PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Mengapa Allah Membiarkan Penderitaan?
    Sedarlah!—1986 (No. 17) | Sedarlah!—1986 (No. 17)
    • Suatu bentuk kehidupan yang lebih tinggi sudah ada sebelumnya—yang ”hampir sama seperti Allah”, makhluk-makhluk roh, yang juga disebut malaikat.—Mazmur 8:5.

      Salah satu dari makhluk-makhluk yang ”hampir sama seperti Allah” ini, yang jumlahnya jutaan, melihat adanya kesempatan untuk menjadi penguasa—allah yang sesungguhnya bagi pria dan wanita pertama itu, dan bukan Yehuwa Pencipta mereka. Dengan menggunakan kehendak bebasnya, ia sengaja berdusta kepada wanita itu, untuk membujuk dia dan, melalui dia, membujuk suaminya agar tidak taat kepada Allah. Secara tidak langsung ia mengatakan bahwa Allah adalah pendusta dan penipu. Ia mengatakan kepada wanita itu bahwa dengan berpikir dan bertindak bebas ia tidak akan mati, seperti dikatakan Allah, tetapi menegaskan, ”Kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.”—Kejadian 3:1-5.

      Dengan haluan tindakannya, pribadi yang hampir seperti Allah ini memulai pemberontakan melawan pemerintahan Allah—pemberontakan yang disaksikan oleh jutaan malaikat. Dengan cara demikian pelaksanaan kedaulatan yang sah menjadi suatu sengketa universal. Malaikat yang menentang itu menjadi musuh Allah, yang diterjemahkan dari bahasa Ibrani yakni ”Setan”. Dengan meragukan kebenaran Allah, Setan juga menjadi pemfitnah yang pertama, yang diterjemahkan dari bahasa Yunani yakni ”Iblis”. Pemberontakan pada awal mula ini memulai suatu rantai kejadian yang menimbulkan penderitaan manusia.

  • Mengapa Allah Membiarkan Penderitaan?
    Sedarlah!—1986 (No. 17) | Sedarlah!—1986 (No. 17)
    • Mengapa Yehuwa tidak menghentikan pemberontakan itu sejak semula dengan langsung membinasakan Setan pada waktu itu di Eden? Sebagai Yang Mahakuasa, Ia pasti mempunyai kekuasaan untuk melakukan hal itu. Namun, Setan bukan menantang kekuatan Allah melainkan, cara Allah menjalankan kekuasaan itu. Dengan menyangkal hukum Allah yang telah dinyatakan, Setan sebenarnya menganggap bahwa cara Allah memerintah itu salah dan sebenarnya bukan untuk kefaedahan makhluk-makhlukNya. Setan juga menyatakan bahwa jika manusia diuji, ia tidak akan tetap loyal kepada Allah. (Ayub, pasal 1 dan 2) Bagaimana tantangan itu dapat dihadapi dan diselesaikan sekali untuk selama-lamanya?

      Mungkin kita dapat membandingkan cara Allah berurusan dengan umat manusia yang sesat dengan anak yang hilang, atau pemboros, dalam salah satu perumpamaan Yesus. Yesus menceritakan tentang seorang pria yang mempunyai dua anak laki-laki, dan anak yang lebih muda menuntut bagiannya dari warisan pada waktu ayahnya masih hidup. Ia ingin bebas, meninggalkan rumah dan membuktikan bahwa ia dapat berdiri sendiri. Sang ayah bisa saja langsung bertindak dengan menolak permintaan anaknya dan mengurung dia dalam sebuah kamar supaya tidak dapat pergi. Apakah hal itu ada manfaat yang akan berkesan untuk waktu yang lama? Tidak, karena si anak merasa terpaksa tinggal di rumah. Selain itu, ini berarti tidak mengakui haknya untuk menjalankan kehendak bebasnya. Jadi apa yang dilakukan sang ayah?

      Yesus menjelaskan, ”Ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka. Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya.” Keadaannya menjadi begitu buruk sehingga anak orang Yahudi ini harus mencari upah sebagai gembala babi. Meskipun ada makanan untuk babi-babi, ia sendiri tidak mempunyai makanan. Yesus melanjutkan, ”Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.” Maka, apa yang dilakukannya? Ia memutuskan untuk pulang dengan penuh penyesalan dan menyerahkan dirinya kepada belas kasihan ayahnya.—Lukas 15:11-32.

      Nah, apa yang telah membuat pria muda itu menyadari keadaannya? Waktu dan pengalaman. Sang ayah tidak mengambil tindakan yang drastis tetapi memberikan waktu supaya anaknya melihat betapa bodoh haluannya. Benar, anak itu menderita selama mengalami hal-hal tersebut, tetapi ini membuatnya insaf.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan