PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Margasatwa Bumi yang Mulai Lenyap
    Sedarlah!—1997 | 8 Juli
    • Margasatwa Bumi yang Mulai Lenyap

      OLEH KORESPONDEN SEDARLAH! DI AUSTRALIA

      TIDAKKAH Anda merasa tergetar sewaktu menyaksikan dan mendengar secara langsung satwa-satwa liar​—harimau, ikan paus, atau gorila? Menimang koala? Merasakan bumi bergemuruh oleh derap langkah kumpulan satwa pengelana yang membentang sejauh mata memandang? Akan tetapi, sungguh disayangkan, banyak orang boleh jadi tidak pernah menikmati petualangan semacam itu​—kecuali melalui museum, buku, atau layar komputer. Mengapa demikian?

      Karena seraya Anda membaca artikel ini, ribuan jenis flora dan fauna tanpa terelakkan sedang digiring menuju kepunahan. Dr. Edward O. Wilson, seorang biolog di Harvard University, memperkirakan bahwa 27.000 spesies per tahun, atau tiga spesies per jam, sedang menuju kepunahan. Pada tingkat ini, hingga 20 persen dari spesies di bumi akan punah dalam waktu 30 tahun. Tetapi tingkat kepunahan tidak konstan, melainkan meningkat. Diperkirakan bahwa menjelang awal abad berikutnya, ratusan spesies akan lenyap setiap hari!

      Yang sedang berada di ambang kepunahan adalah badak hitam Afrika. Perburuan gelap mengakibatkan jumlahnya menurun dari 65.000 ekor menjadi 2.500 ekor dalam waktu kurang dari 20 tahun. Jumlah orang utan yang masih ada di hutan Kalimantan dan Sumatra yang terus menyusut tidak lebih dari 5.000 ekor. Daerah perairan bumi juga tidak luput dari perusakan. Salah satu korbannya adalah lumba-lumba baiji yang anggun di Sungai Yangtze di Cina. Polusi dan penangkapan ikan secara sembrono mengakibatkan jumlahnya tinggal seratus ekor saja, dan kemungkinan mereka akan punah dalam satu dekade.

      ”Para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu tidak sependapat akan banyak hal,” kata Linda Koebner dalam Zoo Book, ”tetapi berkenaan mendesaknya tindakan penyelamatan spesies-spesies dan berkenaan kesehatan biologis planet ini, mereka sepakat: Lima puluh tahun berikutnya adalah kritis.”

      Siapa yang Harus Dipersalahkan?

      Bertambahnya populasi manusia telah mempercepat tingkat kepunahan, tetapi tekanan akibat populasi tidak dapat sepenuhnya dipersalahkan. Banyak makhluk​—Ectopistes migratorius (sejenis burung dara), burung moa, Pinguinus impennis (sejenis burung laut yang tidak dapat terbang) dan harimau Tasmania, misalnya​—telah lenyap jauh sebelum populasi manusia itu sendiri menjadi ancaman. Dr. J. D. Kelly, direktur dari Dewan Kebun Binatang New South Wales, Australia, mengatakan sehubungan dengan riwayat negara itu, ”Hilangnya keanekaragaman hayati sejak pendudukan pada tahun 1788 merupakan aib nasional.” Tidak diragukan, pengamatan ini berlaku juga di banyak negeri lain. Hal ini juga mengisyaratkan penyebab-penyebab kepunahan yang lebih menyeramkan​—kurangnya pengetahuan dan ketamakan.

      Karena krisis kepunahan global ini, tampillah sekutu baru yang tidak disangka-sangka yang berpihak kepada satwa-satwa yang dipermasalahkan​—kebun-kebun binatang. Semakin banyak areal dalam perkotaan ini yang menjadi tempat perlindungan bagi banyak spesies. Tetapi kebun binatang memiliki ruang yang terbatas, dan memelihara satwa liar tidaklah mudah serta membutuhkan biaya yang besar. Terdapat juga aspek etika karena memelihara mereka dalam kurungan, meskipun ini dilakukan secara manusiawi. Lagi pula, dalam kebun binatang, satwa-satwa sepenuhnya bergantung pada kemurahan hati manusia secara finansial, berikut sistem politik serta ekonominya yang lemah dan tidak menentu. Jadi, seberapa amankah sebenarnya para pengungsi dari alam bebas ini?

      [Kotak di hlm. 3]

      Apakah Kepunahan Bersifat Alami?

      ”Bukankah kepunahan merupakan bagian dari hukum alam? Jawabannya adalah tidak, setidaknya bukan dalam skala yang telah terjadi belum lama ini. Selama lebih dari 300 tahun terakhir, tingkat kepunahan spesies mencapai kira-kira satu spesies per tahun. Sekarang, tingkat kepunahan spesies yang diakibatkan oleh manusia sekurang-kurangnya mencapai seribu kali lipat. . . . Penyebab kenaikan yang pesat dalam tingkat kepunahan ini adalah aktivitas manusia.”​—The New York Public Library Desk Reference.

      ”Saya terpana akan begitu banyak makhluk yang luar biasa yang telah lenyap ini, dan merasa sedih, sering kali marah, karena kepunahan mereka. Karena dalam kebanyakan kasus, Manusialah dengan ketamakan dan kekejamannya, kesembronoan atau ketidakacuhannya, yang secara langsung atau tidak langsung, telah menjadi penyebab kepunahan ini.”​—David Day, The Doomsday Book of Animals.

      ”Aktivitas manusia menyebabkan kepunahan spesies sebelum mereka dikenali.”​—Biological Conservation.

  • Kebun Binatang—Harapan Terakhir Margasatwa?
    Sedarlah!—1997 | 8 Juli
    • Kebun Binatang—Harapan Terakhir Margasatwa?

      BELUM lama ini, perubahan-perubahan yang drastis secara senyap melanda kebun-kebun binatang yang lebih maju di dunia. Sebagai tandanya, mereka telah memodifikasi etalase kebun binatang mereka sesuai dengan konsep ”lanskap alami” yang lebih manusiawi​—reproduksi dari lingkungan alami satwa, lengkap dengan tanaman, pahatan dari batu, tumbuhan rambat, kabut, suara, dan bahkan satwa dan burung lain yang sesuai. Meskipun mahal​—kira-kira 1,2 miliar dolar AS dibelanjakan untuk memperbaiki kebun binatang dan akuarium setiap tahunnya di Amerika Serikat saja​—perubahan-perubahan dianggap perlu mengingat peranan baru yang ambisius dari kebun binatang.

      Misi untuk Abad Berikutnya

      Sehubungan dengan kemiskinan biologis yang mengancam planet ini, kebun-kebun binatang ternama di dunia telah mencanangkan konservasi, pendidikan, dan penelitian ilmiah sebagai misi mereka untuk abad ke-21. Digugah oleh tantangan tersebut dan didorong oleh mendesaknya keadaan, beberapa kebun binatang bahkan sama sekali mencabut istilah kebun binatang, dan menggantinya dengan istilah seperti ”cagar alam margasatwa” atau ”taman konservasi”.

      Guna menerangi jalan ke arah tujuan yang baru ini, diterbitkanlah publikasi The World Zoo Conservation Strategy. Digambarkan oleh seorang penulis sebagai ”dokumen paling penting yang pernah dihasilkan oleh masyarakat kebun binatang”, Strategy pada intinya adalah piagam zoologi; Strategy ”mendefinisikan tanggung jawab dan kesempatan bagi kebun binatang dan akuarium di dunia untuk mengkonservasi beraneka-ragam margasatwa di seluruh dunia”. Untuk menghalau keraguan apa pun mengenai etos yang baru itu, Strategy menambahkan, ”Layak-tidaknya keberadaan sebuah kebun binatang atau akuarium sebenarnya bergantung pada sumbangannya untuk konservasi.”

      Pendidikan umum dan penelitian ilmiah, khususnya dalam mengembangbiakkan satwa yang dikandangkan, adalah vital bagi peranan baru ini. Dari antara kaum muda dewasa ini, akan ada yang menjadi pengurus kebun binatang di masa depan, yang akan memikul tanggung jawab melestarikan sisa-sisa yang masih selamat dari semakin banyak spesies yang telah punah di alam bebas. Apakah mereka akan mengemban amanat ini dengan bijaksana dan penuh pengabdian? Dan apakah umat manusia secara umum akan menerima pandangan yang lebih terinformasi terhadap alam? Untuk tujuan ini, Strategy menganjurkan setiap kebun binatang untuk menjadi pendidik, untuk menganggap dirinya sebagai bagian dari ”jaringan hati nurani sedunia”.

      Kebun-Kebun Binatang Bersatu dalam Jaringan Sedunia

      Karena luar biasa besarnya tugas mereka, banyak kebun binatang bersatu untuk membentuk sebuah jaringan sedunia, yang saat ini beranggotakan sekitar 1.000 kebun binatang. Badan-badan internasional, seperti Organisasi Kebun Binatang Dunia dan Ikatan Konservasi Alam dan Sumber Daya Alam Internasional, mempersatukan kebun-kebun binatang ini dan menyediakan koordinasi serta pengarahan.

      Mengindikasikan alasan yang mendesak untuk kerja sama semacam itu, buku Zoo​—The Modern Ark mengatakan, ”Jika perkawinan sedarah, yang bagaikan pemburu yang mengendap-endap, harus dikurangi, sebuah kebun binatang tidak lagi akan puas dengan memelihara sekelompok kecil, katakanlah, harimau Siberia. Sebaliknya, seluruh harimau Siberia yang dikandangkan di semua kebun binatang di sebuah benua​—atau bahkan di seluas dunia​—harus diperlakukan sebagai satu populasi tunggal.” Ya, ratusan dari masing-masing spesies dibutuhkan untuk mengurangi atau mengentaskan perkawinan sedarah​—yang dapat mengarah kepada kemandulan dan kepunahan​—dan jelaslah ini di luar kemampuan satu kebun binatang saja. Strategy mengatakan, ”Pengerahan besar-besaran dari semua sumber daya yang tersedia ini penting untuk memberikan biosfer Bumi kita . . . kesempatan terbaik untuk bertahan hidup. Ada banyak orang yang merasa yakin bahwa jika kita gagal dalam konservasi spesies lain, kita akan gagal menyelamatkan diri kita sendiri.” Tentu saja, sikap yang pesimistis ini tidak memperhitungkan janji Alkitab akan suatu bumi firdaus yang dipulihkan.​—Penyingkapan 11:18; 21:1-4.

      Perkakas untuk Membantu Keberhasilan Kebun Binatang

      Krisis kepunahan juga telah mendorong diciptakannya beberapa alat bantuan berteknologi tinggi yang dapat diakses secara internasional untuk mengembangbiakkan satwa yang dikandangkan: studbook (dokumen resmi mengenai keturunan asli satwa), International Zoo Yearbook (IZY), dan Sistem Informasi Spesies Internasional (International Species Information System, atau ISIS) yang menggunakan komputer.

      Setiap studbook zoologi memuat daftar perincian semua satwa penghuni kebun binatang dari satu spesies tertentu, di mana pun lokasi mereka di dunia. Sebagai dokumen internasional, ini merupakan kunci untuk melestarikan bank genetika yang sehat dan mengurangi ’pemburu gelap yang mengendap-endap’ itu, perkawinan sedarah. Kebun Binatang Berlin memprakarsai studbook kebun binatang sewaktu, pada tahun 1923, ia mulai mengawinkan wisent, atau bison Eropa, yang hampir punah akibat Perang Dunia I.

      Untuk mempermudah distribusi global dari data ilmiah seperti studbook, IZY, dan data demografi, ISIS mulai berfungsi pada tahun 1974 di Amerika Serikat. Jaringan elektroniknya yang terus berkembang dan basis datanya (data base) yang besar dan terus bertambah membantu kebun-kebun binatang bekerja sama guna mewujudkan konsep megazoo.

      Perkakas biologis yang diterima oleh kebun-kebun binatang meliputi sidik jari ADN, transplantasi embrio, pembuahan di luar tubuh, dan cryogenics (membekukan sperma dan embrio). Sidik jari ADN membantu kebun-kebun binatang mengidentifikasi asal usul keturunan dengan keakuratan hingga 100 persen, hal ini penting untuk mengendalikan perkawinan sedarah di antara spesies-spesies, misalnya yang hidup berkelompok, yang sulit untuk dimonitor yang mana induknya. Sementara itu, transplantasi embrio dan pembuahan di luar tubuh mempercepat reproduksi. Salah satu cara adalah dengan memperlebar dasar ”induk” dari spesies yang terancam. Embrio mereka dapat disisipkan ke dalam satwa yang berkerabat dekat​—bahkan satwa peliharaan​—yang kemudian berperan sebagai ibu pengganti. Hasil dari teknik ini adalah seekor sapi holstein yang melahirkan gaur (sapi liar) dan seekor kucing rumah yang melahirkan kucing gurun India yang sangat terancam punah. Ini juga mengurangi biaya, risiko, dan trauma sewaktu memindahkan keturunan satwa yang terancam punah. Yang diperlukan hanyalah satu paket embrio atau sperma beku.

      Mengingat kemungkinan lenyapnya beberapa spesies secara total, sejumlah kebun binatang bahkan telah melibatkan diri dalam ilmu cryogenics​—membekukan sperma dan embrio untuk penyimpanan jangka panjang. Kebun binatang beku ini menawarkan kesempatan bagi keturunan spesies tersebut untuk dilahirkan berpuluh-puluh tahun, bahkan berabad-abad, setelah kepunahan! Meskipun diliputi ketidakpastian, beberapa ahli menyebutnya ”metode terakhir yang terjamin”.

      Penelitian di Alam Bebas Membantu Kebun Binatang Menghasilkan Lebih Banyak Bayi

      Penelitian ilmiah atas margasatwa, termasuk perilaku mereka di habitat alami, sangat penting untuk mengembangbiakkan satwa yang dikandangkan, dan merupakan inspirasi untuk menampilkan kebun binatang ”alami”. Agar satwa-satwa tetap sehat dan berkembang biak, kebun binatang harus mempertimbangkan naluri mereka dan mengupayakan ”kebahagiaan” mereka.

      Misalnya, chetah jantan dan betina menghindari kontak visual di alam bebas dan hanya berkomunikasi melalui bau-bauan dari air seni dan kotoran mereka. Penciuman si jantan memberitahukan kapan si betina siap untuk kawin, dan kemudian ia tinggal dengan si betina selama satu atau dua hari saja. Sewaktu kebun binatang mengetahui perilaku ini, mereka memodifikasi kandang chetah agar si jantan dan betina terpisah secara visual kecuali pada musim kawin yang singkat, dan itu berhasil; mereka kawin dan melahirkan anak-anak chetah.

      Meskipun ’jauh di mata dekat di hati’ berlaku bagi chetah, tidak demikian halnya dengan flamingo. Mereka kawin hanya sewaktu berada dalam kawanan yang terlalu besar untuk ditangani kebanyakan kebun binatang. Maka sebuah kebun binatang di Inggris bereksperimen​—dengan ”melipatgandakan” jumlah kawanan dengan sebuah cermin yang besar. Untuk pertama kalinya, burung-burung itu benar-benar memulai ritual masa pacaran mereka yang dramatis! Tidakkah contoh-contoh ini memberikan kepada Anda gambaran akan kerumitan dari margasatwa di bumi? Kebun-kebun binatang benar-benar menghadapi tantangan yang luar biasa berat.

      Seberapa Realistiskah Tujuan untuk Menyelamatkan Margasatwa?

      Sebagai indikasi akan potensi program baru tersebut, beberapa spesies yang diperkembangbiakkan dalam kandang telah diperkenalkan kembali ke habitat alami mereka. Di antaranya adalah burung nasar Kalifornia, bison Eropa, bison Amerika, oriks Arab, monyet singa, dan kuda Przewalski. Meskipun demikian, awan gelap menggantung di atas prospek jangka panjangnya.

      ”Masyarakat manusia sangat kompleks, dan problem dunia sangat banyak,” kata Strategy, ”sehingga meskipun kesadaran dan keprihatinan terhadap alam dan lingkungan semakin bertumbuh, tidak mungkin untuk menghentikan banyak proses yang menghancurkan.” Akibatnya, ”para konservasionis harus bersiap-siap mencari cara untuk lolos dari masa kritis yang pasti ini”, lanjutnya. Tentu saja, ini membutuhkan kerja sama dari segenap lapisan masyarakat. Kerja sama yang ada sekarang, menurut seorang penulis sains, ”sangat tidak memadai”. Jika tekanan yang mempercepat kepunahan cuma mereda tetapi tidak membaik, bahkan upaya terbaik pun akan sia-sia saja. Habitat yang nyata dan lengkap​—bukan hanya kantong-kantong yang terisolasi, yang mengarah kepada perkawinan sedarah​—harus diciptakan. Hanya dalam keadaan itulah kebun binatang dapat dengan yakin melepaskan satwa-satwa yang dibiakkannya ke alam bebas. Tetapi apakah harapan semacam itu realistis, atau apakah itu angan-angan belaka?

      Lagi pula, sungguh sulit untuk percaya bahwa suatu megazoo global adalah jalan keluar dari permasalahan ini. ”Kenyataan pahitnya,” kata Profesor Edward Wilson, ”adalah bahwa semua kebun binatang di dunia dewasa ini hanya dapat menampung maksimum 2.000 spesies mamalia, burung, reptilia, dan amfibi”​—jumlah yang sangat kecil. Oleh karena itu, kebun-kebun binatang menghadapi tugas yang sangat tak diinginkan yaitu memutuskan spesies mana yang harus dipilih untuk konservasi sementara spesies-spesies lainnya bergabung dalam antrean margasatwa yang menuju kepunahan.

      Bagi para pakar konservasi, ini mengangkat permasalahan yang menyeramkan, Mengingat adanya saling ketergantungan antara semua makhluk hidup, kapan keanekaragaman hayati akan mencapai titik kritis yang memicu kepunahan besar-besaran yang akan menghancurkan banyak dari kehidupan yang tersisa di bumi, termasuk manusia? Para ilmuwan hanya dapat menduga-duga. ”Efek akibat lenyapnya satu atau dua atau lima puluh spesies tidak dapat diramalkan,” kata Linda Koebner dalam Zoo Book. ”Kepunahan demi kepunahan mengakibatkan perubahan bahkan sebelum kita memahami konsekuensinya.” Sementara itu, kata buku Zoo​—The Modern Ark, ”kebun-kebun binatang tetap berada di antara pos-pos terdepan yang sangat penting dalam perang gencar yang mencakup seluruh planet, suatu perang yang akibatnya tidak dapat diramalkan tetapi yang atasnya kita sepenuhnya bertanggung jawab kepada generasi masa depan.”

      Jadi apakah ada dasar untuk berharap? Atau apakah generasi masa depan berakhir dengan suatu dunia yang monoton secara biologi, dengan kepunahan yang tak terduga menanti mereka?

      [Gambar di hlm. 7]

      Manusia adalah musuh terbesar mereka

      [Keterangan]

      Harimau dan Gajah: Zoological Parks Board of NSW

      [Gambar di hlm. 8]

      Beberapa satwa yang terancam punah​—bison, chetah, dan badak hitam

      [Keterangan]

      Bison dan Chetah: Zoological Parks Board of NSW

      Badak: National Parks Board of South Africa

  • Manakala Seluruh Bumi Menjadi Cagar Alam
    Sedarlah!—1997 | 8 Juli
    • Manakala Seluruh Bumi Menjadi Cagar Alam

      INGINKAH Anda melihat makhluk paling berbahaya di dunia? Lihatlah ke sebuah cermin! Ya, kita, umat manusia, adalah pemangsa terburuk di bumi! Kita bahkan membunuh satu sama lain dalam skala besar.

      Agar bumi aman bagi margasatwa, bahkan di dalam kebun-kebun binatang​—khususnya jika ini menjadi tempat perlindungan yang terakhir​—perang, yang merupakan tulah umat manusia, harus disingkirkan. Hanya 91 dari 12.000 ekor satwa penghuni Kebun Binatang Berlin yang terselamatkan dari Perang Dunia II. Banyak kebun binatang lain mengalami hal serupa. Dalam perang Balkan belum lama ini, staf kebun binatang dengan berani mengungsikan banyak satwa ke tempat yang aman; tetapi ratusan lainnya, termasuk rusa, bangsa kucing liar, beruang, dan serigala, terbunuh. Baru-baru ini, di rimba raya Kamboja, menurut para pejabat yang dikutip dalam surat kabar The Australian, Tentara Khmer Merah sengaja membantai banyak satwa langka. Mengapa? Untuk menukarkan kulit dan produk-produk lain binatang tersebut dengan senjata!

      Vandalisme ekologi, seperti yang dilakukan di Kepulauan Peron yang terpencil, di sebelah barat daya Darwin, Australia, adalah kejahatan lain yang harus diberantas demi kelangsungan hidup margasatwa​—di dalam atau di luar kebun binatang. Dua kali dalam tiga tahun, tempat perkembangbiakan burung pelikan di kepulauan ini telah dibakar, tanpa alasan lain kecuali untuk membunuh, dengan cara yang paling kejam, ribuan burung muda yang belum dapat terbang.

      Akan tetapi, dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, penyebab lenyapnya bagian terbesar dari spesies bukanlah karena niat jahat; melainkan efek sampingan dari bertambahnya populasi manusia yang sangat membutuhkan tempat untuk tinggal dan tanah untuk digarap. Karena pelanggaran habis-habisan terhadap habitat binatang berikut polusi yang menyertainya, The World Zoo Conservation Strategy memperingatkan, ”Prospek bagi seluruh sistem alami di bumi pada abad ke-21 adalah suram. Tidak ada sedikit pun indikasi bahwa penghancuran yang terjadi di hampir semua bagian bumi akan segera berhenti.”

      Meninjau keprihatinan yang bertambah mengenai masa depan bumi, saat manakala seluruh planet akan menjadi cagar alam mungkin kedengarannya terlalu fantastis. Namun, harapan itu didasarkan dengan kokoh, bukan pada manusia yang berpandangan sempit​—yang, setidaknya 50 tahun yang lalu, menurut seorang penulis sains, tidak menyadari kehancuran ekologi dewasa ini​—tetapi pada pribadi yang sanggup melihat jauh ke depan, Allah Yehuwa. Lebih dari sembilan belas abad yang lalu, ia menubuatkan bahwa umat manusia, pada masa kita, akan terperangkap dalam tindakan yang ”membinasakan bumi”. (Penyingkapan 11:18) Diucapkan sewaktu jumlah manusia di bumi masih sedikit, nubuat itu mungkin tampak bagaikan fantasi bagi banyak orang yang hidup pada saat itu, tetapi betapa akuratnya nubuat itu terbukti sekarang!

      Yang menjadi paradoks, pembinasaan ini terjadi pada saat sains dan teknologi tampaknya sanggup menghasilkan mukjizat: transmiter mikro dan satelit memonitor spesies yang terancam, penghancuran hutan tropis diukur setiap meter per seginya dari ruang angkasa, dan polusi air diukur dalam sepersejuta bagiannya. Namun, hampir tanpa kecuali, manusia tampaknya tidak sanggup bertindak sesuai dengan data yang menggunung ini. Barangkali manusia mirip dengan masinis sebuah kereta api yang melaju tak terkendali. Ia memiliki papan kontrol yang dipenuhi instrumen elektronik yang canggih dan monitor yang memberi tahunya semua yang sedang terjadi, tetapi ia tidak sanggup menghentikan kereta tersebut!

      Apa Penyebab Kegagalan Berbagai Upaya?

      Bayangkan bahwa dalam sebuah pabrik yang besar, seorang manajer yang angkuh dan tidak berprinsip mendengar kata-kata sang pemilik pabrik bahwa jabatannya tidak akan dinaikkan tetapi, sebaliknya, bahkan ia akan dipecat dalam beberapa bulan. Merasa sakit hati dan dengki, ia menggunakan dusta, uang suap, dan segala jenis tipu daya yang terselubung untuk mengumpulkan sejumlah pekerja guna menciptakan kekacauan. Mereka mengakibatkan kerusakan pada mesin-mesin, memperlambat produksi, dan menghasilkan produk-produk yang gagal​—namun dengan cara yang sedemikian licik sampai-sampai terhindar dari tuduhan. Sementara itu, para pekerja yang jujur, karena tidak menyadari apa yang sebenarnya terjadi, mencoba mengadakan perbaikan; tetapi semakin keras upaya mereka, semakin buruk keadaannya.

      Dengan cara yang serupa, ”manajer” dunia ini yang tidak jujur telah membuat rencana yang licik terhadap umat manusia dan bumi. Tetapi dalam hal ini kita tidak perlu ”kurang pengetahuan akan rencana-rencananya”, karena Alkitab menyingkirkan kedoknya dan menyingkapkan sebuah makhluk roh yang sakit hati​—Setan si Iblis​—seorang malaikat yang menjadi megalomaniak dan sangat ingin mendapat penyembahan. (2 Korintus 2:11; 4:4) Allah membuang dia dari keluarga surgawi-Nya dan memvonisnya untuk dibinasakan.​—Kejadian 3:15; Roma 16:20.

      Seperti sang manajer pabrik yang tidak jujur, ”bapak dari dusta” ini juga menggunakan segudang metode terselubung untuk melampiaskan kemarahannya. Ia membenci Allah Yehuwa dan ingin menghancurkan ciptaan-Nya. (Yohanes 8:44) Perkakas Setan yang paling efektif adalah propaganda yang tidak benar, ketamakan, materialisme, dan ajaran agama yang mencelakakan. Melalui metode-metode ini, ia telah ”menyesatkan seluruh bumi yang berpenduduk” dan mengubah manusia​—yang seharusnya menjaga bumi​—menjadi pemangsanya yang paling kejam, yang menonjol dari antaranya adalah murid-murid dari Nimrod purba, ”seorang pemburu yang gagah perkasa di hadapan [”yang menentang”, NW] TUHAN”.​—Penyingkapan 12:9, 12; Kejadian 1:28; 10:9.

      Satu-satunya Harapan yang Realistis untuk Cagar Alam Sedunia

      Akan tetapi, kemenangan atas kekuatan manusia dan kekuatan adimanusiawi yang mengakibatkan kepunahan bukanlah sesuatu yang mustahil. Pencipta yang Mahakuasa dari semua makhluk hidup dapat mengangkat kita dari pusaran yang mengerikan ini, dan Ia telah menjanjikan terlaksananya hal ini melalui pemerintahan surgawi-Nya. Ia berjanji untuk membinasakan para pemangsa itu yang sedang membinasakan bumi. Kita mendoakan hal ini sewaktu kita berkata, ”Datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.”​—Matius 6:9, 10, TB; Penyingkapan 11:18.

      Apakah Anda memperhatikan bahwa kedatangan Kerajaan itu dikaitkan dengan terlaksananya kehendak Allah di atas bumi? Ini dikarenakan Kerajaan Allah adalah pemerintahan Allah atas bumi. Dan sebagai kerajaan, ia memiliki seorang raja​—Yesus Kristus, ”Raja atas raja-raja dan Tuan atas tuan-tuan”. (Penyingkapan 19:16) Kerajaan itu juga memiliki rakyat. Sesungguhnya, Yesus mengatakan, ”Berbahagialah orang-orang yang berwatak lemah lembut, karena mereka akan mewarisi bumi.” (Matius 5:5) Ya, orang-orang yang berwatak lemah lembut ini adalah rakyatnya di bumi, dan dengan bantuan Kerajaan Allah, mereka akan dengan penuh kasih merawat warisan mereka, mengubahnya menjadi firdaus yang berkembang dengan pesat dan dipenuhi dengan kehidupan. Menarik, Strategy menyatakan, ”Masa depan manusia dan alam hanya dapat terjamin jika seluruh umat manusia dapat hidup dengan keharmonisan yang baru dengan alam.”

      Sejarah dan kodrat manusia yang tidak sempurna menunjukkan ketidakmungkinan bahwa ”seluruh umat manusia” dewasa ini akan pernah hidup dalam ”keharmonisan yang baru” semacam itu dengan alam, karena mereka mengabaikan Yehuwa. Sesungguhnya, satu alasan mengapa Allah telah membiarkan dunia ini sedemikian lamanya adalah untuk membuktikan kesia-siaan dari pemerintahan manusia atas dirinya sendiri. Tetapi tak lama lagi, orang-orang yang sangat merindukan pemerintahan Kristus akan menikmati perdamaian yang sempurna. Yesaya 11:9 meneguhkan hal ini, dan ayat ini juga menunjukkan alasan mengapa orang-orang ini saja yang dapat hidup dalam ”keharmonisan yang baru” dengan alam, ”Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti air laut yang menutupi dasarnya.” Ya, pendidikan ilahi adalah kuncinya. Dan bukankah hal itu masuk akal, karena siapa selain Pengarang dari alam yang memiliki hikmat semacam itu?

      Bagaimana dengan orang-orang yang berkanjang untuk mengabaikan Yehuwa? ”Tetapi orang fasik akan dipunahkan dari tanah itu,” kata Amsal 2:22. Ya, sikap agresif atau apatis mereka akan menelan kehidupan mereka dalam ”kesengsaraan besar” yang segera mendekat​—sarana yang Allah gunakan untuk menjalankan keadilan atas semua yang berkanjang dalam memanfaatkan dan merusak ciptaan-Nya dengan mementingkan diri sendiri.​—Penyingkapan 7:14; 11:18.

      Inginkah Anda ambil bagian dalam program rehabilitasi bumi? Kalau begitu, cari tahulah apa yang Allah tuntut dari Anda dengan mempelajari Alkitab. Hanya Alkitablah yang memiliki kuasa untuk menyelaraskan pikiran Anda dengan pikiran Pencipta. (2 Timotius 3:16; Ibrani 4:12) Selanjutnya, dengan menerapkan apa yang Anda ketahui, Anda tidak hanya akan menjadi warga yang baik pada saat ini tetapi Anda juga akan membuktikan bahwa Anda benar-benar jenis orang yang kepadanya akan Yehuwa percayakan ”bumi baru” yang segera mendekat.​—2 Petrus 3:13.

      Penerbit dari majalah ini atau sidang terdekat dari Saksi-Saksi Yehuwa akan dengan senang membantu Anda melalui pengajaran Alkitab di rumah dengan cuma-cuma atau lektur lain yang menjelaskan perkara-perkara ini jika Anda ingin.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan