PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g93 8/8 hlm. 24-27
  • Perlukah Keluarga Saya Diimunisasi?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Perlukah Keluarga Saya Diimunisasi?
  • Sedarlah!—1993
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Latar Belakang
  • Perlukah Anak Saya Disuntik?
  • Bagaimana dengan Efek Sampingan?
  • Bagaimana dengan Imunisasi bagi Orang Dewasa?
  • Darah dalam Memproduksi Vaksin
  • Apakah Keluarga Saya Perlu Diimunisasi?
  • Keberhasilan dan Kegagalan dalam Memerangi Penyakit
    Sedarlah!—2004
  • AIDS​—Cara Memeranginya
    Sedarlah!—1998
  • Pertanyaan Pembaca
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1990
  • AIDS—Bagaimana Ini Akan Berakhir?
    Sedarlah!—1992
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1993
g93 8/8 hlm. 24-27

Perlukah Keluarga Saya Diimunisasi?

”SUDAH waktunya untuk menyuntik si bayi,” kata sang dokter. Pernyataan itu mungkin tidak menyenangkan untuk didengar oleh seorang anak kecil, namun orang-tuanya akan menanggapi dengan senyuman yang menenangkan hati dan anggukan kepala tanda setuju

Akan tetapi, baru-baru ini, timbul pertanyaan berkenaan praktek imunisasi anak-anak dan orang dewasa yang telah diterima secara umum. Suntikan apa saja yang memang dibutuhkan? Bagaimana dengan efek sampingan? Apakah darah dengan cara apa pun terlibat dalam memproduksi vaksin?

Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang baik untuk dipertimbangkan suatu keluarga Kristen yang ingin tahu. Jawaban-jawabannya dapat memiliki hubungan langsung atas kesehatan dan masa depan anak-anak Anda sebagaimana juga atas Anda sendiri.

Latar Belakang

Pada tahun 1950-an, sebuah vaksin yang efektif diperkenalkan yang benar-benar memberantas kekhawatiran terhadap polio di kebanyakan negeri. Menjelang 1980, momok cacar telah dinyatakan musnah dari seluruh dunia, sebagai hasil program-program vaksinasi yang efektif. Ini tampaknya menegaskan kata-kata Benjamin Franklin, ”Satu ons pencegahan sama nilainya dengan satu pon pengobatan [maksudnya, mencegah lebih baik daripada mengobati].”

Dewasa ini, program-program imunisasi secara umum telah efektif dalam mengendalikan banyak penyakit​—tetanus, polio, difteria, dan pertusis (batuk rejan), adalah beberapa di antaranya. Lagi pula, telah nyata bahwa bila imunisasi karena suatu alasan telah dilalaikan, penyakit akan timbul kembali. Ini terjadi di suatu negeri sehubungan dengan penyakit batuk rejan.

Apa yang dilakukan oleh imunisasi? Pada dasarnya, dengan satu atau lain cara, imunisasi menguatkan daya tahan tubuh terhadap serangan pembawa infeksi, yang dikenal dengan nama patogen, yang mencakup kuman dan virus. Cara yang pertama disebut imunisasi aktif. Dalam kasus ini, suntikan mengandung patogen (atau racunnya) yang telah dilemahkan atau dibunuh yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga tidak berbahaya bagi tubuh. Mekanisme daya tahan tubuh itu sendiri mulai membentuk molekul pembunuh yang disebut antibodi yang dapat memerangi bibit penyakit yang sesungguhnya, apabila bibit itu belakangan berkembang. Jika suntikan imunisasi mengandung ekstrak dari racun (toksin) patogen, suntikan itu disebut toksoid. Jika dibuat dari patogen hidup yang telah dilemahkan (dikurangi kekuatannya) atau dari organisme yang telah mati, disebut vaksin.

Sebagaimana dapat Anda bayangkan, suntikan-suntikan ini tidak segera menghasilkan imunitas (kekebalan tubuh). Dibutuhkan suatu jangka waktu bagi tubuh untuk membuat antibodi pelindung. Imunisasi aktif ini termasuk semua suntikan bagi bayi dan suntikan yang secara umum dianggap sebagai vaksinasi. Hanya dengan satu pengecualian (akan dibahas kemudian), imunisasi ini tidak melibatkan penggunaan darah dalam tahap pembuatannya.

Prosedur lainnya disebut imunisasi pasif. Ini biasanya disiapkan untuk situasi-situasi pada waktu seseorang menghadapi penyakit yang serius seperti rabies. Dalam kasus seperti itu, tidak ada waktu bagi tubuh untuk membangun imunitasnya sendiri. Maka antibodi milik orang lain, yang telah terbentuk, dapat disuntikkan untuk memerangi patogen dalam diri orang yang telah terjangkit tersebut. Serum gama globulin, antitoksin, dan serum hiperimun (serum yang mengandung antibodi yang sangat banyak) adalah nama-nama lain untuk suntikan yang dihasilkan dari ekstrak darah manusia atau hewan yang telah kebal. Imunisasi pinjaman, atau pasif ini dimaksudkan untuk memberi bantuan seketika, namun sementara, bagi tubuh untuk menyingkirkan sang penyerang. Antibodi pinjaman segera akan dibuang oleh tubuh sebagai protein asing.

Perlukah Anak Saya Disuntik?

Setelah mengetahui latar belakang ini, beberapa orang mungkin masih bertanya-tanya, ’Imunisasi mana yang anak saya perlukan?’ Di kebanyakan belahan bumi tempat suntikan masa kanak-kanak telah tersedia, imunisasi rutin telah menyebabkan penurunan yang sangat tajam dalam berjangkitnya penyakit-penyakit tersebut.

Selama bertahun-tahun, American Academy of Pediatrics, dalam kesepakatan dengan organisasi serupa di seputar bumi, telah menganjurkan imunisasi rutin bagi penyakit-penyakit berikut ini: difteria, pertusis, dan tetanus. Ketiganya biasanya digabung dan diberikan dalam satu suntikan​—DPT​—dengan tiga suntikan DPT ulangan (booster) yang diberikan dalam selang waktu paling sedikit dua bulan. Selain itu, imunisasi untuk campak, gondong, dan rubela (campak Jerman) diberikan dalam satu suntikan​—MMR​—kepada anak-anak setelah berumur satu tahun. Juga, empat dosis vaksin polio oral (OPV) diberikan dengan jadwal serupa dengan DPT.a

Di banyak tempat, rangkaian rutin ini diwajibkan, meski jumlah suntikan ulangan yang dibutuhkan mungkin bervariasi. Baru-baru ini, sebagai akibat terjangkitnya beberapa kasus campak, pemberian tambahan suntikan ulangan vaksin campak telah dianjurkan dalam beberapa situasi. Anda mungkin perlu berkonsultasi dengan seorang dokter di daerah Anda untuk mendapat keterangan lebih lanjut.

Sebagai tambahan dari berbagai imunisasi ini, ada vaksin pneumonia (Pneumovax). Ini rupanya memberi imunitas seumur hidup bagi anak-anak dan orang dewasa yang, karena alasan tertentu, rawan terhadap jenis-jenis pneumonia tertentu.

Vaksin lain bagi anak-anak disebut vaksin Hib. Ini diberikan untuk melindungi terhadap patogen yang umum pada masa anak-anak, influensa Hemofilus. Kuman ini menyebabkan berbagai penyakit pada bayi, terutama radang selaput otak yang parah. Vaksin tersebut secara umum telah terbukti aman, dan telah semakin dianjurkan sebagai bagian dari rangkaian suntikan bayi.

Sebagai keterangan tambahan, sampai sekarang belum ada imunisasi rutin bagi cacar air. Dan vaksin bagi cacar tidak tersedia lagi karena, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, suatu program vaksinasi seluas dunia telah memberantas penyakit yang mematikan ini.

Bagaimana dengan Efek Sampingan?

Bagaimana tentang isu efek sampingan imunisasi? Bagi kebanyakan dari suntikan tersebut, selain letupan jeritan dan air mata sesaat dari seorang anak, efek sampingan biasanya terbatas dan bersifat sementara​—paling buruk adalah demam sekitar satu atau dua hari. Namun, banyak orang-tua merasa khawatir berkenaan risiko suntikan-suntikan ini. Sebuah penelitian medis melakukan survei terhadap keprihatinan orang-tua atas kesehatan anak-anak mereka dan mendapati bahwa 57 persen dari orang-tua yang disurvei khawatir terhadap dampak dari imunisasi.

Baru-baru ini, keprihatinan yang besar telah dipublikasikan berkenaan sebuah komponen dari DPT, yaitu komponen pertusis atau batuk rejan. Kesuksesan vaksin ini telah menghasilkan penurunan yang luar biasa dari penyakit yang dulunya ditakuti​—dari 200.000 kasus setiap tahunnya dalam satu negeri saja sebelum ada vaksin menjadi 2.000 setiap tahunnya setelah penggunaan vaksin secara meluas. Meskipun demikian, efek sampingan yang serius​— kejang-kejang dan bahkan kerusakan otak​—telah terjadi dalam kira-kira 1 dari antara 100.000 dosis yang diberikan.

Meskipun reaksi ini sangat jarang, hal ini menyebabkan kekhawatiran di pihak banyak orang-tua yang mendapati bahwa mereka tidak memiliki banyak pilihan selain membiarkan anak mereka menerima suntikan agar memenuhi syarat untuk masuk sekolah. Karena penyakit pertusis, meski tidak umum, sangat menghancurkan bila menyerang suatu masyarakat, para ahli telah menyimpulkan bahwa untuk anak-anak secara umum, ”vaksin tersebut jauh lebih aman daripada terjangkit penyakitnya”. Para ahli ini menasihatkan agar imunisasi tersebut diberikan kecuali ”bila dosis sebelumnya mengakibatkan kejang-kejang, ensefalitis, tanda gangguan saraf pada tempat tertentu, atau pingsan. Juga jangan memberi dosis tambahan kepada bayi yang mengalami ’somnolent (rasa kantuk yang berlebihan), menjerit secara berlebihan (terus-menerus menangis atau menjerit selama 3 jam atau lebih), atau suhu tubuhnya lebih dari 40,5°C’”.b

Di banyak negeri jalan keluar yang sesungguhnya dari problem ini adalah vaksin aselular, seperti yang sekarang sedang diberikan di Jepang dengan prospek yang baik. Vaksin yang baru dan tampaknya lebih aman ini mulai tersedia di negeri-negeri lain pula.

Suntikan bayi rutin lainnya telah berulang kali terbukti efektif dan relatif aman.

Bagaimana dengan Imunisasi bagi Orang Dewasa?

Begitu seseorang mencapai usia dewasa, hanya ada beberapa imunisasi aktif yang harus tetap diingat. Idealnya, semua orang dewasa hendaknya telah memiliki kekebalan terhadap campak, gondongan, dan rubela akibat telah terjangkit atau diimunisasi semasa kecil. Bila pertanyaan berkenaan imunisasi semacam itu timbul, seorang dokter mungkin akan menganjurkan suntikan MMR bagi orang dewasa.

Suntikan toksoid tetanus setiap sekitar sepuluh tahun satu kali dianggap merupakan gagasan yang baik sebagai pencegahan terhadap kejang mulut (suatu bentuk tetanus). Orang-orang yang lebih tua serta mereka yang memiliki penyakit yang kronis mungkin ingin menanyakan imunisasi influensa tahunan kepada dokter mereka. Orang-orang yang melakukan perjalanan ke bagian dunia tertentu hendaknya mempertimbangkan imunisasi terhadap penyakit-penyakit seperti demam kuning, kolera, antraks, tifus, atau pes jika penyakit-penyakit seperti itu menjadi endemi di tempat yang akan mereka datangi.

Sebuah imunisasi aktif lain perlu mendapat perhatian karena merupakan satu-satunya imunisasi aktif yang terbuat dari darah. Itu adalah vaksin hepatitis-B yang disebut Heptavax-B. Imunisasi ini dimaksudkan untuk beberapa orang tertentu seperti petugas kesehatan, yang mungkin secara tidak sengaja terkena produk dari darah seorang pasien yang mengidap hepatitis B. Meski disambut sebagai suatu kemajuan besar, vaksin itu mendatangkan kekhawatiran banyak orang karena cara pembuatannya.

Pada dasarnya, darah dari pembawa virus hepatitis-B yang telah terpilih dikumpulkan dan dirawat untuk membunuh semua virusnya, dan sebuah antigen hepatitis-B tertentu diambil. Antigen yang telah disuling dan dinonaktifkan ini dapat diinjeksikan sebagai vaksin. Akan tetapi, banyak orang menolak menggunakan vaksin tersebut karena takut akan risiko memasukkan produk darah orang yang terinfeksi, seperti orang-orang yang promiskuitas secara seksual. Lagi pula, beberapa orang Kristen yang berhati nurani menolak vaksin itu atas dasar bahwa vaksin itu telah diambil dari darah orang lain.c

Penolakan vaksin hepatitis seperti itu telah disingkirkan dengan dikeluarkannya vaksin hepatitis-B yang berbeda tetapi sama manjurnya. Vaksin ini dibiakkan dalam sel-sel ragi tanpa melibatkan darah manusia, dengan menggunakan teknologi genetik. Jika Anda bekerja pada bidang perawatan kesehatan, atau karena alasan lain dianggap perlu mendapatkan vaksin hepatitis-B, Anda mungkin ingin membahas masalah ini dengan dokter Anda.

Darah dalam Memproduksi Vaksin

Ini menimbulkan pokok yang penting bagi umat Kristen, yang menaati larangan Alkitab tentang penyalahgunaan darah. (Kisah 15:28, 29) Apakah ada vaksin lainnya yang terbuat dari darah?

Sebagai aturan umum, dengan pengecualian untuk Heptavax-B, imunisasi aktif tidak dibuat dari darah. Misalnya termasuk semua suntikan bayi.

Demikian pula kebalikannya dengan imunisasi pasif. Seseorang dapat memperkirakan bahwa bila seseorang dianjurkan untuk disuntik setelah mereka kemungkinan terjangkit, seperti setelah menginjak paku yang karatan atau setelah digigit anjing, suntikan-suntikan itu (kecuali jika hanya suntikan ulangan yang sifatnya rutin) adalah serum hiperimun dan telah dibuat dengan menggunakan darah. Halnya juga demikian dengan Rh imun globulin (Rhogam), yang sering dianjurkan bagi para ibu yang memiliki Rh-negatif yang karena suatu alasan terkena darah Rh-positif, seperti pada saat kelahiran seorang bayi yang memiliki Rh-positif.

Karena imunisasi pasif ini menjadi perhatian berkenaan masalah darah, bagaimana sikap yang akan diambil seorang Kristen yang berhati nurani? Artikel-artikel sebelumnya dalam majalah ini serta rekannya, Menara Pengawal, telah menyatakan posisi yang tidak berubah-ubah: Itu bergantung hati nurani yang terdidik Alkitab milik seorang Kristen untuk menentukan apakah ia akan menerima perawatan ini bagi dirinya maupun keluarganya.d

Apakah Keluarga Saya Perlu Diimunisasi?

Umat Kristen memiliki respek yang dalam akan kehidupan dan sungguh-sungguh ingin melakukan apa yang terbaik bagi kesehatan keluarga mereka. Apakah hati nurani Anda memutuskan untuk mengimunisasi keluarga Anda adalah keputusan pribadi yang harus Anda ambil sendiri.​—Galatia 6:5.

Seorang ahli telah merangkumkan situasi ini dengan baik, ”Orang-tua harus diberi tahu tentang setiap campur tangan medis bagi anak mereka. Mereka lebih dari sekadar wali yang sah dari anak-anak mereka. Mereka bertanggung jawab atas kesejahteraan dan perlindungan keturunan mereka selama periode keturunan mereka masih bergantung kepada mereka.” Berkenaan hal imunisasi ini, sebagaimana juga dalam semua masalah medis lainnya, Saksi-Saksi Yehuwa menganggap sangat serius tanggung jawab itu.​—Disumbangkan oleh seorang dokter.

[Catatan Kaki]

a Badan Kesehatan Dunia sekarang menganjurkan imunisasi rutin terhadap hepatitis B bagi bayi di banyak bagian dari dunia.

b Riwayat kejang-kejang dalam keluarga tidak berhubungan dengan reaksi-reaksi ini. Dan meskipun infeksi pernafasan tampaknya tidak mempredisposisi (kecenderungan untuk mudah terjangkit) terjadinya reaksi, mungkin lebih bijaksana untuk menolak suntikan jika sang anak bahkan hanya sedikit kurang sehat.

c Lihat ”Pertanyaan Pembaca” dalam Menara Pengawal 1 Juni 1990.

d Lihat The Watchtower, 15 Juni 1978, halaman 30-1.

[Kotak di hlm. 26]

Imunisasi yang Tidak Diambil dari Darah

Suntikan bayi (DPT, OPV, MMR)

Vaksin Hib

Pneumovax

Toksoid

Suntikan flu

Recombivax-HB

Imunisasi yang Diambil dari Darah

Heptavax-B

Rhogam

Antitoksin

Antivenin (untuk bisa ular dan laba-laba)

Imun globulin (untuk berbagai penyakit)

Gama globulin

Preparat serum hiperimun (misalnya, serum antirabies)

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan