit tanpa tersedianya lektur Alkitab yang bagus. Selama bertahun-tahun, pencetakan untuk ladang Filipina dilakukan di Brooklyn. Akan tetapi, pada awal tahun 1970-an, sebuah percetakan dibangun di lokasi kantor cabang di Quezon City. Perlengkapan letterpress (mesin cetak huruf), seperti yang dimiliki Brooklyn, dipasang. Hal ini memungkinkan cabang kami langsung mencetak semua majalah.
Selama dekade tersebut, menjadi jelas bahwa letterpress, dengan metode logam panasnya, sudah tidak dipakai lagi oleh industri percetakan karena digantikan dengan percetakan ofset. Pengarahan yang diberikan oleh kantor pusat sedunia menunjukkan bahwa kami secara bertahap perlu mengadakan perubahan ini juga.
Pada tahun 1980, kantor cabang membeli perlengkapan phototypesetting (penyusunan huruf dan tata-letak-gambar). Cabang Afrika Selatan telah memperoleh jenis perlengkapan yang sama dan membagikan pengalaman mereka kepada cabang Filipina. Sistem penyusunan huruf terkomputerisasi ini beroperasi bersama mesin cetak ofset kecil, yang mencetak pada kertas berbentuk lembaran, yang dibeli kira-kira pada saat yang sama.
Dalam skala kecil, perlengkapan ini memungkinkan saudara-saudara mempelajari teknik yang digunakan dalam percetakan ofset. David Namoca, yang berpengalaman luas dalam mengoperasikan Linotype untuk percetakan letterpress, mempelajari cara menggunakan perlengkapan phototypesetting. Saudara-saudara lain belajar caranya membuat pelat-pelat cetakan ofset dan cara melakukan pencetakan pada mesin cetak yang baru dibeli itu. Dengan demikian, pada akhir tahun 1980, cabang sudah menggunakan metode ofset untuk mencetak Pelayanan Kerajaan Kita dalam beberapa bahasa dan majalah-majalah dalam berbagai bahasa yang bersirkulasi kecil.
Perubahan ke percetakan ofset ini juga memperkenalkan penggunaan komputer untuk membantu saudara-saudara yang berkecimpung dalam pekerjaan penerjemahan dan pracetak. Sedikit demi sedikit, saudara-saudara memperoleh pengalaman dan keyakinan. Akhirnya, mereka dapat mengembangkan kualitas maupun kuantitas pencetakan dengan menggunakan metode ini. Malah, pada tahun 1982, karena begitu bergairah untuk membuat kemajuan, saudara-saudara mencetak Berita Kerajaan No. 31, sebuah publikasi empat warna, dengan menggunakan mesin cetak ofset satu warna. Kertasnya melewati mesin cetak ini enam kali—empat untuk sisi empat warnanya dan dua untuk sisi dua warnanya. Hal ini merupakan pekerjaan besar, dan kualitasnya mungkin tidak seperti yang diharapkan; tetapi setiap orang senang melihat Berita Kerajaan empat warna yang dihasilkan oleh perlengkapan kami sendiri.
Pengaturan itu turut menghasilkan perubahan awal, tetapi bagaimana perubahan penuh ke phototypesetting terkomputerisasi dan percetakan ofset dapat dicapai? Organisasi Yehuwa punya beberapa rencana, dan cabang Filipina tidak lama lagi akan mendapat manfaat darinya.
Organisasi Yehuwa Menyediakan MEPS
Badan Pimpinan menetapkan diproduksinya sistem phototypesetting terkomputerisasi yang akan memenuhi kebutuhan unik untuk menerbitkan kabar baik dalam sejumlah besar bahasa. Sistem Penyusunan Huruf dan Tata-Letak-Gambar Elektronik Multibahasa (MEPS) dikembangkan di Brooklyn. Meskipun perlengkapan komersial yang digunakan sementara waktu oleh cabang telah memperkenalkan penggunaan komputer dan percetakan ofset dalam skala yang terbatas, MEPS akan memungkinkan cabang Filipina bergerak maju dalam bidang ini, bersama dengan cabang-cabang lainnya di seluruh dunia.
Dua pasang suami istri dari Filipina diundang ke Wallkill, New York. Saudara-saudara tersebut menerima pelatihan perawatan komputer MEPS dan penerapan program MEPS untuk pekerjaan pracetak. Pasangan lain, Florizel Nuico dan istrinya, pergi ke Brooklyn, dan di sana Saudara Nuico belajar cara mengoperasikan mesin cetak ofset M.A.N. Inilah yang benar-benar dibutuhkan cabang Filipina, yaitu pindah sepenuhnya ke pekerjaan pracetak terkomputerisasi dan percetakan ofset.
Pada tahun 1983, mesin cetak ofset M.A.N. tiba di Filipina. Mesin ini dipasang dengan bantuan Lionel Dingle dari cabang Australia. Saudara Nuico mulai melatih saudara-saudara setempat apa yang ia pelajari di Brooklyn. Pada akhir tahun 1983, majalah-majalah pertama dihasilkan oleh mesin cetak ini. Akan tetapi, sistemnya belum lengkap benar, sehingga untuk sementara, majalah dihasilkan dengan mengkombinasikan metode logam panas dengan percetakan ofset.
Namun, tidaklah perlu menunggu lama untuk melengkapi sistem ini. Komputer MEPS pertama tiba pada akhir tahun 1983, dan kedua saudara yang telah dilatih di Wallkill mulai mengajar saudara-saudara lainnya cara mengoperasikan dan merawat perlengkapan MEPS. Dalam waktu singkat, produksi sudah berjalan. Puluhan pekerja Betel dilatih secara saksama untuk menggunakan sistem ini dalam penerjemahan, pemasukan teks, komposisi, dan phototypesetting maupun untuk memperbaiki komputer. Di Filipina, proses pelatihan menjadi rumit karena banyaknya bahasa yang terlibat. Menara Pengawal saja dipersiapkan dalam tujuh bahasa, tidak termasuk bahasa Inggris. MEPS benar-benar cocok untuk tugas ini.
Terdapat kemajuan yang mencolok sehubungan dengan kualitas publikasi yang dihasilkan. Mengenai saudara-saudara yang melakukan pencetakan, Cesar Castellano, seorang pekerja percetakan, mengatakan, ”Kebanyakan saudara kita adalah petani. Beberapa saudara tidak memiliki keterampilan teknik apa pun. Sungguh mengesankan untuk menyaksikan bagaimana Yehuwa melalui roh-Nya menggerakkan saudara-saudara itu untuk sanggup melakukan banyak hal, termasuk pekerjaan pencetakan.” Saudara-saudara itu belajar, dan para penyiar di lapangan menerima publikasi yang semakin menarik. Namun, ada manfaat yang lebih penting—aspek rohani—yang dimungkinkan oleh kemajuan teknologi dalam metode pencetakan ini.
Makanan Rohani pada Saat yang Sama
Sewaktu majalah untuk Filipina dicetak di Brooklyn, dibutuhkan enam bulan atau lebih bagi apa yang telah muncul dalam majalah bahasa Inggris untuk bisa diterbitkan dalam bahasa-bahasa Filipina. Meskipun majalah-majalah ini diterjemahkan di Filipina, bolak-balik mengirim manuskrip dan koreksian dan akhirnya mengirimkan majalah yang telah dicetak membutuhkan cukup banyak waktu. Sewaktu pencetakan majalah dipindahkan ke Filipina pada tahun 1970-an, waktu bisa dihemat, tetapi isi majalah masih ketinggalan enam bulan dari terbitan bahasa Inggrisnya. Banyak saudara Filipina berpikir, ’Betapa indahnya andaikan terjemahan bahasa setempat bisa datang bersamaan dengan bahasa Inggrisnya.’ Selama bertahun-tahun, hal itu cuma mimpi.
Akan tetapi, dengan ditemukannya MEPS dan prosedur produksi yang disesuaikan, apa yang tadinya mimpi menjadi kenyataan. Badan Pimpinan sadar bahwa mempelajari bahan yang sama pada waktu yang sama akan menghasilkan efek mempersatukan yang kuat pada seluruh umat Yehuwa. Tujuan ini dikejar, dan pada bulan Januari 1986, Menara Pengawal tersedia secara simultan dengan edisi Inggrisnya dalam empat bahasa setempat: Hiligaynon, Iloko, Sebuano, dan Tagalog. Bahasa-bahasa lainnya menyusul tak lama setelah itu. Kemudian, betapa terkejutnya saudara-saudari pada kebaktian tahun 1988 sewaktu menerima buku Wahyu—Klimaksnya yang Menakjubkan Sudah Dekat! dalam tiga bahasa setempat bersamaan dengan edisi Inggrisnya! Saudara-saudara bersukacita—bukan hanya karena memiliki lektur yang lebih bermutu untuk ditawarkan kepada orang-orang yang berminat melainkan juga karena bisa mendapat manfaat dari program makanan rohani yang sama pada waktu yang sama dengan yang dinikmati mayoritas saudara di seluruh dunia.
Kemajuan dalam publikasi tercetak kami ini datang pada saat terjadinya kondisi yang sulit di beberapa bagian negeri kami. Publikasi-publikasi ini akan menekankan kebutuhan yang konstan bagi semua untuk menjadikan Yehuwa benteng mereka.
Kontak Senjata antara Militer dan Pemberontak
Kegiatan berbagai kelompok pemberontak meningkat di banyak bagian negeri ini pada tahun 1980-an. Beberapa kegiatan ini berkaitan dengan gerakan Komunis. Kontak senjata antara pasukan pemerintah dan pasukan pemberontak semakin sering terjadi. Konflik ini sering kali menguji kepercayaan saudara-saudara kepada Yehuwa.
Di suatu daerah yang memiliki sebuah sidang dengan 62 penyiar, saudara-saudara di sana terbangun pada suatu pagi karena pihak pemberontak dan militer sedang bersiap-siap untuk bertempur. Rumah saudara-saudara tepat berada di tengah-tengah. Seorang penatua pergi menemui pasukan pemberontak, dan penatua lainnya menemui pasukan pemerintah. Mereka meminta agar jangan bertempur di sana mengingat banyaknya penduduk sipil yang akan menjadi korban. Permohonan mereka tidak didengarkan. Karena tidak dapat melarikan diri, saudara-saudara berkumpul di Balai Kerajaan. Seorang penatua memimpin doa yang cukup panjang dan keras sehingga terdengar oleh pasukan pemerintah di luar. Sewaktu saudara-saudara membuka mata, mereka mendapati bahwa kedua pasukan tersebut sudah pergi; tidak ada pertempuran. Saudara-saudara yakin bahwa Yehuwa telah melindungi mereka.
Dionisio Carpentero telah melayani sebagai pengawas keliling selama 16 tahun, didampingi istrinya. Ia masih ingat apa yang terjadi selama tahun pertamanya dalam pekerjaan wilayah, di Provinsi Negros Oriental, Filipina bagian tengah-selatan. Ia menceritakan, ”Kami mengunjungi Sidang Linantuyan. Kami senang karena pada hari Rabu, 40 penyiar ikut bersama kami ke dinas lapangan. Namun, kami tidak sadar bahwa pasukan pemberontak sedang mengamati aktivitas kami. Tempat persembunyian mereka berada di dekat Balai Kerajaan. Empat orang pemberontak datang ke pemondokan kami pada pukul 16.00 untuk mencari informasi mengenai kami. Seorang penatua di sana menjelaskan bahwa saya adalah seorang pengawas keliling dan mengunjungi sidang mereka enam bulan sekali.”
Rupanya, keempat orang itu tidak mempercayai penjelasan tersebut. Sebaliknya, mereka menuduh Dionisio sebagai orang militer dan menuntut agar sang penatua membawa dia ke luar supaya mereka dapat membunuhnya. Sang penatua menjawab bahwa mereka harus membunuh dia dahulu. Mereka akhirnya pergi.
Dionisio melanjutkan, ”Anjing menggonggong sepanjang malam, yang menandakan kehadiran para pemberontak. Kami berdoa empat kali malam itu, memohon bimbingan Yehuwa. Kemudian, meski saat itu adalah musim kering, hujan turun dengan derasnya. Orang-orang yang ingin membunuh kami itu pergi.”
Setelah perhimpunan pada hari Minggu, Dionisio menginformasikan para penatua bahwa ia dan istrinya akan pergi untuk mengunjungi sidang berikutnya. Akan tetapi, untuk melakukannya, mereka harus melewati tempat persembunyian para pemberontak. ”Salah seorang dari pemberontak itu melihat lewat jendela,” kata Dionisio. ”Kami bahkan memberi tahu dia bahwa kami akan pergi. Meskipun demikian, pada pukul 20.00, para pemberontak pergi ke Balai Kerajaan dan menanyakan kami. Sang penatua memberi tahu bahwa kami telah pergi dan bahkan telah melewati tempat persembunyian mereka. Anehnya, mereka tidak melihat kami. Pengalaman ini mengajar kami untuk percaya kepada Yehuwa dan bersikap berani sewaktu menghadapi kesulitan.” Bersama istrinya, Dionisio dengan bersukacita melanjutkan dinasnya.
Konflik demikian adakalanya membuat pekerjaan kesaksian menjadi sulit. Berada di suatu tempat pada saat yang salah bisa berarti terjebak dalam baku tembak. Akan tetapi, dalam beberapa kasus, salah satu faksi telah memberi tahu saudara-saudara bahwa akan ada pertempuran. Jika itu terjadi, saudara-saudara memilih tempat yang lebih aman untuk memberi kesaksian sampai pertempuran selesai. Meskipun demikian, pekerjaan kesaksian Kerajaan terus berlanjut, dan saudara-saudara telah belajar untuk bersandar pada Yehuwa.
Ujian Kenetralan
Sehubungan dengan para pengikutnya, Yesus berkata, ”Mereka bukan bagian dari dunia, sebagaimana aku bukan bagian dari dunia.” (Yoh. 17:14) Seperti di negeri-negeri lain, Saksi-Saksi Yehuwa di Filipina tidak melibatkan diri dalam politik dan konflik militer dunia ini. Mereka tidak ”mengangkat pedang”; sebaliknya, mereka telah meletakkan senjata mereka dan mengupayakan cara-cara damai sebagaimana yang diajarkan Yehuwa. (Mat. 26:52; Yes. 2:4) Pendirian yang netral ini dikenal baik di seluruh Filipina, dan orang-orang dari semua pihak tahu bahwa Saksi-Saksi Yehuwa tidak berbahaya bagi mereka. Akan tetapi, ada saat-saat manakala hamba-hamba Yehuwa harus memperlihatkan dengan jelas pendirian mereka. Hal ini telah menjadi perlindungan bagi mereka.
Sebagai pengawas keliling, Wilfredo Arellano berpengalaman luas dalam melayani di berbagai daerah, baik dalam keadaan damai maupun tidak begitu damai. Pada tahun 1988, ia mengunjungi sebuah sidang di Filipina bagian tengah-selatan. Di sana, saudara-saudara telah ditekan oleh para pemberontak untuk bergabung dengan mereka dalam melakukan makar terhadap pemerintah. Saudara-saudara dengan tegas menolak.
Wilfredo menceritakan apa yang terjadi, ”Selama kunjungan saya, pasukan pemerintah sedang beraksi di wilayah sidang. Mereka ingin membentuk penduduk menjadi kelompok milisi untuk memerangi para pemberontak. Pada sebuah pertemuan dengan perwakilan pemerintah, saudara-saudara diberi kesempatan untuk menjelaskan mengapa mereka tidak mau bergabung dengan para pemberontak maupun kelompok milisi pemerintah. Sementara beberapa penduduk setempat mengecam pendirian kami, para juru bicara pemerintah merespek kami.”
Wilfredo memberi tahu apa yang terjadi selanjutnya, ”Seorang saudara, sewaktu kembali ke sawahnya setelah pertemuan itu, bertemu dengan sekelompok pria bersenjata berat yang membawa dua tawanan yang matanya ditutup. Ia ditanyai apakah ia telah menghadiri pertemuan pemerintah itu, dan ia menjawab dengan sejujurnya bahwa ia telah menghadirinya. Para pria bersenjata itu ingin tahu apakah ia telah bergabung dengan milisi pemerintah, yang ia jawab bahwa ia tidak melakukannya, dan ia menjelaskan pendiriannya yang netral. Lalu, ia diperbolehkan meneruskan perjalanan pulangnya. Beberapa menit kemudian, ia mendengar dua tembakan dan sadar bahwa para tawanan yang matanya ditutup itu telah dieksekusi.”
Pada tahun 1970-an dan awal 1980-an, undang-undang Filipina mewajibkan semua warga negara untuk memberikan suara. Para pelanggar dipenjarakan. Hal ini memberi umat Yehuwa kesempatan untuk mempertunjukkan keloyalan mereka kepada Allah. Seperti saudara-saudara Kristen mereka di seluruh dunia, hamba-hamba Yehuwa di Filipina telah mempertahankan kedudukan mereka yang netral dalam politik, tetap ”bukan bagian dari dunia”.—Yohanes 17:16.
Setelah adanya perubahan pada pemerintahan pada tahun 1986, undang-undang negeri itu direvisi, yang menghapuskan tuntutan untuk memberikan suara. Hal ini memudahkan saudara-saudara. Akan tetapi, masih ada ujian-ujian lain yang dihadapi banyak saudara, khususnya yang masih bersekolah.
’Tidak Lagi Belajar Perang’
Irene Garcia dibesarkan di Provinsi Pampanga, Luzon bagian tengah. Ia menghadapi masalah yang sampai sekarang masih menjadi ujian bagi banyak anak muda. Di sekolah menengah, pelatihan militer diwajibkan. Akan tetapi, para pelajar yang adalah Saksi-Saksi Yehuwa telah secara pribadi memutuskan bahwa mereka tidak dapat ambil bagian dalam mata pelajaran yang mengajarkan cara-cara perang. Pertama-tama, Irene berdoa kepada Yehuwa memohon bantuan. Kemudian, dengan terus mengingat ketiga pemuda Ibrani di zaman nabi Daniel, ia secara pribadi menemui sang komandan latihan militer dan meminta agar ia dikecualikan dari pelatihan tersebut. (Dan., psl. 3) Meski tidak sepenuhnya mengerti sudut pandang Irene, sang komandan menyatakan penghargaannya terhadap penjelasan Irene. Akan tetapi, ia memperingatkan Irene bahwa nilainya akan rendah akibat tidak berpartisipasi. Irene menjawab, ”Tidak apa-apa. Saya akan berusaha sebaik-baiknya dalam mata pelajaran lainnya.” Ia diberi tugas lain sebagai ganti pelatihan militer. Irene mengatakan, ”Hal itu membuat anak-anak Saksi lain tidak punya masalah untuk meminta pengecualian, dan sewaktu lulus, saya masih termasuk sepuluh besar.”
Tidak semua komandan latihan militer memberikan pengecualian. Beberapa komandan mempersulit siswa-siswa untuk lulus. Meskipun demikian, dengan berpaut pada prinsip-prinsip Yehuwa, ribuan anak muda telah memperoleh suatu pelajaran penting: Berpendirian teguh di pihak Kerajaan Yehuwa dan mempertahankan kenetralan dalam urusan dunia ini menghasilkan perlindungan dan berkat Yehuwa.—Ams. 29:25.
Jumlah Kebaktian Meningkat
Sekarang, marilah kita lihat pertemuan rohani umat Yehuwa. Pertemuan seperti ini selalu merupakan peristiwa yang penuh sukacita. Karena jumlah Saksi di negeri ini tidak banyak sebelum Perang Dunia II, tidak ada pertemuan besar hingga perang usai. Meskipun demikian, upaya dibuat untuk membina saudara-saudara dengan cara ini. Sesungguhnya, 1941 Yearbook melaporkan tentang sebuah kebaktian yang diselenggarakan di Manila pada bulan Maret 1940.
Ingatkah Saudara tentang Joseph dos Santos yang dipenjarakan oleh tentara Jepang? Ia akhirnya dibebaskan oleh tentara Amerika pada awal tahun 1945. Ia sangat berminat pada kesejahteraan rohani saudara-saudara, yang kebanyakan masih baru dalam organisasi. Pengaturan dibuat untuk membantu mereka mempelajari caranya mengajarkan kebenaran Alkitab dengan efektif kepada orang-orang lain melalui pengajaran Alkitab di rumah. Kebaktian nasional yang diselenggarakan di Lingayen, Pangasinan, di pengujung tahun 1945 merupakan salah satu cara untuk melakukan hal ini. Sekitar 4.000 orang hadir, yang menunjukkan minat yang sangat besar pada waktu itu. Alangkah menyukacitakannya acara itu, karena pada saat itu perang telah berakhir!
Sejak saat itu, jumlah hadirin kebaktian bertambah secara konstan seraya jumlah penyiar meningkat. Sekitar 17 tahun kemudian, jumlah 4.000 itu sudah menjadi 39.652. Pada waktu itu, kebaktian diselenggarakan tidak hanya di satu lokasi tetapi di tujuh lokasi. Dalam 15 tahun kemudian (1977), jumlah hadirin kebaktian distrik telah melampaui angka 100.000. Pada waktu itu, 20 kebaktian diadakan di seluruh negeri. Delapan tahun kemudian, jumlah hadirin mencapai lebih dari 200.000, dan pada tahun 1997, hadirin kebaktian distrik berjumlah lebih dari 300.000. Untuk tahun 2002, keadaan memungkinkan untuk merencanakan 63 kebaktian, yang merupakan angka terbesar. Melakukan perjalanan di kepulauan ini dapat menjadi tantangan dan kadang-kadang mahal. Dengan diadakannya kebaktian di berbagai lokasi, saudara-saudara tidak perlu bepergian jauh, sehingga lebih mudah untuk hadir. Hasilnya, ada lebih banyak orang yang mendapat manfaat dari perjamuan rohani ini.
Yehuwa Memberkati Upaya untuk Hadir
Tidaklah mudah untuk menghadiri berbagai kebaktian. Pada tahun 1947, di bagian utara negeri ini, saudara-saudara mengarungi Sungai Abra dengan menggunakan dua rakit untuk menghadiri sebuah kebaktian wilayah di Vigan, di pesisir. Di muara sungai, mereka melepas-lepas kedua rakit tersebut dan menjual kayu-kayunya guna membeli tiket bis yang akan mengantar mereka pulang ke pegunungan seusai kebaktian. Mereka membawa karung-karung beras, berkas-berkas kayu, kasur-kasur, banyak anak, dan senyuman hangat yang kian melebar seraya kebaktian berlangsung. Dengan adanya beras, kayu api, pendiangan, dan kasur, terpenuhilah semua kebutuhan materi mereka.
Pada tahun 1983, sebuah kelompok dari Sidang Caburan di Provinsi Davao del Sur, Filipina bagian selatan, berjalan kaki selama tiga hari melewati daerah yang bergunung-gunung untuk mencapai sebuah terminal perahu motor. Kemudian, mereka menumpang perahu motor selama satu hari menuju kota kebaktian. Mereka merasa bahwa pergaulan yang penuh sukacita dengan orang-orang lain dalam Kebaktian Distrik ”Persatuan Kerajaan” sepadan dengan upaya dan biayanya.
Pada tahun 1989, satu keluarga dengan dua anak, berusia dua dan empat tahun, berjalan kaki sekitar 70 kilometer dari kota El Nido di Palawan untuk menghadiri kebaktian wilayah. Mereka harus berjalan kaki selama dua hari melewati hutan yang hanya mempunyai sedikit penunjuk jalan. Seraya berjalan kaki, mereka harus mencopoti lintah dari tubuh mereka. Lebih parahnya lagi, hujan turun terus-menerus selama dua hari itu. Ada banyak sungai yang harus diseberangi, tetapi tidak ada jembatan. Meskipun menghadapi kesulitan-kesulitan ini, keluarga tersebut tiba dengan selamat. Betapa senangnya mereka menikmati pergaulan dengan saudara-saudara di sana!
Di daerah-daerah lain, sumber keuangan yang terbatas membuat keluarga-keluarga kesulitan mendapat cukup uang untuk menghadiri kebaktian. Ramon Rodriguez menghadapi masalah ini pada tahun 1984. Ia tinggal bersama keluarganya di Pulau Polillo, di lepas pantai timur Luzon. Ramon adalah seorang nelayan. Kebaktian akan diadakan seminggu lagi, tetapi biaya yang ada untuk menghadirinya hanya cukup untuk satu orang, padahal anaknya saja ada tujuh. Mereka sekeluarga berdoa kepada Yehuwa tentang hal ini, dan setelah itu Ramon beserta seorang putranya yang berusia 12 tahun pergi mencari ikan. Mereka berlayar dan melempar jala tetapi tidak ada hasil. Setelah beberapa lama, sang putra berkukuh agar mereka berlayar lebih dekat ke rumah dan mencoba lagi. Di sana, mereka mencoba sekali lagi. Ramon mengatakan, ”Kami tidak menduga bahwa sewaktu kami menarik jala, ternyata di dalamnya penuh dengan ikan, begitu banyak sampai memenuhi perahu.” Mereka telah menangkap lebih dari 500 kilogram ikan! Dengan menjual ikan tersebut, mereka punya uang lebih dari cukup bagi seluruh keluarga Rodriguez untuk menghadiri kebaktian.
Esok malamnya, saudara-saudara lain yang ingin menghadiri kebaktian melempar jala mereka di lokasi yang sama dan menangkap lebih dari 100 kilogram ikan. Ramon menambahkan, ”Para nelayan non-Saksi yang keluar dan melempar jala mereka pada saat yang sama bingung karena mereka tidak menangkap seekor ikan pun. Para nelayan non-Saksi itu berkomentar, ’Tuhan mereka memberkati mereka karena mereka akan pergi ke kebaktian.’” Lagi-lagi, keluarga-keluarga Saksi Filipina telah belajar bahwa mendahulukan hal-hal rohani dalam kehidupan dan bertindak selaras dengan apa yang didoakan menghasilkan sukacita dan berkat Yehuwa.
Kebaktian-Kebaktian yang Luar Biasa
Umat Yehuwa di seluruh dunia memiliki kenangan indah tentang kebaktian-kebaktian yang lalu. Saudara-saudara di Filipina juga demikian. Meskipun semua acara kebaktian dihargai, ada beberapa acara yang memiliki makna istimewa dan kesan yang dalam di hati dan pikiran. Kadang-kadang, ini adalah pertemuan internasional atau, mungkin, kebaktian manakala para utusan injil kembali ke negeri asal mereka dan menceritakan pengalaman mereka kepada hadirin.
Sebagaimana dikomentari sebelumnya, ada cukup banyak saudara-saudari Filipina yang melayani sebagai utusan injil di berbagai negeri dan kepulauan Asia lainnya. Pada beberapa peristiwa, Saksi-Saksi seluas dunia telah menyumbangkan dana untuk membantu para utusan injil pulang ke negeri asal mereka dan menghadiri kebaktian di sana. Para utusan injil Filipina juga mendapat manfaat dari penyelenggaraan yang pengasih ini. Pada tahun 1983, 1988, 1993, dan 1998, puluhan utusan injil dibantu untuk kembali ke Filipina guna menikmati kebaktian bersama keluarga dan teman-teman mereka. Laporan dari tahun 1988 memperlihatkan bahwa 54 utusan injil yang melayani di 12 negeri pulang untuk menghadiri kebaktian di Filipina. Pada saat itu, para utusan injil ini memiliki rata-rata 24 tahun dinas sepenuh waktu. Semuanya sangat menikmati pernyataan dan pengalaman yang mereka ceritakan pada acara itu.
Yang lain-lainnya mengenang kebaktian karena peristiwa-peristiwa terkait dan tekad saudara-saudara untuk meneruskan kebaktian meski menghadapi ketidaknyamanan. Misalnya, tepat sebelum Kebaktian Distrik ”Perdamaian Ilahi” tahun 1986 di Surigao, Mindanao, sebuah taifun melanda kota itu dengan kecepatan angin 150 kilometer per jam. Atap stadion rusak parah. Semua tenaga listrik di kota itu terputus dan tidak diperbaiki sampai setelah kebaktian. Air harus diambil dari tempat sejauh enam kilometer. Hal itu tidak menghentikan Saksi-Saksi untuk berkumpul bersama. Saudara-saudara menyelamatkan apa yang tertinggal di panggung dan memasangnya di gedung olahraga di sebelah stadion. Mereka menyewa sebuah generator untuk mentenagai beberapa lampu, peralatan tata suara, dan pendingin untuk kafetaria. Meskipun diperkirakan bahwa hadirin akan berjumlah 5.000, ternyata ada puncak 9.932 hadirin yang menikmati kebaktian itu! Mereka ini pastilah bukan orang Kristen yang hanya setia sewaktu keadaan baik-baik saja.
Kebaktian internasional khususnya tak terlupakan. Badan Pimpinan mengatur agar kebaktian internasional diadakan di Manila pada tahun 1991 maupun 1993. Para delegasi meninggalkan kenangan yang tak mudah terlupakan di kota itu. Alangkah menakjubkan pertukaran anjuran ini bagi saudara-saudari Filipina, yang kebanyakan tidak memiliki sarana untuk bepergian ke luar negeri! (Rm. 1:12) Para delegasi asing terkesan oleh keramahtamahan yang hangat dan tulus dari saudara-saudari Filipina. Sepasang suami istri dari Amerika Serikat menulis, ”Kami sangat berterimakasih atas sambutan saudara yang hangat. Kalian telah menyambut kami semua dengan tangan terbuka dan memeluk kami dengan begitu pengasih!”
Pada tahun 1993, stadion di tiga lokasi di Manila digunakan, dan setiap kali seorang anggota Badan Pimpinan menyampaikan khotbah, ketiga tempat tersebut dihubungkan dengan sambungan telepon. Betapa tergetarnya para delegasi sewaktu Kitab-Kitab Yunani Kristen Terjemahan Dunia Baru dalam bahasa Tagalog dirilis! Seorang saudari muda menulis, ”Saya dipenuhi sukacita. Saya sebelumnya sudah mengharap-harapkan saat manakala kami memiliki Terjemahan Dunia Baru dalam bahasa Tagalog. Alangkah terkejutnya saya sewaktu menerimanya!”
Pada tahun 1998, situasinya terbalik. Untuk pertama kalinya sejak tahun 1958, Filipina diundang untuk mengirim delegasi ke negeri lain. Oleh karena itu, 107 delegasi berangkat ke Pesisir Barat di Amerika Serikat untuk menghadiri kebaktian di sana. Pada bulan September, 35 delegasi lain mendapat kesempatan untuk menghadiri kebaktian internasional di Korea. Kebaktian seperti ini benar-benar telah memainkan peranan yang penting dalam mendidik dan mempersatukan umat Yehuwa dan dalam membantu semua orang menjadikan Yehuwa benteng mereka.
Sekarang, marilah kita alihkan perhatian kita ke pekerjaan di lapangan. Bagaimana hal ini tercapai di sebuah negeri yang memiliki begitu banyak bahasa?
Mempersembahkan Kabar Baik dalam Banyak Bahasa
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, lebih mudah bagi orang-orang untuk belajar kebenaran dalam bahasa asli mereka. Hal ini menghadirkan tantangan di Filipina karena banyaknya bahasa yang digunakan di sana. Meskipun demikian, Saksi-Saksi Yehuwa telah berupaya memenuhi kebutuhan orang-orang dengan memberi kesaksian kepada mereka dalam bahasa mereka sendiri dan mempersiapkan lektur Alkitab dalam berbagai bahasa.
Biasanya, sebuah kesaksian dapat diberikan kepada sebuah kelompok bahasa tertentu oleh saudara-saudari yang memang berbicara dalam bahasa tersebut. Dalam beberapa kasus, sewaktu hanya ada sedikit Saksi yang mengetahui bahasa tertentu, para penyiar dan perintis yang bergairah berupaya mempelajarinya. Dengan cara ini, mereka meniru rasul Paulus, yang menjadi ”segala sesuatu bagi segala macam orang”.—1 Kor. 9:22.
Meskipun Filipina adalah negeri keempat yang terpadat penduduknya yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi, bahasa Inggris bukanlah bahasa asli kebanyakan rakyatnya. Tidak semua penduduknya membaca bahasa Inggris dengan baik, sehingga terdapat kebutuhan akan publikasi dalam beberapa bahasa Filipina. Dari tahun ke tahun, Saksi-Saksi Yehuwa telah menerjemahkan publikasi Alkitab ke dalam sedikitnya 17 dari bahasa-bahasa ini. Hanya ada satu atau dua brosur dalam beberapa bahasa tertentu—seperti Tausug, bahasa umat Islam di selatan, atau Ibanag, yang digunakan sebuah kelompok etnis yang kecil dekat bagian paling utara negeri ini. Tetapi pada umumnya, orang-orang memahami dan merasa cocok dengan salah satu di antara tujuh bahasa utama. Menara Pengawal diterjemahkan dan dicetak dalam bahasa-bahasa ini. Dengan demikian, program-program rohani di Balai Kerajaan atau di kebaktian umumnya disampaikan dalam bahasa-bahasa ini.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, pemerintah telah menggalakkan penggunaan bahasa Pilipino, yang pada dasarnya sama dengan Tagalog. Selama satu generasi, efek penggunaannya telah terlihat. Ada peningkatan besar dalam penggunaan bahasa Pilipino dalam percakapan maupun bahan tercetak, tetapi belum ada perubahan ataupun pengurangan dalam penggunaan bahasa-bahasa lainnya. Hal ini tercermin dalam angka pencetakan Menara Pengawal. Pada tahun 1980, total sirkulasi edisi bahasa Tagalog per terbitan adalah 29.667. Pada tahun 2000, angka ini meningkat empat kali lipat, mencapai 125.100 per terbitan. Pada saat yang sama, hanya ada perubahan minimal dalam bahasa Inggris dan hanya ada sedikit perubahan dalam bahasa-bahasa Filipina lainnya.
Keluarga Betel Mendukung Pekerjaan di Lapangan
Sekitar 380 rohaniwan sepenuh waktu melayani di kantor cabang Saksi-Saksi Yehuwa di Quezon City, bagian dari kota besar yang disebut Metro Manila. Sebuah staf yang terdiri dari 69 orang mengerjakan penerjemahan dan pengoreksian tipografi publikasi bahasa setempat. Sebagian dari staf tersebut belum lama ini menyelesaikan penerjemahan Kitab-Kitab Ibrani Terjemahan Dunia Baru ke dalam tiga bahasa: Sebuano, Iloko, dan Tagalog. Sejak dirilisnya Kitab-Kitab Yunani dari Alkitab ini, saudara-saudara telah menanti-nantikan untuk memiliki Terjemahan Dunia Baru yang lengkap. Betapa tergetarnya mereka sewaktu menerima edisi bahasa Tagalog yang dirilis di kebaktian distrik pada pengujung tahun 2000! Edisi Sebuano dan Iloko tak lama kemudian menyusul. Sekarang, ratusan ribu orang di lapangan bisa memperoleh manfaat dari terjemahan yang jelas, akurat, dan konsisten dari Tulisan-Tulisan Kudus.
Para anggota keluarga Betel Filipina berasal dari beragam latar belakang serta menggunakan 28 bahasa dan dialek. Dengan demikian, banyak yang cukup cakap untuk menerjemahkan publikasi-publikasi berdasarkan Alkitab. Akan tetapi, penerjemahan hanyalah bagian dari pekerjaan yang dilakukan di Betel.
Para relawan Betel melaksanakan beragam tugas yang mendukung pekerjaan terpenting, yakni pemberitaan di lapangan. Beberapa saudara mencetak majalah dan lektur lainnya. Para relawan juga mengantarkannya ke berbagai tempat di Luzon. Banyak relawan melaksanakan tugas-tugas pendukung di Rumah Betel, seperti merawat perlengkapan, memasak, dan membersihkan. Yang lain-lainnya ditugasi di Departemen Dinas, suatu bagian yang menerima dan mengirim surat-surat dalam banyak bahasa untuk membantu sidang-sidang, para pengawas keliling, dan hamba-hamba sepenuh waktu di lapangan. Saudara dapat membayangkan berapa banyak surat yang ditangani bagi sekitar 3.500 sidang di seluruh arsipelago tersebut!
Dari saat kantor cabang ini pertama kali didirikan pada tahun 1934 hingga pertengahan tahun 1970-an, kegiatan di cabang berada di bawah pengawasan hamba, atau pengawas, cabang. Setelah Joseph dos Santos pulang ke Hawaii, Earl Stewart, utusan injil dari Kanada, mengemban tanggung jawab ini selama sekitar 13 tahun. Dua saudara lainnya melayani selama periode waktu yang singkat setelah itu. Kemudian, pada tahun 1966, Denton Hopkinson, yang tiba pada tahun 1954, ditunjuk menjadi hamba cabang. Ia melayani dengan baik selama sekitar sepuluh tahun hingga organisasi Yehuwa melihat keadaannya cocok untuk menerapkan pengaturan baru terhadap pengawasan cabang-cabang seluas dunia.
Selaras dengan pengarahan bagi cabang-cabang di seluruh dunia, pada bulan Februari 1976 pengawasan dialihkan dari hanya satu orang ke suatu Panitia Cabang. Kelompok ini, yang terdiri dari pria-pria cakap yang bekerja di bawah pengarahan Badan Pimpinan, bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang mempengaruhi pekerjaan di lapangan dan di kantor cabang. Awalnya, Panitia Cabang di Filipina terdiri atas lima anggota. Belakangan, karena kebanyakan anggota panitia yang awal ini adalah para utusan injil asing, dipandang bijaksana untuk menambah jumlah saudara-saudara Filipina. Jadi, untuk suatu waktu, anggota panitia bertambah menjadi tujuh saudara.
Keuntungan penyelenggaraan Panitia Cabang ini segera terlihat. Denton Hopkinson, yang sekarang melayani sebagai koordinator Panitia Cabang, mengamati, ”Dengan melihat ke belakang, kita dapat melihat alangkah bijaksana dan tepat waktunya langkah ini. Karena banyaknya jumlah pekerjaan dan besarnya ukuran organisasi, satu orang saja tidak akan sanggup mengerjakan semuanya. Beban tanggung jawab lebih terbagi secara merata sekarang.”
Amsal 15:22 mengatakan, ”Rencana-rencana . . . terlaksana dengan banyaknya penasihat.” Berkonsultasi dengan orang-orang lain akan menghasilkan persediaan hikmat yang berharga. Panitia Cabang Filipina menerapkan prinsip ini. Sejak Saudara Hopkinson ditunjuk sebagai pengawas cabang, jumlah anggota staf Betel telah bertumbuh sepuluh kali lipat, dan begitu pula dengan pekerjaan. Sekarang ini, Panitia Cabang terdiri dari lima hamba Yehuwa kawakan. Rata-rata, mereka telah berpengalaman dalam dinas sepenuh waktu selama lebih dari 50 tahun. Kombinasi pengalaman mereka pasti telah sangat membantu seraya pekerjaan di seluruh kepulauan bergerak maju dengan kekuatan penuh di bawah tuntunan tangan Yehuwa. Bagi Panitia Cabang dan semua anggota Betel, mendukung pekerjaan ini merupakan hak istimewa yang besar.
Membawa Kebenaran kepada ”Segala Macam Orang”
Melaksanakan pekerjaan pengabaran benar-benar selaras dengan kehendak Allah bahwa ”segala macam orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan yang saksama tentang kebenaran”. (1 Tim. 2:4) Orang-orang ”macam” apa yang telah dibantu oleh para pemberita yang bergairah di seluruh Filipina?
Marlon adalah jenis orang yang selalu bermasalah. Ia dikenal di desanya sebagai pria yang punya banyak kebejatan: merokok, mabuk, memakai narkoba, dan bergaul dengan teman-teman yang buruk. Sewaktu Saksi-Saksi datang, ibu Marlon berminat kepada berita Kerajaan. Para perintis harus berjalan kaki melewati jalanan yang berdebu dan berlumpur untuk memimpin pengajaran dengannya. Awalnya, Marlon tidak memperlihatkan minat untuk ikut belajar, tetapi hanya sekali-sekali berjalan lewat. Akan tetapi, saudara-saudara yang memimpin pengajaran dengan ibunya memperlihatkan minat kepada Marlon. Akhirnya, Marlon bukan saja mulai belajar melainkan juga memotong rambutnya yang sepanjang pinggang untuk menghadiri perhimpunan pertamanya di Balai Kerajaan. Ia membuat kemajuan yang pesat, dan orang-orang terkejut melihat perubahan besar yang telah ia buat dalam gaya hidupnya. Marlon sekarang melayani sebagai rohaniwan perintis sepenuh waktu, membawa kebenaran kepada orang-orang lain. Apa yang memotivasi dia untuk menerima kebenaran? Ia menunjukkan bahwa keuletan para perintis untuk datang guna belajar dengan ibunya meyakinkan dia bahwa para perintis tersebut memiliki kebenaran.
Ada orang-orang yang kelihatannya bukan jenis yang cenderung mau menerima kebenaran. Meskipun demikian, para pemberita kabar baik tidak berprasangka terhadap orang-orang tetapi memberi mereka kesempatan untuk mendengar. Di sebuah pulau kecil bernama Marinduque, seorang saudari perintis istimewa memberi kesaksian di sebuah rumah. Sewaktu selesai, ia bertanya apakah ada orang lain yang tinggal di rumah itu. Sang penghuni rumah menjawab bahwa ada seorang pria yang tinggal di lantai atas, tetapi ia juga mengatakan, ”Tidak usahlah pergi ke sana; dia orangnya bengis dan gampang marah.” Akan tetapi, sang perintis merasa bahwa pria itu harus diberi kesempatan untuk mendengar berita Kerajaan. Sewaktu pergi ke atas, sang perintis mendapati bahwa pria itu seolah-olah sudah menunggunya. Dengan tersenyum, saudari ini menawarkan pengajaran Alkitab di rumah. Saudari tersebut terkejut karena sang pria, Carlos, tampak senang dengan tawaran itu. Sebuah pengajaran Alkitab pun dimulai bersama dia dan istrinya.
Pada kunjungan kedua dari sang perintis itu, Carlos menyingkapkan bahwa ia dan istrinya punya masalah serius dan bahkan telah mencoba bunuh diri. Sewaktu sang perintis pertama kali mengunjungi lantai bawah, Carlos menempelkan telinganya ke lantai untuk menguping, dan ia mendengar sang penghuni rumah mengatakan agar sang perintis tidak usah pergi ke lantai atas. Sewaktu Carlos mendengar hal itu, ia berdoa agar sang perintis mengabaikan saran itu dan pergi juga ke atas karena mungkin inilah jawaban dari permohonan mereka akan kedamaian pikiran. Pelajaran Alkitab mereka memang memberikan kedamaian pikiran kepada mereka. Kedua-duanya dibaptis bersamaan, dan sekarang istri Carlos adalah seorang rohaniwan perintis biasa.
Pria lain, yang bernama Victor, telah diajari agama Buddha dan Katolik. Ia mulai bertanya-tanya mengapa ada begitu banyak agama di dunia ini. Ia secara pribadi mulai mencari kebenaran. Setelah memeriksa Islam, Hinduisme, Shintoisme, Konfusianisme, teori evolusi, dan filsafat-filsafat lainnya, ia mendapati bahwa tak satu pun dari agama-agama itu yang memuaskannya. Dalam pencariannya, ia mendapati hanya Alkitab yang berisi nubuat yang akurat. Dengan demikian, ia memusatkan pencariannya pada Alkitab. Dengan memeriksa buku-buku Alkitab, ia dan pacarnya, Maribel, menyimpulkan sendiri bahwa Tritunggal, api neraka, dan api penyucian adalah ajaran palsu. Namun, rasanya ada yang masih kurang.
Beberapa waktu setelah ia dan Maribel menikah, Victor bertemu dengan seorang Saksi dan tahu bahwa menggunakan nama Allah itu penting. Setelah memeriksa hal ini dalam Alkitabnya, Victor langsung mulai menggunakan nama Yehuwa dalam doa-doanya. Tak lama kemudian, ia menghadiri perhimpunan di Balai Kerajaan dan membuat kemajuan rohani yang pesat. Ia maupun Maribel dibaptis pada bulan Mei 1989, dan Victor sekarang melayani sebagai pengawas keliling, membina sidang-sidang.
Para perintis telah membantu orang-orang dalam segala macam situasi. Primitiva Lacasandile, seorang saudari perintis istimewa di bagian selatan Luzon, memulai pengajaran Alkitab dengan sepasang suami istri di sebuah desa. Suami istri tersebut memiliki dua anak. Secara ekonomi, mereka miskin. Suatu ketika, sewaktu Primitiva datang untuk mengadakan pengajaran Alkitab, ia terkejut mendapati anak yang sulung sedang menangis dan digantung dalam sebuah karung di dalam rumah. Primitiva mengatakan, ”Sang ibu sedang memegang pisau dan siap membunuh anak itu. Saya menghentikan dia dan bertanya mengapa dia berbuat begitu. Sang ibu menjelaskan bahwa hal itu dia lakukan karena kesulitan keuangan.” Primitiva memberi mereka nasihat Alkitab tentang masalah mereka, sehingga nyawa anak itu selamat. Mereka meneruskan pelajaran Alkitab mereka dan mulai menghadiri perhimpunan, meskipun mereka harus berjalan sejauh 8 kilometer untuk mencapai tempat perhimpunan. Pasangan itu maju dan dibaptis, dan sekarang sang suami adalah seorang penatua di sidang. Primitiva mengatakan, ”Anak yang hampir dibunuh itu sekarang adalah seorang perintis biasa. Sesungguhnya, pekerjaan yang diberikan Yehuwa kepada hamba-hamba-Nya menyelamatkan kehidupan sekarang dan di masa depan.”
Melayani di Tempat yang Lebih Membutuhkan
Masih ada banyak daerah yang jumlah pemberita Kerajaannya sedikit. Para perintis dan penyiar telah merelakan diri untuk pergi ke tempat-tempat ini. Pascual dan Maria Tatoy melayani sebagai perintis biasa. Mereka merelakan diri untuk pergi bersama Angelito Balboa, seorang perintis istimewa, guna membantu mengerjakan wilayah Kepulauan Coron, di sisi barat Filipina. Untuk menunjang diri mereka, Pascual pergi mencari ikan bersama seorang saudara lain dan Maria membuat kudapan dari ketan untuk dijual.
Sewaktu pengawas wilayah berkunjung, ia menyebutkan adanya kebutuhan di pulau lain, yaitu di Culion. Di tempat itu ada sebuah koloni penderita kusta, dan hanya ada empat penyiar di sana. Ia mengundang suami istri Tatoy untuk pergi ke sana. Pascual dan Maria menerima undangan itu, dan Yehuwa telah memberkati upaya mereka. Keempat penyiar di Culion sekarang telah berkembang menjadi dua sidang.
Pada pertengahan tahun 1970-an, sejumlah besar manusia perahu melarikan diri dari Vietnam. Banyak dari mereka terdampar di Filipina. Selama sekitar 20 tahun, kamp-kamp pengungsi dioperasikan di Filipina. Ada sebuah kamp besar di Pulau Palawan. Beberapa saudara Filipina merelakan diri untuk membawa kebenaran kepada orang-orang ini. Seorang saudara berbahasa Vietnam datang dari Amerika Serikat untuk membantu. Beberapa orang menyambut kebenaran di kamp tersebut. Orang-orang lainnya yang akhirnya mengenal nama Yehuwa dan Saksi-Saksi-Nya pindah ke tempat-tempat lain.
Para perintis istimewa sekarang melayani di banyak tempat yang terpencil di Filipina. Mereka sering mengajak para penyiar dan perintis lain sewaktu mengerjakan tempat-tempat yang jauh. Norma Balmaceda menceritakan tentang pekerjaan di Provinsi Ifugao yang bergunung-gunung. Ia berkata, ”Kami biasanya pergi pada hari Senin, membawa tas mengabar kami yang sarat dengan lektur, pakaian, dan makanan—yang cukup sampai hari Sabtu pagi. Sore harinya, kami pulang untuk berhimpun.”
Ada sidang-sidang yang menyelenggarakan ekspedisi pengabaran, khususnya sewaktu cuacanya bagus. Mereka mungkin menggunakan beberapa hari atau minggu untuk pergi ke daerah-daerah pedalaman. Nicanor Evangelista, yang sekarang melayani di Betel, mengenang saat-saat ia masih di lapangan dan bekerja di daerah-daerah demikian, ”Di pedesaan, orang Filipina punya kebiasaan bahwa jika mereka berminat, mereka akan mengatakan, ’Anda bisa menginap di rumah kami. Anda bisa memasak di sini.’ Kadang-kadang, para perintis belajar Alkitab bersama para peminat itu sampai larut malam karena mereka menginap di sana.”
Orang Aeta Belajar Kebenaran
Dalam upaya untuk memberi kesaksian kepada segala macam orang, hamba-hamba Yehuwa telah mengadakan kontak dengan orang Aeta, atau disebut juga Negrito. Orang Aeta dianggap sebagai penduduk asli Filipina. Populasi mereka kecil, dan mengadakan kontak dengan mereka tidak selalu mudah. Hal ini dikarenakan banyak dari mereka hidup mengembara di hutan-hutan gunung, berburu atau mencari buah dan sayuran liar. Mereka memiliki beberapa kemiripan dengan orang Pigmi Afrika, karena tingginya kurang dari 150 sentimeter dan berkulit gelap serta berambut keriting. Ada yang telah berasimilasi dengan masyarakat umum, dan yang lainnya telah mendirikan rumah yang lebih permanen di dekat daerah berpenduduk. Banyak dari mereka tadinya tinggal di pegunungan sekitar Gunung Pinatubo tetapi pindah sewaktu gunung tersebut meletus.
Kelompok lain orang Negrito tinggal di Pulau Panay, di bagian tengah Filipina. Lodibico Eno dan keluarganya adalah orang Aeta yang berasal dari daerah itu. Dengan menerapkan prinsip-prinsip Alkitab, Lodibico menghasilkan banyak perubahan dalam dirinya. Ia menceritakan, ”Sebelumnya, saya punya banyak kebiasaan buruk: mengunyah buah pinang, merokok, mabuk-mabukan, berjudi. Saya juga sangat bengis. Kehidupan keluarga kami tidak bahagia. Andai saja saya tidak berhenti melakukan kebiasaan buruk itu, saya mungkin sudah mati. Sekarang, tubuh saya sudah bersih. Gigi saya, yang biasanya merah, sekarang sudah putih. Saya adalah seorang penatua di sidang. Semua berkat ini saya terima dari Allah Yehuwa.” Seperti keluarga Aeta ini, bahkan orang-orang dari suku-suku kecil telah merasakan kebebasan yang diperoleh dari mengikuti jalan Yehuwa.—Yoh. 8:32.
Membawa Kebebasan kepada Orang yang Tidak Bebas
Kelompok orang lainnya yang telah dibantu adalah yang berada dalam penjara. Sejak tahun 1950-an, Saksi-Saksi Yehuwa telah mengerahkan upaya khusus untuk mengunjungi orang-orang di balik jeruji. Cukup banyak orang telah dibantu untuk menerima jalan kebenaran.
Seorang pemuda bernama Sofronio Haincadto terlibat dalam pemberontakan melawan pemerintah. Ia tertangkap dan dijatuhi hukuman penjara enam tahun. Sewaktu berada di Penjara New Bilibid di Luzon, ia melihat seorang tahanan yang tidak menghadiri kebaktian yang disediakan bagi para tahanan. Ia belakangan tahu bahwa pria tersebut telah menjadi seorang Saksi-Saksi Yehuwa. Hal itu menghasilkan diskusi tentang Alkitab hampir setiap hari. Sofronio mengatakan, ”Saya menjadi yakin bahwa apa yang tadinya saya perjuangkan ternyata tidak dapat benar-benar mengubah masyarakat dan menjadikannya lebih baik.” Ia belajar bahwa hanya Kerajaan Allah yang dapat menghasilkan perubahan yang diinginkan. Dengan bantuan saudara-saudara dari sidang di dekat situ, Sofronio membuat kemajuan rohani dan dibaptis di sebuah sumur penjara yang digunakan untuk mengairi tanaman.
Setelah menyelesaikan hukumannya, ia menjadi seorang perintis biasa dan, belakangan, perintis istimewa. Selama berada dalam dinas sepenuh waktu, Sofronio dapat membantu sekitar 15 orang untuk menerima jalan kebenaran. Setelah menikah, ia mempunyai enam orang anak. Tiga di antaranya sekarang menikmati dinas sepenuh waktu, dan salah seorang dari mereka adalah pengawas wilayah. Pada tahun 1995, dua dari putra-putranya mengikuti Sekolah Pelatihan Pelayanan. Kebenaran menghasilkan kebebasan sejati bagi Sofronio, bagi keluarganya, dan bagi orang-orang lain yang ia bantu.
Para perintis istimewa telah mengabar kepada para tahanan di koloni napi Iwahig di Palawan, dan bahkan, mereka diizinkan untuk membangun sebuah Balai Kerajaan tepat di lokasi tersebut. Seorang narapidana telah dihukum karena melakukan pembakaran, pencurian, dan pembunuhan beberapa orang. Sewaktu ia dibantu untuk menerapkan apa yang ia pelajari dari buku Saudara Dapat Hidup Kekal dalam Firdaus di Bumi, alangkah besar perubahan yang terjadi dalam kehidupannya!
Setelah dipenjara selama 23 tahun, ia diberi pemberitahuan bahwa sebentar lagi ia akan bebas. Ia menyatakan hasratnya untuk berada kembali bersama keluarganya setelah sekian lama berpisah. Akan tetapi, keluarganya sudah begitu malu kepada masyarakat dan begitu takut kepadanya, sehingga mereka mengirim pesan, ”Tolong jangan pulang.” Mereka tidak tahu tentang perubahan besar yang telah dihasilkan Firman Allah terhadap kehidupannya. Alangkah terkejutnya mereka sewaktu dia, yang sudah menjadi orang Kristen yang kalem dan suka damai ini, kembali ke kampung halamannya!
Penjara wanita yang terbesar di Filipina berlokasi di Mandaluyong, Metro Manila. Selama bertahun-tahun, Saksi-Saksi Yehuwa hanya diberi akses terbatas ke fasilitas ini. Akan tetapi, hal itu berubah sewaktu seorang wanita yang sedang belajar Alkitab dipindahkan ke penjara ini. Pihak berwenang di penjara itu mengatakan bahwa ia harus bergabung dengan salah satu kelompok agama di sana, tetapi ia berkeras tidak mau dan menjelaskan bahwa ia ingin beribadat hanya bersama Saksi-Saksi Yehuwa. Pihak berwenang setuju dan membolehkan Saksi-Saksi mengunjungi fasilitas ini setiap minggu. Sejak saat itu, beberapa wanita di sana telah dibaptis, dan sebuah sidang di dekat penjara itu secara teratur mengadakan pembahasan Pelajaran Menara Pengawal dan beberapa perhimpunan lainnya bagi para tahanan wanita yang berminat.
Ya, berita kebenaran benar-benar telah menghasilkan kebebasan unik bagi beberapa orang yang berada di balik jeruji. Kehidupan mereka juga berharga bagi Yehuwa, dan umat-Nya senang ambil bagian dalam membantu orang-orang demikian.
Hamba-Hamba Kawakan Terus Aktif
Sebuah peribahasa Alkitab mengatakan, ”Uban di kepala adalah mahkota keindahan apabila didapati di jalan keadilbenaran.” (Ams. 16:31) Ya, betapa indahnya jika kita melihat saudara-saudari yang menjadikan sukacita Yehuwa sebagai benteng mereka selama bertahun-tahun!
Organisasi teokratis di Filipina masih kecil sebelum Perang Dunia II. Sangat sedikit saudara-saudari yang mulai melayani sejak masa itu. Oleh karena itu, pastilah sangat menganjurkan untuk bertemu dengan Leodegario Barlaan. Ia telah berada dalam dinas sepenuh waktu sejak tahun 1938. Selama perang, ia bersama teman-temannya dianiaya oleh tentara Jepang, tetapi mereka terus mengabar. Setelah perang, ia meneruskan dinas sepenuh waktu bersama istrinya, Natividad, dan mereka akhirnya diundang untuk melaksanakan pekerjaan wilayah dan distrik. Belakangan, mereka melayani sebagai perintis istimewa lanjut usia di Provinsi Pangasinan. Natividad meninggal pada tahun 2000, tetapi Leodegario meneruskan tugas tersebut. Setiap orang teranjurkan oleh tekadnya untuk melakukan apa yang selalu ia lakukan—pekerjaan pemberitaan.
Kegiatan kesaksian berkembang pesat setelah Perang Dunia II. Ada banyak orang yang belajar kebenaran pada saat itu dan terus melayani, bahkan sampai sekarang. Misalnya, selama perang, Pacifico Pantas membaca publikasi-publikasi Alkitab milik tetangga-tetangganya yang adalah Saksi-Saksi. Ia mengatakan, ”Saya mulai menghadiri perhimpunan. Kemudian, saya mengajukan permohonan untuk menjalankan dinas perintis umum [sekarang, biasa], tetapi saya belum dibaptis. Mereka meminta saya untuk dibaptis, maka saya melakukannya.” Hal itu terjadi pada tahun 1946. Dinas perintis Pacifico membawanya ke beberapa bagian negeri itu. Ia menikmati hak-hak istimewa lainnya juga. Ia berkata, ”Saya diundang mengikuti Sekolah Gilead kelas ke-16 dan dapat menghadiri kebaktian internasional tahun 1950 di New York City. Setelah lulus, saya melayani sebagai pengawas wilayah di negara bagian Minnesota dan North Dakota, AS, dan kemudian kembali ke Filipina untuk melayani sebagai pengawas distrik di wilayah sebelah selatan Sungai Pasig, dari Manila hingga Mindanao.”
Pada tahun-tahun berikutnya, Saudara Pantas menikmati beragam tugas di Betel dan sebagai pengawas keliling. Kemudian, Pacifico menikah pada tahun 1963. Ia dan istrinya mempunyai anak-anak, sehingga mereka harus menetap untuk membesarkan anak-anak tersebut. Mereka terus melayani Yehuwa sambil membesarkan anak-anak mereka, dan ketiga anaknya telah bertumbuh menjadi pemuji Yehuwa. Ketiga anak mereka ini sekarang melayani sebagai penatua, dan salah seorang dari mereka telah lulus dari Sekolah Pelatihan Pelayanan. Yang seorang lagi melayani di Betel. Bahkan dalam usianya yang lanjut, Saudara Pantas masih menjadi pengaruh yang positif di sidang.
Balai yang Layak untuk Beribadat kepada Yehuwa
Baru akhir-akhir ini, umat Yehuwa di Filipina memiliki Balai Kerajaan sebagai tempat ibadat mereka. Sebelumnya, selama bertahun-tahun, sebagian besar dari mereka berhimpun di rumah saudara-saudara. Tentu saja, bahkan pada abad pertama, orang-orang Kristen menggunakan rumah-rumah untuk perhimpunan. (Rm. 16:5) Akan tetapi, seraya sidang-sidang di zaman modern bertambah, adalah bijaksana untuk memiliki tempat yang dapat dengan nyaman mengakomodasi lebih banyak orang.
David Ledbetter mengatakan, ”Bagi kebanyakan dari kami, hal itu sangat sulit karena kurangnya sumber finansial. Bahkan di Metro Manila, yang adalah kota besar, dahulu kami hanya memiliki satu Balai Kerajaan yang dibangun di atas tanah milik sidang. Di setiap tempat lain yang ada Balai Kerajaan, sidang memiliki bangunannya tetapi tidak memiliki tanahnya.” Gaji saudara-saudara sangat rendah sehingga sidang-sidang tidak mampu membeli tanah.
Jadi, saudara-saudara menggunakan tempat sementara mana pun yang dapat dijadikan Balai Kerajaan. Apa pun yang mereka miliki, mereka rela berbagi. Misalnya, Saudara Denton Hopkinson mengingat Santos Capistrano, seorang saudara di Manila yang menyediakan lantai dua rumahnya untuk digunakan sebagai Balai Kerajaan selama 40 tahun. Saudara Hopkinson mengatakan, ”Setelah istri Saudara Capistrano meninggal, anak-anaknya tinggal di lantai bawah. Balai Kerajaannya di lantai atas, sehingga hanya tersisa sedikit ruang untuk kamarnya, dengan sebuah dapur di pinggirnya. Balai Kerajaan itu menempati sebagian besar lantai dua. Saudara pasti berpikir bahwa hal itu tidak nyaman untuknya, tetapi ia senang dengan pengaturan demikian. Itulah semangat saudara-saudara.”
Akhirnya, keadaan memungkinkan untuk dibangunnya Balai-Balai Kerajaan di atas tanah yang dimiliki sidang. Nilai peso menguat, dan pada tahun 1980-an, terdapat sedikit peningkatan upah, sehingga situasinya memungkinkan untuk meminjam uang. Hasilnya, beberapa sidang bisa mendapat pinjaman.
Kemudian, suatu pengaturan yang pengasih dari Badan Pimpinan menghasilkan perubahan besar. Pengumuman tentang Dana Balai Kerajaan disampaikan di Amerika Serikat dan Kanada, dan tidak lama setelah itu, Filipina mendapat manfaat dari uang yang disumbangkan khusus untuk membangun Balai Kerajaan. Pengaturan ini mengikuti prinsip ”penyamarataan”, yang memungkinkan diaturnya peminjaman. (2 Kor. 8:14, 15) Segala sesuatunya dimulai secara bertahap, tetapi setelah mendengar bahwa pengaturan ini sukses di tempat-tempat lain, semakin banyak saudara yang terdorong untuk berupaya memiliki Balai Kerajaan juga.
Betapa besar perbedaan yang telah dihasilkan oleh pengaturan ini! Mengenai pinjaman dana Balai Kerajaan, kantor cabang melaporkan, ”Secara keseluruhan, sudah ada lebih dari 1.200 proyek Balai Kerajaan. Pengaruhnya pasti terasa di seluruh negeri.” Meskipun pada awalnya sebagian besar dana berasal dari negeri-negeri lain, akhirnya saudara-saudara Filipina dapat mendanai program mereka sendiri. Mengenai hal ini, kantor cabang mengatakan, ”Selama beberapa tahun ini, semua pembiayaan proyek Balai Kerajaan berasal dari pembayaran kembali pinjaman dan sumbangan dari saudara-saudara di Filipina. Hal ini memperlihatkan bahwa bahkan di daerah-daerah yang tertekan secara ekonomi, banyak manfaat dapat dihasilkan jika uang dikumpulkan untuk dana bersama.”
Sejumlah besar sidang sekarang memiliki Balai Kerajaan. Terdapat sekitar 3.500 sidang di negeri ini, dan masih ada yang belum punya tempat perhimpunan sendiri. Akan tetapi, sekitar 500 di antara sidang-sidang itu jumlah penyiarnya kurang dari 15 dan tidak sanggup membayar pinjaman dana Balai Kerajaan. Jadi, baru-baru ini ada anjuran untuk mengadakan penggabungan sidang-sidang agar lebih mudah dalam memperoleh Balai Kerajaan.
Penyesuaian dalam Sudut Pandang terhadap Jadwal Perhimpunan
Beberapa sidang, baik yang memiliki Balai Kerajaannya sendiri maupun yang tidak, berlokasi di daerah-daerah yang terpencil. Saudara-saudara harus berjalan kaki selama dua atau empat jam, atau bahkan lebih, melewati medan yang tidak rata untuk mencapai tempat perhimpunan. Akibatnya, ada daerah-daerah yang terasa tidak praktis jika dijadikan tempat berhimpun lebih dari sekali seminggu. Jadi, banyak dari sidang ini mengadakan semua acara perhimpunan mereka dalam satu hari, kecuali Pelajaran Buku Sidang. Saudara-saudara datang dalam keadaan siap berpartisipasi dalam empat acara perhimpunan. Mereka membawa bekal makan siang. Dengan cara ini, jarak yang jauh ke tempat perhimpunan hanya perlu dilalui seminggu sekali, dan kegiatan lainnya, seperti dinas pengabaran, dilaksanakan di daerah setempat pada hari-hari lain.
Pada tahun 1980-an, kebiasaan ini mulai menyebar ke sidang-sidang yang tidak begitu terpencil letaknya, bahkan yang terdapat di daerah perkotaan. Mungkin kesulitan ekonomi menyebabkan beberapa saudara memikirkan cara-cara untuk menghemat uang. Lebih sedikit hari perhimpunan berarti lebih jarang bepergian dan lebih sedikit pengeluaran. Saudara-saudara lain terlalu memikirkan kenyamanan, karena mungkin menggunakan waktu mereka pada hari-hari lainnya untuk kesibukan pribadi, seperti pendidikan atau pekerjaan sekuler.
Semakin banyak sidang yang mengadakan empat acara dalam satu hari, dan beberapa sidang bahkan kelima-limanya! Akan tetapi, hal ini menunjukkan bahwa sidang-sidang di Filipina hanyut semakin jauh dari cara yang biasa dilakukan oleh kebanyakan umat Yehuwa di seluruh dunia, yang mengadakan perhimpunan tiga kali seminggu. Saudara-saudara tersebut sudah tidak seimbang lagi dalam hal ini. Selama kunjungan pengawas zona pada tahun 1991, hal ini dibawa kepada perhatiannya. Selanjutnya, Badan Pimpinan dikonsultasi. Mereka menanggapi, ”Kami tidak berpendapat bahwa hal ini adalah praktek yang baik kecuali ada situasi ekstrem yang membenarkannya.” Informasi ini disampaikan kepada saudara-saudara, pertama di kota-kota dan kemudian di daerah-daerah terpencil.
Ditandaskan bahwa di samping sesuai dengan pengaturan perhimpunan yang telah ditetapkan di seluas dunia, sidang-sidang akan mendapat lebih banyak manfaat rohani dengan mengadakan acara perhimpunan yang terpisah daripada berupaya memadatkan semua bahan menjadi tiga setengah hingga empat jam. Para peminat baru dan anak-anak merasa bahwa jadwal seperti ini sulit diikuti. Para penatua dapat mempersiapkan khotbah yang lebih bermutu jika mempersiapkannya untuk satu atau dua acara perhimpunan sebaliknya daripada untuk banyak acara perhimpunan.
Apa tanggapan sidang-sidang terhadap nasihat itu? Sebagian besar menyambut secara positif, dengan cepat membuat penyesuaian untuk mengadakan perhimpunan tengah pekan. Sekarang, dengan pengecualian bagi sidang-sidang yang sangat terpencil, kebanyakan sidang menikmati program rohani yang lebih seimbang setiap minggu.
Balai Kebaktian
Selama bertahun-tahun, wilayah-wilayah menggunakan auditorium sekolah, gedung olahraga, arena balap, atau fasilitas umum lainnya untuk mengadakan kebaktian. Meskipun adanya ketidaknyamanan, saudara-saudara menghargai kesempatan untuk mengadakan pertemuan yang menyukacitakan ini.
Sebagaimana halnya dengan Balai Kerajaan, memperoleh Balai Kebaktian tidaklah mudah. Tekanan ekonomi juga terkait dalam hal ini. Meskipun demikian, banyak wilayah ingin sekali memiliki tempat pertemuan mereka sendiri. Hasilnya, cukup banyak Balai Kebaktian yang sederhana telah didirikan. Balai-Balai ini biasanya hanya digunakan untuk satu atau dua wilayah, bukan sekelompok wilayah sebagaimana halnya di banyak negeri lain. Dalam banyak kasus, tanah disumbangkan atau dibeli dengan harga yang tidak mahal, khususnya di daerah pedesaan. Saudara-saudara kemudian mengumpulkan sumbangan mereka dan mendirikan bangunan yang sederhana—biasanya sebuah balai yang sisi-sisinya terbuka dan hanya dilengkapi dengan atap untuk menaungi hadirin, yang dipasangi lantai dari semen, panggung, dan tempat-tempat duduk.
Di daerah Metro Manila, hal itu bahkan tidak bisa dilakukan terutama karena tingginya harga tanah dan juga besarnya biaya mendirikan bangunan yang pantas di kota tersebut. Sidang-sidang di daerah ini menyumbangkan dana untuk tujuan itu, tetapi jumlah yang terkumpul sangat kurang dari yang dibutuhkan, sekalipun hanya untuk membeli tanahnya. Selama tahun 1970-an, 1980-an, dan sebagian besar 1990-an, kebaktian di Metro Manila masih diadakan di gedung-gedung sekolah, auditorium, dan tempat-tempat serupa.
Sementara itu, jumlah sidang dan wilayah di Metro Manila terus bertambah, sehingga Balai Kebaktian betul-betul dibutuhkan. Pencarian tanah yang cocok pun dimulai. Surat-surat dikirimkan ke sidang-sidang guna menginformasikan adanya hak istimewa untuk mendukung proyek tersebut secara finansial. Pada tahun 1992, sekitar 6 hektar tanah ditemukan di dekat distrik Lagro di ujung sebelah utara Metro Manila.
Sidang-sidang Metro Manila mendukung proyek tersebut dengan mengirimkan sumbangan dan relawan. Para hamba internasional datang dari beberapa negeri untuk membantu pekerjaan itu. Salah seorang dari mereka, Ross Pratt dari Selandia Baru, menceritakan, ”Pada bulan Maret 1997, kami memperoleh persetujuan dari Brooklyn untuk mulai. Proyek itu merupakan pekerjaan penggalian besar-besaran, dan 29.000 kubik meter tanah dipindahkan guna mempersiapkan lokasi bangunannya. Ada 50 hingga 60 pekerja permanen. Balai Kebaktian ini selesai pada bulan November 1998.” Kemudian, gedung itu ditahbiskan. Karena balai tersebut dirancang untuk menampung 12.000 orang, kebaktian distrik juga bisa diadakan di sana. Sisi-sisi yang terbuka dari Balai Kebaktian ini memungkinkan embusan angin tropis lewat seraya hadirin menyimak acaranya. Enam belas wilayah di Metro Manila dan sekitarnya sekarang secara rutin menikmati program rohani di balai ini.
Tambahan Properti Cabang
Seraya jumlah sidang dan wilayah di ladang ini berlipat ganda, beban pekerjaan di cabang bertambah. Pada tahun 1980, ada sekitar 60.000 penyiar di negeri ini. Sebelum satu dekade berlalu, Filipina sudah termasuk di antara negeri yang memiliki jumlah penyiar di atas 100.000. Dalam periode yang sama, keluarga Betel bertambah dari 102 menjadi 150 anggota. Akan tetapi, bahkan pada awal 1980-an, ruang di kantor cabang sudah mulai sesak. Dibutuhkan lebih banyak akomodasi.
Badan Pimpinan menginstruksikan agar mencari properti tambahan. Felix Fajardo menceritakan apa yang terjadi, ”Kami pergi dari rumah ke rumah mencari properti yang dijual di dekat Betel. Para pemilik tanah asal Filipina dan Tionghoa mengatakan bahwa mereka tidak menjual properti mereka. Salah seorang pemilik dengan mengotot mengatakan, ’Orang Tionghoa tidak menjual. Kami membeli. Kami tidak pernah menjual.’” Jadi, pada waktu itu, tampaknya tidak tersedia properti di dekat kantor cabang yang mula-mula.
Pencarian properti dilanjutkan di tempat-tempat lain. Jika perlu, kantor cabang akan pindah ke luar kota. Beberapa lokasi ditemukan di provinsi-provinsi tetangga. Badan Pimpinan sangat berminat pada sebidang tanah yang luas di dekat San Pedro, Laguna, yang ditawarkan oleh seorang saudara dengan harga yang tidak mahal. Persetujuan diberikan untuk membeli tanah ini. Dimulailah perencanaan untuk membangun kantor, Rumah Betel, dan percetakan di atas tanah itu. Akan tetapi, seraya waktu berlalu, tampaknya pemindahan ini bukanlah kehendak Yehuwa. Di sana tidak ada jasa telepon, jalanannya buruk, dan ada masalah keamanan. Jelaslah bahwa properti ini bukan tempat terbaik bagi sebuah cabang. Jadi, lokasi itu dijadikan ladang untuk menunjang kebutuhan keluarga Betel. Namun, hal itu tidak menyelesaikan masalah kebutuhan lebih banyak ruang untuk kantor cabang.
Serentetan kejadian tak terduga yang berlangsung setelah itu tampaknya menunjukkan adanya pengarahan Yehuwa. Felix melanjutkan, ”Tak disangka-sangka, tetangga terdekat kami mengatakan, ’Kami ingin menjual properti kami—1.000 meter persegi. Kami berniat menjualnya kepada kalian.’ Jadi, Badan Pimpinan menginstruksikan kami untuk membelinya. Kami mengira itu sudah cukup, tetapi sewaktu kami menyerahkan rencana pembangunan kami ke kantor pusat sedunia, kami diberi tahu, ’Mungkin kalian dapat mencari properti tambahan lagi. Kalian masih membutuhkannya sedikit lagi.’”
”Tepat setelah itu, seorang dokter dan seorang pengacara datang dan mengatakan, ’Kami ingin menjual properti kami kepada kalian.’ Luasnya juga 1.000 meter persegi. Berikutnya, seorang tetangga wanita yang memiliki 1 hektar properti ingin menjualnya. Ia menjualnya dengan harga yang sangat murah. Kami pikir kami sudah memiliki properti yang cukup besar sekarang. Tapi kantor pusat mengatakan, ’Cari lagi.’”
Kemudian, datanglah bantuan yang tak diduga-duga. Sang dokter dan pengacara yang sudah menjual properti mereka kepada kami mendatangi para tetangga dan meyakinkan mereka untuk menjual tanah mereka. Satu per satu, mereka menawarkan properti mereka kepada kantor cabang. Setelah hampir semua properti tetangga dibeli, sebuah proposal dikirim lagi ke kantor pusat. Lagi-lagi, datang jawaban, ”Kalian masih membutuhkan lagi.” Saudara-saudara berpikir, ’Ke mana lagi kami harus mencari? Kami sudah kehabisan lahan untuk dibeli di dekat sini.’
Pada saat yang hampir bersamaan, ada telepon tentang properti yang dimiliki oleh pengusaha yang dahulu pernah mengatakan, ”Orang Tionghoa tidak pernah menjual.” Sekarang, properti itu dijual! Felix menjelaskan, ”Saudara Leach dan saya mendapati bahwa tidak ada yang berminat pada tanah itu. Jadi, kami mendapatkannya dengan sangat murah. Tampaknya, tangan Yehuwa turun tangan dalam masalah ini.” Bertambahlah satu hektar tanah, dan akhirnya, kantor pusat mengatakan, ”Kalian sudah punya tanah yang cukup luas untuk mulai merencanakan pembangunan.”
Seraya waktu berlalu dan keadaan berubah, halnya menjadi jelas bahwa ladang di San Pedro tidak lagi dibutuhkan. Banyak makanan untuk keluarga Betel dapat dibeli dalam jumlah besar dengan harga yang lebih rendah daripada biaya untuk memproduksinya di ladang tersebut. Jadi, dibuatlah keputusan untuk menjualnya. Pada tahun 1991, ladang tersebut sudah berada di tangan pemilik yang baru. Hasil penjualannya digunakan untuk membantu membiayai pembangunan kantor cabang yang baru.
Membangun Fasilitas Cabang yang Baru
Luas tanah yang sekarang dimiliki kantor cabang adalah lebih dari tiga kali luas kantor cabang yang semula, yakni 1 hektar, yang dibeli pada tahun 1947. Dengan bantuan Kantor Rancang Bangun Regional di cabang Saksi-Saksi Yehuwa di Jepang, rancangan digambar, dan pekerjaan mempersiapkan lokasi dimulai pada pertengahan tahun 1988. Beberapa bangunan lama yang terbuat dari kayu dirobohkan. Bangunan baru yang akan dibuat terdiri atas bangunan tempat tinggal berlantai 11 dan sebuah percetakan berlantai 2. Sebuah Balai Kerajaan akan didirikan di lokasi tersebut.
Selain para lulusan Gilead yang ditugasi untuk membantu, hampir 300 saudara dan saudari dari sekitar lima negeri datang sebagai hamba internasional jangka panjang dan relawan internasional jangka pendek untuk membantu mengerjakan proyek ini. Penduduk di sekitar lokasi merasa takjub sewaktu melihat orang-orang dari luar negeri berdatangan membantu. Mereka lebih terkejut lagi sewaktu tahu bahwa kebanyakan orang asing tersebut datang dengan biaya sendiri! Saudara dan saudari lokal juga turut serta dalam menghadirkan atmosfer persatuan internasional di sana.
Sama halnya dengan pembelian tanah, pengarahan Yehuwa juga terlihat seraya pembangunan berlangsung. Misalnya, hanya ada satu perusahaan di Filipina yang memproduksi jenis lembaran atap yang kami butuhkan. Akan tetapi, pesanan cabang untuk bahan tersebut berada pada urutan ke-301 dalam daftar perusahaan itu! Saudara-saudara membuat janji untuk berbicara langsung dengan direktur utama perusahaan itu, dan mereka menjelaskan sifat sukarela dari pekerjaan kita. Dewan direksi perusahaan itu mengadakan rapat, menyetujui permintaan saudara-saudara, dan memindahkan pesanan saudara-saudara ke urutan pertama daftar produksi. Tak lama setelah bahan-bahan itu diantarkan, para karyawan perusahaan itu mengadakan mogok kerja.
Semangat yang bagus diperlihatkan oleh banyak saudara-saudari yang ikut dalam proyek pembangunan cabang itu. Sekitar 600 relawan setiap minggu datang dari sidang-sidang di dekat situ untuk membantu. Sesungguhnya, sekitar 30 persen pekerjaan ini dilakukan oleh para relawan tersebut.
Pembangunan ini menggunakan standar yang tinggi. Karena kepulauan Filipina terletak di zona gempa bumi aktif, saudara-saudara yang memimpin proyek tersebut memastikan bahwa bangunan berlantai 11 ini dapat bertahan menghadapi guncangan hebat. Betapa berbedanya bangunan berkualitas tinggi ini jika dibandingkan dengan bangunan sebelumnya, yang salah satunya dibangun pada tahun 1920-an! Bangunan tertua dirobohkan sehingga bisa digantikan dengan yang baru.
Akhirnya, pada tanggal 13 April 1991, acara penahbisan kantor cabang terlaksana. John Barr dari Badan Pimpinan menyampaikan khotbah penahbisan di hadapan 1.718 hadirin. Saudara dan saudari yang telah melayani Yehuwa selama lebih dari 40 tahun diundang untuk mengikuti acara tersebut dan menikmatinya bersama para tamu dari sepuluh negeri. Pada hari berikutnya, 78.501 hadirin mendapat manfaat dari sebuah acara yang membina secara rohani yang disalurkan melalui kabel telepon ke enam lokasi di seluruh arsipelago itu.
Saudara-Saudari Filipina Pergi sebagai Hamba Internasional
Selama pembangunan cabang, hamba-hamba internasional dari negeri-negeri lain membagikan keahlian mereka kepada saudara-saudara Filipina. Hubertus Hoefnagels, yang melatih saudara-saudari lainnya, berkomentar, ”Banyak saudara setempat yang sangat bergairah, dan mereka sanggup menerapkan apa yang telah mereka pelajari.” Hasilnya, sewaktu proyek Filipina selesai, beberapa saudara yang telah terlatih ini mampu pergi sebagai hamba internasional untuk membantu proyek cabang di negeri-negeri lain, khususnya di Asia Tenggara.
Joel Moral, dari Provinsi Quezon, adalah salah satunya. Ia pertama datang ke proyek pembangunan cabang di Manila dengan maksud untuk bekerja secara sukarela selama satu minggu. Akan tetapi, bantuannya dibutuhkan, dan ia diminta untuk tetap tinggal. Meskipun ia tidak memiliki pengalaman ekstensif dalam bidang konstruksi, pekerjaan di proyek cabang memungkinkannya memperoleh keterampilan secara cepat dengan belajar dari hamba-hamba internasional asing.
Bahkan, sebelum proyek di Filipina selesai, timbul kebutuhan untuk membantu pembangunan cabang baru di Thailand. Joel mengatakan, ”Saya tidak menyangka akan bekerja di Thailand, tetapi akhirnya saya diundang juga ke sana. Pengalaman saya sewaktu di proyek pembangunan di Filipina merupakan bantuan besar untuk mempersiapkan saya melakukan pekerjaan internasional.” Ia tinggal selama lebih dari setahun untuk membantu pekerjaan pembangunan di Thailand.
Joshua dan Sara Espiritu berkenalan sewaktu mereka berdua bekerja di proyek pembangunan cabang Filipina. Mereka menikah tidak lama setelah penahbisan cabang dan menetapkan tujuan untuk melayani bersama sebagai hamba internasional. Beberapa bulan kemudian, mereka diundang untuk ikut dalam pekerjaan pembangunan di negeri-negeri lain. Sejak saat itu, mereka telah melayani di lima negeri: tiga di Asia dan dua di Afrika. Joshua menceritakan tentang pengalamannya sewaktu ia masih di Filipina, ”Dahulu, pada waktu kami bekerja bersama saudara-saudara dari negeri-negeri lain, kami mempelajari berbagai keterampilan. Sekarang, kami mempunyai pengetahuan yang dapat kami bagikan kepada yang lain.” Sewaktu mereka dikirim ke negeri-negeri lain, mereka memberi tahu saudara-saudara setempat, ”Kami tidak selamanya di sini. Di masa depan, kalianlah yang akan meneruskan pekerjaan ini.” Mengenai tujuannya sewaktu pergi ke negeri-negeri lain, ia menjelaskan, ”Kami pergi ke sana bukan hanya untuk bekerja, tetapi kami benar-benar berupaya untuk mengajar saudara-saudara di sana.”
Tentu saja, pergi ke berbagai negeri menuntut sikap fleksibel. Jerry Ayura dikirim ke beberapa tempat, termasuk Thailand, Samoa Barat, dan Zimbabwe. Ia menjelaskan, ”Saya belajar bahwa Yehuwa menggunakan orang-orang dari segala macam latar belakang. Kami mengasihi mereka karena Yehuwa mengasihi mereka.” Betapa bahagianya saudara-saudara Filipina ini karena mereka dapat turut serta dalam pekerjaan Yehuwa pada skala internasional!
Pergolakan Tidak Menghentikan Pekerjaan
Menjadikan sukacita Yehuwa sebagai benteng mencakup terus loyal kepada-Nya, bahkan pada masa-masa sulit. Ada banyak kesempatan bagi hamba-hamba Yehuwa di Filipina untuk mempertunjukkan hal ini.
Meskipun undang-undang darurat berakhir pada tanggal 17 Januari 1981, pergolakan masih berlangsung sepanjang tahun 1980-an. Pada bulan Februari 1986, pemerintahan diganti. Akan tetapi, perubahan kekuasaan berjalan relatif damai, dan bahkan sidang-sidang yang berlokasi di tempat berlangsungnya revolusi ”Kekuasaan Rakyat” bisa meneruskan perhimpunan dan pengabaran mereka tanpa gangguan. Sewaktu melewati massa ”Kekuasaan Rakyat”, para penyiar melihat para pendeta dan biarawati bergabung bersama rakyat dan mengajak mereka ikut beraksi.
Pemerintahan yang baru dengan cepat melaksanakan perubahan-perubahan tertentu. Akan tetapi, pergolakan tidak berakhir. Dalam tiga tahun pertama setelah pemerintahan yang baru berkuasa, ada banyak upaya kup, yang beberapa darinya berdarah. Pada satu peristiwa sewaktu pembangunan cabang sedang dilaksanakan, para pekerja asing maupun lokal terkejut saat memperhatikan keadaan kota dan melihat para tentara pemberontak mengebomi kamp militer mereka sendiri. Kejadian ini berlangsung relatif singkat, tetapi keadaan ini menuntut agar beberapa sidang dianjurkan untuk berhimpun di Balai-Balai Kerajaan yang berada di lokasi yang lebih aman.
Selama bertahun-tahun, pertikaian antara pasukan pemerintah dan pasukan pemberontak terus berlanjut di beberapa daerah di Mindanao. Sewaktu mengabar, saudara-saudara di sana harus bertindak secara tidak mencolok dan percaya kepada Yehuwa. Renato Dungog, seorang lulusan Sekolah Pelatihan Pelayanan dan sekarang pengawas wilayah, melayani di daerah yang sering dilanda pertikaian. Pada satu peristiwa, sewaktu Renato sedang menunggu perahu, seorang tentara bertanya kepadanya, ”Mau ke mana?”
Renato menjelaskan, ”Saya rohaniwan keliling Saksi-Saksi Yehuwa. Saya mengunjungi saudara-saudara dua kali setahun untuk memperkuat mereka dan pergi menginjil bersama mereka.”
Sang tentara menjawab, ”Tuhan pasti menyertai kamu, soalnya kalau tidak, kamu pasti sudah mati.” Jadi, meskipun adanya pergolakan, saudara-saudara tetap melakukan pekerjaan mereka dengan mempercayai Yehuwa, dan mereka sangat direspek karena hal itu.
Kembali ke Pengadilan dengan Kasus Salut Bendera
Kaum muda telah diuji keloyalannya kepada Allah. Pada tanggal 11 Juni 1955, Presiden Ramon Magsaysay menandatangani Surat Keputusan Republik No. 1265 yang menuntut semua anak di sekolah negeri maupun swasta untuk salut kepada bendera Filipina. Anak-anak Saksi-Saksi Yehuwa bereaksi selaras dengan hati nurani mereka, sebagaimana yang dilakukan kaum muda Saksi di seluruh dunia. (Kel. 20:4, 5) Meskipun mereka merespek lambang negara, mereka tidak dapat, selaras dengan hati nurani mereka, melakukan apa yang mereka anggap sebagai tindakan pengabdian religius kepada objek apa pun. Sewaktu anak-anak keluarga Gerona di Masbate dikeluarkan dari sekolah karena tidak salut kepada bendera, hal ini dijadikan kasus di Mahkamah Agung Filipina pada tahun 1959. Akan tetapi, pengadilan itu tidak merespek pendirian religius Saksi-Saksi Yehuwa. Pengadilan berkukuh bahwa bendera ”bukanlah patung” dan ”bendera sama sekali bebas dari makna religius apa pun”. Demikianlah pengadilan memutuskan apa yang religius dan apa yang tidak.
Tentu saja, hal ini tidak mengubah kepercayaan religius Saksi-Saksi. Saudara-saudara berpendirian teguh terhadap prinsip-prinsip Alkitab. Keputusan pengadilan memang menghasilkan beberapa kesulitan, meski tidak separah yang diperkirakan.
Salut kepada bendera tidak menjadi masalah lagi sampai keputusan pengadilan tersebut dimasukkan ke dalam Peraturan Pemerintah Tahun 1987. Setelah itu, pada tahun 1990, sejumlah anak Saksi-Saksi Yehuwa di daerah Cebu dikeluarkan dari sekolah. Seorang pengawas sekolah-sekolah begitu gigih dalam menegakkan peraturan ini. Semakin banyak yang dikeluarkan.
Media meliput persoalan itu. Kemudian, sebuah komite hak asasi manusia berminat kepada anak-anak itu, yang tidak boleh diberi pendidikan. Tampaknya, sikap yang ada pada tahun 1959 sudah berubah. Apakah sekaranglah saatnya Yehuwa mengangkat lagi kasus ini ke permukaan? Ernesto Morales, seorang penatua di Cebu pada saat itu, mengatakan, ”Para redaktur, pemilik surat kabar, pendidik, dan lain-lain, semuanya, mendesak kami untuk membawa kasus itu ke pengadilan.” Departemen Hukum di kantor cabang dan di kantor pusat dunia dikonsultasi. Keputusannya adalah membawa kasus itu ke meja hijau.
Akan tetapi, Pengadilan Negeri, kemudian diikuti oleh Pengadilan Tingkat Banding, mengeluarkan keputusan yang tidak menguntungkan. Mereka tidak mau melawan keputusan Mahkamah Agung tentang kasus Gerona pada tahun 1959. Satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan membawa kembali kasus tersebut ke Mahkamah Agung. Apakah Mahkamah Agung mau menerima kasus ini? Mahkamah Agung tersebut memberikan jawaban positif! Felino Ganal, seorang pengacara Saksi, memimpin pengajuan kasus itu ke hadapan pengadilan tinggi ini. Beberapa hari kemudian, Mahkamah Agung mengeluarkan perintah yang menuntut agar semua anak yang dikeluarkan diterima kembali di sekolah, sambil menunggu keputusan tentang kasus ini.
Argumen diajukan oleh kedua belah pihak. Setelah mengadakan pertimbangan dengan cermat, Mahkamah Agung menyatakan bahwa keputusan tahun 1959 tidak berlaku lagi dan menjunjung hak anak-anak Saksi-Saksi Yehuwa untuk tidak salut kepada bendera, tidak mengucapkan sumpah setia, dan tidak menyanyikan lagu kebangsaan. Mahkamah tersebut menjelaskan keputusan yang bersejarah ini, ”Gagasan bahwa seseorang diwajibkan salut kepada bendera, . . . dengan sanksi . . . dikeluarkan dari sekolah, tidak sesuai lagi dengan kesadaran generasi Filipina masa kini yang sudah akrab dengan Undang-Undang Hak Asasi yang menjamin kebebasan berbicara serta kebebasan menyatakan dan menjalankan agama.” Mahkamah ini juga menetapkan bahwa mengeluarkan Saksi-Saksi Yehuwa dari sekolah ”melanggar hak mereka . . . , menurut Undang-Undang Tahun 1987, untuk memperoleh kebebasan berpendidikan”. Manila Chronicle menyatakan, ”Mahkamah Agung mengoreksi ketidakadilan selama 35 tahun terhadap Saksi-Saksi Yehuwa.”
Sebuah mosi untuk mempertimbangkan kembali kasus ini diajukan oleh pihak-pihak lawan, tetapi pada tanggal 29 Desember 1995, Mahkamah Agung menolak mosi tersebut. Dengan demikian, keputusan itu tetap berlaku. Benar-benar kemenangan bagi umat Yehuwa!
Pekerjaan Berlanjut meski Berbagai Bencana Melanda
Sebagaimana dikatakan di awal laporan ini, Filipina sering dilanda bencana. Marilah kita tinjau beberapa bencana yang telah menimpa saudara-saudara.
Gempa Bumi: Karena kepulauan Filipina terletak di pertemuan dua lempeng tektonik utama, negeri ini rentan gempa bumi. Seorang pakar mengatakan bahwa sedikitnya lima gempa bumi terjadi setiap hari, disertai banyak lagi gempa bumi yang tidak dirasakan manusia. Kebanyakan gempa bumi tidak menyebabkan gangguan pada kehidupan, tetapi kadang-kadang, gempa bumi yang keras dapat meluluhlantakkan segalanya.
Pada pukul 16.26, tanggal 16 Juli 1990, salah satu gempa keras demikian, dengan gempa-gempa susulan yang kuat, melanda daerah dekat Cabanatuan, sebuah kota di Luzon bagian tengah. Provinsi Benguet juga terimbas parah. Sejumlah sekolah dan hotel roboh, memakan korban jiwa.
Pada saat itu, Julio Tabios, yang melayani sebagai pengawas distrik di sana, sedang mengadakan perjalanan bersama istrinya menuju kebaktian wilayah di Benguet yang bergunung-gunung. Seorang saudara yang sedang mengangkut sayuran untuk dijual di Baguio memberi mereka tumpangan di truknya. Setelah berbelok-belok melewati pegunungan, mereka tiba di sebuah bagian jalan yang sempit, tempat mereka harus berhenti dahulu agar kendaraan yang datang bisa lewat. Tepat pada saat itu, batu-batu mulai berjatuhan dari atas gunung. Mereka sadar bahwa itu adalah gempa bumi yang kuat. Julio mengatakan, ”Setelah saudara ini berhasil memundurkan truknya ke bagian jalan yang lebih lebar, sebuah batu besar jatuh di tempat yang baru saja kami tinggalkan. Kami sangat bersyukur karena bisa selamat. Beberapa saat kemudian, terjadi guncangan kedua, dan kami menyaksikan sebuah batu besar di sebelah kami bergoyang-goyang seolah-olah sedang menari.” Seluruh lereng pegunungan longsor.
Tanah longsor telah memblokir jalan. Satu-satunya cara untuk mencapai lokasi kebaktian, atau tempat lain mana pun, adalah dengan berjalan kaki melewati pegunungan itu. Pada malam harinya, mereka menginap di rumah seorang penduduk yang baik. Keesokan harinya, mereka mendaki sebuah gunung yang tinggi untuk mencapai tempat tujuan mereka. Di sepanjang perjalanan, mereka mengadakan kontak dengan sejumlah saudara yang sedang membantu satu sama lain untuk menghadapi dampak gempa bumi itu. Akhirnya, setelah berjalan di sepanjang rute gunung yang berbahaya, mereka tiba di Naguey, tempat kebaktian akan diadakan. Julio menceritakan, ”Alangkah terharunya saudara-saudara, karena mereka sudah tidak berharap lagi kami akan datang! Meskipun kami sangat lelah, kami disegarkan kembali sewaktu kami menyaksikan saudara-saudari yang berbahagia itu menyambut kami.” Meskipun adanya gempa bumi itu, banyak saudara telah mengerahkan upaya untuk hadir, mempertunjukkan penghargaan mereka yang besar atas perkara-perkara rohani.
Saudara mungkin ingat akan gedung-gedung baru di cabang yang sedang dibangun pada saat itu. Meskipun pembangunan gedung tempat tinggal belum selesai, gempa bumi pada tahun 1990 itu merupakan uji bangunan yang pertama untuk gedung tersebut. Goyangannya yang ke sana kemari itu membuat beberapa pekerja Betel merasa pusing, tetapi gedung ini memang dirancang persis seperti itu untuk menghadapi gempa bumi, sehingga terhindar dari kerusakan.
Banjir: Karena beriklim tropis lembap, sebagian besar negeri ini menerima curah hujan yang banyak sekali. Daerah-daerah tertentu sangat mudah terkena banjir. Leonardo Gameng, yang berada dalam dinas sepenuh waktu selama 46 tahun, menceritakan, ”Kami harus berjalan tiga kilometer melewati lumpur setinggi lutut.” Juliana Angelo telah melayani sebagai seorang perintis istimewa di berbagai daerah di Provinsi Pampanga yang sering kebanjiran. ”Untuk mencapai orang-orang yang berminat pada berita Kerajaan,” saudari ini mengatakan, ”kami menggunakan perahu kecil. Saudara yang mendayung harus waspada guna menghindari pohon-pohon yang ada ularnya, yang siap untuk jatuh ke perahu kami.” Corazon Gallardo, seorang saudari perintis istimewa sejak tahun 1960, selama bertahun-tahun melayani di berbagai daerah di Pampanga. Kadang-kadang, tidak ada perahu yang bisa digunakan, dan ia ingat bahwa ia harus berjalan di air banjir yang dalamnya hampir mencapai pundak. Meskipun adanya berbagai kesulitan semacam itu, ia mempertahankan sikap yang baik. Ia telah belajar untuk mudah beradaptasi dan bersandar pada Yehuwa, dan ia tahu bahwa Yehuwa tidak akan pernah meninggalkan umat-Nya yang loyal.
Sejak lahar dari Gunung Pinatubo memenuhi banyak daerah dataran rendah, banjir di Pampanga menjadi lebih parah karena air itu sekarang mengalir ke daerah-daerah lain. Generoso Canlas, seorang pengawas wilayah di sana, mengatakan bahwa karena air itu, mereka sering harus memakai sepatu bot atau bahkan bertelanjang kaki dalam dinas lapangan. Akan tetapi, saudara-saudara terus mengabar meski adanya berbagai ketidaknyamanan tersebut.
Di daerah-daerah yang terkena banjir yang sangat parah dan seluruh masyarakatnya menjadi korban, Saksi-Saksi Yehuwa membantu satu sama lain dan juga membantu orang-orang non-Saksi. Sewaktu hal ini terjadi di Davao del Norte, di bagian selatan Filipina, para pejabat kota begitu berterima kasih atas bantuan tersebut sampai-sampai mereka mengeluarkan resolusi yang menyatakan hal itu.
Gunung Meletus: Ada banyak gunung berapi di Filipina, tetapi yang mendapat perhatian dunia adalah Gunung Pinatubo. Pada bulan Juni 1991, gunung berapi ini meletus dengan mengeluarkan awan jamur yang spektakuler. Siang seolah-olah berubah menjadi malam. Ada yang mengira bahwa ini adalah permulaan Armagedon. Abu berjatuhan ke arah barat sampai ke Kamboja. Dalam waktu singkat, Gunung Pinatubo memuntahkan 6,65 miliar meter kubik materi piroklas. Abu yang tebal ini mengakibatkan atap dan bahkan seluruh bangunan runtuh. Banyak materi yang disemburkan menjadi lahar, aliran besar air bercampur lumpur, batu, dan lain-lain, yang menghanyutkan maupun mengubur rumah-rumah. Baik abu maupun lahar mengakibatkan Balai-Balai Kerajaan dan rumah saudara-saudara rusak berat dan hancur. Julius Aguilar, yang pada waktu itu adalah seorang perintis biasa di Tarlac, mengatakan, ”Seluruh bagian rumah kami terkubur abu.” Keluarganya terpaksa pindah.
Pedro Oandasan pada waktu itu melayani sebagai pengawas wilayah di daerah tersebut. Ia menceritakan, ”Saudara-saudara tidak pernah meninggalkan ibadat dan dinas mereka kepada Yehuwa. Hadirin selalu di atas 100 persen. Selain itu, meskipun ada lahar, kasih saudara-saudara bagi pekerjaan pengabaran tidak berkurang. Kami tetap mengabar kepada para pengungsi dan bahkan di daerah-daerah yang hancur.”
Bencana-bencana seperti ini membuka kesempatan untuk mempraktekkan kasih Kristen. Selama dan setelah letusan Gunung Pinatubo, saudara-saudara membantu satu sama lain dalam evakuasi. Kantor cabang segera mengirim sebuah truk yang dimuati beras, dan setelah muatannya diturunkan, truk itu digunakan untuk mengevakuasi saudara-saudara dari kota-kota yang terkena bencana. Sewaktu saudara-saudara di Manila diberi tahu tentang keadaan saudara-saudara di daerah bencana, mereka segera menanggapi dengan mengirimkan dana dan pakaian. Di Betis, Provinsi Pampanga, saudara-saudara muda mengorganisasi sebuah tim untuk membantu para korban. Salah seorang yang mereka bantu adalah seorang wanita peminat yang suaminya menentang kebenaran. Sewaktu saudara-saudara muda ini membantu membangun kembali rumah pasangan itu, sang suami begitu terkesan sampai-sampai ia kini menjadi seorang Saksi!
Taifun: Dari semua gangguan cuaca di negeri ini, taifun, atau siklon tropis, mengakibatkan kerusakan terparah. Rata-rata, sekitar 20 taifun melanda arsipelago ini setiap tahun. Badai seperti ini intensitasnya beragam, tetapi semuanya dicirikan angin kencang dan hujan lebat. Sering kali, badai ini cukup kuat untuk menghancurkan bangunan. Taifun juga merusak tanaman pangan, yang berdampak pada mata pencaharian para petani.
Berulang kali, rumah dan ladang milik Saksi-Saksi rusak. Hebatnya, saudara-saudara biasanya hanya membereskan kembali segala sesuatunya dan meneruskan lagi kegiatan mereka. Di beberapa bagian negeri ini, taifun begitu sering terjadi sampai-sampai hampir dianggap kejadian biasa. Patut dipujikan, saudara-saudara telah belajar untuk bertahan, dan mereka mengurus problem kehidupan satu hari demi satu hari. (Mat. 6:34) Tentu saja, sewaktu saudara-saudara di daerah-daerah terdekat mendengar tentang keadaan saudara-saudara yang berkekurangan, mereka secara sukarela mengirimkan makanan atau uang untuk menolong mereka. Kadang-kadang, setelah terjadinya badai yang sangat hebat, para pengawas keliling menghubungi kantor cabang, yang senang untuk mengorganisasi bantuan kemanusiaan.
Mengantar Lektur Alkitab
Karena Filipina adalah negeri yang terdiri dari banyak pulau, mengantar lektur ke sidang-sidang secara tepat waktu dan dalam kondisi yang baik selalu menjadi tantangan. Selama bertahun-tahun, sistem pos digunakan. Akan tetapi, sering kali terbitan Menara Pengawal dan Pelayanan Kerajaan Kita tidak sampai sebelum saatnya lektur itu dipelajari di perhimpunan.
Jehu Amolo, yang bekerja di Departemen Pengiriman kantor cabang, mengingat tentang hal yang mendorong adanya perubahan. Ia menjelaskan, ”Selain masalah pengiriman yang terlambat, pada tahun 1997 ongkos jasa pos meningkat tajam.” Mengingat ada sekitar 360.000 majalah yang dikirimkan setiap dua minggu, sejumlah besar uang harus dikeluarkan.
Saran diajukan kepada Badan Pimpinan agar saudara-saudara dari cabanglah yang mengantarkan lektur. Setelah dikaji dengan cermat, saran itu disetujui. Di Luzon, truk-truk langsung berangkat dari cabang. Akan tetapi, karena daerah-daerah lainnya dipisahkan oleh air, cabang menggunakan jasa pengiriman paket yang dapat diandalkan guna mengirimkan majalah dan lektur lewat kapal ke tujuan-tujuan yang dipilih di seluruh arsipelago. Dari depot-depot ini, para pengemudi mengantar kiriman dengan truk ke lokasi-lokasi penurunan barang. Jika para pengemudi berada jauh dari tempat asal mereka, saudara-saudara dengan senang hati menyediakan akomodasi di rumah mereka sehingga para pengemudi tersebut bisa beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan.
Selain menghemat uang, saudara-saudara senang menerima publikasi yang mereka butuhkan, yang terkirim tepat waktu dan dalam kondisi yang sangat baik. Manfaat sampingannya adalah saudara-saudara merasa lebih dekat dengan organisasi karena adanya kontak yang teratur dengan saudara-saudara dari cabang. Banyak saudara mendapat dorongan moril hanya dengan melihat truk yang bertuliskan nama Watch Tower lewat.
Penyelenggaraan ini dengan satu atau lain cara telah memberikan kesaksian tambahan. Misalnya, pada satu peristiwa, ada banjir di Bicol, Luzon sebelah selatan, sewaktu sebuah pengiriman sedang dilakukan. Kendaraan-kendaraan terhenti oleh tingginya air di jalan raya. Kebetulan sekali, truk lektur berhenti di depan rumah seorang saudara. Sewaktu keluarga saudara tersebut melihat truk itu, mereka memberi tahu para pengemudinya, ”Ayo, masuk dulu, makan dan tinggallah saja di sini dulu sampai banjirnya surut.”
Para pengemudi non-Saksi kebingungan hendak makan atau tidur di mana. Sewaktu melihat apa yang terjadi pada para pengemudi Betel, mereka bertanya, ”Kalian ada hubungan apa dengan orang-orang di rumah itu?”
Saudara-saudara menjawab, ”Mereka saudara rohani kami.”
Para pengemudi lain menjawab, ”Beginilah Saksi-Saksi! Meskipun mereka baru saja bertemu, mereka langsung saling percaya.”
Di luar Perbatasan
Sekarang, marilah kita tinjau sebentar ke luar Filipina dan membahas tentang banyak orang Filipina yang tinggal di luar negeri. Dahulu, pada waktu Imperium Inggris masih berjaya, orang mengatakan bahwa ”matahari tidak pernah terbenam” di seluruh wilayah kekuasaannya. Sekarang, ada orang yang mengatakan, ”Matahari tidak pernah terbenam bagi orang Filipina.” Meskipun Filipina hanyalah bangsa yang kecil, orang Filipina ada di mana-mana. Karena pekerjaan atau alasan lain, ratusan ribu orang Filipina telah pergi ke negeri-negeri lain. Bagaimana hal ini telah membuat beberapa dari mereka belajar kebenaran Alkitab? Bagaimana orang-orang, yang sewaktu pindah sudah menjadi Saksi, telah membantu orang-orang lain?
Ricardo Malicsi bekerja sebagai konsultan bandara. Karena pekerjaannya mengharuskan dia bepergian ke banyak negeri, ia dan istrinya memanfaatkan situasi ini untuk menyebarkan kabar baik di negeri-negeri yang penyiarnya sedikit. Sebenarnya, di beberapa negeri itu, ada pembatasan atas pekerjaan pengabaran. Sewaktu mereka berada di tempat seperti Bangladesh, Iran, Tanzania, dan Uganda, mereka senang membantu beberapa orang mengenal Yehuwa. Pada beberapa kesempatan, mereka berperan dalam membentuk sidang-sidang. Di antara negeri-negeri lainnya tempat mereka bekerja dan mengabar adalah Laos, Myanmar, dan Somalia. Hal ini mereka lakukan selama 28 tahun, sampai Ricardo pensiun. Betapa berbahagianya mereka karena telah memberikan sumbangsih bagus demikian kepada penyebaran kabar baik di daerah-daerah yang jauh!
Yang lain-lainnya belum menjadi Saksi sewaktu mereka meninggalkan Filipina untuk bekerja di luar negeri, tetapi di luar negerilah mereka menemukan kebenaran. Rowena, seorang wanita Katolik, awalnya pergi untuk bekerja di Timur Tengah. Sewaktu di sana, ia mulai membaca Alkitab. Belakangan, ia mendapat pekerjaan di Hong Kong, tempat ribuan orang Filipina bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Ia mengatakan, ”Saya berdoa kepada Tuhan setiap malam untuk memohon agar Ia mengutus orang-orang yang tepat yang akan membimbing saya ke Kerajaan Allah.” Doa itu dijawab sewaktu dua utusan injil, John dan Carlina Porter, menghubungi Rowena dan membantunya belajar Alkitab. Rowena menulis surat ke cabang Filipina untuk menceritakan pengalamannya dan juga meminta agar suaminya yang masih berada di Filipina dikunjungi, supaya ia mengetahui berita Alkitab.
Orang-orang Filipina yang telah beremigrasi sekarang membentuk komunitas-komunitas besar di sejumlah negeri lain. Pada awal tahun 1990-an, ada kekurangan pekerja perkebunan di Hawaii. Banyak orang Filipina mengisi kebutuhan ini. Beberapa orang pertama yang mengenal kebenaran di Hawaii adalah para imigran Filipina. Sekarang, ada sepuluh sidang berbahasa Iloko dan satu sidang berbahasa Tagalog di Hawaii.
Ribuan orang Filipina tinggal di Amerika Serikat. Banyak dari mereka adalah Saksi. Sidang Filipina pertama di sana dibentuk di Stockton, Kalifornia, pada tahun 1976. Cabang Amerika Serikat melaporkan, ”Ladang Filipina maju pesat, dan pada tanggal 3 September 1996, wilayah sidang-sidang Filipina yang pertama dibentuk.” Pada tahun dinas 2002, ada 37 sidang Filipina yang terdiri dari 2.500 penyiar yang bekerja di bawah pengawasan cabang Amerika Serikat. Ada juga sidang atau kelompok berbahasa Tagalog di Alaska, Australia, Austria, Guam, Italia, Jerman, Kanada, dan Saipan.
Meskipun orang-orang Filipina ini berada di negeri-negeri lain, penerimaan makanan rohani mereka masih membutuhkan peranan saudara-saudara di Filipina, karena semua penerjemahan publikasi bahasa-bahasa Filipina dilakukan di cabang di Manila. Selain itu, di beberapa negeri, termasuk Amerika Serikat, Guam, dan Hawaii, ada acara kebaktian dalam bahasa Iloko atau Tagalog. Semua bahan yang telah diterjemahkan untuk kebaktian-kebaktian ini, termasuk rekaman drama, berasal dari Filipina.
Mencapai Kelompok-Kelompok Bahasa Lain
Di seluruh kepulauan ini, orang-orang yang berbicara bahasa daerah mereka sendiri sebagian besar telah menerima kesaksian yang baik. Akan tetapi, pada tahun-tahun belakangan ini, sebuah upaya telah dibuat untuk mencapai orang-orang yang belum diberi kesaksian secara saksama.—Rm. 15:20, 21.
Selama bertahun-tahun, hanya ada sedikit sidang berbahasa Inggris di Filipina. Meskipun kebanyakan orang Filipina mengetahui bahasa Inggris, mereka tidak fasih menggunakannya. Namun, ada kebutuhan akan perhimpunan berbahasa Inggris di beberapa lokasi. Di pengujung tahun 1960-an, saudara-saudara melihat adanya kebutuhan ini di dekat Pangkalan Udara Clark di Pampanga. Saudari-saudari yang suaminya adalah personel militer AS yang ditempatkan di sana tidak berbicara bahasa setempat. Saudara-saudara membantu mengorganisasi perhimpunan berbahasa Inggris, dan penyelenggaraan ini memberi manfaat besar selama bertahun-tahun kepada mereka yang tinggal di daerah itu.
Masalah serupa timbul di Metro Manila. Seorang saudari Amerika tinggal di sana pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an. Pacifico Pantas, seorang penatua di sidang berbahasa Tagalog tempat saudari itu bergabung, mengatakan, ”Saya merasa kasihan kepadanya karena ia hadir secara rutin tetapi tidak mendapat banyak faedah dari perhimpunan.” Tak lama kemudian, orang-orang Amerika lain juga datang ke sidang itu. Ada saran untuk mengadakan khotbah umum dan pelajaran Menara Pengawal dalam bahasa Inggris. Hal ini pun diatur dan yang mengambil pimpinan adalah Saudara Pantas. Akhirnya, lebih banyak acara perhimpunan ditambahkan, dan yang lain-lainnya diundang untuk membantu. David dan Josie Ledbetter, yang melayani di kantor cabang, menerima undangan itu. Segala sesuatunya telah berjalan mulus dari tahun ke tahun, dan kelompok kecil ini telah berkembang menjadi dua sidang berbahasa Inggris.
Sidang-sidang berbahasa Inggris telah memberikan manfaat bagi banyak orang. Monica, dari Kalifornia, adalah salah seorang yang mendapat manfaat. Ia mulai belajar Alkitab bersama Saksi-Saksi Yehuwa di sana. Orang tuanya—orang Katolik yang fanatik—sangat menentangnya. Mereka memutuskan untuk mengirim Monica ke lingkungan Katolik di Filipina. Ibunya mengantar Monica ke Manila dan meninggalkan dia di sana di rumah neneknya yang beragama Katolik, tanpa diberi paspor. Meskipun Monica sudah dapat menemukan sebuah sidang, ia tidak dapat melanjutkan pelajarannya karena ia tidak mengerti bahasa Tagalog, mengingat ia dibesarkan di Amerika Serikat. Akan tetapi, saudari yang mengajar dia di Kalifornia menelepon Josie Ledbetter untuk memastikan bahwa ada yang menghubungi Monica. Josie mengatakan bahwa sekarang sudah ada sidang berbahasa Inggris. Itulah yang dibutuhkan Monica! Josie menyatakan, ”Dalam waktu enam bulan sejak Monica ’diasingkan’ di Filipina, ia dibaptis. Dua minggu setelah Monica dibaptis, ibunya mengatakan, ’Ini paspormu. Pulanglah.’ Monica sudah menjadi seorang Saksi.” Betapa bersyukurnya ia atas tersedianya sidang berbahasa Inggris ini!
Masih ada lagi manfaat lain. Saudara-saudara telah menjangkau beberapa daerah yang belum pernah dikerjakan. Ada subdivisi-subdivisi di Metro Manila yang ditinggali orang-orang kaya, dan banyak dari orang-orang ini berbicara bahasa Inggris. Dengan demikian, sidang berbahasa Inggris telah turut membuka kesempatan bagi daerah-daerah ini.
Upaya juga telah dibuat untuk membuka daerah orang Tionghoa. Pada pertengahan tahun 1970-an, sebuah kelompok PBS dibentuk. PBS ini diadakan di sebuah toko sepatu yang dikelola oleh Cristina Go. Akan tetapi, kelompok itu sangat kecil dan membutuhkan bantuan.
Elizabeth Leach, yang datang ke Filipina sewaktu ia menikah dengan utusan injil Raymond Leach, telah melayani di Hong Kong selama 16 tahun. Pengalaman Elizabeth dengan bahasa Kanton dan dalam membantu orang-orang Tionghoa belajar kebenaran dimanfaatkan. Sekitar saat itu, Esther Atanacio (sekarang, Esther So) adalah salah seorang dari dua perintis istimewa yang ditugasi ke daerah itu. Esther mengingat, ”Sewaktu kami mulai mengerjakan daerah itu, orang-orang tidak mengetahui siapa Saksi-Saksi Yehuwa.” Meskipun demikian, komunitas Tionghoa di Manila secara bertahap mulai mengenal nama dan umat Yehuwa.
Meskipun para perintis mengerti bahasa Kanton, mereka harus belajar dialek lain, karena dialek bahasa Tionghoa yang umum digunakan di Manila adalah Hokkian. Ching Cheung Chua, seorang pemuda yang baru dalam kebenaran, mulai bergabung dengan kelompok itu. Karena bisa dialek Hokkian, ia melayani sebagai pengalih bahasa pada perhimpunan-perhimpunan awal.
Kelompok ini secara bertahap membuat kemajuan. Sebuah sidang kecil dibentuk pada bulan Agustus 1984. Masih ada banyak tantangan, tetapi saudara-saudari yang membantu itu bersukacita karena dapat mengabar di daerah yang tadinya belum menerima kesaksian yang saksama.
Bahkan yang Tidak Dapat Mendengar ”Mendengar”
Seraya waktu berlalu, tampaknya Yehuwa berkehendak agar perhatian juga diberikan kepada sebuah bahasa dan daerah lain—bahasa dan daerah para tunarungu. Bahkan hingga awal tahun 1990-an, hampir tidak ada pengaturan di Filipina untuk membantu para tunarungu belajar tentang Yehuwa. Meskipun kebanyakan kaum tunarungu tidak bergabung dengan sidang, ada beberapa pengecualian yang unik. Misalnya, Manuel Runio, yang ibunya adalah seorang Saksi, dibantu belajar Alkitab oleh seorang saudari melalui tulisan yang ia tulis dengan rajin di kertas. Ia dibaptis pada tahun 1976. Di Pulau Cebu, Lorna dan Luz, dua anak kembar yang tunarungu, diajar berita Alkitab oleh paman mereka yang tunanetra. Bagaimana seorang perintis tunanetra mengajar orang-orang tunarungu? Dengan bantuan seorang asisten, ia menggunakan berbagai gambar. Dan juga, sepupu sang paman mengalihbahasakan apa yang ia katakan ke dalam isyarat-isyarat yang dapat dipahami oleh kedua anak kembar itu, karena mereka belum pernah secara formal belajar bahasa isyarat. Kedua-duanya dibaptis pada tahun 1985. Akan tetapi, upaya-upaya seperti ini sangat langka.
Beberapa peristiwa menuntun dimulainya pengabaran kepada para tunarungu. Sewaktu utusan injil Dean dan Karen Jacek berada di Betel Brooklyn untuk mengikuti suatu pelatihan pada pertengahan tahun 1993, saudara-saudara yang bekerja di Departemen Pelayanan Terjemahan menanyakan apa yang sedang dilakukan untuk membantu para tunarungu di Filipina. Seorang saudari muda di Filipina telah mendaftar di sebuah kursus bahasa isyarat, dengan maksud untuk belajar berkomunikasi dengan seorang teman yang tunarungu dari sebuah keluarga Saksi. Dan juga, Liza Presnillo dan rekan perintisnya di Navotas, Metro Manila, bertemu dengan para tunarungu di daerah mereka tetapi tidak dapat berkomunikasi dengan mereka. Para perintis itu merencanakan untuk belajar bahasa isyarat sehingga mereka dapat membawakan berita Kerajaan kepada para tunarungu.
Kantor cabang mendengar bahwa Ana Liza Acebedo, seorang perintis biasa di Manila, bekerja di sekolah bagi para tunarungu dan adalah salah seorang dari sedikit Saksi di Filipina yang memiliki pengetahuan luas di bidang bahasa isyarat. Ia ditanya, ”Apakah Saudari bersedia mengajarkan bahasa isyarat kepada beberapa pekerja Betel?”
Jawabannya adalah ya! Ia sering bertanya-tanya bagaimana semua tunarungu akan diberi kesaksian. Sebuah kelas dimulai, yang mencakup para pekerja Betel dan para perintis biasa setempat. Para saudari di Navota sudah mendaftar di sebuah kursus bahasa isyarat, dan mereka meneruskannya.
Kemudian, pekerjaan membantu para tunarungu maju dengan pesat. Dalam enam bulan, pengalihbahasaan bahasa isyarat digunakan di tiga sidang di Metro Manila. Pada tahun 1994, pengalihbahasaan diselenggarakan untuk pertama kalinya di kebaktian-kebaktian. Salah satu tujuan utamanya adalah membantu anak-anak tunarungu dari para orang tua Saksi. Beberapa dari mereka termasuk anak-anak tunarungu pertama yang dibaptis. Manuel Runio, yang setia menghadiri perhimpunan selama bertahun-tahun tanpa dibantu pengalihbahasaan bahasa isyarat, bahagia karena mendapat manfaat dari pengaturan baru ini.
Tak lama kemudian, tempat-tempat lain di negeri ini meminta bantuan. Liza Presnillo diutus bersama seorang rekan perintis ke Olongapo untuk bekerja sebagai seorang perintis istimewa sementara di daerah tunarungu. Banyak yang terbantu. Pada pertengahan tahun 2002, kelompok bahasa isyarat telah dibentuk di 20 kota madya di luar Manila. Kemajuan yang menjadi tonggak sejarah adalah pada saat dibentuknya Sidang Bahasa Isyarat Metro Manila pada bulan April 1999, yang pertama di negeri ini. Joel Acebes, salah seorang pekerja Betel di kelas pertama bahasa isyarat dan sekarang adalah penatua di sidang itu, mengatakan, ”Kami bahagia karena telah digunakan Yehuwa dalam pekerjaan yang sangat penting ini.” Ya, bahkan para tunarungu ”mendengar” berita Kerajaan. Menyaksikan kemajuan di daerah yang tadinya tidak dikerjakan ini benar-benar menghasilkan sukacita.
Fasilitas yang Lebih Besar Dibutuhkan
Dengan dikerjakannya daerah-daerah baru selama tahun 1990-an dan dikerjakannya daerah-daerah lama secara lebih saksama lagi, dihasilkanlah pertumbuhan yang terus-menerus dalam jumlah penyiar dan orang baru yang bergabung dengan sidang-sidang. Ada lebih banyak majalah yang dibutuhkan, dan ada lebih banyak buku serta brosur yang telah diterjemahkan ke bahasa-bahasa Filipina dibandingkan masa-masa sebelumnya. Hal ini menyebabkan jumlah staf di cabang bertambah secara mencolok—untuk mengerjakan pencetakan, penerjemahan, dan pengoreksian tipografi serta untuk melaksanakan berbagai pelayanan lain yang dibutuhkan bagi saudara-saudara dan sidang-sidang. Tidak lama setelah pembangunan gedung baru untuk tempat tinggal selesai pada tahun 1991, gedung ini sudah terisi penuh. Bangunan ini dirancang untuk menampung 250 orang. Pada tahun 1999, keluarga Betel berjumlah 350.
Masih tersisa lahan di properti kantor cabang untuk pembangunan, sehingga Badan Pimpinan menyetujui untuk membangun gedung tempat tinggal lagi, yang sangat mirip dengan yang diselesaikan pada tahun 1991. Pekerjaan dimulai pada tahun 1999 dan diselesaikan pada akhir tahun 2001. Gedung ini berkapasitas hampir dua kali lipat bangunan tempat tinggal yang ada di lokasi. Ada ruang kantor tambahan, yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan dari pekerjaan yang berkembang di lapangan. Fasilitas lain yang disediakan mencakup sebuah ruang penatu yang lebih luas, sebuah ruang kelas untuk Sekolah Pelatihan Pelayanan, dan fasilitas perpustakaan yang telah ditingkatkan mutunya. Para pekerja setempat yang terampil dan para hamba internasional bergabung secara temporer dengan keluarga Betel untuk menyelesaikan pekerjaan ini. Setelah menyelesaikan bangunan baru itu, para relawan ini tetap tinggal untuk merenovasi bangunan tahun 1991. Ada banyak pekerjaan yang terkait dalam proyek-proyek pembangunan seperti itu, tetapi tujuannya hanya satu—menyediakan fasilitas yang akan mendukung penyebaran kebenaran Alkitab yang memberikan kehidupan.
Sekolah Pelatihan Pelayanan Turut Memenuhi Kebutuhan
Sewaktu Sekolah Pelatihan Pelayanan dibentuk di Amerika Serikat pada tahun 1987, banyak saudara di Filipina mulai berpikir, ’Apakah akan ada kemungkinan bagi kami untuk mengikuti pelatihan itu?’ Jawabannya tiba pada tahun 1993. Diumumkan bahwa sekolah ini akan mulai beroperasi di Filipina pada tahun berikutnya. Sekolah itu akan menyediakan pelatihan tambahan bagi saudara-saudara yang cakap yang memiliki pengalaman berorganisasi sebagai penatua atau hamba pelayanan. Ratusan saudara mendaftar.
Dua pengawas keliling dan seorang utusan injil dilatih sebagai instrukturnya. Kelas pertama dimulai pada bulan Januari 1994. Saudara-saudara yang telah menerima pelatihan ini menjadi lebih cakap untuk melayani saudara-saudara mereka di sidang-sidang. Sebuah sidang menulis hal berikut ini tentang seorang lulusan sekolah yang bergabung bersama mereka, ”Dibanding dengan sebelum ia mengikuti sekolah itu, ada perbedaan besar dalam cara ia membawakan acara-acara perhimpunan sekarang.”
Banyak siswa membuat pengorbanan materi agar dapat memperoleh manfaat dari pelatihan rohani ini. Ronald Moleño telah menerima pelatihan sebagai ahli teknik kimia. Ia menerima undangan untuk mengikuti sekolah itu, tetapi pada waktu yang hampir bersamaan, sebuah perusahaan menawarkan kepadanya pekerjaan dengan gaji tinggi, rumah, asuransi, dan keuntungan lainnya. Ronald merenungkan kedua kesempatan itu dan memilih yang bersifat rohani. Ia lulus dari kelas ke-18 dan terus menikmati dinasnya sebagai perintis. Ronald baru-baru ini diundang untuk mengambil dinas utusan injil di Papua Nugini.
Wilson Tepait harus membuat keputusan setelah mengikuti kelas pertama. Ia memiliki pekerjaan sekuler yang menguntungkan sebagai seorang pengajar, tetapi ia sekarang diundang untuk mengambil dinas perintis istimewa di tempat yang lebih membutuhkan. Ia mengatakan, ”Saya menikmati pekerjaan mengajar, tetapi saya juga tahu bahwa kepentingan Kerajaan harus menjadi hal pertama dalam kehidupan saya.” Ia menerima hak istimewa dinas perintis istimewa dan menyaksikan bahwa Yehuwa memberkati dinasnya di bidang ini. Wilson sekarang melayani sebagai pengawas distrik di Filipina bagian selatan.
Sebagian besar siswa di sekolah ini berasal dari Filipina. Akan tetapi, Badan Pimpinan membuat pengaturan bahwa negeri-negeri lain di Asia juga dapat mengikutinya. Negeri yang telah mengirim siswa-siswanya antara lain adalah Hong Kong, Indonesia, Kamboja, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, dan Thailand. Beberapa siswa berasal dari negeri-negeri yang melarangkan kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa. Pelatihan timbal balik telah menjadi pengalaman yang sangat membina bagi para siswa. Instruktur Anibal Zamora mengatakan, ”Para siswa dari negeri-negeri yang melarang Saksi, menceritakan bagaimana mereka telah mempercayai Yehuwa dalam segala situasi. Hal ini menguatkan para siswa dari Filipina.” Sebaliknya, para siswa dari negeri-negeri lain belajar bagaimana saudara-saudara Filipina yang berlatar belakang sederhana telah melayani Yehuwa dalam keadaan yang memprihatinkan.
Nidhu David, seorang siswa dari Sri Lanka, mengatakan, ”Sekolah itu berisi banyak kenangan yang akan selalu saya ingat. Itu merupakan pelatihan selama dua bulan dari Allah Yehuwa. Sungguh luar biasa!”
Sekolah ini berlokasi di kantor cabang. Para siswa bukan saja memperoleh manfaat dari kurikulum yang telah dipersiapkan melainkan juga belajar dengan langsung melihat bagaimana pekerjaan diorganisasi di kantor cabang. Mereka bertemu dengan saudara-saudari yang berpikiran rohani di Betel, sehingga mereka mendapatkan teladan iman yang sangat bagus untuk ditiru. Dan juga, saudara-saudara dari negeri-negeri yang jumlah penyiarnya sedikit atau yang berada dalam pelarangan dapat melihat organisasi ini dalam skala besar.
Hingga sekarang, sudah ada 922 lulusan dari 35 kelas. Di antara para lulusan Filipina, 75 saudara sekarang melayani sebagai pengawas keliling dan banyak juga yang melayani sebagai pengawas wilayah pengganti di 193 wilayah di seluruh kepulauan. Enam saudara ditugasi ke Betel, dan sepuluh saudara melayani dalam tugas utusan injil di Papua Nugini dan Mikronesia. Ratusan lulusan melayani sebagai perintis biasa di wilayah tempat tinggal mereka atau di tempat-tempat yang lebih membutuhkan. Dalam waktu delapan tahun sejak sekolah ini dibuka, lebih dari 65.000 orang telah dibaptis di negeri ini. Di sidang-sidang ada semangat merintis yang bagus dan, secara umum, ada pertumbuhan positif. Kita dapat merasa pasti bahwa saudara-saudara ini telah menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah tersebut, menyumbang kepada gerak maju yang pesat.
Gerak Maju
Hal-hal yang menakjubkan sedang dicapai di seluruh kepulauan ini. Saudara-saudara yang bergairah yang tergabung di hampir 3.500 sidang sibuk memberitakan kabar baik tentang pemerintahan terbaik yang terbayangkan, Kerajaan Allah.
Berbagai laporan baru-baru ini sangat menganjurkan. Selama tujuh bulan terakhir tahun 2002, suatu puncak baru jumlah penyiar dicapai setiap bulan. Pada bulan Agustus, ada 142.124 penyiar yang membawa berita Kerajaan kepada orang-orang. Nama dan maksud-tujuan Yehuwa sedang diperkenalkan kepada orang-orang di sejumlah besar pulau. Hamba-hamba Yehuwa di sana melakukan hal yang sama dengan apa yang dinubuatkan di Yesaya 24:15, ’Mereka memuliakan nama Yehuwa di pulau-pulau di laut.’
Di antara para pemberita yang bergairah ini terdapat ribuan perintis biasa. Pada tahun 1950, hanya ada 307 perintis, tetapi pada akhir April 2002, ada 21.793 perintis. Jika ditambah dengan 386 perintis istimewa dan 15.458 perintis ekstra pada bulan itu, totalnya adalah 37.637 perintis, atau 27 persen dari semua penyiar. Masih ada banyak lagi yang memperlihatkan keinginan untuk bergabung dengan barisan hamba Allah sepenuh waktu. Selama tahun dinas 2002, ada 5.638 permohonan perintis biasa yang disetujui.
Semua ini menghasilkan buah-buah yang bagus. Ribuan orang terus menyambut. Jumlah hadirin Peringatan pada bulan Maret 2002 adalah 430.010 orang. Hampir 100.000 pengajaran Alkitab dipimpin setiap bulan. Pada tahun dinas 2002, 6.892 murid baru dibaptis. Pada tahun 1948, hanya ada 1 Saksi untuk setiap 5.359 orang di negeri ini. Sekarang, ada 1 Saksi untuk setiap 549 orang. Selama Yehuwa masih membuka kesempatan, ada prospek cerah bahwa ribuan orang lagi akan bergabung dengan para pemuji Yehuwa di pulau-pulau di laut ini.
Bertekad untuk Maju Terus
Sewaktu C. T. Russell berkunjung pada tahun 1912, beberapa benih kebenaran ditabur di tanah Filipina. Perlahan tetapi pasti, benih-benih ini bertunas dan bertumbuh. Benih-benih ini menghasilkan buah yang bagus, yakni orang-orang yang berdiri di pihak kebenaran ’pada masa yang menyenangkan dan pada masa yang susah’. (2 Tim. 4:2) Khususnya sejak Perang Dunia II, kecepatan pertumbuhan meningkat sampai sekarang, saat puluhan ribu orang menjadi pemuji aktif Yehuwa. Sebagai pemuji Yehuwa, mereka bekerja dengan bersukacita dalam memuliakan nama Allah bersama sekitar enam juta penyiar yang tergabung dalam sidang umat Yehuwa sedunia.
Sebagaimana telah diperlihatkan oleh kisah ini, pekerjaan pengabaran tidak selalu mudah. Meskipun negeri ini indah, mencapai penduduk di banyak pulau telah menguji keuletan para pemberita Kerajaan. Beberapa pemberita mengarungi lautan berbadai untuk mencapai tempat-tempat terpencil. Banyak yang berjalan menembus hutan lebat di gunung yang tinggi untuk menemukan orang-orang yang seperti domba. Walaupun pulau-pulau Filipina sering dilanda bencana—banjir, gempa bumi, gunung berapi, dan taifun, hal ini tidak menghentikan pekerjaan para Saksi yang loyal dari Yehuwa.
Mereka mirip dengan orang Israel yang berada di negeri yang telah dipulihkan untuk menghidupkan kembali ibadat sejati. Banyak kesulitan yang mengadang mereka, tetapi mereka dibentengi oleh sukacita dari Yehuwa. Demikian pula, dewasa ini, Saksi-Saksi Yehuwa telah dengan jelas mempertunjukkan ketahanan dan kepercayaan kepada Allah. Mereka tahu bahwa Yehuwa bersama mereka, dan mereka percaya kepada apa yang dikatakan Mazmur 121:7, ”Yehuwa sendiri akan menjaga engkau terhadap segala malapetaka. Ia akan menjaga jiwamu.” Dengan dukungan Yehuwa, mereka mendambakan untuk membantu sebanyak mungkin orang sebelum sistem ini berakhir. Setelah itu, mereka menantikan saat untuk mengajar jutaan orang yang dibangkitkan di seluruh bumi, termasuk di ke-7.100 pulau ini. Kemudian, keindahan firdaus negeri ini akan memancar, yang membawa banyak kepujian bagi sang Pencipta.
Sementara hal itu belum terjadi, Saksi-Saksi Yehuwa bertekad untuk bergerak maju dengan kepercayaan penuh bahwa Yehuwa akan memberkati pekerjaan mereka. Mereka berupaya untuk menyelaraskan kehidupan mereka dengan kata-kata nabi Allah, ”Biarlah mereka mengakui kemuliaan Yehuwa, dan di pulau-pulau, biarlah mereka memberitakan pujian baginya.”—Yes. 42:12.
[Blurb di hlm. 232]
”Tuhan pasti menyertai kamu, soalnya kalau tidak, kamu pasti sudah mati”
[Kotak di hlm. 153]
Benih Kebenaran Awal Ditabur
Charles T. Russell dan rombongannya mengunjungi Filipina pada tahun 1912. Meskipun mereka adalah wakil resmi pertama dari kantor pusat di Brooklyn yang berkunjung ke sana, catatan menunjukkan bahwa dua Siswa-Siswa Alkitab lain sudah ada di Filipina dan membantu orang lain belajar kebenaran Alkitab. Louise Bell, dari Amerika Serikat, menulis,
”Saya dan suami saya pergi ke Filipina pada tahun 1908 dan bekerja sebagai guru. Hanya kami berdualah orang Amerika yang tinggal di kota Sibalom. Kami memesan ratusan kilogram risalah Alkitab dari Brooklyn. Risalah itu dikirim dari New York ke San Francisco, kemudian menyeberangi Pasifik menuju Manila, dan dari sana diangkut oleh kapal antarpulau ke Sibalom.
”Kami membagikan risalah tersebut dan berbicara kepada penduduk setempat jika kami ada waktu dan kesempatan. Kami tidak mencatat laporan jam atau penempatan. Meskipun orang-orang di sana beragama Katolik, banyak yang senang mendengarkan kami. Kami adalah guru yang mendapat pelatihan kedokteran, tetapi, yang terutama, kami adalah utusan kabar baik.
”Kami berjalan kaki atau berkuda melewati jalan-jalan yang buruk. Kadang-kadang, kami tidur di lantai dari anyaman bambu dan makan ikan serta nasi dari mangkuk yang sama.
”Sewaktu Pastor Russell mengunjungi Filipina pada tahun 1912, kami mengirimkan sepucuk telegram kepadanya.”
Saudari Bell menghadiri ceramah Saudara Russell di Manila Grand Opera House yang bertema ”Di Manakah Orang Mati?”
[Kotak di hlm. 156]
Gambaran tentang Filipina
Daratan: Sekitar 7.100 pulau meliputi wilayah daratan seluas kira-kira 300.000 kilometer persegi. Pulau-pulaunya membentang sekitar 1.850 kilometer dari utara ke selatan dan sekitar 1.125 kilometer dari timur ke barat. Pulau-pulau ini sangat bervariasi ukurannya—yang terbesar lebih luas sedikit daripada Portugal sementara yang terkecil begitu kecilnya sampai-sampai tidak kelihatan jika air pasang.
Penduduk: Sebagian besar keturunan Melayu, meski beberapa berlatar belakang Tionghoa, Spanyol, atau Amerika.
Bahasa: Dari banyak bahasa yang ada di Filipina, yang paling luas digunakan adalah bahasa Bikol, Sebuano, Hiligaynon, Iloko, Pangasinan, Samar-Leyte, dan Tagalog. Bahasa Inggris dan Pilipino dianggap sebagai bahasa resmi. Bahasa Pilipino sebagian besar diambil dari bahasa Tagalog.
Mata pencaharian: Di kota sangat bervariasi, tetapi di desa, banyak yang menjadi petani atau nelayan. Palawija, termasuk padi, tebu, pisang, kelapa, dan nanas, sangat banyak ditanam.
Makanan: Nasi biasanya dihidangkan setiap kali makan. Ikan dan makanan laut lainnya sangat umum, bersama dengan sayur-mayur dan buah-buahan yang tumbuh di daerah tropis.
Iklim: Negeri ini beriklim tropis, dengan temperatur yang cukup konsisten di seluruh kepulauan. Pada umumnya, curah hujan di negeri ini cukup tinggi.
[Kotak/Gambar di hlm. 161, 162]
Wawancara dengan Hilarion Amores
Lahir: 1920
Baptis: 1943
Profil: Belajar kebenaran pada masa pendudukan Jepang di Perang Dunia II. Saksi-Saksi di negeri ini hanya sedikit kala itu.
Saya dibaptis pada masa perang, sewaktu situasinya masih memungkinkan saudara-saudara mengabar dari rumah ke rumah. Namun, kami harus berhati-hati karena orang-orang curiga terhadap apa yang kami lakukan. Akhirnya, kami harus menyingkir ke daerah pedesaan, tetapi pada tahun 1945 kami kembali ke Manila.
Pada waktu itu, saya memiliki hak istimewa untuk menerjemahkan Menara Pengawal ke dalam bahasa Tagalog. Hal ini mengharuskan saya bekerja hingga jam dua pagi. Bahan yang telah diterjemahkan distensil dan dikirim ke kelompok-kelompok Saksi. Sikap rela berkorban dibutuhkan, tetapi kami sangat bahagia karena kebutuhan rohani saudara-saudara terpenuhi.
Selama tahun-tahun saya berada dalam kebenaran, saya telah menyaksikan bahwa Yehuwa itu berbelaskasihan. Ia benar-benar memperhatikan umat-Nya, secara rohani maupun materi. Saya ingat bantuan kemanusiaan pascaperang yang dikirim ke Filipina. Banyak sekali yang terbantu karena diberi celana panjang, sepatu, dan pakaian lainnya! Banyak perintis yang menerima bantuan ini sangat bersyukur sehingga mereka mengerahkan upaya yang lebih besar lagi dalam dinas sepenuh waktu mereka. Yehuwa benar-benar memperhatikan umat-Nya, dengan menyediakan apa pun yang dibutuhkan.
[Kotak/Gambar di hlm. 173, 174]
Seorang Utusan Injil yang Disayangi
Neal Callaway
Lahir: 1926
Baptis: 1941
Profil: Terlahir dalam keluarga Saksi, ia memulai dinas sepenuh waktunya setelah lulus SMU. Diundang mengikuti Sekolah Gilead kelas ke-12; ditugasi ke Filipina, tempat ia melayani sebagai pengawas keliling.
Neal Callaway adalah seorang utusan injil yang bergairah, sangat disayangi oleh saudara-saudara. Sebagai seorang yang serius terhadap pekerjaan Kerajaan dan pada saat yang sama memperlihatkan sikap yang ceria dan ramah, ia melayani di seluruh bagian negeri ini. Ia menceritakan tugasnya dalam pekerjaan keliling.
”Kadang-kadang, kami harus berjalan melewati perbukitan selama dua jam untuk mencapai suatu wilayah, sambil menyanyikan lagu Kerajaan. Melihat 15 hingga 20 orang dalam satu grup yang semuanya berjalan dalam barisan sambil bernyanyi, benar-benar membuat hati saya senang karena telah menerima tugas di ladang asing ini.
”Dengan membawa Firman Allah ke rumah-rumah kecil di daerah-daerah terpencil, melihat orang-orang sederhana ini duduk di lantai mendengarkan setiap kata yang diucapkan, dan belakangan melihat mereka di Balai Kerajaan pada kunjungan saya berikutnya—ini membuat saya ingin bekerja lebih keras lagi untuk memberi tahu orang-orang tentang Kerajaan Allah.”
Neal menikahi Nenita, seorang saudari dari Mindoro, dan mereka melayani bersama dengan setia sampai Neal meninggal pada tahun 1985. Saudara-saudara Filipina masih senang bercerita tentang dia. Seorang saudara mengatakan, ”Saudara Callaway itu orangnya baik dan akrab dengan saudara-saudara. Ia pandai beradaptasi dengan situasi apa pun.”a
[Catatan Kaki]
a Kisah hidup Saudara Callaway muncul dalam ”The Watchtower”, 1 Agustus 1971.
[Kotak/Gambar di hlm. 177]
Wawancara dengan Inelda Salvador
Lahir: 1931
Baptis: 1949
Profil: Dikirim sebagai seorang utusan injil ke Thailand pada bulan Maret 1967.
Perasaan saya bercampur aduk sewaktu mendengar bahwa saya akan dikirim sebagai utusan injil ke Thailand. Saya senang, sedikit khawatir, dan ada banyak pertanyaan di benak saya.
Saya tiba di sana pada tanggal 30 Maret 1967. Bahasanya aneh bagi saya. Ini adalah bahasa yang menggunakan tekanan, yakni tekanan rendah, tinggi, dalam, naik, dan tajam. Sulit bagi saya untuk belajar bahasa ini, tetapi saya dibantu dengan pengasih oleh saudara-saudara lokal maupun asing.
Dari tahun 1967 hingga 1987, saya berada di Sukhumwit. Kemudian, saya ditugasi ke sidang yang baru. Hal itu kelihatan berat karena saya harus meninggalkan saudara-saudari yang telah bekerja sama dengan saya selama 20 tahun. Itulah yang saya rasakan sewaktu saya pindah ke Thon Buri. Sebenarnya, hal itu hanya perasaan saya saja. Setelah 12 tahun di Thon Buri, saya pindah lagi ke Sukhumwit pada tahun 1999. Para utusan injil lain mengatakan bahwa saya seolah-olah pulang kampung. Namun bagi saya, di sidang mana pun saya ditugasi, disitulah rumah saya.
[Kotak/Gambar di hlm. 178]
Kenangan tentang Belajar Bahasa
Benito dan Elizabeth Gundayao
Profil: Benito, ditemani istrinya, Elizabeth, melayani dalam pekerjaan wilayah di Filipina. Pada tahun 1980, mereka dikirim sebagai utusan injil ke Hong Kong. Di sana, mereka telah membantu 53 orang belajar kebenaran.
Belajar bahasa Kanton merupakan ujian yang sulit bagi kami berdua yang tidak memiliki latar belakang apa pun dalam hal bahasa Cina. Upaya yang sungguh-sungguh dan keuletan serta kerendahan hati sangat dibutuhkan.
Pernah saya mencoba mengatakan, ”Saya mau ke pasar.” Dalam bahasa Kanton, kata-kata saya berubah menjadi, ”Saya mau ke kotoran ayam.” Dalam dinas lapangan, istri saya dengan gembira mengatakan, ”Oh, saya kenal dia,” yang dimaksud adalah seorang saudari, kenalan sang penghuni rumah. Tetapi, kata-kata istri saya malah berarti, ”Oh, saya makan dia.” Betapa kagetnya sang penghuni rumah! Kami sangat menghargai pengalaman kami di ladang berbahasa Cina.
[Kotak/Gambar di hlm. 181, 182]
Wawancara dengan Lydia Pamplona
Lahir: 1944
Baptis: 1954
Profil: Setelah memperoleh pengalaman sebagai seorang perintis istimewa di Filipina, ia diundang untuk melayani di Papua Nugini pada tahun 1980. Ia telah membantu lebih dari 84 orang untuk belajar kebenaran.
Saya senang sekali menerima tugas itu karena sudah lama saya ingin melayani di tempat yang lebih membutuhkan. Saya juga khawatir karena inilah pertama kalinya saya meninggalkan keluarga. Saya tidak tahu banyak tentang Papua Nugini, dan terbatasnya keterangan yang saya dengar tentang tempat ini membuat saya tegang. Ibu memberi saya dukungan moril, dengan mengatakan, ”Allah Yehuwa akan memperhatikan kita di mana pun kita melakukan kehendak-Nya.” Saya mengirim surat bahwa saya menerima tugas itu.
Sewaktu saya tiba, saudara-saudara di sana sangat baik, dan penduduknya ramah. Saya menempatkan banyak buku dan majalah setiap bulan, lebih banyak daripada yang pernah saya tempatkan di Filipina. Namun, bahasa dan kebiasaannya sangat berbeda dengan di Filipina. Saya berpikir, ’Yah, kalau begitu saya akan melayani di sini beberapa tahun saja, setelah itu pulang ke rumah dan merintis bersama Ibu lagi.’
Ternyata, setelah belajar dua bahasa utama dan mempraktekkan beberapa kebiasaan setempat, saya menjadi lebih mengenal orang-orang di sini. Selama lebih dari 20 tahun saya berada di sini, saya telah mendapat hak istimewa untuk mengajarkan kebenaran kepada cukup banyak orang, dan ada juga orang-orang yang saya ajar membaca dan menulis sehingga mereka dapat belajar dengan baik dan menghayati kebenaran. Semua ini dan berkat-berkat lainnya membuat saya merasa bahwa Papua Nugini adalah rumah saya sekarang. Jika Yehuwa menghendaki, saya senang digunakan dalam dinas kepada-Nya sampai Ia mengatakan bahwa pekerjaan ini selesai atau sampai akhir kehidupan saya di sini.
[Kotak/Gambar di hlm. 191, 192]
Wawancara dengan Filemon Damaso
Lahir: 1932
Baptis: 1951
Profil: Memulai dinas sepenuh waktu pada tahun 1953. Belakangan menikah dan memasuki pekerjaan wilayah. Setelah membesarkan anak, meneruskan dinas sepenuh waktu sebagai perintis istimewa bersama istrinya. Melaksanakan berbagai tugas di Kepulauan Visayan dan Mindanao sampai sekarang.
Kesukaran yang hebat membuat dinas sepenuh waktu sulit pada tahun 1960-an. Makanan sangat kurang akibat wabah tikus yang menghancurkan tanaman jagung dan padi. Kami tidak dapat lagi pergi mengabar di kota-kota karena pakaian dan sepatu kami sudah usang.
Jadi, kami pergi ke sawah, gunung, dan kampung-kampung yang jauh—biasanya tidak pakai sepatu. Saya hampir-hampir tidak bisa membawakan suatu bagian acara pada sebuah kebaktian wilayah karena saya tidak memiliki pakaian yang pantas. Akan tetapi, pengawas distrik kami, Saudara Bernardino, dengan baik hati meminjamkan kemejanya, sehingga saya dapat menyampaikan khotbah. Tentu saja, banyak orang yang keadaan materinya lebih buruk daripada kami. Karena kami bertekad untuk bertekun, Yehuwa memberkati kami.
Pada tahun 1982, ujian kenetralan timbul. Di Mindanao, pemberontakan terhadap pemerintah merebak. Karena saya memberikan pengajaran Alkitab kepada orang-orang yang disebut para pejabat sebagai pemberontak, tentara pemerintah mencap saya sebagai ”dosen” pihak sayap kiri. Akan tetapi, seorang pejabat pemerintah menjelaskan bahwa apa yang kami ajarkan berasal sepenuhnya dari Alkitab dan tidak bermuatan politik.
Pada saat yang sama, saya dipandang negatif oleh para pemberontak karena sewaktu saya mengabar, saya pertama-tama memberi kesaksian kepada kepala kampung dan kepada komandan detasemen militer. Tetapi, mereka tidak berani menyentuh kami karena seorang pejabat pemberontak, yang belajar dengan saya, membela kami.
Selama puluhan tahun, Yehuwa membantu kami bertahan menghadapi kesulitan dan ujian. Syukur kepada Yehuwa atas belas kasihan dan perlindungan-Nya!—Ams. 18:10; 29:25.
[Kotak/Gambar di hlm. 217, 218]
Wawancara dengan Pacifico Pantas
Lahir: 1926
Baptis: 1946
Profil: Lulus dari Gilead kelas ke-16 pada tahun 1951. Sekarang melayani sebagai penatua di Quezon City.
Selama perang dunia kedua, di Provinsi Laguna, tetangga-tetangga kami adalah Saksi-Saksi Yehuwa. Mereka mengundang saya untuk membaca buku apa saja di perpustakaan mereka. Buku-bukunya bagus: Creation, Vindication, Reconciliation, Religion, Enemies, Children, dan masih banyak lagi. Sewaktu tentara Jepang membakar kota kami, kami terpisah dengan Saksi-Saksi itu, tetapi saya bertemu dengan mereka lagi lebih dari setahun kemudian di Manila. Saya mulai menghadiri perhimpunan, dan setelah dibaptis, saya bergabung dengan sekelompok perintis. Wilayah tugas kami adalah keseluruhan Provinsi Tayabas, yang belakangan dinamai Quezon. Kami bekerja dari kota ke kota, dan tidur di bus-bus kosong, rumah para peminat, dan semacamnya.
Sewaktu kami tiba di Mauban, sekelompok gerilyawan menyerbu kota itu. Kami sedang tidur di balai kota, di lantai dua. Kami terbangun karena ada keributan. Tampaknya, para polisi di bawah sudah terperangkap. Kami mendengar mereka menjatuhkan pistol mereka di lantai.
Para gerilyawan menyerbu ke lantai atas. Salah seorang dari mereka menyorot kami dengan senter dan bertanya, ”Siapa kalian?” Kami pura-pura tidur. Ia bertanya lagi dan menambahkan, ”Kalian mata-mata kepolisian Filipina?”
”Bukan, Pak,” jawab kami.
Ia berkata, ”Tapi kalian memakai pakaian cokelat.”
Kami menjelaskan bahwa pakaian tersebut didapat dari sumbangan dan bahwa sepatu kami didapat dari kiriman saudara-saudara kami di Amerika dalam paket bantuan kemanusiaan.
Komandan mereka mengatakan, ”Oke, lepas sepatunya.” Saya menyerahkan sepatu saya. Ia juga mau celana saya. Tak lama kemudian, kami semua tinggal memakai celana dalam. Untungnya, kami masih punya beberapa pakaian yang disimpan di dekat situ. Sebenarnya, kami senang mereka mengambil pakaian-pakaian cokelat itu. Kalau tidak, pasti seluruh kota akan mengira bahwa kami adalah mata-mata para gerilyawan!
Kami membeli beberapa kelompen (sepatu kayu), kembali ke Manila, dan kemudian berangkat ke Kepulauan Visayan untuk meneruskan pengabaran.
Saudara Pantas ikut dalam dinas sepenuh waktu dan melayani sebagai hamba saudara-saudara (sekarang disebut pengawas wilayah) sebelum mengikuti Sekolah Gilead. Sekembalinya ke Filipina, ia melayani sebagai pengawas distrik dan di kantor cabang sebelum berkeluarga.
[Diagram/Gambar di hlm. 168, 169]
FILIPINA—BERBAGAI PERISTIWA PENTING
1908: Dua Siswa-Siswa Alkitab dari Amerika Serikat mulai memberi kesaksian di kota Sibalom.
1910
1912: Charles T. Russell menyampaikan khotbah di Manila Grand Opera House.
1934: Kantor cabang didirikan. Buku kecil Escape to the Kingdom diterbitkan dalam bahasa Tagalog.
1940
1947: Para lulusan Gilead pertama kali tiba.
1961: Sekolah Pelayanan Kerajaan dimulai.
1964: Para perintis Filipina pertama kali diundang untuk mengambil dinas utusan injil di negeri-negeri tetangga.
1970
1978: Sekolah Dinas Perintis dimulai.
1991: Gedung-gedung baru kantor cabang diselesaikan dan ditahbiskan. Gunung Pinatubo meletus.
1993: Kitab-Kitab Yunani Kristen Terjemahan Dunia Baru dirilis dalam bahasa Tagalog.
2000
2000: Terjemahan Dunia Baru edisi lengkap dirilis dalam bahasa Tagalog.
2002: 142.124 penyiar aktif di Filipina.
[Grafik]
(Lihat publikasinya)
Total Penyiar
Total Perintis
150.000
100.000
50.000
1940 1970 2000
[Grafik di hlm. 199]
(Lihat publikasinya)
Grafik Pertambahan Hadirin Kebaktian (1948-99)
350.000
300.000
250.000
200.000
150.000
100.000
50.000
0
1948 1954 1960 1966 1972 1978 1984 1990 1996 1999
[Peta di hlm. 157]
(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)
FILIPINA
LUZON
Vigan
Baguio
Lingayen
Cabanatuan
Gn. Pinatubo
Olongapo
Quezon City
MANILA
MINDORO
KEPULAUAN VISAYAN
Masbate
CEBU
MINDANAO
Surigao
Davao
PALAWAN
El Nido
[Gambar penuh di hlm. 150]
[Gambar di hlm. 154]
Charles T. Russell dan William Hall sewaktu berkunjung ke Filipina tahun 1912
[Gambar di hlm. 159]
Joseph dos Santos, yang diperlihatkan di sini bersama istrinya, Rosario, tahun 1948, tetap bergairah dalam memberitakan Kerajaan meski dipenjara dengan kejam selama tiga tahun pada waktu Perang Dunia II
[Gambar di hlm. 163]
Saudara-saudara pertama yang diutus dari Filipina ke Sekolah Gilead: Adolfo Dionisio, Salvador Liwag, dan Macario Baswel
[Gambar di hlm. 164]
Berjalan melewati pegunungan untuk mengabar
[Gambar di hlm. 183]
Ribuan perintis telah menikmati manfaat dari Sekolah Dinas Perintis
[Gambar di hlm. 186]
”Phototypesetting” terkomputerisasi dimulai tahun 1980
[Gambar di hlm. 189]
Kabar baik disediakan dalam banyak bahasa Filipina
[Gambar di hlm. 199]
Kebaktian Internasional ”Pengajaran Ilahi”, 1993
[Gambar di hlm. 199]
Pembaptisan di Kebaktian Distrik ”Para Pemuji yang Bersukacita”, 1995
[Gambar di hlm. 200]
Para utusan injil Filipina yang pulang berkunjung pada saat kebaktian
[Gambar di hlm. 202]
”Kitab-Kitab Yunani Kristen Terjemahan Dunia Baru” dalam bahasa Tagalog dirilis pada kebaktian tahun 1993
[Gambar di hlm. 204]
Menerjemahkan Alkitab dengan bantuan komputer
[Gambar di hlm. 205]
Seorang perintis yang berbahagia menerima ”Terjemahan Dunia Baru” edisi lengkap dalam bahasanya sendiri
[Gambar di hlm. 207]
Panitia Cabang, dari kiri ke kanan: (duduk) Denton Hopkinson, Felix Salango; (berdiri) Felix Fajardo, David Ledbetter, dan Raymond Leach
[Gambar di hlm. 211]
Banyak pengungsi Vietnam belajar kebenaran selama di Filipina
[Gambar di hlm. 215]
Natividad dan Leodegario Barlaan masing-masing melayani selama lebih dari 60 tahun dalam dinas sepenuh waktu
[Gambar di hlm. 222, 223]
Balai-Balai Kerajaan yang dibangun pada tahun-tahun belakangan ini
[Gambar di hlm. 224]
Balai Kebaktian Metro Manila (atas) dan Balai-Balai Kebaktian lain, di luar Manila
[Gambar di hlm. 228]
Kiri: John Barr menyampaikan khotbah pada acara penahbisan cabang pada tahun 1991
[Gambar di hlm. 228]
Bawah: Bangunan kantor cabang pada tahun 1991
[Gambar di hlm. 235]
Kemenangan Saksi-Saksi Yehuwa diakui di surat-surat kabar
[Gambar di hlm. 236]
Gempa bumi, gunung berapi, dan banjir menyebabkan banyak problem, tetapi para penyiar yang bergairah tetap mengabar
[Gambar di hlm. 246]
Para perintis yang bergairah telah mempelajari bahasa isyarat untuk membantu para tunarungu agar memperoleh manfaat dari acara-acara rohani
[Gambar di hlm. 246]
Para siswa bersama para instruktur di Sekolah Dinas Perintis berbahasa isyarat yang pertama di negeri ini, awal tahun 2002
[Gambar di hlm. 251]
Sekolah Pelatihan Pelayanan kelas ke-27 di Filipina