PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • yp psl. 4 hlm. 34-41
  • Mengapa Ayah dan Ibu Berpisah?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Mengapa Ayah dan Ibu Berpisah?
  • Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Mengapa Orang-tua Berpisah
  • Apa yang Dapat Anda Lakukan
  • Proses Penyembuhan Memakan Waktu
  • ‘Saya Dapat Mempersatukan Mereka Kembali’
  • Berdamai dengan Orang-tua Anda
  • Utarakan Perasaan Anda
  • Meneruskan Kehidupan Anda
  • Kenapa Papa dan Mama berpisah?
    Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis, Jilid 1
  • Gimana Kalau Orang Tuaku Cerai?
    Pertanyaan Anak Muda
  • Perceraian—Tuaiannya yang Pahit
    Sedarlah!—1992
  • Empat Hal yang Harus Anda Ketahui tentang Perceraian
    Sedarlah!—2010
Lihat Lebih Banyak
Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
yp psl. 4 hlm. 34-41

Pasal 4

Mengapa Ayah dan Ibu Berpisah?

”Saya ingat ketika ayah pergi meninggalkan kami. Kami sungguh tidak tahu apa yang sedang terjadi. Ibu harus pergi bekerja dan selalu meninggalkan kami sendirian. Kadang-kadang kami hanya duduk dekat jendela dan khawatir apakah ia juga telah meninggalkan kami. . . . ”—Seorang gadis dari keluarga yang bercerai.

PERCERAIAN dari orang-tua dapat terasa seperti kiamat, suatu bencana yang menimbulkan cukup banyak kesedihan yang tak kunjung hilang. Hal itu sering menimbulkan gelombang perasaan malu, marah, khawatir, takut ditinggalkan, rasa bersalah, depresi, dan perasaan kehilangan yang amat besar—bahkan keinginan untuk membalas dendam.

Jika orang-tua anda belum lama berpisah, anda juga mungkin mengalami perasaan-perasaan seperti itu. Karena pada dasarnya, Pencipta kita telah menetapkan agar anda dibesarkan oleh seorang ayah dan seorang ibu. (Efesus 6:1-3) Tetapi, sekarang anda tidak menikmati lagi pergaulan sehari-hari dengan satu orang-tua yang anda kasihi. “Saya benar-benar kagum kepada ayah saya dan ingin tinggal bersamanya,” Paul meratap, yang orang-tuanya berpisah ketika ia berumur tujuh tahun. “Tetapi Ibu mendapat hak untuk memelihara kami.”

Mengapa Orang-tua Berpisah

Sering kali orang-tua menyembunyikan problem-problem mereka. “Saya tidak pernah melihat orang-tua saya bertengkar,” kata Lynn, yang orang-tuanya bercerai ketika ia masih kecil. “Saya mengira mereka selalu rukun.” Dan bahkan bila orang-tua sering bertengkar, anda kemungkinan akan tetap terkejut bila mereka benar-benar berpisah!

Dalam banyak kasus, perpecahan terjadi karena salah satu orang-tua bersalah dalam perbuatan seks. Allah memang memperbolehkan pihak yang tidak bersalah untuk meminta perceraian. (Matius 19:9) Dalam kasus-kasus lain, “kegeraman, kemarahan, pertikaian” telah meledak menjadi kekerasan, yang menyebabkan salah satu orang-tua menjadi khawatir akan kesejahteraan fisiknya dan anak-anaknya.—Efesus 4:31.

Patut diakui, beberapa perceraian memang didasarkan atas alasan yang lemah. Sebaliknya daripada memecahkan problem-problem mereka, ada yang dengan mementingkan diri bercerai karena mereka mengaku ‘tidak bahagia’ atau ‘tidak saling mencintai lagi.’ Hal ini tidak disukai oleh Allah, yang “membenci perceraian.” (Maleakhi 2:16) Yesus juga menunjukkan bahwa ada orang-orang yang akan memutuskan ikatan perkawinan mereka karena pasangan hidup mereka menjadi orang Kristen.—Matius 10:34-36

Apapun keadaannya fakta bahwa orang-tua anda memutuskan untuk tidak menceritakan apa-apa atau hanya memberi anda jawaban samar-samar atas pertanyaan-pertanyaan anda mengenai perceraian tidak berarti bahwa mereka tidak mengasihi anda.a Karena mereka sendiri masih diliputi perasaan sakit hati, orang-tua anda mungkin merasa sulit untuk berbicara mengenai perceraian itu. (Amsal 24:10) Mereka juga mungkin merasa segan dan malu untuk mengakui kegagalan mereka bersama.

Apa yang Dapat Anda Lakukan

Cobalah mengerti dan carilah waktu yang tepat untuk dengan tenang membahas kekhawatiran anda dengan orang-tua anda. (Amsal 25:11) Beri tahu mereka betapa sedih dan bingung anda atas perceraian itu. Mungkin mereka akan memberi anda penjelasan yang memuaskan. Jika tidak, jangan putus asa. Bukankah Yesus juga tidak memberitahukan hal-hal yang ia rasa belum siap dicernakan oleh murid-muridnya? (Yohanes 16:12) Dan tidakkah orang-tua anda berhak memiliki rahasia pribadi?

Akhirnya, sadarilah bahwa perceraian, apapun alasannya, adalah konflik di antara mereka—bukan dengan anda! Dalam penelitian atas 60 keluarga yang bercerai, Wallerstein dan Kelly mendapati bahwa pasangan-pasangan menyalahkan satu sama lain, majikan mereka, anggota-anggota keluarga, dan teman-teman mereka atas perceraian itu. Tetapi kedua peneliti itu berkata: “Menarik sekali bahwa tidak ada satu pun yang menyalahkan anak-anak.” Perasaan orang-tua anda terhadap anda tidak berubah.

Proses Penyembuhan Memakan Waktu

Ada ‘waktu untuk penyembuhan.’ (Pengkhotbah 3:3) Dan sama halnya luka aksara, seperti patah tulang, dapat makan waktu berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan untuk sama sekali sembuh, demikian pula luka emosi membutuhkan waktu untuk sembuh.

Para peneliti perceraian Wallerstein dan Kelly mendapati bahwa hanya dalam beberapa tahun setelah suatu perceraian “rasa takut yang besar, kesedihan, perasaan tidak percaya yang mengejutkan . . . berangsur hilang atau sama sekali lenyap.” Beberapa ahli yakin bahwa akibat terburuk dari perceraian akan berlalu dalam waktu tiga tahun. Ini mungkin terasa sebagai waktu yang lama, tetapi banyak hal harus terjadi sebelum kehidupan anda dapat kembali stabil.

Antara lain, tugas-tugas rutin dalam rumah-tangga—yang terganggu oleh perceraian—harus diorganisasi kembali. Juga dibutuhkan waktu bagi orang-tua anda untuk kembali stabil secara emosi. Hanya setelah itulah mereka dapat memberikan dukungan yang anda butuhkan. Seraya kehidupan anda mulai tampak agak teratur lagi, anda akan mulai merasa normal kembali.

Namun, Salomo memberikan peringatan ini: “Janganlah mengatakan: ‘Mengapa zaman dulu lebih baik dari pada zaman sekarang?’ Karena bukannya berdasarkan hikmat engkau menanyakan hal itu.” (Pengkhotbah 7:10) Terus mengingat-ingat masa lalu dapat membutakan anda terhadap keadaan sekarang. Bagaimana keadaan keluarga anda sebelum perceraian? “Selalu ada pertengkaran—teriakan dan caci maki,” demikian diakui Annett. Mungkinkah sekarang anda merasakan kedamaian di rumah?

‘Saya Dapat Mempersatukan Mereka Kembali’

Beberapa remaja memupuk impian untuk mempersatukan kembali orang-tua mereka, mungkin tetap berkukuh pada khayalan demikian bahkan setelah orang-tua mereka mendapat pasangan hidup lain!

Tetapi, tidak mau menerima kenyataan perceraian tidak akan mengubah apapun. Dan semua air mata, permohonan, dan strategi di dunia, kemungkinan tidak akan mempersatukan orang-tua anda kembali. Jadi untuk apa menyiksa diri dengan terus mengkhayalkan apa yang tidak mungkin terjadi? (Amsal 13:12) Salomo mengatakan bahwa ada “waktu untuk kehilangan.” (Pengkhotbah 3:6, BIS) Jadi terimalah kenyataan dan sifat permanen dari perceraian. Ini merupakan langkah yang besar untuk dapat mengatasinya.

Berdamai dengan Orang-tua Anda

Anda mungkin pantas marah terhadap orang-tua anda karena mengacaukan kehidupan anda. Seperti diungkapkan seorang pria muda dengan sedih: “Orang-tua saya mementingkan diri sendiri. Mereka tidak benar-benar memikirkan kami dan pengaruh dari apa yang mereka lakukan terhadap kami sebagai anak-anak. Mereka langsung saja melaksanakan rencana mereka.” Hal ini bisa saja benar. Tetapi dapatkah anda menjalani kehidupan dengan dibebani perasaan marah dan geram tanpa merugikan diri sendiri?

Alkitab menasihati: “Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, . . . hendaklah dibuang dari antara kamu, . . . Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni.” (Efesus 4:31, 32) Bagaimana anda dapat mengampuni seseorang yang telah menyakiti anda begitu rupa? Cobalah menilai orang-tua anda dengan obyektif—sebagai manusia yang tidak sempurna, dapat berbuat salah. Ya, bahkan orang-tua ‘berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.’ (Roma 3:23) Menyadari hal ini dapat membantu anda berdamai dengan orang-tua anda.

Utarakan Perasaan Anda

“Saya belum pernah benar-benar membicarakan perasaan saya terhadap perceraian orang-tua saya,” kata seorang pria remaja ketika kami wawancarai. Walaupun mula-mula tenang, tanpa perasaan, remaja ini makin lama makin emosional—bahkan hampir menangis—pada waktu ia berbicara mengenai perceraian orang-tuanya. Perasaan-perasaan yang sudah lama dipendam, mulai digali. Heran akan hal ini, ia mengakui: “Mengutarakan hal itu betul-betul membantu saya.”

Demikian pula, anda mungkin merasa ada gunanya untuk membahas hal itu dengan seseorang, daripada mengurung diri. Beri tahu orang-tua anda bagaimana perasaan anda sebenarnya, perasaan takut dan kekhawatiran anda. (Bandingkan Amsal 23:26.) Orang-orang Kristen yang matang dapat juga membantu. Keith, misalnya, tidak mendapat atau hanya mendapat sedikit dukungan dari keluarganya, yang terpecah belah karena perceraian. Tetapi ia mendapatkan kekuatan dari tempat lain. Keith berkata: “Sidang Kristen menjadi keluargaku.”

Di atas segalanya, anda dapat menemukan pribadi yang mau mendengarkan, yaitu Bapa surgawi anda, yang “mendengarkan doa.” (Mazmur 65:2) Seorang remaja bernama Paul ingat apa yang membantunya mengatasi perceraian orang-tuanya: “Saya selalu berdoa dan selalu merasa bahwa Yehuwa adalah pribadi yang nyata.”

Meneruskan Kehidupan Anda

Setelah suatu perceraian, segala sesuatu tidak akan pernah sama lagi. Tetapi, ini tidak berarti bahwa kehidupan anda tidak dapat produktif dan bahagia. Alkitab menasihati, “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor.” (Roma 12:11) Ya, sebaliknya dari membiarkan diri merasa tidak berdaya karena kesedihan, sakit hati, atau kemarahan, teruskan kehidupan anda! Sibuklah dalam tugas sekolah anda. Tekuni suatu hobi. “Giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan.”—1 Korintus 15:58.

Ini memang membutuhkan kerja keras, tekad yang bulat dan berlalunya waktu. Tetapi lambat-laun putusnya perkawinan orang-tua anda tidak lagi akan menjadi hal utama dalam kehidupan anda.

[Catatan Kaki]

a Dua orang peneliti, Wallerstein dan Kelly mendapati bahwa “empat perlima dari anak-anak termuda [dari orang-tua yang bercerai] yang diteliti tidak mendapat penjelasan yang memadai maupun jaminan bahwa mereka akan terus dipelihara. Suatu hari mereka bangun dan mendapati satu orang-tua telah pergi.

Pertanyaan-Pertanyaan untuk Diskusi

◻ Sebutkan beberapa alasan mengapa orang-tua berpisah.

◻ Mengapa bisa jadi sulit bagi orang-tua anda untuk membicarakannya? Apa yang dapat anda lakukan jika mereka menunjukkan keengganan untuk berbicara?

◻ Mengapa tidak ada gunanya terus mengingat-ingat masa lalu atau berkhayal untuk mempersatukan kembali orang-tua anda?

◻ Sebutkan beberapa hal positif yang dapat anda lakukan untuk membantu diri anda mengatasi perceraian itu.

◻ Bagaimana anda dapat mengatasi perasaan marah yang mungkin anda rasakan terhadap orang-tua anda?

[Kotak di hlm. 36, 37]

‘Apakah Perceraian Tersebut Akan Menghancurkan Kehidupan Saya?’

Setelah perceraian orang-tua mereka, ada remaja-remaja yang benar-benar menghancurkan kehidupan mereka. Beberapa membuat keputusan yang gegabah, seperti berhenti sekolah. Yang lainnya melampiaskan frustrasi dan kemarahan mereka dengan bertingkah-laku buruk—seolah-olah untuk menghukum orang-tua mereka karena bercerai. Denny mengingat: “Saya sangat tidak bahagia dan tertekan setelah perceraian orang-tua saya. Saya mulai mendapat kesulitan di sekolah dan tidak naik kelas. Setelah itu . . . saya menjadi badut di kelas dan sering berkelahi.”

Tingkah laku buruk mungkin akan menarik perhatian orang-tua. Tetapi apa yang sebenarnya dihasilkan, selain menambahkan tekanan kepada keadaan yang memang sudah tegang? Sesungguhnya, satu-satunya yang dihukum oleh perbuatan salah adalah si pelaku itu sendiri. (Galatia 6:7) Berupayalah untuk mengerti bahwa orang-tua anda juga sedang menderita dan bahwa sikap mereka yang tampaknya mengabaikan anda tidak berarti bahwa mereka jahat terhadap anda. Ibu dari Denny mengakui: “Saya jelas telah menelantarkan anak-anak saya. Setelah perceraian, pikiran saya sendiri sangat kacau, saya tidak sanggup membantu mereka.”

Alkitab menasihati dalam Ibrani 12:13: “Luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh.” Bahkan jika tidak ada disiplin orang-tua, tidak ada alasan untuk bertingkah laku buruk. (Yakobus 4:17) Bertanggung jawablah atas perbuatan anda dan latihlah disiplin diri.—1 Korintus 9:27.

Hindari juga, keputusan yang tergesa-gesa, misalnya, untuk meninggalkan rumah. “Orang yang bijak memperhatikan langkahnya.” (Amsal 14:15) Jika pada saat ini orang-tua anda tampak terlalu sibuk untuk mendengarkan anda, bicarakanlah keputusan anda dengan seorang sahabat yang lebih tua.

Meskipun demikian, anda mungkin mengkhawatirkan berbagai hal berkenaan masa depan anda. Karena orang-tua anda telah gagal dalam perkawinan, bisa jadi anda sendiri khawatir mengenai kemungkinan anda menikmati perkawinan yang sukses. Untunglah, ketidakbahagiaan perkawinan bukan sesuatu yang anda warisi dari orang-tua—seperti halnya bintik-bintik di wajah. Anda adalah pribadi tersendiri, dan bagaimana perkawinan anda kelak tidak bergantung kepada kegagalan orang-tua anda, tetapi kepada sejauh mana anda dan pasangan anda menerapkan Firman Allah.

Mungkin anda juga mengkhawatirkan hal-hal yang tadinya dianggap sudah semestinya—makanan, pakaian, tempat tinggal, uang. Tetapi, biasanya orang-tua mengupayakan suatu cara untuk terus memelihara anak-anak mereka setelah perceraian, walaupun ibu harus bekerja duniawi. Meskipun demikian, buku Surviving the Breakup (Melampaui Masa Perceraian) secara realistis memperingatkan: “Apa yang tadinya membiayai satu unit keluarga kini harus membiayai dua keluarga, sehingga standar hidup setiap anggota keluarga terpaksa diturunkan.”

Maka, bisa jadi anda harus mulai membiasakan diri tidak lagi menikmati hal-hal yang sebelumnya ada, seperti pakaian baru. Tetapi Alkitab memperingatkan kita: “Kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.” (1 Timotius 6:7, 8) Mungkin anda bahkan dapat membantu membuat anggaran keluarga baru. Dan ingat juga, Yehuwa adalah “Bapa bagi anak yatim.” (Mazmur 68:6) Anda dapat yakin bahwa Ia sangat prihatin akan kebutuhan anda.

Yeremia berkata: “Adalah baik bagi seorang pria memikul kuk pada masa mudanya.” (Ratapan 3:27) Memang, tidak ada yang “baik” dalam melihat orang-tua bercerai. Tetapi bahkan pengalaman buruk ini dapat anda jadikan pelajaran bagi anda.

Seorang peneliti, Judith Wallerstein menyatakan: “Pertumbuhan emosional dan intelektual [di antara anak-anak yang orang-tuanya bercerai] yang dirangsang oleh krisis keluarga sangat mengesankan dan kadang-kadang menyentuh hati. Remaja-remaja ini . . . dengan tenang mempertimbangkan pengalaman-pengalaman orang-tua mereka dan mengambil kesimpulan-kesimpulan yang serius demi masa depan mereka sendiri. Mereka benar-benar berupaya mencari jalan untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang telah dibuat orang-tua mereka.”

Tidak salah lagi, perpecahan orang-tua anda pasti akan meninggalkan bekas pada diri anda. Tetapi apakah bekas itu akan menjadi noda yang semakin pudar atau luka yang membusuk sangat bergantung kepada anda sendiri.

[Gambar di hlm. 35]

Menyaksikan putusnya perkawinan orang-tua anda dapat menjadi pengalaman yang sangat menyakitkan

[Gambar di hlm. 38]

Terus mengingat-ingat kehidupan sebelumnya hanya akan membuat anda tertekan

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan