PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g90_No37 hlm. 15-19
  • Dari Serdadu Hitler Menjadi Rohaniwan di Spanyol

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Dari Serdadu Hitler Menjadi Rohaniwan di Spanyol
  • Sedarlah!—1990 (No. 37)
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Indoktrinasi dan Kekejaman Nazi
  • Peranan Saya dalam Perang Dunia II
  • Pandangan Saya Berubah Selama-lamanya
  • Dinas Betel Sepenuh Waktu
  • Dapur Lokomotif
  • Dinas Misionaris di Afrika dan Spanyol
  • Kebencian Saya Berubah Menjadi Kasih
    Sedarlah!—1995
  • Apa yang Dapat Kubalas kepada Yehuwa?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2009
  • Bagian 3: 1935-1940 Liga Bangsa Bangsa Terhuyung-huyung menuju Kematian
    Sedarlah!—1987 (No. 22)
  • Dengan Bantuan Yehuwa, Kami Selamat dari Rezim-Rezim Totaliter
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2007
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1990 (No. 37)
g90_No37 hlm. 15-19

Dari Serdadu Hitler Menjadi Rohaniwan di Spanyol

Sebagaimana diceritakan oleh Georg Reuter

APA arti kehidupan? Bagi kebanyakan dari kita, tiba suatu waktu dalam kehidupan manakala kita mengajukan pertanyaan yang kritis tersebut. Kematian dalam keluarga, kecelakaan yang serius, atau hanya kerapuhan karena usia tua dapat mendorong kita untuk membayangkan mengapa dan kenapa kita ada.

Dalam hal saya, ini terjadi pada musim panas 1930, ketika saya baru berusia enam tahun. Saya tinggal dengan orang-tua saya di kota Essen, Jerman. Saya tidak akan pernah lupa bagaimana dunia saya yang penuh keriangan hancur pada saat saya menemukan burung kenari kesayangan saya mati dalam sangkarnya. ’Bagaimana ini dapat terjadi?’ saya bertanya kepada diri sendiri. ’Dia selalu bernyanyi begitu indahnya.’

Dengan hati-hati saya memasukkan burung yang mati itu ke dalam sebuah kaleng kosong dan menguburkannya di taman kami. Akan tetapi saya tidak dapat melupakan hal itu. Walaupun berminggu-minggu dan berbulan-bulan telah berlalu, saya terus merenungkan nasibnya sampai saya tidak dapat lagi menahan keingintahuan saya. Saya berjalan dengan yakin ke taman dan menggali kaleng itu ke luar. Sewaktu saya membukanya, alangkah terkejutnya saya! Burung tidak ada lagi di situ. Yang tinggal hanya beberapa tulang dan bulu. Sebegitu sajakah kehidupan seekor burung? Dan bagaimana dengan kita? Apa yang terjadi atas diri kita pada waktu kita mati?

Pada waktu itu pertanyaan-pertanyaan saya tetap belum terjawab. Akan tetapi, tanpa saya ketahui, sudah terbayang peristiwa-peristiwa menghebohkan yang akan terjadi di masa depan, peristiwa-peristiwa yang akan membuat saya mencari dengan lebih sungguh-sungguh lagi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu masa kecil saya.

Indoktrinasi dan Kekejaman Nazi

Tahun-tahun berlalu dengan cepat, dan saya menjadi magang dalam usaha pembangunan rumah. Sementara itu, Hitler telah berkuasa, dan organisasi propagandanya berjalan dengan kecepatan tinggi untuk mengindoktrinasi rakyat. Orang akan mengucapkan ”Heil Hitler!” sebaliknya dari ”Selamat pagi”. Di mana-mana ada yang berseragam: Jungvolk (Kaum Muda), Hitler-Jugend (Kaum Muda Hitler), Bund Deutscher Mädchen (Perserikatan Pemudi-Pemudi Jerman), SA (Sturmabteilungen, atau pasukan tempur) dan SS (Schutzstaffel, pengawal elite Hitler). Dan saya ingat dengan jelas pawai-pawai yang tak terhitung banyaknya, musik dan keriuhan di jalan-jalan—saat yang menyenangkan bagi seorang muda yang mudah terpengaruh.

Segera saya ikut berkecimpung, terbawa antusiasme khalayak ramai. Suasana dipenuhi dengan slogan-slogan nasionalistis seperti misalnya, ”Hari ini, Jerman milik kita; besok, seluruh dunia akan menjadi milik kita” dan, ”Bendera lebih berarti daripada kematian”. Karena saya remaja yang mudah tertipu, semua itu saya terima begitu saja.

Akan tetapi bahkan pada tahun-tahun permulaan itu, terdapat sisi buruk pada rezim Nazi. Suatu pagi bulan November 1938, saya melihat sebuah sinagoge Yahudi terbakar. Aneh, para anggota pemadam kebakaran berdiri di sekitarnya, tetapi mereka sama sekali tidak bertindak untuk memadamkan api. Pada hari yang sama sekeliling gedung pertokoan utama tertutup pecahan kaca. Toko-toko orang Yahudi dijarah dan dirusak selama apa yang kemudian disebut Kristallnacht (Malam Kristal). Kejadian-kejadian ini telah diorganisasi oleh SS sebagai ”demonstrasi spontan” untuk melancarkan protes umum terhadap orang Yahudi. Kebencian terhadap orang Yahudi dikumandangkan di mana-mana.

Peranan Saya dalam Perang Dunia II

Pada waktu saya berumur 16 tahun, saya mendengar pengumuman di radio yang amat penting pada tanggal 1 September 1939: Pasukan Jerman telah menyeberangi perbatasan Polandia. Invasi ke Polandia mulai, dan Perang Dunia II meletus.

Sewaktu masa magang saya selesai, saya masuk angkatan bersenjata Jerman. Setelah mengikuti pelatihan awal, saya dikirim ke Polandia dan saya menyaksikan perkampungan orang Yahudi di Warsawa dibakar. Saya melihat kereta api yang memuat orang-orang dalam keadaan yang menyedihkan, dalam perjalanan ke kamp-kamp konsentrasi yang menakutkan. Tampaknya ada suatu keganjilan yang mengerikan, tetapi saya menghilangkan keragu-raguan saya. Saya masih percaya akan kebijaksanaan mutlak dari Führer.

Segera setelah invasi Jerman ke Uni Soviet, saya dikirim ke wilayah Kaukasus. Betapa sedih melihat wilayah yang demikian indah dibanjiri darah peperangan! Kemudian tiba musim dingin yang menakutkan pada tahun 1942-43, yang sama sekali tidak diperkirakan sebelumnya oleh pasukan Jerman. Kami bahkan tidak dapat mengubur kawan-kawan seperjuangan kami dalam tanah yang membeku itu. Musim dingin itu menandai akhir gerak maju kami—pertempuran Stalingrad berakhir dengan kekalahan; seluruh pasukan kalah. Meskipun propaganda Hitler menggambarkan mundurnya kami sebagai penetapan ”garis-garis perbatasan yang kokoh”, kami para tentara hanya ingin kembali ke rumah dengan keadaan sebaik mungkin. Kenyataan perang yang kejam itu akhirnya meyakinkan saya bahwa impian-impian Hitler yang muluk itu tidak lebih daripada khayalan yang picik.

Pada waktu penarikan mundur dari Uni Soviet, saya terkena pecahan peluru. Ini menyebabkan luka yang serius di dada, dan saya dibawa ke sebuah rumah sakit militer. Di sana, saya berhadapan langsung dengan akibat perang yang mengerikan: tentara-tentara yang cacat, keputusasaan, dan kesia-siaan yang keji dari semua itu. Ingatan saya kembali ke burung kenari yang mati itu. Apakah benar-benar ada perbedaan antara manusia dan binatang?

Saya salah seorang yang beruntung. Saya pulih dari cedera dan juga selamat melewati perang. Pada akhir perang, saya dikirim ke sebuah kamp tahanan perang Perancis, tetapi akhirnya saya dapat kembali kepada keluarga saya, yang semuanya selamat melewati tahun-tahun yang mengerikan itu.

Pandangan Saya Berubah Selama-lamanya

Pada waktu saya pergi lama, orang-tua dan saudara laki-laki saya telah menjadi Saksi-Saksi Yehuwa, sehingga kami segera terlibat dalam percakapan yang panjang mengenai agama. Saya tidak dapat percaya kepada suatu Allah yang mengizinkan begitu banyak kejahatan dan penderitaan. Kami tentara Jerman telah mengenakan ikat pinggang dengan gesper bertuliskan ”Allah beserta kita”. Akan tetapi saya bertanya, di mana Allah berada ketika kami sedang menderita dan sekarat? Pendeta telah meyakinkan kami bahwa Hitler merupakan karunia dari Allah, tetapi karena ulah dia negara kami menjadi reruntuhan.

Dengan menggunakan Alkitab sebagai dasar untuk keterangannya, ayah dengan sabar memperlihatkan kepada saya mengapa kita hidup dalam masa yang demikian berat. Ia membantu saya memahami bahwa Allah tidak mendukung pihak manapun dalam perang-perang manusia dan tidak lama lagi Dia akan ”menghentikan peperangan sampai ke ujung bumi”. (Mazmur 46:10) Ia menunjukkan kepada saya bahwa sejauh pembahasan yang ada dalam Alkitab mengenai kematian itu sendiri, ”manusia tak mempunyai kelebihan atas binatang”.—Pengkhotbah 3:19.

Hari Minggu berikutnya, orang-tua saya mengundang saya untuk menyertai mereka menghadiri suatu ceramah umum yang diadakan oleh Saksi-Saksi Yehuwa. Saya tidak akan pernah melupakan hari itu. Perhimpunan diadakan di sebuah sekolah dengan bangku-bangku kecil sebagai tempat duduk. Saya tidak ingin kembali ke sekolah, namun di sinilah saya, duduk dengan kaki panjang saya terselip di bawah bangku-bangku yang kecil itu. Akan tetapi ceramah yang disajikan begitu menarik sehingga saya lupa dengan ketidaknyamanan itu. Pada jam kedua, saya memperhatikan bahwa seluruh hadirin dengan bergairah berpartisipasi dalam membahas suatu pokok Alkitab, memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pemimpin perhimpunan tersebut.

Ketika perhimpunan usai, banyak dari mereka yang hadir datang menyambut saya. Keramahan mereka yang tulus mengesankan saya. Saya seorang perokok berat, maka kenyataan bahwa tidak seorang pun yang merokok segera membuat saya tercengang.

Sejak hari itu, saya pergi ke semua perhimpunan Saksi-Saksi dan bahkan memberikan komentar-komentar saya sendiri. Akhirnya, segala sesuatu mulai menjadi jelas bagi saya. Saya menyadari bahwa Allah bukan pribadi yang harus disalahkan atas semua pertumpahan darah dalam Perang Dunia II. Saya belajar bahwa maksud-tujuan-Nya adalah menjadikan suatu firdaus seluas bumi dengan berkat-berkat yang kekal bagi umat manusia yang taat. Dan ada tempat bagi saya dalam maksud-tujuan ilahi tersebut jika saya menginginkannya.

Ini tentu merupakan berita yang pantas disiarkan. Hitler telah membual tentang ”Pemerintahan Seribu Tahun”-nya tetapi ia hanya memerintah selama 12 tahun—dan dengan akibat yang mengerikan! Adalah Kristus dan tentu bukan Hitler, atau penguasa manusia lain manapun, yang dapat dan akan mendirikan suatu pemerintahan seribu tahun atas bumi, setelah menyingkirkan semua bentuk kejahatan yang sekarang menimpa umat manusia.—Wahyu 20:4.

Harapan yang menakjubkan itu memikat saya, dan saya tidak dapat menunggu untuk menceritakan kepada teman-teman saya tentang perkara-perkara ini. Pada akhirnya saya telah menemukan arti sebenarnya dari kehidupan. Tentu, saya harus berhenti merokok dulu, sesuatu yang sama sekali tidak mudah bagi saya. Akan tetapi, saya menetapkan suatu tanggal, dan sejak hari itu, saya menolak untuk mencemarkan diri dengan tembakau. Saya menyadari bahwa sebagai seorang pelayan Allah, saya dituntut untuk membebaskan diri dari ”semua pencemaran jasmani dan rohani”.—2 Korintus 7:1.

Dinas Betel Sepenuh Waktu

Setelah saya membaktikan diri dan dibaptis, saya segera mulai bekerja sebagai rohaniwan sepenuh waktu dari Saksi-Saksi Yehuwa, bersama dengan saudara laki-laki saya. Kami menyelesaikan pekerjaan duniawi kami pada siang hari, dan kemudian kami pergi naik sepeda ke daerah tempat kami akan mengabar. Meskipun kami hampir tidak mempunyai lektur apapun pada tahun-tahun awal setelah perang, kami menangani sebaik-baiknya minat yang kami temukan, meninggalkan majalah, buku, atau brosur untuk sementara waktu sehingga sebanyak mungkin orang dapat mengambil manfaat dari berita tersebut. Akan tetapi, situasi ini segera berubah.

Saudara Nathan H. Knorr, yang ketika itu menjadi presiden Lembaga Menara Pengawal, baru saja mengunjungi Jerman dan melihat kebutuhan lektur yang lebih banyak. Segera pengiriman pertama tiba dari Brooklyn, ini berarti kantor cabang di Jerman harus bekerja ekstra untuk menyalurkan lektur ini ke semua sidang. Suatu hari saudara laki-laki saya dan saya menerima telegram yang berbunyi, ”Datang segera ke Rumah Alkitab [Betel].”

Saya ingat komentar saya kepada saudara laki-laki saya bahwa penugasan demikian tentu akan memberikan kita kesempatan untuk mempelajari Alkitab hampir sepanjang hari. Akan tetapi, gambaran yang salah demikian tentang Betel segera lenyap ketika kami diberi tahu setibanya di sana, ”Kami memerlukan satu orang untuk percetakan dan yang lain untuk Bagian Pengiriman! Maka pikirkanlah itu, dan kemudian putuskan siapa yang akan sukarela melakukan tugas yang mana.” Saya akhirnya bekerja di Bagian Pengiriman, dan saudara laki-laki saya di percetakan.

Selama hari-hari yang sibuk itu, waktu kami untuk membaca Alkitab tentu terbatas. Kadang-kadang kami bekerja siang malam supaya dapat mengirim semua lektur ke sidang-sidang tepat pada waktunya. Namun demikian, pergaulan dengan saudara-saudara yang setia, seperti Erich Frost, Konrad Franke, dan August Peters, yang semuanya telah tinggal bertahun-tahun di kamp-kamp konsentrasi, memberikan sumbangan besar bagi pertumbuhan rohani kami.

Di bagian tempat saya bekerja, ada seorang saudari muda, Magdalena Kusserow. Ia telah bertahan selama empat tahun di sebuah kamp konsentrasi karena menolak menyerukan ”Heil Hitler!”, sedangkan saya dikirim ke sebuah kamp tahanan perang Perancis karena disesatkan sehingga berjuang demi tokoh idaman itu. Namun demikian, kebenaran Firman Allah telah mempersatukan kami. Kami memiliki tujuan yang sama, dan kami memutuskan ingin melayani Allah bersama-sama.a

Dapur Lokomotif

Setelah perkawinan kami, kami begitu ingin melanjutkan dinas sepenuh waktu, karena mengetahui bahwa ada begitu banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Dan kami diberkati dengan banyak penugasan yang menarik. Misalnya, pada tahun 1951, saya ditugaskan mengawasi Bagian Kafetaria untuk kebaktian selama tiga hari di Frankfurt am Main, di mana kami merencanakan untuk memberi makan kira-kira 35.000 utusan.

Di hadapan kami ada tugas yang mengecilkan hati—menyediakan, dengan perlengkapan yang begitu sedikit, makanan hangat untuk jumlah yang demikian besar. Akan tetapi kami mendapat ide untuk menggunakan 51 ketel uap, yang dapat dipanaskan seperti halnya sebuah lokomotif uap. Di mana kami akan mencari sebuah lokomotif? Kami akhirnya meyakinkan perusahaan kereta api untuk meminjamkan kami salah satu dari milik mereka, dan sebuah perusahaan di Frankfurt am Main membuat beberapa katup bertekanan rendah untuk kami. Ini berarti lokomotif dapat menyuplai uap dengan tekanan yang tepat untuk memasak.

Betapa leganya kami semua ketika uji coba satu hari sebelum hari kebaktian terbukti sangat sukses! Ada laporan-laporan ekstensif di surat kabar yang melukiskan ”penemuan baru” ini untuk memberi makan orang banyak, yang disertai dengan foto dapur kami dan lokomotifnya. Maka, banyak publisitas yang baik diberikan kepada kebaktian ”Ibadat yang Murni”, yang hadirinnya akhirnya mencapai lebih dari 47.000.

Sewaktu masih berada di kebaktian itu, saya menerima undangan untuk melayani sebagai wakil keliling Lembaga Menara Pengawal. Dengan disertai istri, saya pertama-tama melayani dalam pekerjaan wilayah, mengunjungi sidang yang berbeda-beda setiap minggu, dan kemudian dalam pekerjaan distrik, mengunjungi seluruh wilayah di kebaktian-kebaktian. Adalah suatu hak istimewa untuk melayani bersama-sama dengan saudara-saudara seperti Martin Poetzinger (yang kemudian menjadi anggota Badan Pimpinan Saksi-Saksi Yehuwa), H. Dickmann, dan R. Kelsey. Kami belajar begitu banyak dari saudara-saudara yang matang ini. Setiap hari yang digunakan bersama mereka menjadi suatu berkat karena ada pemberian-pemberian yang berbeda yang diterima setiap hari.

Dinas Misionaris di Afrika dan Spanyol

Pada tahun 1961, saya mendapat hak istimewa untuk mengikuti Sekolah Alkitab Menara Pengawal Gilead di Brooklyn, New York, dalam sebuah kelas yang terutama terdiri dari saudara-saudara dan itu berlangsung selama sepuluh bulan. Pada waktu itu, istri saya, yang tidak dapat menemani saya, tinggal di Jerman. Meskipun terpisah, kami saling tukar-menukar pengalaman dalam surat-surat yang sering kami kirim, sehingga waktu berlalu begitu saja.

Tugas misionaris kami adalah Togo, sebuah negara kecil di Afrika Barat. Di sana kami harus belajar bahasa baru, Ewe, supaya dapat mencapai hati orang-orang di negeri itu. Sangatlah berharga usaha kami. Bagi orang-orang Togo yang ramah, orang asing manapun dianggap kawan, tetapi jika ia dapat berbicara dalam bahasa mereka, ia akan dianggap saudara mereka.

Segera setelah tiba di Togo, saya mulai memimpin suatu pengajaran Alkitab dengan seorang Afrika muda bernama Abraham, yang dapat berbahasa Inggris sedikit-sedikit. Tidak lama kemudian ia menemani saya dalam kegiatan pengabaran, dan ia terbukti sebagai asisten yang sangat berharga dalam membantu saya menerangkan berita Alkitab kepada orang-orang yang berbahasa Ewe.

Kami memanfaatkan buku Dari Firdaus Hilang sampai Firdaus Dipulihkan, yang berisi banyak gambar dan cocok dipakai untuk memimpin pengajaran Alkitab. Sekalipun demikian, beberapa konsep sulit dimengerti oleh rakyat pedesaan yang sederhana. Bagaimana mereka dapat mengerti jumlah 144.000 yang disebutkan di Wahyu pasal 7, pada waktu mereka hanya mengenal uang-uang logam 25, 50, atau, paling besar, 100 franc? Kawan saya mahir menggunakan jari-jari tangannya, dan jika perlu jari-jari kakinya juga, untuk mengatasi problem ini. Dan pada kesempatan-kesempatan lain, kami membuat gambar-gambar di pasir.

Kami merasa sangat sedih ketika kami, karena problem kesehatan, harus kembali ke Eropa, pertama ke Luksemburg dan kemudian ke Jerman. Tetapi semangat misionaris masih ada dalam hati kami, dan setelah suatu waktu yang singkat, kami berpikir untuk pindah melayani tempat yang lebih membutuhkan—ke Spanyol.

Setelah belajar bahasa yang lain, kami kembali mendapat hak istimewa melayani saudara-saudara rohani dalam pekerjaan wilayah dan tinggal satu tahun di tempat pembangunan Rumah Betel yang baru di dekat Madrid. Sangatlah memuaskan bagi Magdalena dan saya untuk melayani di sini di Spanyol. Walaupun kami tidak memiliki kekuatan yang pernah kami miliki sebelumnya, kehidupan kami penuh arti karena kami terus belajar, dan kami terus membagi-bagikan kepada orang-orang lain apa yang telah kami pelajari.

Seraya melihat ke belakang, saya dapat mengatakan bahwa pencarian saya akan arti kehidupan sangat diberkati. Saya melihat kekeliruan dalam mempercayai manusia seperti Hitler, dan sekali saya mengetahui kebenaran Alkitab, saya membaktikan diri kepada Allah. Betapa besar kepuasan yang diberikan kepada saya! Sekarang saya tahu bahwa masa depan saya tidak perlu seperti burung kenari itu. Saya mempunyai harapan berupa kehidupan yang berarti yang tidak pernah akan diperpendek!—Wahyu 21:1-4.

[Catatan Kaki]

a Riwayat hidup Magdalena Kusserow Reuter muncul dalam terbitan The Watchtower 1 September 1985 (wIN s-15).

[Gambar di hlm. 18]

Georg dan Magdalena Reuter di Spanyol

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan