PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • sg pel. 14 hlm. 69-73
  • Bijaksana Namun Tegas

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Bijaksana Namun Tegas
  • Petunjuk Sekolah Pelayanan Teokratis
  • Bahan Terkait
  • Bijaksana tetapi Tegas
    Memperoleh Manfaat dari Pendidikan Sekolah Pelayanan Teokratis
  • No. 116—Mempersembahkan Kabar Kesukaan—Dng Berani, namun Bijaksana
    Pelayanan Kerajaan Kita—1988
  • No. 095—Mempersembahkan Kabar Kesukaan—Dng Bijaksana
    Pelayanan Kerajaan Kita—1987
  • Belajar Seni Bersikap Bijaksana
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2003
Lihat Lebih Banyak
Petunjuk Sekolah Pelayanan Teokratis
sg pel. 14 hlm. 69-73

Pelajaran 14

Bijaksana Namun Tegas

1. Mengapa kita harus memupuk kebijaksanaan?

1 Ketika Yesus mengutus murid-muridnya untuk mengabar, ia menegaskan bahwa mereka harus berlaku bijaksana dalam kata-kata dan perbuatan. Walaupun ia berjanji akan menyertai mereka, mereka tidak boleh bertindak sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesulitan yang tidak perlu. (Mat. 10:16) Bahkan di antara mereka sendiri, orang Kristen harus berlaku bijaksana dalam kata-kata dan perbuatan, agar jangan dengan sembrono melukai perasaan satu sama lain. (Ams. 12:8, 18) Jadi kebijaksanaan perlu dipupuk.

2. Apa artinya bijaksana?

2 Definisi kebijaksanaan ialah ”memahami apa yang patut dikatakan atau dilakukan dalam berurusan dengan orang lain”, dan ”kesanggupan untuk bergaul dengan orang lain tanpa menyinggung perasaannya”. Berlaku bijaksana berarti ramah dan sopan dalam kata-kata dan perbuatan sehingga tidak melukai perasaan orang lain. Kita tidak ingin melukai perasaan melalui cara kita berbicara dan bertindak. Tetapi, ini tidak berarti bahwa kita tidak pernah akan menyinggung perasaan orang lain dengan kata-kata atau tindakan, karena berita Alkitab sendiri menyinggung perasaan orang-orang tertentu. (Rm. 9:33; 2 Kor. 2:15, 16) Jadi, walaupun kita berlaku bijaksana, kita juga tegas dalam membela kebenaran Allah.

3. Terangkan bagaimana buah-buah roh menjadi dasar bagi kebijaksanaan.

3 Dalam kehidupan kita sehari-hari, berlaku bijaksana tidak sukar jika kita menunjukkan buah-buah roh Allah. Buah-buah itulah dasar untuk kebijaksanaan. (Gal. 5:22, 23) Misalnya, seorang yang digerakkan oleh kasih tentu tidak mau menjengkelkan orang lain, melainkan sungguh-sungguh ingin membantu mereka. Seorang yang menunjukkan kebaikan akan berlaku lemah-lembut dalam tingkah laku. Dan seorang yang telah memupuk pengendalian diri dan tetap tenang menghadapi keadaan-keadaan yang sukar, kemungkinan besar dapat membuat orang lain menerima pandangannya. Sebaliknya, orang yang cepat naik darah atau pemarah, akan berbicara dengan ketus sehingga menimbulkan sikap permusuhan pada diri orang yang ia ajak bicara. (Ams. 15:18) Tutur kata dan tindakan kita hendaknya sedemikian rupa sehingga akan menarik orang-orang yang berpikiran terbuka, bukan menjauhkan mereka.

4-8. (a) Bagaimana kita dapat menunjukkan kebijaksanaan dalam dinas dari rumah ke rumah? (b) Apakah kebijaksanaan menuntut kompromi? Apa yang tercakup?

4 Berlaku bijaksana dalam dinas pengabaran. Dalam dinas dari rumah ke rumah, saudara dapat menunjukkan kebijaksanaan dengan memulai percakapan mengenai soal-soal yang ada hubungannya dengan penghuni rumah, dan memperlihatkan bagaimana kerajaan Allah akan menyediakan jalan keluarnya. Bangkitkan perasaan cintanya akan keadilan, cara berpikir dan keinginannya akan hal-hal yang lebih baik. Dengan mengejek atau menyalahkan pandangan agamanya kita menutup pikirannya. Jadi, daripada membicarakan soal-soal yang akan menimbulkan pertentangan, tarik perhatiannya kepada hal-hal yang umum dianggap benar. Jika kita perlu menyinggung sesuatu yang akan menimbulkan perdebatan, lebih dulu cari beberapa titik persamaan dengan penghuni rumah dan tekankan hal itu. Jika saudara dapat mengesankan pada pikiran penghuni rumah kebenaran-kebenaran yang memberi harapan dari Kerajaan beserta berkat-berkatnya, maka soal-soal lain lambat-laun akan dapat dikoreksi seraya orang tersebut menghargai kasih karunia Allah.

5 Orang yang bijaksana akan mengerahkan setiap usaha untuk mengajak lawan bicaranya ikut dalam percakapan dan menyatakan pandangannya. Paulus berusaha untuk berpikir menurut pandangan dari mereka yang ia beri kesaksian, sehingga ia dapat mengemukakan argumen yang kuat demi kabar kesukaan dengan cara lebih baik. (1 Kor. 9:20-22) Kita perlu berbuat hal yang sama. Pandangan yang simpatik terhadap keadaan orang lain, mengapa mereka begitu, mengapa mereka percaya dan berbicara demikian, akan membantu kita memperlakukan mereka dengan bijaksana, dengan perasaan empati (kesanggupan menempatkan diri pada keadaan orang lain). Mungkin cara berpikir mereka disebabkan oleh keadaan yang berbeda dalam kehidupan, pengalaman yang berbeda, atau karena bersandar pada wewenang yang berbeda. Setelah saudara mendapat petunjuk mengenai cara berpikir mereka, saudara dengan positif dapat memasukkan kabar kesukaan dalam persembahan, dan tidak perlu menimbulkan perdebatan karena tidak mengetahui cara berpikir orang lain dan alasan-alasan mengapa mereka berpikir begitu.

6 Mempertimbangkan pandangan orang lain tidak berarti mengkompromikan sesuatu yang benar. Kebijaksanaan tidak berarti memutarbalikkan fakta-fakta. Orang yang bijaksana harus selalu berpegang teguh pada apa yang benar. Kalau tidak, seseorang mungkin mendapati bahwa ia tidak berlaku bijaksana melainkan mengkompromikan kebenaran. Bisa jadi ia menyadari bahwa ia bertindak karena takut terhadap manusia dan bukan karena kasih akan kebenaran. Walaupun kebijaksanaan tidak berarti mengkompromikan kebenaran, hal itu memang menyangkut pemilihan waktu, artinya, menetapkan waktu yang tepat untuk memberikan keterangan tertentu. Kadang-kadang bijaksana untuk tidak menanggapi apa yang dikatakan orang. Mungkin ada baiknya kita menyimpan beberapa hal untuk kemudian hari, sampai seorang siap menerimanya. Seperti kata Yesus kepada murid-muridnya, ”Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya.” (Yoh. 16:12) Jadi walaupun kita tidak sependapat dengan orang yang kita ajak bicara, kita tidak perlu langsung menunjukkan setiap gagasan yang salah. Jika kita berbuat demikian, ia akan menutup pikiran dan tidak mau melanjutkan pembicaraan.

7 Bila seorang penghuni rumah, seraya percakapan berlangsung, mengemukakan beberapa hal dari Alkitab yang menurut dia salah, tidak mudah bagi kita untuk menangkis bantahan-bantahan itu dalam waktu yang singkat dan secara bijaksana. Sering kali yang paling baik adalah mengabaikan saja bagian terbesar dari itu dan membicarakan hanya apa yang berhubungan dengan pokok yang sedang dibahas. Atau mungkin penghuni rumah mencoba menarik saudara ke dalam argumen-argumen duniawi. Secara bijaksana jangan melibatkan diri, dan tunjukkan jawaban Alkitab untuk problem-problem duniawi demikian. Dengan cara ini saudara meniru teladan Yesus.—Mat. 22:15-22.

8 Bila bertemu penghuni rumah yang marah, berlakulah bijaksana namun tegas. Jangan kompromikan kebenaran hanya untuk menenangkan dia. Sebaliknya, cobalah mengerti mengapa ia merasa begitu, mungkin bahkan menanyakan alasan mengapa ia berpandangan demikian. Jika ia menjawab, saudara dapat berkata bahwa saudara juga ingin menerangkan kepadanya mengapa saudara mempunyai perasaan tertentu. Namun tidak soal seberapa jauh saudara dapat melanjutkan percakapan, kebijaksanaan akan memberi hasil-hasil terbaik. Ingatlah nasihat di Amsal 15:1, ”Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.” Akan tetapi, jika beberapa orang menunjukkan bahwa mereka tidak bisa diajak bertukar pikiran, sebaiknya kita minta diri saja.—Mat. 7:6.

9, 10. Apakah kebijaksanaan dituntut pada waktu berurusan dengan saudara-saudara Kristen kita?

9 Berlaku bijaksana terhadap saudara-saudara Kristen. Kita tidak saja harus memupuk kebijaksanaan dalam berurusan dengan mereka yang tidak mengenal Yehuwa, tetapi juga pada waktu berurusan dengan saudara-saudara rohani kita. Kadang-kadang saudara-saudari yang berlaku sangat bijaksana dalam dinas pengabaran bisa jadi lupa akan perlunya berlaku bijaksana dalam hubungan persaudaraan mereka. Budi bahasa dan tingkah laku yang lemah lembut sangat penting dalam organisasi Yehuwa guna membina semangat kasih dan persatuan dan hubungan yang baik sehari-hari. Paulus berkata, ”Marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.”—Gal. 6:10.

10 Kita menaruh minat kepada saudara-saudara kita, khususnya terhadap kepentingan-kepentingan rohani mereka, karena kita semua berada dalam organisasi Yehuwa. (Flp. 2:2, 4) Akan tetapi, orang yang bijaksana menyadari bahwa menaruh minat kepada saudara-saudaranya tidak berarti mencampuri urusan-urusan pribadi mereka, mungkin mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membuat mereka malu, yang tidak patut ditanyakan. Kebijaksanaan akan membantu kita menghindari kemungkinan ”mencampuri urusan orang lain”.—1 Ptr. 4:15, BIS.

11. Bagaimana Alkitab menunjukkan bahwa hamba-hamba perlu berlaku bijaksana dalam sidang?

11 Kebijaksanaan terutama penting bagi hamba-hamba yang menangani masalah-masalah di sidang. Ketika rasul Paulus memberi petunjuk kepada Timotius mengenai cara berurusan dengan orang-orang yang menyeleweng dalam sidang Kristen, ia menandaskan perlunya bersikap lemah lembut serta ramah, dan berkata, ”Seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang . . . sabar dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin . . . mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis.” (2 Tim. 2:24-26) Begitu pula sang rasul menasihati agar menggunakan ”roh lemah lembut” pada waktu mendekati seorang saudara yang telah mengambil tindakan salah sebelum ia menyadarinya. (Gal. 6:1) Dalam menasihati orang-orang demikian, hamba-hamba perlu berlaku bijaksana, namun juga tegas dalam membela prinsip-prinsip yang benar.

12, 13. Mengapa kebijaksanaan penting dalam lingkungan rumah tangga?

12 Berlaku bijaksana dalam berurusan dengan orang-orang lain harus termasuk anggota-anggota keluarga. Tidak ada alasan untuk berlaku kasar dan tidak ramah kepada orang-orang di dalam lingkungan keluarga sendiri hanya karena kita sudah mengenal mereka. Mereka juga layak diperlakukan dengan bijaksana. Mereka tidak akan senang mendengarkan kata-kata yang kasar, sinis atau tajam. Dan jika anggota-anggota lain dalam keluarga bukan hamba dari Yehuwa, apakah ini berarti bahwa kita tidak usah berlaku bijaksana sewaktu berbicara dengan mereka? Sama sekali tidak, karena berlaku bijaksana dalam berurusan dengan orang-orang yang tidak beriman mungkin suatu waktu akan membuat mereka menerima ibadat yang benar.—1 Ptr. 3:1, 2.

13 Penggunaan kebijaksanaan teokratis menghasilkan banyak buah-buah bagus, tidak soal kita berurusan dengan umum, dengan saudara-saudari rohani kita, atau dengan keluarga kita sendiri. Hal ini mempunyai pengaruh yang menyenangkan bagi pendengarnya, seperti dikatakan Amsal 16:24, ”Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang.” Jadi, pupuklah sifat bijaksana, didorong oleh keinginan yang kuat untuk memberi faedah kepada semua orang yang saudara jumpai.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan