-
Siapa yang Ketagihan, dan Mengapa?Sedarlah!—1994 | 8 April
-
-
Siapa yang Ketagihan, dan Mengapa?
SEWAKTU mengemudikan mobil menyusuri jalan raya, Anda mendengar suara gemertak yang aneh berasal dari mesin. Bagaimana reaksi Anda? Apakah Anda akan membuka kap mobil dan mencari tahu masalahnya? Atau apakah Anda akan mengeraskan volume suara radio untuk menutupi suara bising tersebut?
Jawabannya tampak sangat jelas, namun orang-orang yang kecanduan terus-menerus membuat keputusan yang keliru—bukan berkenaan mobil mereka, melainkan berkenaan kehidupan mereka. Banyak orang kecanduan akan zat-zat tertentu seperti obat bius, alkohol, dan bahkan makanan, agar dapat melupakan problem-problem pribadi mereka sebaliknya daripada mengatasi problem-problem tersebut dengan sukses.
Bagaimana seseorang dapat mengetahui apakah ia kecanduan? Seorang dokter melukiskannya sebagai berikut, ”Pada dasarnya, penggunaan obat atau suatu kegiatan menjadi suatu kecanduan apabila hal itu menyebabkan problem-problem dalam kehidupan Anda, namun Anda tetap kecanduan.”
Apabila ini persoalannya, sering kali terdapat suatu problem yang jauh lebih serius di balik diri seseorang, yang perlu diperiksa sebelum perilaku kecanduan dapat diubah.
Obat Bius dan Alkohol
Apa yang menyebabkan seseorang mulai kecanduan obat bius dan alkohol? Tekanan teman-teman sebaya dan rasa ingin tahu sering kali memainkan peranan penting, terutama bagi kaum muda. Memang, alasan banyak orang menjadi kecanduan adalah pergaulan buruk dengan orang-orang yang menyalahgunakan alkohol dan obat bius. (1 Korintus 15:33) Ini bisa jadi menjelaskan sebuah survei di AS yang menyingkapkan bahwa 41 persen dari siswa-siswa kelas terakhir sekolah menengah atas menghadiri pesta-pesta alkohol setiap dua minggu.
Akan tetapi, ada perbedaan antara penyalahgunaan dan kecanduan. Banyak orang yang menyalahgunakan zat-zat tertentu tidak ketagihan.a Orang-orang ini dapat menghentikan penyalahgunaan itu kemudian tidak merasakan adanya dorongan untuk kembali menyalahgunakannya. Namun, orang-orang yang kecanduan mendapati bahwa mereka tidak berdaya untuk menghentikannya. Lagi pula, perasaan sangat gembira apa pun yang mereka dapatkan dari kecanduan tersebut dikalahkan oleh penderitaan. Buku Addictions menjelaskan, ”Haluan yang khas bagi para pencandu adalah, pada saat tertentu, mereka mulai membenci diri sendiri, dan mereka sangat tersiksa oleh kendali yang diperoleh kecanduan mereka tersebut.”
Banyak orang yang bergantung kepada alkohol atau obat bius menggunakan itu sebagai jalan keluar dari krisis-krisis emosi. Krisis-krisis demikian terjadi lebih sering daripada yang diperkirakan dewasa ini. Dan ini hendaknya tidak terlalu mengejutkan kita, mengingat Alkitab mencirikan hari-hari ini sebagai ”hari-hari terakhir” dari sistem perkara ini, manakala terdapat ”masa yang sukar”. Alkitab menubuatkan bahwa manusia akan menjadi ”hamba uang”, ”menyombongkan diri”, ”tidak mempedulikan agama”, ”garang”, ”suka mengkhianat”, dan ”berlagak tahu”. (2 Timotius 3:1-4) Sifat-sifat ini telah menciptakan suatu lingkungan yang menjadi lahan subur bagi kecanduan.
Krisis emosi Susan timbul karena perlakuan sewenang-wenang yang ia alami di masa lalu. Oleh karena itu, ia berpaling kepada kokain. ”Itu memberi saya perasaan memegang kendali dan harga diri yang semu,” katanya. ”Itu memberi saya perasaan berkuasa yang tidak saya rasakan sehari-hari tanpa kokain.”
Suatu penelitian atas pria-pria muda yang kecanduan menyingkapkan bahwa lebih daripada sepertiganya pernah dianiaya secara fisik. Penelitian lain terhadap 178 wanita dewasa pecandu alkohol mendapati bahwa 88 persen telah dianiaya secara hebat dengan satu atau lain cara. Alkitab mengatakan di Pengkhotbah 7:7 (NW), ”Penindasan semata-mata dapat membuat orang bijak bertindak bodoh.” Seseorang yang menderita secara emosi karena pengalaman hidup tertentu yang buruk mungkin belakangan secara tidak masuk akal akan berpaling ke obat bius atau alkohol untuk mendapat kelegaan.
Namun obat bius dan alkohol bukan satu-satunya kecanduan.
Kebiasaan Makan yang Salah
Kebiasaan makan yang salah (eating disorders, yang disebut beberapa pakar sebagai kecanduan) kadang-kadang berfungsi sebagai selingan dari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Misalnya, beberapa orang menuding kelebihan berat badan sebagai kambing hitam kekecewaan pribadi. ”Kadang-kadang saya berpikir bahwa saya tetap gemuk karena segala sesuatu yang salah dalam kehidupan saya dapat dihubungkan dengan hal tersebut,” kata Jennie. ”Dengan demikian, jika ada yang tidak menyukai saya, saya dapat selalu menyalahkan berat badan saya.”
Bagi orang-orang lain, makanan menyediakan perasaan berkuasa yang palsu.b Makanan mungkin menjadi satu-satunya arena yang di dalamnya seseorang merasa berkuasa. Banyak orang yang menderita kebiasaan makan yang salah berpikir bahwa mereka cacat. Untuk membangun perasaan harga diri, mereka berupaya menundukkan keinginan tubuh mereka akan makanan. Seorang wanita berkata, ”Anda menjadikan tubuh Anda semacam kerajaan tempat Anda adalah tirannya, diktator absolut.”
Pengalaman yang dikutip di atas memang bukan penjelasan yang lengkap tentang kecanduan obat bius, alkohol, dan makanan. Berbagai faktor mungkin terlibat. Beberapa pakar bahkan beranggapan bahwa suatu hubungan genetika membuat orang-orang tertentu lebih rentan terhadap kecanduan dibanding orang-orang lain. ”Apa yang kita lihat adalah interaksi kepribadian, lingkungan, biologis, dan sosial yang diterima,” kata Jack Henningfield dari Lembaga Penyalahgunaan Obat Bius Nasional. ”Kita tidak ingin tertipu dengan hanya melihat dari satu faktor.”
Apa pun kasusnya, tidak ada pecandu—tidak soal apa pun penyebab kecanduannya—yang sudah pasti akan hancur secara fisik atau emosi. Bantuan tersedia.
[Catatan Kaki]
a Tentu saja, penyalahgunaan alkohol atau obat bius lainnya—tidak soal mengarah kepada kecanduan atau tidak—bersifat mencemarkan dan harus dijauhi oleh orang-orang Kristen.—2 Korintus 7:1.
b Informasi tambahan sehubungan kebiasaan makan yang salah dapat diperoleh di Awake! terbitan 22 Desember 1990 dan 22 Februari 1992.
[Kotak di hlm. 19]
Bencana Kecanduan Sedunia
◼ Sebuah survei di Meksiko menyingkapkan bahwa 1 dari antara 8 orang antara usia 14 dan 65 adalah pecandu alkohol.
◼ Pekerja sosial bernama Sarita Broden melaporkan meluasnya kebiasaan makan yang salah di Jepang. Ia berkata, ”Antara 1940 dan 1965, insiden kebiasaan makan yang salah kian meningkat dengan lompatan berikutnya pada pasien rawat inap maupun pasien berobat jalan antara tahun 1965 dan 1981. Namun, sejak tahun 1981, kenaikan pada anoreksia dan bulimia telah begitu dramatis.”
◼ Di Cina, jumlah pemakai heroin tampaknya meningkat drastis. Dr. Li Jianhua, yang bekerja di Pusat Penelitian Penyalahgunaan Obat Bius Kunming, berkata, ”Dari daerah perbatasan, heroin telah memasuki daerah pedalaman, dari desa ke kota, dan kepada orang-orang yang masih muda dan lebih muda lagi.”
◼ Di Zurich, Swiss, pengaturan penjualan narkotik secara bebas berakhir dalam kekecewaan. ”Kami menyangka bahwa kami dapat melacak para penyalur, namun kami gagal,” kata Dr. Albert Weittstein, yang mengeluh bahwa mereka justru menarik para penyalur dan penggunaan obat bius dari tempat-tempat yang jauh.
-
-
Menaklukkan Kecanduan akan Zat-ZatSedarlah!—1994 | 8 April
-
-
Menaklukkan Kecanduan akan Zat-Zat
MENGHENTIKAN kecanduan adalah bagaikan pindah dari rumah tempat Anda dibesarkan. Meskipun rumah itu sudah tua dan bobrok, meninggalkannya terasa sulit. Itu adalah tempat tinggal Anda.
Jika Anda seorang pecandu, kecanduan itu kemungkinan adalah rumah Anda secara emosi. Meskipun tak diragukan suasananya semrawut, hal itu terasa akrab. ”Mabuk adalah hal yang wajar bagi saya. Keadaan sadar itulah yang tidak normal,” kata Charles, seorang pecandu alkohol yang mulai sembuh. Menghentikan suatu kecanduan memang sulit, namun upaya itu tidak sia-sia.
Langkah pertama adalah berpantang zat-zat yang dapat menimbulkan kecanduan.a Jangan menunda-nunda atau sekadar berjanji untuk menguranginya secara berangsur-angsur. Buang segera semua persediaan dan perlengkapan yang berhubungan dengan itu. Periode penarikan diri untuk jangka waktu singkat akan menyusul, yang kadang-kadang lebih baik dilalui di bawah pengawasan medis. Ini merupakan awal dari berpantang seumur hidup. Namun, jangan berpikir bahwa hal itu mustahil. Mulailah dengan menetapkan tujuan yang masuk akal: berpantang selama satu bulan, satu minggu, atau bahkan satu hari. Pada akhir setiap periode, tanpa berbalik untuk menggunakan zat-zat tersebut, perbaharui tekad Anda.
Ini hanyalah awal dari perubahan perilaku kecanduan. Alkitab mendesak kita untuk ”menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani”. (2 Korintus 7:1) Kecanduan lebih daripada sekadar pencemaran jasmani. Kecenderungan rohani atau mental, juga terpengaruh. Apa yang dapat membantu Anda untuk pulih, baik secara jasmani maupun rohani?
Dibutuhkan Upaya yang Berkesinambungan
”Kecanduan adalah suatu ketidak-teraturan dari seluruh pribadi itu,” kata Dr. Robert L. DuPont. Oleh karena itu, menaklukkan kecanduan harus ditujukan kepada pribadi tersebut seutuhnya. Itu harus mengubah seluruh sistem nilai Anda. Ini membutuhkan waktu. Tidak ada jalan pintas menuju kesembuhan. Janji apa pun untuk sembuh secara mendadak hanya akan mengakibatkan kekambuhan secara mendadak.
Berjuang untuk melakukan apa yang benar bersifat terus-menerus. Rasul Kristen Paulus menulis, ”Di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan [”terus-menerus mengadakan konflik dengan”, Phillips] hukum akal budiku.” (Roma 7:23) Ia juga menulis bahwa orang-orang Kristen hendaknya ”menyempurnakan kekudusan”. (2 Korintus 7:1) Buku Word Pictures in the New Testament menyatakan bahwa kata ”menyempurnakan” di sini mengartikan, ”bukan upaya mendadak untuk kudus secara menyeluruh, melainkan proses yang berlangsung terus-menerus”. Oleh karena itu, menaklukkan kecanduan sifatnya bertahap.
Mencari Tahu Penyebabnya
Bagi banyak orang, kecanduan merupakan upaya untuk mengubur peristiwa-peristiwa yang menyedihkan di masa lalu. ”Bulimia [suatu jenis kebiasaan makan yang salah] mengalihkan saya dari kenangan itu,” kata Janis. ”Itu menjadi teknik saya untuk bertahan hidup.” Bagi Janis, mengabaikan masa lalu justru mengabadikan kecanduannya. Memahami alasan perilakunya membantu Janis mengubah perilaku kecanduannya.
Beberapa orang mengubah kebiasaannya di masa lalu dan dapat mengatasinya secara berhasil tanpa memeriksa masa lalunya. Orang-orang lain mendapati bahwa perasaan yang berakar dalam lingkungan mereka yang terdahulu terus membakar keinginan mereka untuk kecanduan. Mereka mungkin merasakan hal serupa dengan pemazmur Daud, yang menulis, ”Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!”—Mazmur 139:23, 24.
Menghadapi Perasaan-Perasaan
Pernahkah Anda berjalan ke luar bangunan yang gelap dan langsung terkena sorotan matahari? Anda langsung menyipitkan mata karena serangan sorotan cahaya yang tiba-tiba. Demikian pula, sewaktu mulai mengatasi kecanduan, Anda mungkin mendapati bahwa secara tiba-tiba dan secara menyakitkan Anda diserang oleh berbagai macam perasaan. Kasih, amarah, bangga, iri, takut, benci, dan emosi-emosi lain yang telah lama terkubur kini meledak dengan intensitas penuh.
Perasaan khawatir mungkin akan menyuruh Anda kembali ke kegelapan penyalahgunaan zat-zat yang telah akrab dengan Anda. Namun, Anda tidak perlu lari dari perasaan-perasaan Anda. Hal tersebut dapat menjadi bantuan informasi berharga bagi Anda. Perasaan sering kali semata-mata tanda bahwa ada sesuatu yang perlu diperhatikan. Jadi jika perlu, selidikilah perasaan Anda. Apa yang dikatakannya kepada Anda? Jika pesannya tidak jelas atau jika perasaan itu kelihatannya membuat Anda kewalahan, ceritakan hal tersebut kepada seorang teman yang matang. (Ayub 7:11) Anda tidak perlu menghadapi perasaan Anda seorang diri.—Bandingkan Amsal 12:25.
Ingat bahwa perasaan tidak selamanya adalah musuh Anda. Allah Yehuwa sendiri memiliki perasaan yang kuat, dan manusia—yang diciptakan dalam rupa Allah—mengalami hal yang sama. (Kejadian 1:26; Mazmur 78:21, 40, 41; 1 Yohanes 4:8) Bagaikan sorotan sinar matahari yang tiba-tiba, perasaan pada mulanya bisa jadi terasa menyakitkan. Namun lambat laun, perasaan-perasaan itu juga akan menjadi, seperti sinar matahari, sumber bimbingan dan kehangatan.
Menyelesaikan Masalah
Berjalan di atas rentangan tali sangat menakutkan bagi seseorang yang takut akan ketinggian. Bagi seorang pecandu yang mulai sembuh, kehidupan dapat tampak seperti berjalan di atas rentangan tali yang menakutkan. Tanggung jawab yang bertambah dari keadaan sadar dapat seolah-olah mendatangkan rasa takut akan ketinggian. Antisipasi kegagalan bisa jadi menyebabkan Anda bernalar, ’Saya toh akan jatuh juga. Mengapa tidak menyerah saja?’
Namun ingat, masalah-masalah bukanlah serangan kepada Anda sebagai seorang pribadi. Itu hanyalah situasi yang perlu diatasi. Jadi jangan panik. Hadapi masalah-masalah Anda satu per satu. Ini akan membantu Anda melihatnya dari sudut pandangan yang benar.—1 Korintus 10:13.
Harga Diri
Marion, seorang pecandu alkohol yang mulai sembuh, harus mengatasi perasaan rendah dirinya. ”Di lubuk hati saya,” katanya, ”saya selalu merasa bahwa jika saya benar-benar membagi perasaan saya, [orang-orang] tidak akan menyukai saya.”
Melepaskan cengkeraman kecanduan menuntut agar Anda mempelajari—mungkin untuk pertama kalinya—harga diri Anda sebagai seorang pribadi. Ini sulit jika kehidupan Anda telah dirusak oleh kecanduan. Apa yang dapat membantu?
Alkitab adalah buku yang menyediakan penghiburan bagi orang-orang yang remuk hati. Ia dapat membantu Anda membangun harga diri yang sehat. (Mazmur 94:19) Misalnya, pemazmur Daud menulis bahwa manusia dimahkotai dengan ”kemuliaan dan hormat”. Ia juga berkata, ”Kejadianku dahsyat dan ajaib.” (Mazmur 8:6; 139:14Mazmur 8:6; 139:14) Betapa indah ungkapan harga diri yang sehat ini!
Hargailah tubuh Anda, maka Anda akan merawatnya dengan sikap yang ditulis firman Allah, ”Tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya.” (Efesus 5:29) Ya, Anda dapat menghadapi tantangan sembuh dari kecanduan.b
Namun, kecanduan dapat mencakup hal-hal lain. Kegiatan-kegiatan dapat dikejar dengan pengabdian yang sama dan untuk tujuan yang sama sebagaimana halnya obat bius, alkohol, dan makanan. Beberapa kegiatan demikian akan dibahas berikut ini.
[Catatan Kaki]
a Tentu saja, orang-orang yang menderita kebiasaan makan yang salah tidak dapat berpantang makanan. Akan tetapi, mereka dapat berhenti menggunakan makanan sebagai pengubah suasana hati. Pola makan berlebihan, menahan lapar, terus meminum obat pencahar, dan terus memikirkan makanan dapat digantikan dengan menu makanan yang masuk akal.
b Untuk tetap bertahan dalam berpantang dan maju ke arah kesembuhan, beberapa orang memanfaatkan program rehabilitasi. Ada banyak pusat-pusat pengobatan, rumah sakit, dan sumber-sumber lain yang menawarkan program tersebut. Sedarlah! tidak mempromosikan suatu pengobatan tertentu. Mereka yang ingin hidup menurut standar-standar Alkitab ingin berlaku hati-hati agar tidak menjadi terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang akan mengkompromikan prinsip-prinsip Alkitab.
[Blurb di hlm. 20]
”Kesembuhan pada dasarnya merupakan persoalan apakah [seseorang] mau mengubah sikapnya sehubungan apa yang baik dan yang buruk.”—Dr. Robert L. DuPont.
[Gambar di hlm. 21]
Langkah pertama adalah berpantang zat-zat yang menyebabkan kecanduan
[Gambar di hlm. 22]
Apabila perasaan membuat Anda kewalahan, utarakanlah hal tersebut
-
-
Apabila Kegiatan Menjadi KecanduanSedarlah!—1994 | 8 April
-
-
Apabila Kegiatan Menjadi Kecanduan
KECANDUAN akan zat-zat dan kecanduan akan kegiatan adalah bagaikan dua kereta api dengan arah yang sama di atas rel yang sama.a Masing-masing memiliki tujuan atau maksud yang sama: untuk mengubah suasana hati dan mengaburkan perasaan-perasaan yang menyakitkan. Mari kita pertimbangkan beberapa contoh kecanduan akan kegiatan-kegiatan.
Kecanduan Kerja
Kecanduan kerja (Workaholic) telah disebut sebagai kecanduan yang terhormat. Bagaimanapun juga, kecanduan kerja menghasilkan karyawan-karyawan jempolan. Akan tetapi, di dalam batin, mereka mungkin merasa ada yang kurang. Pekerjaan dapat menjadi pelarian dari perasaan-perasaan yang menyakitkan ataupun upaya mati-matian demi mendapat perkenan.
Lapisan es melindungi pemain ski agar tidak tenggelam dalam air; kegiatan melindungi si pecandu kerja agar tidak tenggelam dalam perasaannya. Seperti sang pemain ski, si pecandu kerja dapat memperlihatkan atraksi yang menakjubkan. Namun, itu semua hanya di permukaan saja. Apa yang sering kali terdapat di balik itu? Penasihat kesehatan mental Linda T. Sanford menulis, ”Apabila si pecandu kerja tidak bekerja, ia bisa jadi diliputi perasaan yang menghantui berupa depresi, kekhawatiran, amarah, keputusasaan, dan kehampaan.”
Pemaksaan diri yang mendarah daging dari banyak pecandu kerja menunjukkan bahwa itu merupakan karakteristik jangka panjang, kemungkinan berakar dari bagaimana mereka dibesarkan. Halnya demikian pada seorang wanita yang kita namakan saja Mary. Sejak usia enam tahun, ia berupaya mendapatkan kasih sayang ayahnya yang pecandu alkohol dengan cara memasak dan melakukan pekerjaan rumah tangga. ”Itu menjadi suatu pemaksaan diri,” katanya. ”Saya merasa bahwa jika saya melakukan lebih banyak atau jika saya melakukan sesuatu dengan lebih baik, ayah akan menyayangi saya. Namun yang saya dapatkan hanyalah kritikan.”
Sebagai seorang dewasa, Mary masih berjuang melawan pikiran yang keliru ini. ”Di dalam batin, saya masih merasa tidak berharga,” demikian pengakuannya. ”Saya masih merasa harus mendapatkan kasih, bahwa saya tidak berharga kecuali bila saya menghasilkan sesuatu. Pada acara-acara pertemuan ramah tamah, saya membuat diri saya sedemikian lelah dengan memasak dan melayani, seolah-olah saya sedang memperjuangkan hak saya untuk berada di sana.”
Bagi orang-orang seperti Mary, pandangan yang seimbang terhadap pekerjaan sangat penting. Alkitab memang menganjurkan untuk bekerja keras. (Amsal 6:6-8; 2 Tesalonika 3:10, 12) Allah Yehuwa sendiri produktif. (Mazmur 104:24; Yohanes 5:17) Namun, Ia tidak pernah memaksakan diri. Yehuwa memandang baik karya ciptaan-Nya bukan hanya sewaktu telah diselesaikan, tetapi bahkan selama proses penciptaan.—Kejadian 1:4, 12, 18, 21, 25, 31; bandingkan Pengkhotbah 5:17.
Yesus, Pekerja Agung dan Putra dari Allah Yehuwa, juga mencerminkan kepuasan pribadi dalam karyanya. (Amsal 8:30, 31) Yesus menjanjikan para pengikutnya bahwa mereka juga akan mendapatkan kesegaran dengan bekerja bersamanya. Mereka bersama-sama ambil bagian dalam pekerjaan yang merupakan prioritas utama. Namun, ini tidak menghalangi mereka untuk beristirahat.—Matius 11:28-30; Markus 6:31; bandingkan Pengkhotbah 4:6.
Barangkali orang-tua secara tidak langsung menyatakan bahwa harga diri Anda bergantung pada prestasi Anda atau bahwa kasih tidak akan diberikan kecuali Anda layak mendapatkannya. Anda akan merasa lega untuk mengetahui bahwa ini bukanlah pandangan Yehuwa berkenaan membesarkan anak dengan sepatutnya. Firman-Nya menasihati, ”Bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya [”merasa rendah diri”, The Amplified Bible].” (Kolose 3:21) Yehuwa bukanlah pribadi yang tidak mau memberikan kasih kecuali seseorang layak mendapatkannya. Kasih-Nya bukanlah sesuatu yang Ia karuniakan hanya setelah seseorang mulai mengasihi dan melayani Dia. Sebenarnya, Alkitab memberi tahu kita bahwa ”Allah lebih dahulu mengasihi kita”, ya, bahkan ”ketika kita masih berdosa”, Allah mengambil inisiatif untuk mengasihi kita. (1 Yohanes 4:19; Roma 5:6-8) Lagi pula, Yehuwa tidak mengkritik upaya-upaya kita yang tulus untuk melaksanakan kehendak-Nya. Oleh karena itu, dinas kita kepada-Nya menjadi pernyataan murni dari kasih kita kepada-Nya.
Kecanduan Televisi
Beberapa orang menyebut menonton TV secara berlebihan sebagai suatu kecanduan. ”Tidak berbeda dengan obat bius atau alkohol,” tulis Marie Winn dalam The Plug-In Drug, ”pengalaman menonton televisi membuat sang penonton ke luar dari dunia nyata dan memasuki keadaan mental yang menyenangkan dan pasif.”
Tentu saja, tidak ada salahnya untuk memperoleh selingan dari tanggung jawab kehidupan—untuk sementara waktu. Namun, beberapa pemirsa tidak pernah kembali ke kenyataan. Seorang suami yang mendadak tidak dapat menonton TV sewaktu pesawat TV-nya rusak mengakui, ”Saya merasa bahwa selama bertahun-tahun pikiran saya benar-benar dibuat seperti mumi. Saya terpaku di muka televisi dan tidak dapat melepaskan diri.” Seorang remaja bernama Kai melukiskan dorongan yang sama, ”Saya sebenarnya tidak ingin menonton televisi sebanyak ini, namun saya tidak berdaya. TV seakan menguasai saya.”
Menonton TV berlebihan menghambat kesanggupan berpikir. Alkitab menganjurkan berpikir melalui renungan, yang menuntut suasana senyap hingga taraf tertentu. (Yosua 1:8; Mazmur 1:2, 3; 145:5; Matius 14:23; Lukas 4:42; 5:16; 1 Timotius 4:15) Hal ini membuat banyak orang takut. Mereka menjadi gelisah bila dikelilingi oleh kesunyian. Mereka takut dibiarkan seorang diri dengan pikiran mereka sendiri. Mereka dengan penuh rasa takut segera mencari sesuatu untuk mengisi kekosongan. TV segera menjadi pilihan. Akan tetapi, sebaik apa pun, TV hanyalah pengganti dari dunia nyata.
Gila Judi
Judi berakar pada ketamakan. Namun, gila judi sering kali lebih daripada sekadar masalah uang.b ”Saya membutuhkan ’perasaan melambung’ untuk lari dari kenyataan,” kata Nigel. ”Itu benar-benar seperti minum obat bius.” Bagi penjudi berat, proses berjudi sering kali sudah merupakan hadiah baginya. Konsekuensinya tidak ada hubungannya. Nigel kehilangan teman-temannya. Yang lain-lain kehilangan keluarganya. Banyak orang kehilangan kesehatan mereka. Dan sesungguhnya semua orang kehilangan uang mereka. Namun sedikit yang berhenti, mengingat persoalannya bukan menang atau kalah. Permainan itu sendiri—prosesnya—yang mengubah suasana hati dan menghasilkan perasaan melambung seperti halnya obat bius.
Judi mungkin merupakan pelarian dari problem-problem hidup, namun itu tidak dapat mengusir problem-problem itu. Seseorang yang cedera berat membutuhkan lebih daripada sekadar obat penghilang rasa sakit. Luka-lukanya harus diobati. Jika ada luka yang telah menuntun seseorang untuk berjudi, ia hendaknya mengenalinya dan mengobatinya. Ini membutuhkan keberanian, namun itu benar-benar tidak sia-sia.
Membebaskan Diri
Untuk membebaskan diri dari kecanduan apa pun, kegelisahan batin yang sering kali mendorong kecanduan tidak dapat diabaikan. Si pecandu harus berupaya menyelesaikan masalahnya pada sumbernya. Ini merupakan tantangan. ”Anda tidak begitu saja dapat menghentikan kecanduan obat bius dan alkohol yang telah berlangsung selama 30 tahun,” kata seorang bekas pecandu, ”terutama bila kecanduan Anda merupakan kamuflase dari problem yang berurat-berakar.”
Namun, membebaskan diri dari kecanduan benar-benar ada gunanya. Mary, seorang pecandu kerja yang disebutkan sebelumnya, membuktikan benarnya hal ini. ”Selama bertahun-tahun,” katanya, ”saya lari dari hal-hal yang saya takut hadapi. Namun kini setelah saya menghadapi semua itu, sungguh mengherankan, semua itu terasa tidak berat.”
Hal ini telah menjadi pengalaman banyak orang yang telah berhasil mengatasi kecanduan. Sebaliknya daripada terus menjadi ”budak-budak dari kebiasaan yang merusak”, mereka telah berdoa memohon ”kekuatan yang melimpah-limpah” agar dengan berhasil menghadapi tantangan untuk menaklukkan kecanduan.—2 Petrus 2:19, Today’s English Version; 2 Korintus 4:7.
[Catatan Kaki]
a Ada banyak perdebatan atas apa yang dapat dan tidak dapat disebut kecanduan. Beberapa memilih untuk menyebut kecanduan akan kegiatan sebagai ”memaksakan diri”. Dalam artikel-artikel ini, kita telah menyelidiki peranan kecanduan sebagai ”jalan keluar” secara emosi. Mengingat kegiatan-kegiatan dapat digunakan untuk tujuan yang sama, kita di sini akan mengacu kepada kegiatan-kegiatan demikian sebagai ”kecanduan”.
b Dibandingkan dengan pekerjaan dan menonton TV, orang-orang Kristen menghindari judi sama sekali, dalam segala bentuknya. (Bandingkan Yesaya 65:11.) Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut, baca Sedarlah!, terbitan bulan Juni 1992, halaman 3-11.
[Blurb di hlm. 23]
’Istilah kecanduan dapat berlaku kepada segala macam perilaku memaksakan diri.’—Dr. J. Patrick Gannon
[Gambar di hlm. 24]
Bagi seorang pecandu kerja, pekerjaan tampak lebih penting daripada keluarga
[Gambar di hlm. 24]
Judi dapat mengubah perasaan hati seseorang dan menyebabkan perasaan melambung seperti halnya obat bius
-