PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w97 15/11 hlm. 3-4
  • Apakah Saudara Mendambakan Dunia yang Adil?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Apakah Saudara Mendambakan Dunia yang Adil?
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1997
  • Bahan Terkait
  • Cara Terbaik Menghadapi Ketidakadilan
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa (Edisi Pelajaran)—2025
  • Saudara Dapat Bertahan Menghadapi Ketidakadilan!
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2007
  • Apakah Keadilan Akan Ditegakkan?
    Topik Menarik Lainnya
  • Pertanyaan Alkitab Dijawab
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2014
Lihat Lebih Banyak
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1997
w97 15/11 hlm. 3-4

Apakah Saudara Mendambakan Dunia yang Adil?

SEBUAH kapal layar dari kayu dengan tiga tiang dan dua geladak merapat ke pantai yang kini dikenal sebagai Cape Cod, Massachusetts, AS. Awak kapal dan 101 penumpangnya amat lelah setelah berada di lautan selama 66 hari. Dalam upaya melarikan diri dari penganiayaan agama dan kesulitan ekonomi, mereka menempuh perjalanan berat mengarungi Samudra Atlantik.

Seraya para penumpang Mayflower, nama kapal ini, melihat daratan pada tanggal 11 November 1620, mata mereka berbinar-binar, mengharapkan suatu awal yang baru. Dengan niat meletakkan dasar bagi suatu dunia yang lebih baik, sebagian penumpang pria dewasa tersebut menandatangani Perjanjian Mayflower dua hari setelah itu. Dalam perjanjian tersebut, mereka sepakat untuk memberlakukan ”hukum yang adil dan tidak berat sebelah” demi ”manfaat bersama seluruh koloni”. Apakah impian mereka akan suatu dunia yang jujur dan tidak berat sebelah secara moral bagi setiap orang​—dunia yang adil​—menjadi kenyataan?

Meskipun Perjanjian yang ditandatangani di atas kapal Mayflower itu dianggap sebagai salah satu dasar dari sistem pemerintahan Amerika, ketidakadilan adalah hal yang umum di negeri itu, sebagaimana halnya di seluruh dunia. Misalnya, pikirkan seorang pria yang ditembak polisi ketika sedang berupaya melarikan diri setelah merampok dan menembak seorang pemilik toko. Ia menuntut polisi tersebut juga pemerintah New York City dan berhasil memperoleh jutaan dolar sebagai ganti rugi.

Pikirkan contoh lain. Sewaktu siswa-siswa sekolah hukum mengadakan ujian pengacara di Pasadena, Kalifornia, salah seorang dari antara mereka mengalami serangan jantung dan jatuh pingsan. Dua siswa yang berada di dekatnya memberikan pernapasan buatan sampai paramedis tiba. Mereka menghabiskan waktu 40 menit untuk membantu pria tersebut. Tetapi sewaktu siswa-siswa itu meminta kompensasi waktu agar dapat menyelesaikan ujian mereka, pengawas ujian menolaknya.

Contoh lain adalah hukuman yang diberikan terhadap tindak kriminal. Analis ekonomi Ed Rubenstein menunjukkan, ”Sebagian besar kejahatan tidak pernah berakhir dengan penangkapan. Banyak orang yang ditangkap tidak dituntut. Banyak narapidana mendapatkan pembebasan bersyarat. Hukuman yang seharusnya diberikan, dari sudut pandangan penjahat, adalah suatu kemungkinan, bukan kepastian.” Dengan menggunakan data perampokan, ia menyimpulkan bahwa seorang perampok yang potensial ”akan keluar dari penjara 98 persen lebih cepat dari yang seharusnya”. Risiko hukuman yang rendah telah menyebabkan timbulnya lebih banyak kejahatan dan korban kejahatan.​—Pengkhotbah 8:​11.

Di banyak negeri, minoritas orang kaya menjadi semakin kaya sementara begitu banyak orang miskin menghadapi ketidakadilan ekonomi. Ketidakadilan semacam itu sudah umum mengingat perbedaan warna kulit, latar belakang etnik, bahasa, jenis kelamin, atau agama membuat orang-orang memiliki sedikit peluang untuk memperbaiki keadaan mereka atau bahkan sekadar untuk menunjang kehidupan mereka. Menurut The New York Times, misalnya, ”hampir seperempat dari satu miliar manusia di daerah Asia Selatan yang didominasi oleh agama Hindu​—kebanyakan dari antara mereka berada di India dan Nepal​—lahir dan mati sebagai kaum paria”. Akibatnya, jutaan orang dilanda kemiskinan, kelaparan, dan penyakit. Kehidupan mereka sarat dengan ketidakadilan sejak kanak-kanak hingga ke liang kubur.

Apa saja jenis ketidakadilan yang berada di luar kendali manusia? Pikirkan bayi-bayi yang cacat sejak lahir​—cacat penglihatan, cacat pendengaran, cacat mental, atau cacat tubuh. Tidakkah seorang wanita akan merasakan ketidakadilan jika bayinya lahir cacat atau mati, sementara wanita-wanita lain di sekitarnya menimang bayi yang sehat?

Sungguh menyedihkan, ketidakadilan merajalela, begitu pula dengan konsekuensinya​—penderitaan yang luar biasa serta kurangnya perdamaian, sukacita, dan kepuasan. Karena gusar oleh ketidakadilan yang mereka saksikan atau alami, banyak orang terpaksa melakukan tindak kekerasan, yang justru menambah penderitaan manusia. Sebagian besar peperangan terjadi karena ketidakadilan yang disengaja.

Mengapa manusia gagal untuk mewujudkan dunia yang adil? Apakah dunia semacam itu hanyalah impian belaka?

[Keterangan Gambar di hlm. 3]

Corbis-Bettmann

[Gambar di hlm. 4]

Menandatangani Perjanjian Mayflower

[Keterangan]

Corbis-Bettmann

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan