PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • yp psl. 35 hlm. 283-288
  • Apakah Menjadi Soal Apa yang Saya Baca?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Apakah Menjadi Soal Apa yang Saya Baca?
  • Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Novel-Novel Roman—Bacaan yang Tidak Merusak?
  • Apakah Cinta Itu Seperti Kisah-Kisah Cinta?
  • Kepuasan Seksual
  • Berlaku Selektif
  • Mengapa Cinta Sejati Sulit Ditemukan
    Sedarlah!—2006
  • Bagaimana Saya Dapat Berhenti Memikirkan Lawan Jenis?
    Sedarlah!—1994
  • Cara Membaca dan Mengingat
    Petunjuk Sekolah Pelayanan Teokratis
  • Mengapa Membaca Itu Penting untuk Anak—Bagian 1: Membaca atau Menonton?
    Bantuan untuk Keluarga
Lihat Lebih Banyak
Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
yp psl. 35 hlm. 283-288

Pasal 35

Apakah Menjadi Soal Apa yang Saya Baca?

RAJA Salomo memperingatkan: “Membuat banyak buku tak akan ada akhirnya dan banyak belajar [“membaca banyak-banyak,” Klinkert] melelahkan badan.” (Pengkhotbah 12:12) Salomo tidak bermaksud melemahkan semangat membaca; ia hanya menasihati anda agar selektif.

Filsuf Perancis abad ke-17 René Descartes berkata: “Membaca buku-buku yang baik adalah bagaikan bercakap-cakap dengan seorang yang berpendidikan yang hidup di masa lampau. Kita bahkan dapat menyebutnya percakapan yang selektif, yaitu sang pengarang hanya mengungkapkan buah pikirannya yang paling luhur.” Tetapi, tidak semua pengarang patut diajak “bercakap-cakap,” juga tidak semua pikiran mereka “luhur.”

Maka prinsip Alkitab yang sering dikutip sekali lagi berlaku: “Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” (1 Korintus 15:33) Ya, orang-orang dengan siapa anda bergaul dapat membentuk kepribadian anda. Pernahkah anda menggunakan begitu banyak waktu bersama seorang teman sehingga anda merasa mulai bertindak, berbicara, bahkan berpikir seperti teman anda itu? Nah, membaca buku adalah bagaikan bercakap-cakap berjam-jam dengan orang yang menulisnya.

Maka, prinsip yang Yesus nyatakan dalam Matius 24:15 cocok: “Para pembaca hendaklah memperhatikannya.” Belajarlah menganalisa dan menimbang apa yang anda baca. Semua orang mempunyai prasangka dalam suatu taraf tertentu dan tidak selalu sepenuhnya jujur dalam menggambarkan fakta-fakta. Maka janganlah menerima begitu saja segala sesuatu yang anda baca atau dengar: “Orang yang tak berpengalaman percaya kepada setiap perkataan, tetapi orang yang bijak memperhatikan langkahnya.”—Amsal 14:15.

Anda perlu berhati-hati khususnya terhadap segala bacaan yang mengungkapkan suatu filsafat hidup secara terinci. Majalah-majalah remaja, misalnya, penuh dengan nasihat untuk semua hal dari soal berkencan sampai seks pranikah—namun tidak selalu nasihat yang patut digunakan oleh seorang Kristen. Dan bagaimana dengan buku-buku yang mendalami masalah-masalah filsafat yang berat?

Alkitab memperingatkan: “Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun . . . , tetapi tidak menurut Kristus.” (Kolose 2:8) Alkitab, dan publikasi-publikasi yang berdasarkan Alkitab seperti buku ini, memberikan nasihat yang jauh lebih baik.—2 Timotius 3:16.

Novel-Novel Roman—Bacaan yang Tidak Merusak?

Membaca novel-novel roman telah menjadi kebiasaan yang mencandu dari kira-kira 20 juta orang di Amerika Serikat saja. Memang, Allah sendiri menaruh dalam diri pria dan wanita keinginan untuk jatuh cinta dan kawin. (Kejadian 1:27, 28; 2:23, 24) Maka, tidak mengherankan bahwa kisah-kisah cinta dan petualangan sangat ditonjolkan dalam kebanyakan kisah fiksi, dan ini tidak selalu buruk. Beberapa novel roman bahkan mendapat status kesusasteraan yang baik. Namun karena novel-novel yang lebih tua ini dianggap “jinak” menurut standar modern, para penulis mendapati lebih menguntungkan untuk mengolah novel-novel roman jenis baru. Ada yang masih menggunakan latar belakang sejarah atau abad pertengahan untuk menambah drama dan suasana kepada ceritanya. Yang lain-lain bersifat modern dalam gaya dan latar belakang. Meskipun demikian, dengan beberapa variasi kecil, novel-novel roman modern ini mengikuti rumus yang hampir dapat ditebak sebelumnya: para pahlawan dan tokoh-tokoh wanitanya mengatasi rintangan-rintangan yang hebat yang mengancam cinta mereka yang sedang berkembang.

Secara khas, sang pahlawan adalah seorang pria yang kuat, bahkan angkuh, yang memancarkan keyakinan diri yang kuat. Sedangkan tokoh wanitanya kemungkinan lemah lembut dan mudah diserang bahaya, sering kali lebih muda kira-kira 10 atau 15 tahun daripada sang pahlawan. Walaupun sang pria sering memperlakukannya dengan tidak terhormat, ia masih tetap luar biasa tertarik kepada pria tersebut.

Sering ada seorang saingan yang juga mencintai wanita itu. Walaupun ia ramah dan penuh timbang-rasa, ia tidak dapat menggugah atau menarik minat sang wanita. Maka wanita itu akan menggunakan daya pesonanya yang memperdayakan untuk membentuk pahlawannya itu agar menjadi seorang yang lembut yang sekarang dengan terang-terangan menyatakan cintanya yang abadi. Setelah semua kekhawatiran disingkirkan dan kesalahan diampuni, mereka menikah dan hidup bahagia untuk selama-lamanya . . .

Apakah Cinta Itu Seperti Kisah-Kisah Cinta?

Dapatkah membaca kisah-kisah khayalan semacam itu mengaburkan pandangan anda akan kenyataan? Bonnie, yang mulai membaca novel-novel roman pada usia 16 tahun, ingat: “Saya mencari pemuda yang tinggi, berkulit sawo matang dan tampan; seorang yang menggetarkan, dengan kepribadian suka menguasai.” Ia mengakui: “Bila saya berkencan dengan seorang pemuda dan ia tidak mau mencium dan menyentuh, maka ia membosankan, walaupun ia timbang-rasa dan ramah. Saya menginginkan getaran yang saya baca dalam novel-novel.”

Bonnie terus membaca roman-roman tersebut setelah menikah dan berkata: “Saya mempunyai rumah dan keluarga yang menyenangkan, namun entah bagaimana ini tidak cukup . . . Saya menginginkan petualangan, kesenangan dan getaran yang digambarkan dengan begitu memikat dalam novel-novel. Saya merasa ada sesuatu yang salah dengan perkawinan saya.” Namun, Alkitab membantu Bonnie menghargai bahwa seorang suami tidak hanya harus memberi istrinya pesona atau “getaran.” Dikatakan: “Suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya.”—Efesus 5:28, 29.

Dan bagaimana dengan jalan cerita yang begitu umum dalam novel-novel roman, akhir yang bersifat khayalan dan penyelesaian yang mudah untuk perbedaan-perbedaan? Nah, itu jauh dari kenyataan. Bonnie menceritakan: “Pada waktu saya cekcok dengan suami saya, daripada membicarakannya dengan dia, saya meniru muslihat yang digunakan oleh tokoh wanitanya. Ketika suami saya tidak menanggapi cara-cara tokoh wanita itu seperti sang pahlawan, saya merajuk.” Bukankah nasihat Alkitab bagi para istri jauh lebih realistis dan praktis ketika dikatakan, “Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu”?—Kolose 3:18.

Kepuasan Seksual

Menarik bahwa roman-roman yang menguraikan seks secara gamblang—yang tersedia dalam perpustakaan-perpustakaan umum di daerah-daerah tertentu—adalah bacaan yang paling banyak dicari kaum remaja. Apakah itu dapat merugikan anda? Karen yang berumur 18 tahun menjelaskan: “Buku-buku itu benar-benar membangkitkan rangsangan seksual dan keinginan tahu yang kuat dalam diri saya. Perasaan senang dan bahagia yang meluap-luap dari tokoh wanitanya dalam pertemuan yang mesra dengan sang pahlawan menyebabkan saya ingin merasakan hal itu juga. Maka pada waktu saya berkencan,” ia melanjutkan, “saya mencoba menciptakan kembali perasaan semacam itu. Hal ini mengakibatkan saya melakukan percabulan.” Namun apakah hasilnya sama seperti tokoh-tokoh wanita yang ia baca dan khayalkan? Karen mendapati: “Perasaan tersebut hanya dikarang dalam pikiran para penulisnya. Kenyataannya tidak demikian.”

Menciptakan khayalan seks memang merupakan niat dari beberapa pengarang. Pertimbangkan instruksi yang diberikan seorang penerbit kepada para pengarang novel roman: “Pertemuan seksual harus dipusatkan pada hawa nafsu dan perasaan erotis yang dibangkitkan oleh ciuman dan cumbuan sang pahlawan.” Para penulisnya selanjutnya dinasihati, kisah-kisah cinta “harus membangkitkan rangsangan, ketegangan dan tanggapan emosi yang dalam dan nafsu dalam diri para pembacanya.” Jelas, membaca bahan semacam itu tidak akan membantu seseorang menaati nasihat Alkitab untuk ‘mematikan dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat.’—Kolose 3:5.

Berlaku Selektif

Maka, yang paling baik, hindarilah novel-novel yang menggugah perasaan imoral atau yang memupuk harapan-harapan yang tidak realistis. Tidakkah sebaiknya memperluas bahan bacaan anda dan mencoba membaca buku-buku jenis lain, seperti sejarah atau ilmu pengetahuan? Tidak berarti bahwa fiksi dilarang, karena ada karya-karya fiksi yang tidak hanya bersifat hiburan tetapi juga bersifat mendidik. Tetapi jika sebuah novel menonjolkan seks, kekerasan yang tak berperi kemanusiaan, praktik spiritisme, atau “pahlawan-pahlawan” yang melakukan seks bebas, kejam, atau tamak, patutkah anda membuang waktu untuk membacanya?

Jadi berhati-hatilah. Sebelum membaca sebuah buku, periksalah sampul buku itu; lihatlah apakah ada sesuatu yang tidak baik dengan isi buku tersebut. Dan meskipun sudah berhati-hati, jika sebuah buku ternyata tidak baik, milikilah kekuatan mental untuk berhenti membacanya.

Bertentangan dengan itu, membaca Alkitab dan publikasi-publikasi yang ada hubungannya dengan Alkitab akan membantu, tidak merugikan anda. Seorang gadis Jepang, misalnya, berkata bahwa membaca Alkitab telah membantu mengalihkan pikirannya dari seks—yang sering merupakan problem bagi kaum remaja. “Saya selalu menaruh Alkitab di dekat tempat tidur saya dan mengupayakan untuk membacanya sebelum tidur,” katanya. “Bila saya sendirian dan tidak melakukan apa-apa (seperti pada waktu akan tidur), saat itulah pikiran saya kadang-kadang mengarah kepada seks. Maka membaca Alkitab benar-benar membantu saya!” Ya, “bercakap-cakap” dengan orang-orang yang beriman yang diceritakan dalam Alkitab dapat memberi anda sifat moral yang sejati dan sangat menambah kebahagiaan anda.—Roma 15:4.

Pertanyaan-Pertanyaan untuk Diskusi

◻ Mengapa anda harus selektif dengan apa yang anda baca?

◻ Mengapa novel-novel roman begitu menarik bagi banyak remaja? Namun apa bahayanya?

◻ Bagaimana anda dapat memilih bahan bacaan yang baik?

◻ Sebutkan beberapa manfaat dari membaca Alkitab dan publikasi-publikasi yang berdasarkan Alkitab.

[Blurb di hlm. 287]

“Saya mempunyai rumah dan keluarga yang menyenangkan, namun entah bagaimana ini tidak cukup . . . Saya menginginkan petualangan, kesenangan dan getaran yang digambarkan dengan begitu memikat dalam novel-novel. Saya merasa ada sesuatu yang salah dengan perkawinan saya”

[Gambar di hlm. 283]

Dengan tersedianya ribuan buku, anda harus selektif

[Gambar di hlm. 285]

Novel-novel roman dapat menjadi bacaan yang mengasyikkan, namun apakah mereka mengajarkan pandangan yang sehat tentang cinta dan perkawinan?

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan