PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Agama dan Takhayul​—Kawan atau Lawan?
    Menara Pengawal—1987 (Seri 42) | Menara Pengawal—1987 (Seri 42)
    • Orang-orang Barat akan menertawakan kebiasaan sedemikian dan menganggapnya sebagai rasa takut karena percaya kepada takhyul, hasil dari ’kebodohan kafir’. Tetapi, kepercayaan sedemikian tidak terbatas di kalangan orang-orang bukan Kristen saja. Ini ”terdapat di antara orang-orang di seluruh dunia” kata Dr. Wayland Hand, profesor dalam dongeng-dongeng atau cerita-cerita rakyat dan kelompok bahasa-bahasa Jerman. Ia dan rekannya Dr. Tally telah mengumpulkan hampir satu juta contoh takhyul di Amerika Serikat saja.

      Karena ingin sekali mengetahui nasib mereka, banyak orang yang disebut Kristen berpaling kepada astrologi—salah satu bentuk takhyul yang paling tua. Dan mengherankan, kepercayaan kepada takhyul kadang-kadang secara terang-terangan mendapat bantuan dan dukungan dari para pemimpin agama. Misalnya, pada suatu hari yang dingin di New York, tanggal 10 Januari 1982, uskup Vasilios dari Gereja Ortodoks Yunani Timur memimpin Misa di tempat terbuka untuk merayakan Pesta Epiphany (saat ketika orang-orang Majus mengunjungi Yesus). Setelah itu, kata New York Post, ia melemparkan sebuah salib emas ke dalam East River dan mengatakan kepada penonton bahwa orang pertama yang dapat menemukan kembali salib itu akan mendapat nasib baik selama sisa hidupnya.

      Tetapi apakah kepercayaan Kristen dan takhyul selaras satu sama lain? Seorang penulis pernah mengatakan, ”Di atas kuburan iman berkembang bunga-bunga takhyul.” Karena itu, tidakkah saudara berharap bahwa agama Kristen seharusnya melawan dan menyingkirkan rasa takut kepada takhyul?

      Apakah Agama​—Menghilangkan Perasaan Takut kepada Takhyul?

      Seharusnya demikian, dan di abad pertama agama yang sejati memang melakukannya. Meskipun orang-orang Kristen yang mula-mula hidup di tengah-tengah orang Roma yang percaya kepada takhyul, mereka menolak hal itu. Tetapi setelah kematian rasul-rasul Kristus, ajaran-ajaran agama palsu, termasuk takhyul, mulai menyusup ke dalam sidang. (1 Timotius 4:1, 7; Kisah 20:30) Suatu golongan pendeta mulai muncul yang, menurut buku A History of the Christian Church (Sejarah Gereja Kristen), menyetujui kebiasaan menggunakan horoskop dan mengikuti takhyul-takhyul lain. Lambat-laun praktek-praktek yang populer itu diberi nama ”Kristen”.

      Dan bagaimana sekarang? Agama masih tetap menyetujui kebiasaan-kebiasaan yang bersifat takhyul. Pertimbangkan di Suriname, tempat orang-orang yang disebut Kristen keturunan Afrika sering kelihatan menggunakan jimat-jimat yang mereka percayai merupakan perlindungan terhadap roh-roh jahat. Seorang pengamat mengatakan, ”Setiap hari orang-orang ini hidup, makan, bekerja dan tidur dalam ketakutan.” Jutaan di seluruh dunia mempunyai rasa takut yang sama kepada ”roh-roh” orang mati. Ironis sekali, agama sering kali memperkembangkan kepercayaan kepada takhyul.

      Ambillah sebagai contoh apa yang terjadi di Pulau Madagaskar, Afrika. Ketika para utusan injil Susunan Kristen mulai menyebarkan kepercayaan mereka, orang-orang Madagaskar menyambutnya tetapi tidak mau meninggalkan kepercayaan tradisional mereka. Bagaimana reaksi dari gereja-gereja? Daily Nation, sebuah surat kabar dari Kenya mengatakan, ”Para utusan injil yang mula-mula bersikap toleran dan lentuk dan akhirnya menerima keadaan ini.” Hasilnya? Dewasa ini, separuh dari rakyat Madagaskar terdaftar sebagai orang Kristen. Namun, mereka juga takut kepada ”roh-roh” nenek moyang mereka yang telah mati! Jadi, mereka biasa mengundang imam atau pastor untuk memberkati tulang-belulang dari nenek moyang mereka sebelum ini ditaruh kembali ke dalam kuburan keluarga. Ya, para pemimpin agama telah mengabadikan dusta bahwa Allah, si Iblis, dan nenek moyang yang telah mati dapat dibujuk, dirayu, dan disuap dengan melaksanakan kebiasaan-kebiasaan yang bersifat takhyul.

      Hal yang sama terjadi pula di Afrika Selatan, yang 77 persen dari penduduknya mengaku Kristen dan angka hadirin di gereja tinggi. Namun agama tradisional Afrika, dengan rasa takutnya yang bersifat takhyul kepada nenek moyang yang telah mati, tetap ada di kalangan jutaan pengunjung gereja tersebut. Jadi, di banyak negeri yang disebut Kristen, agama hanya lapisan pernis saja. Bila kita menggaruk lapisan itu, maka kepercayaan kepada takhyul yang sudah kuno akan terlihat masih ada dan berkembang pesat.

  • Agama Sejati Menyingkirkan Rasa Takut​—Bagaimana?
    Menara Pengawal—1987 (Seri 42) | Menara Pengawal—1987 (Seri 42)
    • Takut kepada Orang Mati—Apa Dasarnya?

      Orang-orang Babel percaya bahwa suatu bagian dari manusia yang bersifat roh tetap hidup setelah tubuh jasmani mati dan dapat kembali untuk memberikan pengaruh yang baik atau yang buruk atas orang hidup. Jadi mereka mencetuskan upacara-upacara agama yang dirancang untuk menyenangkan orang mati dan menghindari pembalasan dendam mereka. Kepercayaan ini masih tetap ada di banyak negeri dewasa ini. Di Afrika, misalnya, hal itu ”memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari dari hampir setiap . . . masyarakat”.—African Religions—Symbol, Ritual, and Community (Agama-Agama di Afrika—Lambang, Upacara, dan Masyarakat).

      Bahkan orang yang mengaku Kristen di negeri-negeri sedemikian dipengaruhi. Misalnya, Henriette, seorang wanita berumur 63 tahun keturunan Afrika, mengakui, ”Meskipun saya anggota yang aktif dari gereja Protestan setempat, saya takut kepada ’roh-roh’ orang mati. Kami tinggal dekat sebuah kuburan, dan tiap kali suatu arak-arakan pemakaman mendekati rumah kami, saya membangunkan anak saya dan memeluknya erat-erat sampai arak-arakan itu lewat. Jika tidak, ’roh’ orang mati itu akan memasuki rumah saya dan merasuki anak yang sedang tidur.”

      Kepercayaan takhyul sedemikian tetap ada karena ajaran tentang jiwa yang tidak berkematian umum dalam Susunan Kristen. Sejarah menunjukkan bahwa filsuf-filsuf Yunani—terutama Plato—lebih merinci gagasan peri tidak berkematian dari Babel. Di bawah pengaruh mereka, tulis John Dunnett, seorang dosen senior Inggris dalam teologia, ”konsep bahwa jiwa tidak berkematian akhirnya secara luas merembes ke dalam Gereja Kristen”. Ajaran Babel ini telah membuat jutaan orang menjadi budak dari rasa takut kepada takhyul.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan