PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w87_s-42 hlm. 3-6
  • Agama Sejati Menyingkirkan Rasa Takut​—Bagaimana?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Agama Sejati Menyingkirkan Rasa Takut​—Bagaimana?
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1987 (s-42)
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Akar dan Cabang-Cabang dari Takhyul
  • Takut kepada Orang Mati—Apa Dasarnya?
  • Jiwa Menurut Alkitab
  • Rasa Takut yang Didasarkan pada Penipuan
  • ”Tunduklah kepada Allah”—Apakah Saudara Melakukannya?
  • Agama dan Takhayul​—Kawan atau Lawan?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1987 (s-42)
  • Apakah Takhayul Selaras dengan Ajaran Alkitab?
    Sedarlah!—2008
  • Takhayul​—Mengapa Masih Terus Ada?
    Sedarlah!—1999
  • Apakah Takhayul Mengendalikan Kehidupan Saudara?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2002
Lihat Lebih Banyak
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1987 (s-42)
w87_s-42 hlm. 3-6

Agama Sejati Menyingkirkan Rasa Takut​—Bagaimana?

PENGARANG-PENGARANG Inggris Edwin dan Mona Radford merasa bingung. Setelah mengumpulkan lebih dari dua ribu kepercayaan takhyul, mereka mendapati bahwa perasaan takut yang sama kepada takhyul terdapat di Skotlandia, India, dan Uganda, maupun juga di Amerika Tengah. Mereka bertanya-tanya dalam hati, ’Apa yang dapat menjadi penyebab dari ini?’ Penulis Robertson Davies dengan tepat menyatakan, ”Kepercayaan takhyul nampaknya ada hubungannya dengan sekumpulan kepercayaan yang jauh mendahului agama-agama yang kita ketahui.” Maka, ”sekumpulan kepercayaan” pra-Kristen apa yang menjadi akar dari takhyul?

Akar dan Cabang-Cabang dari Takhyul

Alkitab menunjuk kepada negeri Sinear (daerah antara Sungai Tigris dan Sungai Efrat, yang belakangan disebut Babel) sebagai tempat kelahiran dari konsep-konsep agama palsu, termasuk takhyul. Di sana, ”seorang pemburu yang gagah perkasa” bernama Nimrod mulai membangun Menara Babel yang keji. Menara ini akan digunakan untuk ibadat palsu. Tetapi, Allah Yehuwa menggagalkan rencana para pembangun dengan mengacaukan bahasa mereka. Lambat-laun, pekerjaan pembangunan itu terhenti, dan mereka dicerai-beraikan. (Kejadian 10:8-10; 11:2-9) Tidak soal di mana mereka menetap, mereka membawa serta kepercayaan, gagasan, dan dongeng-dongeng yang sama. Namun, Babel tetap menjadi pusat dari agama palsu, yang lambat-laun juga meluaskan peranannya sebagai ibu dan pengasuh dari ilmu gaib, ilmu sihir, dan kepercayaan-kepercayaan takhyul, seperti misalnya astrologi. (Bandingkan Yesaya 47:12, 13; Daniel 2:27; 4:7.) Jadi, buku Great Cities of the Ancient World (Kota-Kota Besar dari Dunia Purba) menyatakan, ”Astrologi didasarkan pada dua gagasan dari Babel: zodiak, dan benda-benda di langit yang bersifat tenung. . . . Orang-orang Babel percaya bahwa planet-planet itu memberikan pengaruh yang diharapkan seseorang dari dewa-dewa mereka masing-masing.”

Bagaimana peristiwa-peristiwa pada jaman purba ini mempengaruhi kita? Buku Wahyu dalam Alkitab menunjukkan bahwa satu sistem agama palsu seluas dunia telah berkembang dari gagasan-gagasan Babel purba. Ini masih tetap ada sampai jaman kita dan disebut ”Babel besar”. (Wahyu 17:5) Memang, berlalunya waktu dan perkembangan setempat telah mempengaruhi gagasan-gagasan Babel yang semula itu. Perbedaan yang besar dalam agama yang kelihatan pada jaman sekarang merupakan hasilnya. Tetapi sama seperti berbagai jenis pohon sering tumbuh di tanah yang sama, demikian pula banyak jenis agama dan takhyul di seluruh dunia mempunyai akar dari tanah yang sama—Babel. Sebagai contoh, mari kita melihat bagaimana salah satu kepercayaan takhyul dari Babel telah menyusup ke dalam hampir semua agama di dunia dewasa ini.

Takut kepada Orang Mati—Apa Dasarnya?

Orang-orang Babel percaya bahwa suatu bagian dari manusia yang bersifat roh tetap hidup setelah tubuh jasmani mati dan dapat kembali untuk memberikan pengaruh yang baik atau yang buruk atas orang hidup. Jadi mereka mencetuskan upacara-upacara agama yang dirancang untuk menyenangkan orang mati dan menghindari pembalasan dendam mereka. Kepercayaan ini masih tetap ada di banyak negeri dewasa ini. Di Afrika, misalnya, hal itu ”memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari dari hampir setiap . . . masyarakat”.—African Religions—Symbol, Ritual, and Community (Agama-Agama di Afrika—Lambang, Upacara, dan Masyarakat).

Bahkan orang yang mengaku Kristen di negeri-negeri sedemikian dipengaruhi. Misalnya, Henriette, seorang wanita berumur 63 tahun keturunan Afrika, mengakui, ”Meskipun saya anggota yang aktif dari gereja Protestan setempat, saya takut kepada ’roh-roh’ orang mati. Kami tinggal dekat sebuah kuburan, dan tiap kali suatu arak-arakan pemakaman mendekati rumah kami, saya membangunkan anak saya dan memeluknya erat-erat sampai arak-arakan itu lewat. Jika tidak, ’roh’ orang mati itu akan memasuki rumah saya dan merasuki anak yang sedang tidur.”

Kepercayaan takhyul sedemikian tetap ada karena ajaran tentang jiwa yang tidak berkematian umum dalam Susunan Kristen. Sejarah menunjukkan bahwa filsuf-filsuf Yunani—terutama Plato—lebih merinci gagasan peri tidak berkematian dari Babel. Di bawah pengaruh mereka, tulis John Dunnett, seorang dosen senior Inggris dalam teologia, ”konsep bahwa jiwa tidak berkematian akhirnya secara luas merembes ke dalam Gereja Kristen”. Ajaran Babel ini telah membuat jutaan orang menjadi budak dari rasa takut kepada takhyul.

Tetapi, agama yang sejati akan menyingkirkan rasa takut sedemikian. Mengapa? Karena agama sejati tidak didasarkan kepada kepercayaan yang berakar di Babel melainkan pada ajaran-ajaran yang terdapat dalam Alkitab.

Jiwa Menurut Alkitab

Buku pertama dari Alkitab memberitahu kita bahwa manusia menjadi suatu jiwa, seseorang yang hidup. (Kejadian 2:7, Klinkert) Jadi pada waktu seseorang mati, jiwa mati. Nabi Yehezkiel menegaskan, ”Jiwa yang berdosa itu juga akan mati.” (Yehezkiel 18:4, Klinkert; Roma 3:23) Jiwa berkematian dan tidak hidup terus setelah mati. Sebaliknya, seperti dikatakan Mazmur 146:4, ”Apabila nyawanya melayang [”rohnya keluar”, NW], ia kembali ke tanah; pada hari itu juga lenyaplah maksud-maksudnya.” Jadi, dosen John Dunnett menyimpulkan bahwa jiwa yang tidak berkematian ”tetap merupakan kepercayaan yang tidak berdasarkan Alkitab”.

Jika tidak ada jiwa yang tidak berkematian, tidak mungkin ada ”roh-roh” orang mati yang akan menakuti orang-orang di bumi. Dasar untuk perasaan takut yang bersifat takhyul kepada orang mati dengan demikian hancur.

Rasa Takut yang Didasarkan pada Penipuan

Ketakutan kepada orang mati yang disebabkan oleh takhyul sukar hilang. Mengapa? Karena hal-hal yang mengerikan benar-benar terjadi—seperti pada malam ketika seorang wanita setengah baya di Suriname mendengar seseorang memanggil namanya. Ia mengabaikan itu, tetapi ”tangan-tangan” yang tidak kelihatan kemudian mulai menjamahnya, dan ketika ia menolak, ia hampir dicekik oleh suatu kekuatan yang tidak kelihatan. Mungkin saudara heran, ’Jika ”roh-roh” orang mati tidak hidup, maka siapakah yang bertanggung jawab?’ Sekali lagi, pengetahuan Alkitab menyingkirkan rasa takut karena takhyul.

Alkitab menjelaskan bahwa tenaga-tenaga tertentu yang jahat dan bersifat roh, yang disebut hantu-hantu, memang ada. Tetapi, hantu-hantu itu bukan jiwa-jiwa yang telah meninggalkan tubuh. Mereka adalah malaikat-malaikat Allah yang memberontak dan berpihak kepada Setan, ”yang menyesatkan seluruh dunia”. (Wahyu 12:9; Yakobus 2:19; Efesus 6:12; 2 Petrus 2:4) Alkitab menunjukkan bahwa hantu-hantu itu senang menyesatkan, menakut-nakuti, dan mengganggu manusia. Kisah di Lukas 9:37-43 menuturkan bahwa suatu hantu menyerang seorang anak laki-laki, ”menggoncang-goncangkannya sehingga mulutnya berbusa” dan terus menyiksanya. Bahkan ketika anak itu dibawa kepada Yesus, ”setan itu membantingkannya ke tanah dan menggoncang-goncangnya. Tetapi”, kisah itu melanjutkan, ”Yesus menegor roh jahat itu dengan keras dan menyembuhkan anak itu, lalu mengembalikannya kepada ayahnya”.

Menarik bahwa Cyclopedia of Biblical, Theological, and Ecclesiastical Literature (Ensiklopedia tentang Lektur-Lektur Alkitab, Teologia, dan Kerohanian) mendefinisikan takhyul sebagai ”ibadat kepada ilah-ilah palsu”. Jadi, jika saudara melakukan tindakan-tindakan yang bersifat takhyul, saudara, mungkin tanpa sadar, sedang menenangkan ”ilah-ilah palsu”, atau hantu-hantu! Ibadat palsu sedemikian merupakan kejahatan yang serius terhadap Allah Yehuwa.—Bandingkan 1 Korintus 10:20 dan Ulangan 18:10-12.a

”Tunduklah kepada Allah”—Apakah Saudara Melakukannya?

Apakah saudara mempunyai keberanian untuk berpaling dari hantu-hantu itu dengan menolak kepercayaan takhyul? Memang, hantu-hantu berkuasa. Tetapi setelah memperlihatkan bahwa kita harus memilih antara melayani Allah Yehuwa atau hantu-hantu rasul Paulus bertanya, ”Apakah kita lebih kuat dari pada [Yehuwa]?” (1 Korintus 10:21, 22) Tentu tidak—tetapi ingat, Setan maupun hantu-hantunya juga tidak lebih kuat dari Yehuwa! Sebaliknya, hantu-hantu itu ”gemetar” karena takut kepada Yehuwa. (Yakobus 2:19) Namun Allah yang Mahakuasa menawarkan perlindungan kepada saudara jika saudara memintanya. Penulis Alkitab Yakobus selanjutnya mengatakan, ”Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!” (Yakobus 4:7) Perasaan takut saudara kepada takhyul juga akan lenyap.

Ribuan orang di seluruh dunia yang pernah hidup dalam ketakutan dan perbudakan kepada kebiasaan-kebiasaan yang bersifat takhyul sekarang dapat membuktikan hal itu. Si Iblis lari dari mereka! Cara bagaimana? Ingat, musuh dari perasaan takut kepada takhyul ialah pengetahuan. Profesor Rudolph Brasch, seorang ahli dalam asal-usul takhyul mengatakan, ”Ini adalah soal pendidikan—bahwa makin berpendidikan seseorang, makin kurang kepercayaan mereka kepada takhyul.”

Jadi, ketika Henriette, yang disebutkan sebelumnya, menerima undangan dari Saksi-Saksi Yehuwa untuk memulai pelajaran Alkitab dengan cuma-cuma, ia segera menyadari penipuan yang dilakukan oleh hantu-hantu. Tangan-tangan takhyul kehilangan daya cengkeraman mereka atasnya. Ia, dan ribuan orang lain seperti dia, telah mengalami betapa benarnya kata-kata di Ibrani 2:15. Di sana, rasul mengatakan bahwa Yesus akan ”membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut”. Sama seperti matahari pagi menguapkan embun dari hutan-hutan tropika, terang kebenaran Alkitab menyingkirkan semua perasaan takut kepada takhyul.

Dewasa ini, banyak sekali bekas ’hamba-hamba yang takut’ telah menyingkirkan jimat-jimat dari leher mereka dan benang-benang perlindungan dari anak-anak mereka. Sekarang mereka merasa seperti Isaac seorang bekas dukun berumur 68 tahun di Afrika Selatan. Setelah belajar Alkitab dengan Saksi-Saksi Yehuwa, ia mengatakan, ”Saya merasa sangat bahagia dan bebas karena saya tidak lagi dibebani oleh rasa takut kepada roh-roh.” Ternyata, betapa benar kata-kata Yesus, ”Kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu”!—Yohanes 8:32.

Ya, agama yang sejati benar-benar menyingkirkan perasaan takut!

[Catatan Kaki]

a Beberapa terjemahan Alkitab (misalnya, King James Version, Douay, The Comprehensive Bible) menggunakan kata ”takhyul” di Kisah 25:19 untuk menerjemahkan kata Yunani dei·si·dai·mo·niʹas, yang berarti ”perasaan takut kepada hantu-hantu”. Lihat juga catatan kaki dalam Alkitab Referensi New World Translation.

[Gambar di hlm. 4]

Kepercayaan kepada takhyul menyebar ke seluruh dunia dari sumbernya di Babel

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan