PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g94 8/10 hlm. 16-19
  • Bergerak ke Barat Menuju Eropa

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Bergerak ke Barat Menuju Eropa
  • Sedarlah!—1994
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Hingga ke Pelosok-Pelosok Terpencil Eropa
  • Para Misionaris dalam Rumah yang Terpecah-belah
  • Kegiatan Misionaris yang Diintensifkan
  • Tuaian Susunan Kristen di Afrika
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1992
  • Terang Rohani bagi ”Benua Gelap”?
    Sedarlah!—1994
  • Para Misionaris Susunan Kristen Kembali ke Tempat Segalanya Bermula
    Sedarlah!—1994
  • Menjadikan Murid-Murid yang Sejati Dewasa Ini
    Sedarlah!—1994
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1994
g94 8/10 hlm. 16-19

Misionaris Agen Terang atau Agen Kegelapan?​—Bagian 2

Bergerak ke Barat Menuju Eropa

JIKA penugasan misionaris Yesus benar-benar dilaksanakan, maka orang-orang di seluruh dunia akan dijangkau dengan berita tentang kekristenan. (Matius 28:19; Kisah 1:8) Fakta ini benar-benar ditandaskan pada perjalanan kedua dari tiga perjalanan misionaris rasul Paulus ketika ia mendapat suatu penglihatan yang melaluinya ia mendengar suatu permohonan, ”Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami!”​—Kisah 16:9, 10.

Paulus menerima undangan itu, dan sekitar tahun 50 M, ia menyeberang untuk mengabar ke Eropa, di kota Filipi. Lidia dan seluruh keluarganya menjadi orang-orang percaya, dan sebuah sidang didirikan. Itu hanyalah tahap awal dari gerak maju kekristenan yang berkemenangan di seluruh Eropa. Kemudian, Paulus sendiri mengabar di Italia, kemungkinan bahkan di Spanyol.​—Kisah 16:9-15; Roma 15:23, 24.

Namun, Paulus bukanlah satu-satunya misionaris kekristenan. Penulis bernama J. Herbert Kane mencatat, ”Pasti ada banyak yang lain, yang nama-namanya tidak tercatat dalam sejarah. . . . Kisah Para Rasul tidak mengisahkan seluruhnya.”​—A Global View of Christian Missions From Pentecost to the Present.

Akan tetapi, kita tidak tahu sampai sejauh mana para pengikut Yesus yang lain melayani sebagai misionaris di negeri-negeri asing. Kepercayaan tradisional yang mengatakan bahwa Tomas pergi ke India dan Markus sang penginjil pergi ke Mesir tidak dapat dipastikan. Apa yang kita ketahui secara pasti adalah bahwa semua murid Kristus yang sejati memiliki semangat misionaris dan bahwa mereka semua setidaknya memang melakukan pekerjaan misionaris di tanah air mereka. Sebagaimana dicatat Kane, ”Peristiwa [Pentakosta] yang bersejarah ini menandai permulaan gereja Kristen dan pelantikan gerakan misionaris, sebab pada saat itu gereja dicirikan dengan pekerjaan misi.”

Hingga ke Pelosok-Pelosok Terpencil Eropa

Orang-orang Yahudi percaya akan ibadat kepada satu-satunya Allah yang benar. Mereka menaruh harapan mereka pada sang Mesias yang dijanjikan. Mereka menerima Kitab-Kitab Ibrani sebagai Firman kebenaran Allah. Karena itu, para penduduk negeri-negeri tempat orang-orang Yahudi tersebar di sana tampaknya tidak asing dengan kepercayaan ini. Mengingat ini merupakan segi-segi yang sama dari ibadat orang-orang Kristen dan ibadat Yahudi, berita tentang kekristenan, sewaktu muncul, bukan merupakan hal yang sama sekali baru. Menurut Kane, ”faktor-faktor ini merupakan bantuan yang sangat besar bagi para misionaris Kristen seraya mereka mengadakan perjalanan ke seluruh dunia Roma mengabarkan injil dan mendirikan gereja-gereja”.

Maka, menyebarnya orang-orang Yahudi sekaligus menyiapkan jalan bagi kekristenan. Penyebaran kekristenan yang pesat terjadi karena orang-orang Kristen memiliki semangat misionaris. ”Injil diberitakan oleh orang-orang awam,” kata Kane kemudian melanjutkan, ”Ke mana pun mereka pergi, mereka dengan senang membagikan kepercayaan mereka yang baru kepada teman-teman, tetangga, dan orang-orang tak dikenal.” Sejarawan bernama Will Durant menjelaskan, ”Hampir setiap penganut baru, dengan semangat revolusioner, merasa dirinya bertanggung jawab untuk menyebarkan agama Kristen.”

Menjelang tahun 300 M, suatu bentuk kekristenan yang korup menyebar ke seluruh Kekaisaran Romawi. Keburukan demikian, suatu penyimpangan dari ibadat yang murni, telah dinubuatkan. (2 Tesalonika 2:3-10) Kemurtadan benar-benar terjadi. Durant menjelaskan, ”Kekristenan tidak memusnahkan kekafiran; malahan menerimanya.”

Seraya orang-orang yang mengaku Kristen menyimpang semakin jauh dari kekristenan yang sejati, kebanyakan dari antara mereka kehilangan semangat misionaris. Akan tetapi, salah seorang yang pernah memiliki semangat misionaris adalah seorang anak dari orang-tua yang beragama Katolik di Inggris mendekati akhir abad keempat. Namanya Patrick, ia dikenal karena telah membawa kabar mengenai Kristus ke ujung sebelah barat Eropa​—ke Irlandia​—yang menurut legenda ia menobatkan ribuan orang dan mendirikan ratusan gereja.

Irlandia segera mengambil pimpinan dalam pekerjaan misionaris. Menurut Kane, ”para misionaris Irlandia tenggelam dalam semangat yang berapi-api melawan kekafiran”. Salah seorang dari para misionaris ini bernama Columba, yang rupanya memainkan peranan utama dalam menobatkan Skotlandia. Kira-kira tahun 563 M, ia dan 12 rekannya mendirikan sebuah biara di Iona, sebuah pulau di pantai sebelah barat Skotlandia, yang menjadi pusat kegiatan misionaris. Tak lama setelah itu, Columba meninggal sebelum tahun 600 M, namun selama 200 tahun berikutnya, para misionaris terus diutus dari Iona ke seluruh bagian Kepulauan Inggris dan Eropa.

Setelah kekristenan umum menyebar ke Inggris, beberapa penganut berkebangsaan Inggris meniru semangat misionaris dari orang-orang Irlandia dan menjadi misionaris. Misalnya, pada tahun 692 M, Willibrord dari Northumbria, sebuah kerajaan Anglo-Saxon kuno di sebelah utara Inggris, dan 11 rekannya menjadi misionaris berkebangsaan Inggris pertama di kawasan Benelux​—Belgia, Negeri Belanda, dan Luksemburg.

Pada awal abad kedelapan, seorang biarawan Inggris dari ordo Benediktus, bernama Bonifatius mengalihkan perhatiannya ke Jerman. Kane mengatakan ”karier misionaris [Bonifatius] yang brilian selama empat puluh tahun membuatnya layak menyandang gelar sang Rasul bagi Jerman” dan membuatnya menjadi ”misionaris terbesar pada Zaman Kegelapan”. Sewaktu Bonifatius berusia lebih dari 70 tahun, ia dan kira-kira 50 rekannya dibunuh oleh orang-orang Frieslandia yang tidak percaya.

The Encyclopedia of Religion menerangkan metode yang digunakan Bonifatius dengan berhasil untuk menobatkan orang-orang menjadi Katolik, ”Di Geismar [dekat Göttingen, Jerman] ia berani menebang pohon ek milik Thor yang dianggap keramat. . . . [Ketika ia] tidak mendapat balas dendam dari allah penduduk Jerman, jelaslah bahwa Allah yang ia beritakan adalah satu-satunya Allah yang sejati yang patut disembah dan dipuja.”

Rupanya beberapa misionaris menggunakan metode-metode lain, dengan menghalalkan segala cara. Kane mengakui bahwa penobatan dari orang-orang Saxon Jerman ”dilakukan dengan penaklukan secara militer sebaliknya daripada bujukan moral atau religius”. Ia menambahkan, ”Persekongkolan yang najis antara gereja dan negara . . . mendesak gereja untuk menggunakan sarana jasmaniah untuk mencapai tujuan rohani. Tidak ada kebijakan yang begitu mendatangkan bencana dibandingkan pekerjaan dari misi Kristen, terutama di kalangan orang-orang Saxon . . . Kekejaman telah dilakukan.” Dan kita diberi tahu bahwa sewaktu para misionaris menuju Skandinavia, ”dalam banyak hal segalanya berlangsung damai; hanya di Norwegia kekerasan digunakan”.

Penggunaan kekerasan? Melakukan kekejaman? Penggunaan sarana jasmaniah untuk mencapai tujuan rohani? Inikah yang seharusnya kita harapkan dari para misionaris yang melayani sebagai agen-agen terang?

Para Misionaris dalam Rumah yang Terpecah-belah

Kampanye misionaris yang terpisah dilakukan oleh dua cabang kekristenan yang umum yang ada di Roma dan Konstantinopel. Upaya-upaya mereka untuk ”mengkristenkan” Bulgaria mengarah kepada kekacauan, ciri yang khas dari rumah yang terpecah-belah secara agama. Penguasa Bulgaria bernama Boris I, menjadi penganut Ortodoks Yunani. Akan tetapi, karena mengetahui bahwa Konstantinopel sama sekali membatasi kemandirian gereja Bulgaria, ia berpaling ke Barat (Roma), mengizinkan para misionaris Jerman, mewakili Roma, untuk membawa versi kekristenan mereka. Pada tahun 870 M, gereja Barat ternyata bahkan lebih bersifat membatasi dibandingkan gereja Timur, maka orang-orang Jerman diusir, dan Bulgaria kembali ke tangan Ortodoks Timur, yang sejak itu, pengaruh agama terus ada di sana.

Kira-kira pada waktu yang bersamaan, para misionaris Barat memperkenalkan ”kekristenan” ke Hongaria. Sementara itu, kedua belah pihak ”kekristenan” mendapat dukungan di Polandia. Menurut The Encyclopedia of Religion, ”gereja Polandia umumnya di bawah kekuasaan Barat, sedangkan pada waktu bersamaan ditandai dengan pengaruh Timur yang berarti”. Lithuania, Latvia, dan Estonia juga ”terjebak di antara persaingan kekuatan Barat dan Timur, beserta segala konsekuensi gerejawi”. Dan Finlandia, setelah menerima ”kekristenan” pada akhir abad ke-11 dan awal abad ke-12, berada dalam situasi yang sama di antara persaingan gereja-gereja Katolik dan Ortodoks.

Selama abad kesembilan, dua kakak-beradik dari keluarga Yunani yang terkemuka di Tesalonika membawa ”kekristenan” Byzantium ke daerah-daerah Slavia di Eropa dan Asia. Cyril yang juga disebut Konstantin, dan Methodius yang dikenal sebagai ”rasul-rasul bagi orang Slavia”.

Salah satu dari prestasi Cyril adalah dalam mengembangkan bahasa tulisan bagi orang Slavia. Abjadnya, yang berdasarkan huruf-huruf Ibrani dan Yunani, dikenal sebagai abjad Cyril dan masih digunakan dalam bahasa-bahasa seperti Rusia, Ukraina, Bulgaria, dan Serbia. Dua saudara ini menerjemahkan bagian-bagian dari Alkitab ke dalam bahasa tulisan yang baru dan juga memperkenalkan liturgi dalam bahasa Slavia. Hal ini bertentangan dengan kebijakan dari gereja Barat, yang ingin agar liturgi hanya dalam bahasa Latin, Yunani, dan Ibrani. Penulis Kane mengatakan, ”Penggunaan bahasa sehari-hari dalam ibadat, merupakan praktek yang dianjurkan oleh Konstantinopel namun dicela oleh Roma, adalah penyimpangan baru dan menetapkan suatu preseden yang berkembang sepenuhnya dalam kegiatan misionaris modern dari abad kesembilan belas dan kedua puluh.”

Menjelang akhir abad kesepuluh, kekristenan yang umum juga telah diperkenalkan ke daerah-daerah yang sekarang adalah bekas daerah Uni Soviet. Menurut tradisi, Pangeran Vladimir dari Kiev, Ukraina, dibaptis pada tahun 988 M. Konon ia memilih bentuk agama ”Kristen” Byzantium daripada Yudaisme dan Islam karena upacara keagamaannya yang mengesankan, bukan karena berita pengharapan dan kebenarannya.

Sebenarnya, ”saat penobatan Vladimir”, kata buku Keeping the Faiths​—Religion and Ideology in the Soviet Union, ”memberi kesan bahwa ia menerima agama baru untuk mendapat keuntungan politik, dengan demikian memulai suatu tradisi yang terus berlanjut tidak terputuskan sepanjang sejarah Gereja Ortodoks Rusia”. Buku tersebut kemudian menambahkan gagasan yang melegakan ini, ”Pada umumnya, gereja bersedia melayani kepentingan pemerintah, bahkan sewaktu pemerintah melanggar kepentingan gereja.”

Vladimir mengeluarkan dekret agar warganya dibaptis sebagai orang-orang Kristen; mereka tidak mempunyai pilihan dalam hal itu. Sekali ia ”menerima gereja Ortodoks sebagai agama negara”, kata Paul Steeves, ”ia memulai suatu program pemusnahan praktek-praktek agama tradisional dari suku-suku asli Slavia”. Misalnya, ia membangun gereja-gereja, di tempat-tempat yang dahulunya orang-orang mempersembahkan korban kepada berhala-berhala kafir. Steeves menambahkan, ”Meskipun demikian sisa-sisa kekafiran tetap ada selama beberapa abad dan sebaliknya daripada lenyap malahan membaur dengan kehidupan beragama di Rusia.”

Walaupun fondasinya goyah, Gereja Ortodoks Rusia dengan bergairah mendukung pekerjaan misionaris. Thomas Hopko dari Seminari Teologia Ortodoks Santo Vladimir mengatakan, ”Alkitab dan kebaktian-kebaktian gereja diterjemahkan ke dalam banyak bahasa Siberia dan dialek orang-orang Alaska seraya daerah-daerah sebelah Timur dari daerah kekuasaannya ditempati dan diinjili.”

Kegiatan Misionaris yang Diintensifkan

Reformasi abad ke-16 menyalakan api-api rohani ke seluruh Eropa. Dasar bagi pekerjaan misionaris ”Kristen” yang diintensifkan diletakkan seraya para pemimpin Protestan, masing-masing menurut caranya, membangkitkan kembali minat masyarakat kepada agama. Terjemahan Alkitab oleh Luther ke dalam bahasa Jerman merupakan hal yang penting, demikian pula terjemahan Alkitab ke dalam bahasa Inggris oleh William Tyndale dan Miles Coverdale.

Kemudian, pada abad ke-17, timbul suatu gerakan di Jerman yang dikenal sebagai Pietisme. Gerakan ini menekankan pelajaran Alkitab dan pengalaman pribadi yang berhubungan dengan agama. The Encyclopedia of Religion menguraikan, ”Pandangannya akan kemanusiaan yang membutuhkan injil Kristus menghasilkan perkembangan dan perluasan yang pesat dari kegiatan misionaris di luar negeri dan di dalam negeri.”

Dewasa ini, nyata bahwa para misionaris Susunan Kristen dengan sangat disesalkan gagal menanamkan iman dan harapan Kristen yang cukup kuat kepada para pengikut mereka yang berasal dari Eropa untuk membendung bangkitnya Komunisme yang ateis dan ideologi totaliter lainnya pada abad ke-20 kita. Sejak runtuhnya Komunisme di beberapa negara, para misionaris telah memulihkan kembali kegiatan mereka, namun Katolik Roma, Katolik Ortodoks, dan Protestan tidak dipersatukan dalam agama Kristen, berbeda dengan apa yang mereka nyatakan.

Orang-orang Kroatia yang beragama Katolik Roma dan orang-orang Serbia yang beragama Ortodoks merupakan sebagian dari hasil pekerjaan misionaris Susunan Kristen. Bukankah sangat tepat ilustrasi tentang rumah yang terpecah-belah untuk menggambarkan perpecahan di kalangan Susunan Kristen? ”Saudara-saudara” Kristen macam apa yang harus mengangkat senjata mereka terlebih dahulu terhadap satu sama lain dan kemudian kepada sesamanya yang non-Kristen? Hanya orang-orang Kristen gadungan yang dapat dipersalahkan karena tingkah laku demikian tidak bersifat Kristen.​—Matius 5:43-45; 1 Yohanes 3:10-12.

Apakah seluruh misionaris Susunan Kristen telah gagal untuk mengupayakan sifat-sifat yang mulia? Mari kita lanjutkan penyelidikan kita dengan melihat apa yang telah mereka capai di Asia. Bacalah artikel dalam terbitan kami berikutnya yang berjudul ”Para Misionaris Susunan Kristen Kembali ke Tempat Segalanya Bermula”.

[Gambar di hlm. 18]

Konon Bonifatius pernah memperlihatkan bahwa allah-allah kafir tidak berdaya

[Keterangan]

Diambil dari buku Die Geschichte der deutschen Kirche und kirchlichen Kunst im Wandel der Jahrhunderte

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan